Anda di halaman 1dari 22

nINTERPRETASI APRESIASI PROSA FIKSI CERPEN “KOTA DENGAN

1001 LABIRIN JALAN BELAKANG” KARYA BENI SETIA


MENGGUNAKAN PENDEKATAN ANALITIS (BERSIFAT RESEPTIF)

Diajukan untuk Memenuhi Tugas UAS Mata Kuliah Apresiasi Sastra


Dosen Pengampu: Ferina Meliasanti, S.S., M.Pd.

Disusun Oleh:

Diana Fitriani (2210631080009)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SINGAPERBANGSA KARAWANG
2023
Struktur Cerpen “Kota Dengan 1001 Labirin Jalan Belakang” karya Beni Setia

Sudah terlalu lama Arman menunggu. Sudah menghabiskan sepiring gado-gado, dua gelas
jus melon dan kopi, dan lima batang rokok. Kini ia, sambil melihat arloji, tiba pada kesimpulan:
sudah terlalu telat untuk istri yang cari selingan dengan berselingkuh. Bangkit mencari pelayan
dan menanyakan toilet -- ia harus kencing, membasuh muka, dan kembali ke meja. Membayar
semua pesanan itu, dan minta segelas kopi -- tunai. Menunggu sekitar setengah jam lagi.
Bukankah tadi Xia bilang perlu bicara demi kelangsungan hubungan selanjutnya. Seserius
itukah? Apa ia memilih benar-benar cerai? Dan setelah itu?

“Dan setelah itu,” desis Arman sambil mempermainkan geretan. Mengangkat tangan
memanggil pelayan, memesan kopi sambil minta bon untuk semua pesanan. Di luar hari telah
gelap, lampu-lampu kelihatan makin cerlang dalam kontras malam. Angin menggerakkan
spanduk dan tak menimbulkan kontak apa-apa dalam ruang berdinding kaca. Lalu lintas
meningkat. Cafe menarik napas, bersiap meng-hadapi malam dengan mimpi seribu
pengunjung. Apakah Xia akan muncul menjelang jam 19.00, minta maaf karena terhambat
macet -- seperti yang dibisikkan lewat HP setengah jam lalu. Tapi apa akan asyik bertemu pacar
saat jam suami istri bersama di kamar perkawinan telah tiba?

***

Sebatang rokok dan semangkuk kopi meruapkan aroma di meja. Arman Menghidupkan HP,
menelepon ibunya di Madiun, menanyakan kabar dan minta maaf karena kembali tak bisa
pulang. “Aku sebetulnya kangen pecel lik Rom, terutama peyek udang ketul-nya,” katanya.
Ibunya bertanya, apa perlu dikirim de-ngan Pos; dan Arman menolak usulan itu. Bilang selalu
tak sempat masak, dan lebih sering makan di luar. Dan ibunya kembali meminta agar
secepatnya punya istri, agar ada yang mengurus, dan tak makan sembarangan di luar. Arman
me-nelan ludah. Apakah berkeluarga di Jakarta akan sekonvesional itu? Atau hanya
menciptakan momen bersama selepas isya sampai Shubuh, dengan kesibukan individual
sepanjang siang, yang sesekali dihubungkan dengan komunikasi semu SMS lewat HP?
Perkawinan ganda di balik hubungan tanpa ikatan dengan Xia.
HP dimatikan. HP dihidupkan, dengan telepon banking mengisi pulsa, dan menghubungi
Armaniah, kakak perempuannya, dengan SMS. “Aku bosan, BT, ka” tanya, “Aku pengin
pulang ke Madiun dan berwiraswasta.” Dua menit kemudian kakaknya membalas. “Ambil cuti.
Nanti kukenalkan dengan Nestapani ia anak prihatin dan mau diajak sengsara membangun
masa depan,” katanya. Arman termangu. Apa persoalannya hanya perempuan yang
konvensional 24 jam di rumah, amat tergantung pada penghasilan, energi libido sisa kerja dan
selingkuh suami? Apa hanya sebuah pernikahan yang konvensional yang lebih dari sekedar
kebersamaan seksual sesaat, tanpa komitmen apa-apa karena masing-masing sibuk dengan
karier dan impian sukses sendiri-sendiri? Dengan libido tetap dijaga, yang harus dilepas pada
selingkuhan tetap lain dan si selingan satu kantupan?

***

Ada sebuah kelokan dengan arus yang menghunjam di bawah petal dina dengan latar tiga
rumpun bambu yang tebal. Tebing itu dicuil membentuk lubuk dengan arus yang membuang
endapan pasir, di seberang yang ditandai pohon kiara di sempadan pesawahan berundak, yang
selalu berair dan menimbulkan bunyi gemersik saat sudah siap panen. Ada batu-batu di pangkal
arus yang menimbulkan suara air gemercik saat kemarau, menimbulkan arus memusar kecil
dengan iring-iringan sampah yang bagai bocah bermain karnaval kecil. Lalu arus tenang karena
banyak batu menghadang muara kelokan yang mendangkal. Cekungan teduh yang penuh suara
gemerisik, gemericik, desau angin, dalam keheningan yang membuat betah berbaring di seupil
pasir setelah berenang selusupan. Mimpi ada di pantai Eropa di tengah riuh anak-anak loncat
dari tebing dan selusupan.

Apa tempat itu masih seperti itu? Sejak lima atau empat tahun lalu ibunya bilang anak- anak
sudah tidak berenang di kali lagi - mereka ke kolam renang, karena itu kini dibuka di beberapa
tempat. Armaniah bilang, berenang kini jadi mata pelajaran olahraga wajib sejak di SD. Tapi
berenang di kolam renang pasti berbeda dengan berenang di kali. Sensasi petualangannya
berbeda. Kebersamaan liar penuh benturan tapi selalu menyenangkannya pasti berbeda. Tapi
apa ia harus ziarah ke tempat itu? Selusupan dan menangis pada Sang Hyang Sri, penunggu
lubuk itu, karena di Jakarta la selalu merasa hanya sendiri, cuma sibuk mencari duit dan
menghabiskan sisa waktu dengan segala selingan yang mungkin karena tak ada motivasi lain
selain menghibur diri. Tapi apa masih ada kacang panjang yang ditanam di pematang, dan
dipetik sebagai penangkis lapar? Atau untaian petai cina muda? Atau singkong di tegalan yang
dicabut dan dikupas dengan mulut sebelum disepah dengan kenikmatan yang lebih tinggi dari
mengulum puting susu Xia dan sembarang perempuan?

***

Tiga pengunjung datang. Tampak lelah dengan setumpuk berkas yang di-letakkan di meja
dan laptop yang kembali dihidupkan. Mereka memesan makan dan kopi. Mengeluh dan
kembali berdiskusi. Kehidupan Jakarta terus berdenyut. Mirip seekor gurita yang menjulurkan
tentakel dan membelit semua orang, dan setiap orang seperti serangga yang dilumpuhkan laba-
laba dan dibungkus benang perangkap sebelum dionggokkan di sudut paling sunyi. Siap
disepah lalu dibuang sebagai kantong kerontang tanpa isi. Apa makna jiwa? Apa makna ruh?
Apa makna kesadaran dan kerinduan akan ketenangan di waktu senggang selepas kerja? Arman
mematikan rokok. Menanting kopi dan meneguknya. Bangkit. Memberi tanda, pamit, pada
pelayan dan jalan ke pintu. Menariknya sebelum menyelinap ke luar. Memenjam merasakan
tamparan udara gerah penuh polutan.

