Anda di halaman 1dari 80

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Jurusan Gizi merupakan institusi yang mendidik tenaga professional dalam bidang

gizi. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor: 374/Menkes/SK/III/2007

tentang Standar Profesi Gizi dan Kurikulum Berbasis Kompetensi Pendidikan Program D

III Gizi tahun 2008 (SK Kepala Badan PPSDM Kesehatan Kemenkes RI nomor

HK.03.03.1.00810, mencantumkan 6 (enam) peran lulusan Pendidikan Program D III Gizi,

salah satunya adalah pelaku asuhan gizi klinik, penyuluhan gizi, konseling giziserta pelaku

praktek kegizian yang bekerja secara profesional dan etis.

Kompetensi lulusan Diploma III Gizi (Ahli Madya Gizi) didasarkan pada Keputusan

Menteri Kesehatan RI No. 37/Menkes/SK/III/2007, tentang Standar Profesi, terdapat 44

kompetensi yang harus dikuasai oleh lulusan Diploma III Gizi. Kompetensi tersebut

terbagi dalam 3 (bidang) kompetensi yaitu Gizi Klinik, Gizi Masyarakat, dan Manajemen

Sistem Penyelenggaraan Makanan Institusi.

Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) Pendidikan Program D III Gizi Tahun

2008, mengamanatkan bahwa mahasiswa diwajibkan untuk mengikuti Asuhan Gizi Klinik

(AGK) di semester VI. Praktik Kerja Lapangan ini merupakan bentuk pembelajaran untuk

mempratikkan teori dalam rangka mencapai jenjang Ahli Madya Gizi (AMG) dan juga

merupakan bentuk Internship mencapai sebutan Teknisi Dietisen (TD).

1
Praktik kerja lapangan AGK memberikan pengalaman kerja di Rumah Sakit tipe

A/B/C dalam melaksanakan kegiatan manejemen asuhan gizi klinik (Nutritional care

Process/NCP) pada pasien rawat inap dan rawat jalan dengan bimbingan instruktur menuju

kemandirian. PKL AGK dilakukkan untuk munguasai 10 Kompetensi Utama dan 6

Kompetensi Pendukung. Setelah melaksanankan kegiatan praktik ini, mahasiswa mampu

melaksanakan asuhan gizi di Rumah Sakit kelas B.

Praktik kerja lapangan ini sekaligus sebagai persiapan uji kompetensi mahasiswa.

Hasil PKL ini juga sebagai manifestasi dari Penilaian Pencapaian Kompetensi (PPK) di

semester VI,oleh karena itu pada pada kegiatan PKL ini, mahasiswa diwajibkan

menyampaikan laporan kegiatannya sesuai dengan kompetensi yang tercantum pada

Logbook PKL.

B. Tujuan Pelayanan Gizi


Pelayanan gizi merupakan suatu upaya memperbaiki, meningkatkan gizi, makanan,

dietetic masyarakat, kelompok, individu atau klien yang merupakan suatu kegiatan yang

meliputi pengumpulan, pengolahan, analisis, simpulan, anjuran, implementasi dan evaluasi

gizi, makanan dan dietetic dalam rangka mencapai status kesehatan optimal dalam kondisi

sehat atau sakit. Tujuan dari dilaksanakannya pelayanan gizi meliputi:

1 Tujuan Umum

Terciptanya sistem pelayanan gizi rumah sakit dengan memperhatikan berbagai aspek

gizi dan penyakit, untuk meningkatkan dan mengembangkan mutu pelayanan Gizi di Rumah

Sakit.

2
2 Tujuan Khusus

1) Melakukan skrining mandiri pada pasien baru rawat inap dengan metode subyektif

Global Asessment (SGA) atau metode lain yang diunakan dirumah sakit lokasi praktik.

2) Mengikuti kegiatan instruktur dalam koordinasi dengan dokter penanggung jawab

pasien (DPJP) berkaitan dengan hasil skrining (visite dokter).

3) Melakukan pengkajian gizi (nutrition Assesment) pasien tanpa komplikasi/kondisi

kesehatan umum misalnya hipertensi, jantung, obesitas (melanjutkan pasien yang sudah

diskrining meliputi: menyiapkan data yang diperlukan, menegakkan diagnosa gizi,

menetapkan rencana terapi diet, melakukan intervensi gizi dan melakukan monitoring.

4) Melakukan monitoring, evaluasi intervensi gizi dan tidak lanjut minimal 2 pasien studi

kasusu dan harian.

5) Melakukan kegiatan konseling gizi diruang inap dan rawat jalan.

6) Menerapkan prinsip etika profesi gizi selama kegiatan pelayanan gizi dalam praktik

kerja lapangan AGK.

7) Melakukan rujukan dan mendokumentasikan kegiatan rujukan meliputi : skring pasien

baru, pengkajian dan data pasien, asuhan gizi pada pasien tanpa komplikasi, konseling

gizi, monev dan tindak lanjut.

