UNIVERSITAS HASANUDDIN
LAPORAN KASUS
Disusun Oleh:
Anggista Dwi Maharani Santri
C014222162
Supervisor Pembimbing:
dr. Mulawardi, Sp. BKV
NIM : C014222162
Telah menyelesaikan tugas laporan kasus dalam rangka kepaniteraan klinik di bagian
ilmu bedah thorax dan kardiovaskular Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.
Mengetahui,
Supervisor Pembimbing
Nama : Tn. D
Usia : 58 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
No. RM 930347
A. Anamnesis
Keluhan Utama : Bengkak pada kaki
Anamnesis Terpimpin :
Pasien usia 58 tahun dating dengan keluhan bengkak pada kaki sebelah kanan
sejak 1 bulan yang lalu, pasien mengeluh nyeri hilang timbul, nyeri saat bergerak
dan kemerahan pada kaki kanan. Keluhan mual muntah tidak ada, sesak ada.
Sesak yang dialami sejak 1 minggu yang lalu, Batuk ada, Demam ada. Mual dan
muntah tidak ada. BAB dan BAK dalam batas normal.
Riwayat Penyakit Sebelumnya
b. Tanda Vital
Pernapasan : 22x/menit
Suhu : 36.5ºC
c. Kepala
- Kepala : Normocephal
- Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil
ODS 2.5/2.5mm, bulat dan isokor, refleks cahaya
(+/+)
- Hidung : Pernapasan cuping hidung tidak ada, mukosa tidak
hiperemis, sekret tidak ada, tidak ada deviasi septum
- Telinga : Simetris, hiperemis (-/-), otore (-/-).
- Mulut : Bibir tidak sianosis, gusi tidak ada pedarahan
- Leher :Tidak ada deviasi trakea, tidak ada pembesaran KGB
d. Thoraks
- Inspeksi : Simetris saat statis maupun dinamis
- Palpasi : Vocal fremitus sama pada kedua hemithorax
- Perkusi : Sonor pada kedua hemithorax
- Auskultasi : Suara napas kiri menurun, suara napas kanan vesikuler, ronkhi
-/-, wheezing -/-
e. Jantung
- Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
- Palpasi : Ictus cordis teraba
- Perkusi : Pekak, batas jantung kanan di ICS V linea parasternalis dextra,
Batas jantung kiri di ICS V linea midclavicularis sinistra
- Auskultasi : Bunyi jantung I/II murni reguler, murmur dan bising tidak ada.
f. Abdomen
- Inspeksi : Datar, mengikuti pernapasan
- Auskultasi : Peristaltik usus ada, kesan normal
- Perkusi : Timpani pada seluruh abdomen
- Palpasi : Tidak ada nyeri tekan, Hepar dan lien tidak teraba
g. Ekstremitas
- Superior : Edema -/-, deformitas -/-
- Inferior : Edema +/+, deformitas -/-
h. Status Lokalis :
- Status lokalis
Regio Ekstremitas inferior Dextra
I: Tampak udem cruris hingga pedis dextra , hiperemis (+), pus tidak ada, bulla tidak
ada
P : Nyeri tekan ada , pitting edema ada. Teraba hangat
- Status vaskuler
Extremitas dextra/sinistra
A. Femoralis ++/++
A. Poplitea +/++
A. Tibialis anterior : +/++
A. Dorsalis pedis : +/++
SpO2 extremitas inferior Dextra/Sinistra
Digiti I: 100/98
Digiti II: 97/97
Digiti III: 90/98
Digiti IV: 96/96
Digiti V: 97/99
Tekanan darah
Tangan kiri: 125/59
Tangan kanan: 140/71
Kaki kanan : 175/65
Kaki kiri : 151/64
ABI : 1,25
C. Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium (30/08/2023)
Darah rutin 6/2/24 RSWS
WBC : 19.000
HGB : 14,9
HCT : 48
MCV :74
MCH : 23
MCHC : 31
RDW-SD : 47.5
RDW-CV:19.8
PCT : 0.40
PLT : 414
NEUT : 87.6
LYMPH : 4.7
MONO : 5.5
EO :1.3
BASO :0.9
LED-1 :2
GDS : 74
Na : 127
K : 4.9
Cl : 102
D Dimer :
Kesan Pemeriksaan :