Di lobi, menghadapi angin yang berembus deras dan menggeriapkan spanduk Arman
memenjam menahan tangis yang mau runtuh. Apakah masih ada se-serpih kebahagiaan? Apa
masih cukup waktu dan kesabaran menahan mual meng-hibur diri dalam tata pergaulan yang
semata hanya menyisakan membius diri selepas kerja dengan berseluncur di labirin 1001 jalan
belakang dan selingkuh? Sebuah mobil membunyikan tuter, tak sabar dengan gerak menikung
sebuah sepeda motor. Seseorang menyalakan korek api dan menyulut rokok. Di seberang ada
neon sign yang menyala tak sempurna dan cuma jadi pendaan suram yang membuat papan
nama itu ompong- tapi tak ada yang peduli. Seorang pengamen memainkan kord A Minor, F
Minor dan E Minor pada gitar sambil bersenandung menunggu kawannya menala tamtam.
Kantung kresek warna hitam melayang, tersuruk-suruk di tepi jalan.

Malam menggeliat, pegal menanggung semua, tapi tak ada yang peduli. Masih adakah
kepedulian pada sesama dan sekitar di Jakarta? Arman jalan. Memijit remote menyiagakan
mobil. Dan setindak sebelum sampai. Seseorang menggebuk kuduknya, sigap mau merampas
kunci dan menodongkan pistol ketika gelagap mempertahankannya. Satu letusan menyentak
dan sebuah peluru mencacah dada. Arman terjengkang. Kunci, yang terlempar di paving stone,
dipungut oleh lelaki kekar. Yang langsung masuk dari kiri -- temannya, dengan pistol, menyapu
kesekitaran, meraih dompet di saku belakang setelah membalikkan Arman, lantas berputar dan
masuk dari kanan. Mesin dihidupkan dengan sentakan kasar. Pintu dibanting di kanan. Mobil
mendecit, bagai meloncat ke luar. Orang-orang berda-tangan. Sebuah taksi direm mendadak
karena dipapas oleh mobil yang bergegas ke luar. Xia menurunkan jendea dan berteriak
memanggil. Sia-sia. Tak dipedulikan orang-orang itu tak mau peduli. Orang-orang
berdatangan. Tangan-tangan menunjuk sebelum semua orang berkeliling di sekitar Arman. Xia
menahan jeritan yang mau membahana menyatakan kaitan. Menahan tangis. Berbalik ke taksi.
Minta melaju dan menjauh dari lelaki yang diniatkan akan jadi pengganti suami yang payah.
Kini impian itu sirna, ia harus balik kandang. Untuk berapa lama?

Dan malam merenggangkan ruas punggungnya. Lantas kembali termangu -- seperti


biasanya. Tak peduli dan akan selalu tak ambil peduli pada orang-orang yang sibuk dengan diri
sendiri dan urusan pribadi masing-masing -- menyelinap dan mengendap- ngendap di labirin
1001 jalan belakang dan selingkuh yang me-remang. Selalu. Senantiasa-siang dan malam.

a. Ringkasan Cerpen
Cerpen ini menceritakan tentang seorang pria bernama Arman yang merenungkan situasi
pernikahannya dan keraguan yang Ia alami. Arman telah lama menunggu di sebuah cafe dan
menghabiskan waktu dengan makan dan minum. Ia merasa bahwa waktu sudah terlalu lama
untuk menunggu istri yang mungkin sedang berselingkuh. Arman mempertimbangkan apakah
Ia harus cerai atau tetap bertahan dalam hubungan tersebut.

Dalam kegelisahannya, Arman berbicara dengan ibunya tentang keinginannya untuk


pulang ke Madiun dan menjadi wiraswasta. Namun, ibunya menginginkan Arman memiliki
istri yang bisa mengurusinya dan menghindari makan di luar. Arman merasa bingung tentang
apakah kehidupan perkawinan di Jakarta akan sekonvensional seperti itu, atau apakah itu hanya
akan menciptakan momen-momen bersama selepas waktu kerja dengan komunikasi semu
melalui pesan singkat.

Arman juga berpikir tentang hubungannya dengan selingkuhan yang lain, dengan
pertanyaan apakah pernikahan konvensional hanya berhubungan seksual tanpa komitmen,
sementara setiap orang sibuk dengan karier dan impian mereka sendiri-sendiri.

Cerpen ini juga menggambarkan kegelisahan dan ketidakpuasan Arman terhadap


kehidupan di Jakarta. Ia merasa sendirian dan hanya mencari hiburan untuk mengisi waktu
luangnya. Arman merenung tentang makna jiwa, kesadaran, dan kerinduan akan ketenangan di
waktu senggangnya.
Pada akhir cerpen, Arman dihadapkan pada kejadian tragis ketika Ia diserang dan dirampok.
Ia ditembak dan meninggal, sementara orang-orang di sekitarnya hanya melihat tanpa
memberikan pertolongan. Cerpen ini diakhiri dengan menggambarkan kepedulian yang hilang
dalam kehidupan sibuk di Jakarta.

b. Tema
Tema merupakan salah satu unsur dalam sebuah cerpen. Tema biasanya dikenal sebagai
ide pokok dalam sebuah cerita. Tema juga merupakan gambaran atau makna yang terkandung
dalam isi cerita. Tema dalam cerpen “Kota Dengan 1001 Labirin Jalan Belakang” akan
dianalisis bedasarkan teori yang dikemukakan oleh Nurgiyantoro yaitu tema utama (mayor)
dan tema tambahan (minor). Tema utama atau dapat juga disebut sebagai tema mayor,
merupakan makna pokok cerita yang menjadi dasar atau gagasan dasar umum sebuah karya.
sedangkan tema tambahan atau tema minor merupakan tema atau makna tambahan. Secara
keseluruhan kedua tema tersebut berperan penting dalam mempengaruhi jalannya cerita.

1) Tema Utama (mayor)


Tema utama atau dapat disebut sebagai tema mayor merupakan tema yang dapat mewakili
seluruh isi cerita dalam sebuah cerpen. Tema utama berfungsi sebagai inti yang
menggambarkan pesan yang ingin disampaikan oleh penulis. Tema utama dalam cerpen Kota
Dengan 1001 Labirin Jalan Belakang ini yaitu kekosongan, kesepian, dan ketidakpedulian
dalam kehidupan perkotaan modern. Dalam cerpen menggambarkan kehidupan seorang pria
bernama Arman yang merasa terisolasi dan sendirian dalam rutinitas dan kesibukan sehari-
harinya. Ia merasa terjebak dalam hubungan yang tidak memuaskan dengan istri yang mungkin
berselingkuh. Arman juga merenungkan tentang kehilangan makna dalam kehidupannya di
Jakarta, di mana semua orang terlalu sibuk dengan diri sendiri dan kurang peduli terhadap
orang lain.