- Thrombus dengan manuver kompresi vena kolaps sempurna pada V.Femoralis dan
V. poplitaea dextra.
- Atherosclerosis arteri femoralis hingga A. dorsalis pedis dextra
- Selulitis regio medial cruris hingga pedis dextra
- Multiple lymphadenopathy regio inguinalis dextra
c. Foto Pedis Bilateral AP/Obliq (5/2/2024)
- Alignment tibiotalar, intertarsal, tarsometatarsal, metatarsophalangeal, proximal
interphalangeal bilateral baik, tidak tampak dislokasi
- Tampak penajaman pada tepi dari malleolus medial os tibia bilateral terutama kiri
- Densitas tulang baik
- Celah tibiotalar, intertarsal, tarsometatarsal, metatarsophalangeal, proximal
interphalangeal dan baik
- Jaringan lunak sekitar kesan baik
Kesan Pemeriksaan :
Tidak tampak tanda-tanda osteoarthritis pada foto pedis bilateral ini
Telah dilakukan MSCT Scan Thorax tanpa kontras, potongan axial, reformat
coronal dan sagittal dengan hasil sebagai berikut:
- Tampak patchy infiltrat dan konsolidasi disertai cavitas berdinding tipis, inner
margin smooth dan garis-garis fibrotik pada segmen apicoposterior lobus superior
paru kiri
- Multi focal lusensi dengan pola penyebaran para septal pada segmen apical lobus
superior paru kanan dan lingula inferior lobus superior paru kiri
- Dilatasi bronchus dengan gambaran tram track sign pada lobus superior dan inferior
paru kanan (tipe silindris) - Trachea di midline
- Tidak tampak pembesaran KGB paratrachea, sub carina, peribronchial bilateral
- Cor: Ukuran membesar dengan CTI 0.56, aorta kalsifikasi dan cabang arteri
coronaria (LAD)
- Tampak densitas cairan (22 HU) pada cavum pleura bilateral
- Hepar dan lien membesar (hepatosplenomegaly), gaster yang terscan dalam batas
normal
- Osteofit pada CV Thoracolumbal yang terscan (spondylosis thoracolumbalis).
Tulang-tulang yang terscan intak
Incidental finding:
- Tampak lesi hipodens ( 27 HU) berbatas tegas, tepi irreguler, non kalsifilasi berukuran
+/- 1.23 x 1.35 x 1.38 cm pada lobus kiri thyroid (nodul thyroid kiri)
- Tampak multiple densitas batu ( 624HU) pada GB dan ductus sistikus dengan ukuran
terbesar +/- 1.76 x 1.11 x 1.06 cm (choledocholith)
Kesan Pemeriksaan :
- TB Paru lama aktif lesi luas disertai bronchiectasis
- Emphysema paraseptal paru bilateral
- Efusi pleura bilateral
- Atherosclerosis aortae dan cabang arteri coronaria (LAD)
D. Diagnosis
Selulitis regio cruris et pedis dextra DD Deep Vein Trombosis cruris et pedis dekstra
E. Tatalaksana
Terapi TS GH
- Diet Protein 1.2 gr/kgBB/24jam
- Diet rendah Fosfat dan purin
- Diet rendah Natrium <2gr/kgBB/24jam
- IVFD connecta
- Furosemid 40mg/12jam/iv
- Amlodipin 10mg/24jam/oral
- N-ace 200 mg/8jam/oral
- Hemodialisa Rutin 2x
Seminggu (Selasa, Jumat)
F. Planning
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
DVT adalah suatu kelainan dimana terbentuk bekuan darah (thrombus) pada vena
bagian dalam tubuh, terutama pada ekstremitas bawah. DVT juga dapat terjadi pada
pembuluh darah vena ekstremitas atas, mesenterik, pelvis, ataupun cerebral. DVT yang
terjadi pada ekstremitas bawah, terutama pada pembuluh darah vena poplitea atau
struktur di atasnya mempunyai risiko sebesar 50% untuk berkembang menjadi PE.1
B. Etiopatofisiologi
Terdapat tiga penyebab utama dari DVT, yang biasanya dikenal juga dengan istilah
trias virchow. Trias virchow terbagi menjadi2:
a. Stasis Aliran Darah
Pada dasarnya aliran darah vena cendrung lebih lambat dibandingkan dengan
arteri, bahkan dapat terjadi stasis terutama pada daerah-daerah yang mengalami
immobilisasi dalam waktu yang cukup lama. Stasis vena merupakansalah satu faktor
predisposisi terjadinya trombosis lokal karena dapat menimbulkan gangguan terhadap
mekanisme pembersih dari aktifitas faktor pembekuan darah sehingga lebih
mempermudah pembentukan thrombin.
b. Hiperkoagulabilitas
1. Manifestasi Klinis
Keluhan utama yang khas pada pasien DVT adalah bengkak dan nyeri pada
tungkai. Gambaran klasik DVT adalah edema tungkai yang bersifat unilateral
disertai dengan adanya eritema dan hangat pada perabaan. DVT paling sering
mengenai vena-vena di daerah tungkai, antara lain vena tungkai superfisialis, vena
dalam di daerah betis atau lebih proksimal seperti vena poplitea, vena femoralis dan
vena illiaca. Sedangkan vena-vena di bagian tubuh yang lain relatif jarang di kenai.
DVT pada pembuluh darah vena superfisialis pada tungkai, biasanya terjadi
varikositis dan gejala klinisnya ringan serta bisa sembuh dengan sendirinya.
Sementara itu, manifestasi klinik DVT pada vena dalam tidak selalu terlihat dengan
jelas, kelainan yang timbul tidak selalu dapat memprediksi secara tepat lokasi
terjadinya trombosis. Trombosis di daerah betis mempunyai gejala klinis yang
ringan karena trombosis yang terbentuk umumnya kecil dan tidak menimbulkan
komplikasi yang hebat. Sebagian besar trombosis di daerah betis bersifat
asimtomatik, tetapi dapat menjadi serius apabila thrombus tersebut meluas atau
menyebar ke daerah yang lebih proksimal. Trombosispada pembuluh darah vena
dalam akan mempunyai keluhan dan gejala jika menyebabkan3:
a. Bendungan aliran vena.
Apabila total skor yang diperoleh dari penilaian dengan instrumen modified
Well’s Score > 2, pasien tersebut mempunyai kemungkinan yang besar mengalami
DVT. Namun, jika total skor ≤ 2, pasien tersebut mempunyai kemungkinan yang kecil
mengalami DVT. Kelemahan dari instrumen ini adalah bersifat subjektif bagi dokter
yang memeriksa karena sebenarnya masih diperlukan investigasi lebih lanjut untuk
menegakkan diagnosis DVT. Pada pasien rawat inap dengan dugaan DVT perlu
dilakukan pemeriksaan D-dimer dan pencitraan untuk menegakkan diagnosis dari
DVT secara pasti3
2. Pemeriksaan D-Dimer
D-dimer adalah produk dari cross linked fibrin yang terdegradasi yang dibentuk
oleh aksi plasmin. D-dimer merepresentasikan aktivasi mekanisme pembekuan darah
dan fibrinolitik. Tes D-Dimer bervariasi dalam hal sensitivitas dan spesifisitas, tetapi
sebagian besar bersifat sensitif dan kurang spesifik. Pemeriksaan D-dimer dapat
memberikan hasil positif palsu karena peningkatan dari D-dimer dapat ditemukan
pada pasien dengan DVT (sensitivitas, 94-96%), pasien dengan usia lebih lanjut,
pasien dengan keganasan, sepsis, inflamasi, gagal ginjal kronik, pascapembedahan,
trauma, luka bakar parah, dan kehamilan (spesifisitas, 42–52%). Oleh sebab itu, hasil
pemeriksaan D-dimer yang negatif dapat membantu mengeksklusi DVT, terutama
ketika probabilitas klinis cukup rendah. Apabila hasil pemeriksaan D-dimer positif,
yaitu >500 µg/L, perlu dilakukan pemeriksaan radiologi lebih lanjut untuk
menegakkan diagnosis DVT. Sementara itu, pemeriksaan D-dimer juga dapat
digunakan untuk memprediksi risiko kekambuhan VTE setelah pemberhentian
pemberian antikoagulan, tetapi tidakdirekomendasikan sebagai pemeriksaan
skrining awal untuk memprediksi kekambuhan penyakit subklinis atau untuk
memantau respon terapi terhadap pemberian antikoagulan.
D. Terapi
DAFTAR PUSTAKA
2. Townsend CM, Beauchamp RD, Evers BM, Mattox K. Sabiston textbook of surgery:
the biological basic of modern surgical practice. 21st ed. Philadelphia: WB Saunders
Company; 2021.