Cerpen ini menggambarkan kegelisahan dan kebingungan Arman tentang makna


perkawinan, kesetiaan, dan kehidupan yang konvensional. Ia mencari pemahaman akan
pentingnya kebahagiaan dan kepedulian dalam hubungan serta kehidupan sehari-hari. Tema
lain yang muncul dalam cerpen ini adalah keinginan untuk kembali ke akar dan mencari
kebahagiaan yang sederhana, seperti kenangan tentang berenang di kali di kampung halaman.
Di tengah keramaian dan hiruk-pikuk Jakarta, kepedulian dan kemanusiaan tampak hilang,
di mana orang-orang lebih fokus pada kesibukan individual mereka. Cerpen ini
menggambarkan kekosongan emosional dan hubungan yang dangkal dalam kehidupan
perkotaan yang modern. Tema ini mengajukan pertanyaan tentang pentingnya ikatan sosial,
kebahagiaan yang sejati, dan arti kehidupan di tengah kesibukan dan kemegahan perkotaan.
Adapun beberapa kutipan yang menggambarkan tema kekosongan, kesepian, dan
ketidakpedulian sebagai berikut:

“Di luar hari telah gelap, lampu-lampu kelihatan makin cerlang dalam kontras malam.
Angin menggerakkan spanduk dan tak menimbulkan kontak apa-apa dalam ruang
berdinding kaca. Lalu lintas meningkat. Cafe menarik napas, bersiap menghadapi
malam dengan mimpi seribu pengunjung.” (Beni Setia, 2022:24)

“Malam menggeliat, pegal menanggung semua, tapi tak ada yang peduli. Masih adakah
kepedulian pada sesama dan sekitar di Jakarta?” (Beni Setia, 2022:26)

“Dan malam merenggangkan ruas punggungnya. Lantas kembali termangu -- seperti


biasanya. Tak peduli dan akan selalu tak ambil peduli pada orang-orang yang sibuk
dengan diri sendiri dan urusan pribadi masing-masing -- menyelinap dan mengendap-
ngendap di labirin 1001 jalan belakang dan selingkuh yang me-remang. Selalu.
Senantiasa-siang dan malam.” (Beni Setia, 2022:26)

Pada kutipan pertama, menciptakan gambaran atmosfer dan suasana yang hidup di sebuah
kota yang sibuk. Gelapnya malam, lampu-lampu terang, dan lalu lintas yang ramai
menggambarkan kehidupan malam yang dinamis dan energik. Cafe yang “menarik napas” dan
“bersiap menghadapi malam dengan mimpi seribu pengunjung” menunjukkan harapan dan
antisipasi terhadap datangnya banyak pengunjung, serta kemungkinan kehidupan yang sibuk
dan semarak di malam hari. Kutipan ini menciptakan citra kota yang hidup, penuh dengan
potensi dan harapan di tengah keramaian dan kegelapan malam.

Selanjutnya pada kutipan kedua, Kutipan tersebut mengekspresikan perasaan


ketidakpedulian dan kegelisahan terhadap kondisi sosial di Jakarta pada malam hari. Penulis
merasa bahwa meskipun malam gelap dan penuh kesulitan, rasa pegal dan keterbatasan tersebut
tidak dihiraukan oleh orang-orang di sekitarnya. Kutipan ini menyoroti pertanyaan yang lebih
besar tentang kepedulian pada sesama dan lingkungan di Jakarta. Penulis meragukan apakah
masih ada kesadaran dan perhatian terhadap kondisi orang lain dan lingkungan di tengah-
tengah kesibukan dan ketegangan kota metropolitan seperti Jakarta. Kutipan ini mencerminkan
keinginan penulis untuk merangsang refleksi dan perhatian terhadap masalah sosial yang ada
di Jakarta. Penulis mungkin ingin mendorong pembaca untuk lebih memperhatikan dan
memikirkan cara untuk membantu orang lain dan meningkatkan kualitas kehidupan di
sekitarnya, meskipun situasi dan tantangan yang dihadapi sulit.

Lalu pada kutipan ketiga, dalam konteks kutipan tersebut mengindikasikan bahwa Arman
mengalami perasaan kesepian dan terasing meskipun ia terjebak dalam lingkaran rutinitas dan
kesibukan yang sibuk. Cerpen ini mungkin mengeksplorasi tema kesepian, alienasi, dan
ketidakpuasan dengan kehidupan yang monoton. Arman mungkin merasa kehilangan arti atau
tujuan dalam kehidupannya, meskipun ia dihadapkan pada aktivitas sehari-hari yang padat.
Kutipan ini menggambarkan kondisi emosional Arman yang khusus dan mencerminkan
pengalaman manusia dalam menghadapi kesulitan dalam menjalin hubungan sosial dan merasa
terasing dari dunia di sekitarnya.

Dalam kutipan keempat, penulis menggambarkan malam sebagai entitas yang


merenggangkan ruas punggungnya, menggambarkan kesendirian dan pemikiran yang tenang.
Malam kembali “termangu” atau merenung seperti biasa, menunjukkan karakter yang tetap
dan tidak berubah dari malam sebelumnya. Selanjutnya, kutipan menggambarkan sikap malam
yang tidak peduli dan selalu tidak memperhatikan orang-orang yang terlalu sibuk dengan diri
sendiri dan urusan pribadi mereka. Malam menyelinap dan mengendap-ngendap di labirin 1001
jalan belakang dan selingkuh yang meremang. Ini bisa diartikan sebagai malam yang
melambangkan kegelapan dan ketidakterlihatan, tempat di mana orang-orang melakukan hal-
hal terlarang atau rahasia. Dengan kata lain, kutipan ini mungkin menggambarkan malam
sebagai waktu yang diam-diam, tidak memperhatikan masalah orang lain, dan menjadi saksi
dari berbagai kegiatan yang tersembunyi atau tidak dapat dilihat oleh mata terang. Ini
menciptakan suasana misterius dan rahasia dalam kota yang dijelaskan dalam cerpen tersebut.

2) Tema Tambahan (minor)


Tema tambahan atau tema minor merupakan tema yang bersifat mempertegas eksistensi
tema utama, atau tema mayor. Tema tambahan melengkapi tema utama dan memberikan
dimensi tambahan kepada cerita tanpa mengganti tema utama. Dalam cerpen “Kota Dengan
1001 Labirin Jalan Belakang” karya Beni setia, tema tambahan yang dapat ditemukan dalam
cerpen tersebut adalah tema konflik dalam hubungan. Hal ini dibuktikan karena dalam cerpen
ini juga diceritakan tokoh Arman yang merasa curiga terhadap istri dan merasa bahwa ia
mungkin berselingkuh. Ini menunjukkan adanya konflik dalam hubungan mereka. Arman juga
mempertanyakan makna dan keberartian perkawinan serta kesetiaan dalam hubungan suami
istri. Adapun kutipan yang menggambarkan perilaku konflik dalam hubungan sebagai berikut:
“Kini ia, sambil melihat arloji, tiba pada kesimpulan: sudah terlalu telat untuk istri yang
cari selingan dengan berselingkuh.” (Beni Setia, 2022:24)

“Apakah Xia akan muncul men-jelang jam 19.00, minta maaf karena terhambat macet
-- seperti yang dibisikkan lewat HP setengah jam lalu. Tapi apa akan asyik bertemu
pacar saat jam suami istri bersama di kamar perkawinan telah tiba?” (Beni Setia,
2022:24)

“Dengan libido tetap dijaga, yang harus dilepas pada selingkuhan tetap lain dan si
selingan satu kantupan?” (Beni Setia, 2022:24)

Pada kutipan pertama ini menunjukkan adanya ketidakpercayaan Arman terhadap istri dan
dugaan bahwa istri mungkin berselingkuh, yang menggambarkan konflik dalam hubungan
mereka. Lalu pada kutipan kedua menggambarkan ketidakpastian Arman tentang apakah istri
akan datang dan mempertanyakan keputusannya untuk bertemu dengan pacar saat mereka
seharusnya bersama-sama di kamar perkawinan, yang menunjukkan konflik dalam hubungan
mereka.

Selanjutnya pada kutipan ketiga ini menggambarkan pemikiran Arman tentang selingkuh
sebagai cara untuk memenuhi kebutuhan seksualnya dalam hubungan yang tidak memadai,
yang mencerminkan konflik dalam hubungan suami istri tersebut. Berdasarkan semua
penjelasan di atas mengenai tema minor, dapat disimpulkan bahwa tema minor tersebut saling
berkaiatan dan mendukung eksistensi dari tema mayor.

c. Tokoh dan Penokohan


Tokoh merupakan individu atau pelaku dalam sebuah cerita. Sedangkan penokohan
merupakan cara penulis menggambarkan dengan jelas tentang karakter atau watak individu
yang ditampilkan dalam sebuah cerita. Dapat diartikan pula bahwa penokohan merupakan cara
menampilkan tokoh, serta upaya membangun dan mengembangkan watak tokoh. Dengan
demikian, penokohan berhubungan dengan penggambaran karakter dan watak tokoh dalam
sebuah cerita. Dalam cerpen “Kota Dengan 1001 Labirin Jalan Belakang” karya Beni Setia,
terdapat tokoh utama dan tokoh tambahan. Diantaranya sebagai berikut:

1) Tokoh Utama
Tokoh utama merupakan sebutan bagi tokoh yang memiliki peran penting dalam sebuah
cerita. Dengan kata lain tokoh utama ialah tokoh yang dikisahkan dalam cerita atau disebut
sebagai pusat cerita. Ciri dari tokoh utama ialah dimana tokoh atau perannya sering di
tampilkan dalam berbagai kejadian dan mendominasi sebuah cerita. Disamping itu, sebagai
pusat cerita maka tokoh utama akan tampil dari awal dimulainya cerita hingga akhir cerita.
Artinya kehadiran tokoh utama dan tindakan yang mereka lakukan, memberi kontribusi penting
terhadap alur atau plot cerita. Dalam konteks cerpen “Kota Dengan 1001 Labirin Jalan
Belakang” terdapat satu tokoh utama yang menjadi fokus cerita, yaitu Arman.
Tokoh Arman sendiri sudah hadir sejak awal cerita ini dimulai. Arman digambarkan sebagai
seorang pria yang merasa kesepian dan kecewa dengan kehidupannya di kota Jakarta. Ia merasa
terjebak dalam rutinitas yang monoton dan merenungkan makna hidup serta kebahagiaan yang
sebenarnya. Arman juga mengalami konflik dalam hubungannya dengan istri dan meragukan
kesetiaannya. Hal tersebut dapat dibuktikan dalam kutipan berikut:

“Sudah terlalu lama Arman menunggu. Sudah menghabiskan sepiring gado-gado, dua
gelas jus melon dan kopi, dan lima batang rokok.” (Beni Setia, 2022:24)

“Apakah berkeluarga di Jakarta akan sekonvesional itu? Atau hanya menciptakan


momen bersama selepas isya sampai Shubuh, dengan kesibukan individual sepanjang
siang, yang sesekali dihubungkan dengan komunikasi semu SMS lewat HP?
Perkawinan ganda di balik hubungan tanpa ikatan dengan Xia.” (Beni Setia, 2022:24)

“Apakah masih ada se-serpih kebahagiaan? Apa masih cukup waktu dan kesabaran
menahan mual meng-hibur diri dalam tata pergaulan yang semata hanya menyisakan
membius diri selepas kerja - dengan berseluncur di labirin 1001 jalan belakang dan
selingkuh?” (Beni Setia, 2022:25)

Dalam kutipan-kutipan tersebut, Arman digambarkan sebagai seseorang yang merasa


terjebak dan tidak puas dengan kehidupannya. Ia merenungkan kehidupan perkawinan,
kesetiaan, dan mencari makna kebahagiaan di tengah-tengah kesibukan dan rutinitas sehari-
hari di Jakarta.

2) Tokoh Tambahan
Tokoh tambahan merupakan sebutan bagi tokoh yang berperan untuk menunjang kisah dari
tokoh utama. Secara umum kehadirannya tidak sepenting tokoh utama namun mampu
menunjang jalan cerita yang bersangkutan dengan pemeran utama agar semakin menarik. Ciri
umum tokoh pembantu atau tokoh tambahan ialah dimana kehadirannya hanya muncul sesekali
dan tidak sesering tokoh utama, dan umumnya tampil di tengah cerita saat tokoh utamanya
telah dikenali. Dalam konteks cerpen “Kota Dengan 1001 Labirin Jalan Belakang” terdapat
beberapa tokoh tambahan yang muncul dalam cerpen tersebut adalah istri Arman yang disebut
Xia, ibu Arman yang tinggal di Madiun, dan kakak perempuan Arman yang bernama Armaniah.
Ketiga tokoh sampingan ini memperlihatkan berbagai peran dan sikap dalam konteks dalam
kehidupan Arman sebagai tokoh utama. Adapun beberapa kutipan dari berbagai peran ketiga
tokoh tersebut sebagai berikut:

“Ibunya bertanya, apa perlu dikirim de-ngan Pos; dan Arman menolak usulan itu.
Bilang selalu tak sempat masak, dan lebih sering makan di luar. Dan ibunya kembali
meminta agar secepatnya punya istri, agar ada yang mengurus, dan tak makan
sembarangan di luar.” (Beni Setia, 2022:24)

“Apakah Xia akan muncul men-jelang jam 19.00, minta maaf karena terhambat macet
-- seperti yang dibisikkan lewat HP setengah jam lalu. Tapi apa akan asyik bertemu
pacar saat jam suami istri bersama di kamar perkawinan telah tiba?” (Beni Setia,
2022:24)

“HP dihidupkan, dengan telepon banking mengisi pulsa, dan menghubungi Armaniah,
kakak perempuannya, dengan SMS. 'Aku bosan, BT, ka’ tanya, 'Aku pengin pulang ke
Madiun dan berwiraswasta.' Qua menit kemudian kakaknya membalas. 'Ambil cuti.
Nanti kukenalkan dengan Nestapani ia anak prihatin dan mau diajak sengsara
membangun masa depan,' katanya.” (Beni Setia, 2022:24)

Pada kutipan pertama menggambarkan tokoh Xia, istri Arman yang tak kunjung juga
datang dan membuat ketidakpastian Arman tentang apakah istrinya akan datang dan
mempertanyakan keputusannya untuk bertemu dengan pacar saat mereka seharusnya bersama-
sama di kamar perkawinan, yang menunjukkan konflik dalam hubungan mereka.

Kutipan kedua ini menggambarkan percakapan antara Arman dan ibunya di telepon, di
mana ibunya meminta Arman untuk memiliki istri yang dapat mengurusnya dan mencegahnya
makan sembarangan di luar.

Selanjutnya pada kutipan ketiga ini menggambarkan interaksi melalui pesan teks antara
Arman dan kakak perempuannya, Armaniah. Dalam percakapan ini, Arman mengungkapkan
kebosanan dan keinginannya untuk pulang ke Madiun dan berwiraswasta. Kakaknya
menawarkan bantuan dengan memperkenalkan seseorang yang mungkin dapat membantu
Arman membangun masa depannya.

Tokoh-tokoh tambahan ini memberikan konteks dan mempengaruhi perjalanan pikiran dan
kehidupan tokoh utama, Arman, dalam cerpen tersebut.
d. Latar
Latar dapat didefinisikan sebagai bagian cerita atau landasan tumpu yang mengacu pada
masalah tempat dan waktu terjadinya peristiwa, serta lingkungan sosial yang digambarkan
untuk menghidupkan peristiwa. Latar juga bisa diartikan sebagai gambaran situasi mengenai
peristiwa yang terjadi dalam sebuah cerita. Latar cerita menjadi penentu seberapa detail
seorang pengarang mampu mendeskripsikan tiap bagian ceritanya. Hadirnya latar diharapkan
mampu menjadi perantara penyampaian pesan dari sebuah cerita kepada pembaca. Dalam
konteks cerpen “Kota Dengan 1001 Labirin Jalan Belakang” karya Beni Setia ini terdapat tiga
latar, yaitu latar tempat, latar waktu, dan latar suasana.

1) Latar Tempat
Latar tempat adalah tempat penunjukan lokasi terjadinya sebuah peristiwa dalam sebuah
cerita. Latar tempat dapat berupa kota, desa, hutan, gunung, ruangan tertentu, atau bahkan
dunia fiksi yang diciptakan oleh penulis. Dalam cerpen “Kota Dengan 1001 Labirin Jalan
Belakang” karya Beni Setia ini yaitu kota Jakarta, terutama dalam suasana perkotaan yang
sibuk dan tidak manusiawi. Cerpen ini juga menyentuh tempat-tempat seperti sebuah cafe di
Jakarta dan sekitarnya seperti pada kutipan sebagai berikut:

“Cafe menarik napas, bersiap meng-hadapi malam dengan mimpi seribu pengunjung.
Apakah Xia akan muncul men-jelang jam 19.00, minta maaf karena terhambat macet -
seperti yang dibisikkan lewat HP setengah jam lalu.” (Beni Setia, 2022:24)

“Tebing itu dicuil membentuk lubuk dengan arus yang membuang endapan pasir, di
seberang yang ditandai pohon kiara di sempadan pesawahan berundak, yang selalu
berair dan menimbulkan bunyi gemersik saat sudah siap panen.” (Beni Setia, 2022:25)

“Ada batu-batu di pangkal arus yang menimbulkan suara air gemercik saat kemarau,
menimbulkan arus memusar kecil dengan iring-iringan sampah yang bagai bocah
bermain karnaval kecil.” (Beni Setia, 2022:25)

Pada kutipan pertama menggambarkan latar tempat karena memberikan deskripsi tentang
lingkungan fisik dan suasana di dalam cafe. Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa cerita
berlangsung di sebuah kafe yang sedang mempersiapkan diri untuk malam, dengan harapan
dan aspirasi untuk mendapatkan banyak pengunjung.

Kemudian pada kutipan kedua juga diperlihatkan bagaimana lingkungan fisik di sekitar
tebing, dengan lubuk yang terbentuk oleh arus yang membuang endapan pasir. Selain itu,
deskripsi juga mencakup keberadaan pohon kiara di sempadan pesawahan berundak yang
selalu berair dan menimbulkan bunyi gemersik saat panen.

Selanjutnya juga terdapat kutipan ketiga yang memberikan deskripsi yang cukup rinci
tentang elemen fisik yang membentuk konteks tempat di mana cerita berlangsung. Pernyataan
tersebut menggambarkan keberadaan batu-batu di pangkal arus, suara air yang gemercik saat
kemarau, serta adanya arus yang membentuk pola memusar kecil dengan iring-iringan sampah.

2) Latar Waktu
Latar waktu adalah latar di mana tokoh dalam cerita melakukan sesuatu pada saat terjadinya
peristiwa. Contohnya pagi hari, siang hari, malam hari, masa lalu, masa kini, dan masa
mendatang. Dalam cerpen “Kota Dengan 1001 Labirin Jalan Belakang” karya Beni Setia ini,
terdapat setidaknya tiga latar waktu, yaitu malam hari, empat tahun lalu dan sore hari. Adapun
kutipan yang menggambarkan kedua latar waktu sebagai berikut:

“Di luar hari telah gelap, lampu-lampu kelihatan makin cerlang dalam kontras malam.
Angin menggerakkan spanduk dan tak menimbulkan kontak apa-apa dalam ruang
berdinding kaca.” (Beni Setia, 2022:24)

“Apakah Xia akan muncul men-jelang jam 19.00, minta maaf karena terhambat macet
- seperti yang dibisikkan lewat HP setengah jam lalu.” (Beni Setia, 2022:24)

“Sejak lima atau empat tahun lalu ibunya bilang anak- anak sudah tidak berenang di
kali lagi mereka ke kolam renang, karena itu kini dibuka di beberapa tempat” (Beni
Setia, 2022:25)

Pada kutipan pertama menggambarkan latar waktu dalam cerita. Hal ini menunjukkan
bahwa saat ini adalah malam hari, yang ditandai dengan peningkatan kecerahan lampu-lampu
dalam ruangan. Pada kutipan itu juga digambarkan suasana malam yang gelap, tetapi juga
penuh dengan kehidupan dan pertanyaan tentang kepedulian di lingkungan kota Jakarta.

Kemudian pada kutipan yang kedua juga merupakan latar waktu. Kutipan tersebut
memberikan konteks terhadap peristiwa dan interaksi antara karakter-karakter dalam cerita.
Menjelang jam 19.00 dan ada harapan atau antisipasi bahwa Xia akan tiba dalam waktu dekat
setelah memberi tahu melalui pesan HP sekitar setengah jam yang lalu. Kutipan tersebut juga
mengindikasikan waktu menjelang malam, di mana suasana dan aktivitas mungkin berbeda
dari siang hari.

Selanjutnya pada kutipan ketiga yaitu menunjukkan latar waktu dalam cerita. Kata-kata
“malam” mengindikasikan waktu saat itu sedang malam. Hal ini memberikan gambaran
tentang suasana dan konteks waktu di mana cerita berlangsung. Selanjutnya, ketika Arman
memijit remote untuk menyiagakan mobil, hal ini juga menunjukkan bahwa peristiwa terjadi
pada malam hari.

3) Latar Suasana
Latar suasana dapat didefinisikan dengan situasi yang terjadi ketika tokoh atau pelaku
dalam cerita melakukan suatu hal, seperti perasaan gembira, lelah, sedih, marah, kecewa, dan
sebagainya. Latar suasana mampu membantu menciptakan suasana yang khas dan membangun
suasana yang tepat bagi para pembaca. Dalam cerpen “Kota Dengan 1001 Labirin Jalan
Belakang” karya Beni Setia ini, mencakup beberapa latar suasana. Adapun kutipan yang
menggambarkan latar suasana sebagai berikut:

“Lalu lintas meningkat. Cafe menarik napas, bersiap menghadapi malam dengan mimpi
seribu pengunjung.” (Beni Setia, 2022:24)

“Di lobi, menghadapi angin yang berembus deras dan menggeriapkan spanduk Arman
memenjam menahan tangis yang mau runtuh.” (Beni Setia, 2022:25)

Pada kutipan pertama menunjukkan latar suasana yang penuh dengan aktivitas dan
antisipasi di malam hari. Pertama, kalimat “Lalu lintas meningkat” menggambarkan suasana
yang sibuk dan padat dengan aktivitas. Ini menunjukkan peningkatan aktivitas kendaraan di
jalan-jalan, yang seringkali terjadi saat malam tiba. Kemudian, kalimat “Cafe menarik napas,
bersiap menghadapi malam dengan mimpi seribu pengunjung” menggambarkan cafe sebagai
entitas yang hidup, dengan kegiatan dan harapan yang terkait dengan malam yang akan datang.
Cafe dipersonifikasikan dengan “menarik napas” untuk menunjukkan antisipasi dan kesiapan
menyambut malam. “Mimpi seribu pengunjung” menggambarkan harapan cafe untuk menjadi
tempat yang ramai dan sukses dengan kedatangan banyak pengunjung.

Kemudian pada kutipan kedua menggambarkan suasana yang tegang dan emosional.
Deskripsi angin yang “berembus deras” menunjukkan kekuatan dan intensitasnya, yang
menciptakan suasana yang bergerak dan mungkin agak menakutkan. Kemudian penyebutan
bahwa Arman “memenjam menahan tangis yang mau runtuh” menggambarkan keadaan
emosional yang sangat kuat. Ini menunjukkan bahwa Arman sedang menghadapi perasaan
yang sangat mendalam, yang hampir membuatnya menangis.
Latar suasana ini mencerminkan kondisi emosional dan psikologis tokoh utama, serta
memberikan kontras antara keramaian perkotaan dengan kekosongan yang dirasakan oleh
Arman.

e. Alur
Alur adalah rangkaian peristiwa yang membentuk sebuah cerita. Peristiwa-peristiwa
tersebut saling berhubungan secara runtut sehingga terjalin suatu cerita yang bulat. Selain itu,
alur adalah rangkaian cerita yang dibentuk oleh tahapan-tahapan peristiwa sehingga menjalani
suatu cerita bisa berbentuk dalam rangkaian peristiwa yang berbagai macam. Alur cerita
menjadi komponen penting dalam sebuah karya sastra, karena menentukan bagaimana cerita
itu disampaikan dan memengaruhi bagaimana pembaca merespons cerita tersebut. Dalam
cerpen “Kota Dengan 1001 Labirin Jalan Belakang” karya Beni Setia ini dikategorikan
sebagai alur maju-mundur karena jalannya cerita ini tidak berlangsung secara bertahap dan
melompat ke masa lalu untuk memberikan informasi tentang latar belakang dan kejadian
sebelumnya yang memengaruhi perkembangan cerita. Adapun kutipan yang menggambarkan
bahwa penulis menggunakan alur maju-mundur sebagai berikut:

“Sejak lima atau empat tahun lalu ibunya bilang anak- anak sudah tidak berenang di
kali lagi mereka ke kolam renang, karena itu kini dibuka di beberapa tempat” (Beni
Setia, 2022:25)

Dalam kutipan tersebut, kalimat “Sejak lima atau empat tahun lalu” menandakan adanya
lompatan waktu ke belakang, menjauh dari waktu sekarang di mana cerita sedang berlangsung.
Kemudian, pernyataan tersebut melanjutkan informasi bahwa ibu memberi tahu kepada anak-
anaknya, yaitu Arman dan kakaknya, bahwa mereka sudah tidak berenang di kali melainkan di
kolam renang. Dengan demikian, kita kembali ke masa lalu dalam urutan waktu sebelum cerita
kembali ke masa sekarang. Jadi, dalam konteks kutipan tersebut, pernyataan “Sejak lima atau
empat tahun lalu ibunya bilang anak- anak sudah tidak berenang di kali...” menggambarkan
adanya alur maju-mundur dalam cerita.

Selain itu, juga terdapat beberapa tahapan alur yang dapat ditemukan dalam cerpen ini.
Yakni, tahapan situation, tahapan generating circumstances, tahapan rising action, tahapan
climax dan tahapan denouement. Tahapan inilah yang membentuk kerangka cerita dan
mengarahkan bagaimana plot cerita dikembangkan.
1) Tahapan situation
Tahapan situation atau tahap penyituasian, merupakan tahap yang dikenal sebagai tahap
pembukaan cerita, pemberian informasi awal dalam cerita. Pada tahap ini juga penulis
memperkenalkan pembaca dengan tokoh utama, Arman, dan situasi awal yang dialaminya.
Adapun kutipan yang menggambarkan tahapan situation dalam cerpen ini sebagai berikut:

“Sudah terlalu lama Arman menunggu. Sudah menghabiskan sepiring gado-gado, dua
gelas jus melon dan kopi, dan lima batang rokok.” (Beni Setia, 2022:24)

Kutipan tersebut menggambarkan Arman sedang menunggu dengan melakukan berbagai


hal, seperti makan dan merokok, untuk mengisi waktu. Ini adalah awal cerita di mana pembaca
diperkenalkan dengan tokoh utama, Arman, dan menunjukkan situasi awal yang dialaminya.
Tahap pengenalan alur ini membantu pembaca memahami latar belakang dan kondisi tokoh
utama serta mempersiapkan mereka untuk perjalanan cerita yang akan datang.

2) Tahapan generating circumstances


Tahap generating circumstances atau tahap pemunculan konflik adalah tahap awal
munculnya konflik, yang nantinya konflik tersebut akan berkembang atau dikembangkan
menjadi konflik-konflik tahap berikutnya. Pada tahap ini juga penulis memunculkan konflik
yang memengaruhi kehidupan tokoh utama, Arman, dan menciptakan ketidakpastian dalam
hubungannya. Adapun kutipan yang menggambarkan tahapan generating circumstances dalam
cerpen ini sebagai berikut:

“Arman merasa curiga terhadap istri, Xia, dan meragukan kesetiaannya. Ia


merenungkan apakah istri sedang berselingkuh dan mempertanyakan keberlanjutan
hubungan mereka.” (Beni Setia, 2022:24)

Kutipan tersebut menggambarkan konflik yang muncul dalam pikiran Arman terkait
kesetiaan istri dan keberlanjutan hubungan mereka. Hal ini menciptakan ketidakpastian dan
keraguan dalam pikiran Arman tentang hubungan mereka. Tahap pemunculan konflik ini
memberikan dorongan pada cerita dan menciptakan ketegangan yang membuat pembaca ingin
tahu bagaimana konflik ini akan berkembang dan mempengaruhi kehidupan tokoh utama.
3) Tahapan rising action
Tahap risisng action atau tahap peningkatan konflik, konflik yang telah dimunculkan pada
tahap sebelumnya akan semakin berkembang dan dikembangkan kadar intensitasnya. Peristiwa
dramatis yang menjadi inti cerita akan semakin menegangkan. Pada tahap ini juga penulis
meningkatkan konflik yang terjadi semakin memuncak dan mempengaruhi kehidupan tokoh
utama, Arman, secara lebih intens. Adapun kutipan yang menggambarkan tahapan rising
action dalam cerpen ini sebagai berikut:

“Dan setelah itu, desis Arman sambil mempermainkan geretan. Mengangkat tangan
memanggil pelayan, memesan kopi sambil minta bon untuk semua pesanan. Menunggu
sekitar setengah jam lagi. Bukankah tadi Xia bilang perlu bicara demi kelangsungan
hubungan selanjutnya. Seserius itukah? Apa ia memilih benar-benar cerai.” (Beni Setia,
2022:24)

Kutipan tersebut menunjukkan ketidakpastian dan pertanyaan yang muncul dalam pikiran
Arman tentang percakapan penting yang akan terjadi dengan istri, Xia. Konflik antara mereka
semakin meningkat ketika Arman meragukan kejujuran Xia dan mempertanyakan masa depan
hubungan mereka. Tahap peningkatan konflik ini menciptakan ketegangan yang semakin
meningkat dalam cerita dan membuat pembaca ingin tahu bagaimana konflik ini akan
berdampak pada kehidupan tokoh utama dan hubungan mereka.

4) Tahapan climax
Tahap climax atau tahap klimaks, merupakan konflik atau pertentangan yang sebelumnya
terjadi dan semakin meningkat, kini mencapai titik intensitas puncak. Pada tahap ini, konflik
yang ada dalam cerita mencapai tingkat tertinggi, menciptakan ketegangan yang intens dan
menegangkan bagi pembaca pada saat terjadi perampokan yang mengubah kehidupan tokoh
utama, Arman, secara dramatis. Adapun kutipan yang menggambarkan tahapan climax dalam
cerpen ini sebagai berikut:

“Seseorang menggebuk kuduknya, sigap mau merampas kunci dan menodongkan


pistol ketika gelagap mempertahankannya. Satu letusan menyentak dan sebuah peluru
mencacah dada. Arman terjengkang.” (Beni Setia, 2022:26)

Kutipan tersebut menggambarkan saat Arman menjadi korban perampokan dan terluka
parah karena ditembak. Puncak konflik ini menciptakan titik balik yang dramatis dalam cerita
dan mengubah kehidupan Arman secara drastis. Tahap puncak konflik atau klimaks ini
memberikan intensitas dan ketegangan maksimum dalam cerita, di mana konflik mencapai
puncaknya dan mempengaruhi arah dan nasib tokoh utama.

5) Tahapan denouement
Tahap denouement atau tahap penyelesaian. Tahap ini merupakan tahap terakhir, dimana
ketika semua tahap sudah terlewati, konflik-konflik muncul dan meningkat sampai ketahap
klimaks, dan pada tahap ini lah ditemukannya jalan keluar penyelesaiannya. Pada tahap ini
biasanya cerita mengarah ke arah penyelesaian atau akhir yang memberikan pemahaman atau
pembelajaran bagi pembaca. Adapun kutipan yang menggambarkan tahapan denouement
dalam cerpen ini sebagai berikut:

“Arman berjalan keluar dari cafe dengan perasaan sedih dan terjebak dalam rutinitas
hidupnya. Ia merenungkan kembali kehidupan yang monoton dan kekosongan yang
dirasakannya di tengah keramaian kota Jakarta.” (Beni Setia, 2022:25)

Kutipan tersebut menunjukkan bahwa setelah perampokan dan luka-luka yang dialaminya,
Arman merasa sedih dan terjebak dalam rutinitas hidupnya yang monoton. Tahap penyelesaian
ini mencerminkan pemahaman Arman tentang kehidupannya yang tidak memuaskan dan
menciptakan suasana akhir yang penuh kekosongan. Tahap penyelesaian atau resolusi ini
memberikan gambaran tentang keadaan akhir tokoh utama dan memberikan pemahaman atau
pembelajaran bagi pembaca mengenai konflik dan perjalanan yang dialami oleh Arman.

f. Sudut Pandang
Sudut pandang merupakan arah pandang seorang pengarang dalam menyampaikan sebuah
cerita, sehingga cerita ini kemudian menjadi lebih hidup serta disampaikan dengan baik kepada
para pendengar atau pembacanya. Sederhananya, sudut pandang merupakan cara penulis dalam
menempatkan atau memandang dirinya dalam suatu cerita. Terdapat sudut pandang, dimana
pengarang seolah-olah menjadi pelaku utama ataupun menjadi orang lain dalam sebuah cerita
yang dibuat. Dalam konteks cerpen “Kota Dengan 1001 Labirin Jalan Belakang” ini terdapat
sudut pandang orang ketiga. Cerpen disampaikan dari sudut pandang pengamat yang
menceritakan keadaan dan pemikiran tokoh utama, Arman, dari luar. Adapun kutipan yang
menggambarkan sudut pandang ketiga dalam cerpen ini sebagai berikut:
“Sudah terlalu lama Arman menunggu. Sudah menghabiskan sepiring gado-gado, dua
gelas jus melon dan kopi, dan lima batang rokok.” (Beni Setia, 2022:24)

“Kini ia, sambil melihat arloji, tiba pada kesimpulan: sudah terlalu telat untuk istri yang
cari selingan dengan berselingkuh.” (Beni Setia, 2022:24)

“HP dimatikan. HP dihidupkan, dengan telepon banking mengisi pulsa, dan


menghubungi Armaniah, kakak perempuannya, dengan SMS.” (Beni Setia, 2022:25)

Pada beberapa kutipan-kutipan tersebut menunjukkan bahwa cerita disampaikan dengan


sudut pandang orang ketiga yang mengamati dan menggambarkan tindakan, pemikiran, dan
perasaan Arman, tetapi tidak memberikan akses langsung ke dalam pikiran dan perasaannya.
Sudut pandang orang ketiga ini memberikan gambaran objektif tentang apa yang terjadi dan
bagaimana Arman merespons situasi yang ada.

g. Gaya Bahasa
Gaya bahasa adalah bahasa yang bermula dari bahasa yang biasa digunakan dalam gaya
tradisional dan literal untuk menjelaskan orang atau objek. Dengan menggunakan gaya bahasa,
pemaparan imajinatif menjadi lebih segar dan berkesan. Gaya bahasa pun didefinisikan sebagai
cara pengarang mengungkapkan pemikiran atau ide melalui bahasa-bahasa yang khas di dalam
tulisannya, berbentuk retorik berupa pengaturan kata-kata atau kalimat sebagai bahan untuk
mempengaruhi pembaca. Selain itu, gaya bahasa biasanya berkaitan dengan situasi dan suasana
dalam suatu perasaan dan keadaan tertentu, seperti kesan baik atau buruk, ketidaknyamanan,
kesenangan, dan lain-lain. Dalam cerpen “Kota Dengan 1001 Labirin Jalan Belakang” ini
terdapat setidaknya tiga gaya bahasa yang digunakan oleh penulis. Diantaranya yaitu gaya
bahasa personifikasi, gaya bahasa hiperbola, dan gaya bahasa perumpamaan atau metafora.
Adapun beberapa kutipan yang menggambarkan ketiga gaya bahasa tersebut sebagai berikut:

“Angin menggerakkan spanduk dan tak menimbulkan kontak apa-apa dalam ruang
berdinding kaca.” (Beni Setia, 2022:24)

“Seseorang menggebuk kuduknya, sigap mau merampas kunci dan menodongkan


pistol ketika gelagap mempertahankannya. Satu letusan menyentak dan sebuah peluru
mencacah dada.” (Beni Setia, 2022:26)

“Cafe menarik napas, bersiap meng-hadapi malam dengan mimpi seribu pengunjung.”
(Beni Setia, 2022:24)
Pada kutipan pertama diperlihatkan gaya bahasa personifikasi untuk membuat kesan
kepada pembaca agar membayangkan angin sebagai entitas yang memiliki kekuatan dan
kemampuan untuk menggerakkan spanduk. Ini membantu menciptakan gambar yang hidup
dan lebih menarik bagi pembaca. Dengan menggunakan majas personifikasi, penulis mampu
menghidupkan angin dan memberikan dimensi tambahan pada narasi cerpen. Ini dapat
meningkatkan daya tarik cerita dan membantu pembaca lebih terlibat dengan pengalaman yang
disajikan oleh penulis.

Kemudian pada kutipan kedua juga diperlihatkan gaya bahasa hiperbola untuk memberikan
gambaran yang berlebihan atau berlebih-lebihan dari situasi yang sedang digambarkan. Dalam
kutipan tersebut, adegannya dibumbui dengan penggunaan majas hiperbola. Misalnya, ketika
dikatakan bahwa “seseorang menggebuk kuduknya,” hal ini menggambarkan tindakan yang
sangat cepat dan agresif. Selain itu, menyatakan bahwa orang tersebut “merampas kunci dan
menodongkan pistol” menggambarkan aksi yang ekstrim dan berbahaya. Kemudian, ketika
dikatakan bahwa “satu letusan menyentak dan sebuah peluru mencacah dada,” hal ini
merupakan penggunaan hiperbola yang kuat. Kalimat ini menggambarkan bahwa letusan pistol
dan peluru yang dihasilkan langsung mengenai dada seseorang dengan kekuatan yang hebat.
Ini memberikan kesan kekerasan dan mengesankan bahwa kejadian tersebut sangat dramatis
dan penuh aksi. Dengan menggunakan majas hiperbola dalam kutipan tersebut, penulis
menggambarkan adegan dengan cara yang berlebihan untuk menciptakan efek yang kuat dan
memikat pembaca.

Selanjutnya pada kutipan ketiga juga digambarkan bahwa penulis menggunakan gaya
bahasa perumpaan atau majas metafora untuk memberikan gambaran yang kreatif dan lebih
menarik dalam menggambarkan situasi yang sedang dijelaskan. Dalam kutipan ini, majas
metafora digunakan untuk membandingkan kegiatan “menarik napas” dengan persiapan cafe
menghadapi malam. Dalam kehidupan sehari-hari, menarik napas adalah tindakan yang
dilakukan oleh manusia untuk mengambil udara ke dalam paru-paru. Namun, dalam konteks
ini, metafora digunakan untuk menggambarkan cafe sebagai entitas hidup yang memiliki
keberadaan dan emosi. Lalu penggunaan frasa “bersiap menghadapi malam dengan mimpi
seribu pengunjung” menggambarkan keinginan dan harapan cafe untuk mendapatkan banyak
pengunjung. Cafe dianggap memiliki mimpi seribu pengunjung, yang mencerminkan
keinginan mereka untuk sukses dan ramai. Dengan menggunakan majas metafora, penulis
mampu menyampaikan makna yang lebih dalam dan menarik, serta memberikan dimensi
emosional kepada cafe sebagai sebuah entitas. Hal ini membantu menciptakan gambaran yang
lebih hidup dan menarik bagi pembaca, sehingga memperkaya pengalaman membaca dan
memperkuat daya tarik teks tersebut.

Pada beberapa gaya bahasa tersebut, membantu menciptakan suasana, mengekspresikan


perasaan tokoh, dan menghidupkan gambaran dalam cerpen tersebut.

h. Amanat
Amanat merupakan pesan yang ingin disampaikan oleh pengarang kepada pembaca. Pesan
dalam sebuah karya fiksi biasanya mengandung nilai-nilai moral. Amanat ialah pesan moral
yang ingin disampaikan seorang pengarang dalam suatu karya sastra kepada kepada pembaca
atau pendengarnya. Isi amanat yaitu berupa nasihat yang terkandung dalam karya sastra.
Amanat dalam cerpen dapat disampaikan melalui berbagai cara, seperti melalui perkembangan
karakter, konflik, plot, dialog, maupun narasi. Tujuan dari amanat dalam cerpen adalah untuk
menginspirasi, memberikan wawasan, atau membangkitkan pemikiran dalam pikiran pembaca.

Dalam cerpen “Kota Dengan 1001 Labirin Jalan Belakang” ini terdapat setidaknya tiga
amanat yang dapat ditemukan, yaitu kehidupan yang monoton, komunikasi dan kepercayaan
dalam hubungan, serta ketidakpuasan dan pencarian kebahagiaan. Adapun beberapa kutipan
yang dapat mewakili amanat tersebut sebagai berikut:

“Apakah berkeluarga di Jakarta akan sekonvesional itu? Atau hanya menciptakan


momen bersama selepas isya sampai Shubuh, dengan kesibukan individual sepanjang
siang, yang sesekali dihubungkan dengan komunikasi semu SMS lewat HP?” (Beni
Setia, 2022:24)

“Dan malam merenggangkan ruas punggungnya. Lantas kembali termangu -- seperti


biasanya. Tak peduli dan akan selalu tak ambil peduli pada orang-orang yang sibuk
dengan diri sendiri dan urusan pribadi masing-masing -- menyelinap dan mengendap-
ngendap di labirin 1001 jalan belakang dan selingkuh yang me-remang. Selalu.
Senantiasa-siang dan malam.” (Beni Setia, 2022:26)

Amanat pada kutipan pertama yaitu penulis mengingatkan kita untuk memprioritaskan
waktu bersama keluarga, menghindari ketergantungan pada komunikasi yang dangkal, dan
menciptakan momen berharga yang lebih berarti.
Kemudian pada kutipan kedua, amanat dalam kutipan tersebut menggambarkan kehidupan
malam sebagai pelarian dari rutinitas sehari-hari, keengganan banyak orang untuk peduli pada
orang lain, kompleksitas kehidupan yang rumit, dan kekekalan malam sebagai elemen yang
ada dalam setiap siklus kehidupan.

Anda mungkin juga menyukai