8) Menggunakan teknologi informasi dan komunikasi tepat guna pada kegiatan : skrining

gizi pasien baru, asuhan gizi pada pasien, pengkajian data pasien, konseling dan monev

serta rujukan pasien.

3
9) Membangun kerjasama, koordinasi dan berparsisipasi dan tim kerja aperti :

mengkomunikasikan perubahan diet, asuhan gizi pasien kepada perawat, DPJP dan atau

petugas gizi/kesehatan terkait.

10) Melakukan penyusunan laporan harin, laporan studi kasus (1 pasien) dan laporan PKL

AGK (laporan besar).

C. Langkah-langkah Kegiatan Pelayanan Gizi

Tahapan langkah proses terapi gizi terdiri dari skrining atau penapisan, kajian, diagnosa

medis dan diagnosa gizi (penentuan masalah gizi) formulasi terapi (intervensi gizi),

pelaksanaan terapi, pemantauan dan evaluasi terapi, penyusunan rencana ulang terapi atau

penghentian terapi. Rangkaian langkah tersebut bertujuan untuk memberi dampak terapi

yang optimal bagi pasien dan mempunyai keefektifan biaya. Adapun langkah – langkah

kegiatan pelayanan gizi sebagai berikut :

1. Skrining atau penapisan gizi

Skrining atau penapisan gizi merupakan salah satu cara untuk dapat menentukan

status gizi seseorang. Skrining gizi bertujuan mengidentifikasi status gizi pasien yang

masuk dalam kategori malnutrisi atau resiko malnutrisi sehingga membutuhkan kajian

gizi yang lebih mendalam. Metode skrining dan kategori malnutrisi ditetapkan oleh tim

yang berwenang.

Skrining sebaiknya bersifat sederhana dan cepat. Data skrining umumnya meliputi

umur, gender, diagnose medis, berat badan, tinggi badan, perubahan berat badan dan diet

yang sedang dijalankan. Pelaksanaan skrining dapat dilakukan oleh anggota tim yang

berwenang sesuai dengan kompetensinya.

4
Skrining pasien baru yang dilakukan di RSUD Klungkung menggunakan form

skrining yang mencangkup semua data pokok dan data penunjang gizi seperti

antropometri, biokimia (laboratorium), fisik/klinis serta diet yang diberikan kepada

pasien. Skrining ini dilakukan oleh pihak yang berwenang yaitu ahli gizi ruangan yang

bertugas pada masing – masing ruangan.di RSUD Klugkung ahli gizi ruangan yaitu

terdapat di Ruang A, E,F dan VIP. Hasil skrining tersebut akan menjadi bahan pokok

untuk melakukan asuhan gizi terhadap pasien tersebut yang mencangkup monitoring

evaluasi terhadap asupan makan pasien selama pasien dirawat di RSUD Klungkung dan

menjadi bagian data pribadi pasien di Rekam Medik pasien.

2. Kajian gizi

Kajian gizi atau pengkajian gizi dilakukan kepada pasien yang baru. Kajian gizi

merupakan proses sistematis dalam pengambilan, verifikasi dan interpretasi data untuk

menetapkan masalah gizi yang berkaitan dengan penyakitnya, status gizi dan perubahan

metaboliknya. Pengkajian gizi merupakan satu rangkaian dalam proses skrining gizi.

Pengkajian gizi merupakan suatu dasar dalam menegakkan asuhan gizi pasien sesuai

dengan penyakitnya. Adapun Komponen pengkajian gizi sebagai berikut :

a. Antropometri

Setiap pasien baru akan diukur data antropometri seperti mengukur beratbadan

(BB), tinggi badan (TB), Lingkar Lengan Atas (LILA), Lingkar Kepala. Lingkar dada,

Tinggi lutut ataupun data antropometri lainnya sesuai dengan kebutuhan yang akan

digunakan dan disesuaikan dengan kondisi pasien. Pasien yang tidak bisa ditimbang

untuk mengetahui berat badannya bisa menggunakan LILA, ataupun pasien yang tidak

bisa diukur tinggi badannya bisa menggunakan tinggi lutut. Alat yang digunakan

5
dalam melakukan pengukuran antropometri digunakan sesuai dengan alat yang

tersedia seperti berat badan menggunakan timbangan injak ataupun timbangan bayi

(jika pasien adalah seorang bayi), untuk mengukur tinggi badan menggunakan meteran

1,5 m.

b. Pemeriksaan Fisik dan klinis

Pemeriksaan fisik yang dilakukan dengan melihat secara langsung tampak fisik

pasien saat itu seperti kesadaran pasien, kesulitan menelan, kesulitan mengunyah,

konstipasi, sesak, diare, anoreksia, mual dan muntah. Selain pemeriksaan fisik,

dilakukan juga pemeriksaan klinis yaitu meliputi tekanan darah, nadi, repirasi dan

suhu tubuh. Dari data fisik klinis tersebut dapat diketahui kemampuan pasien untuk

menerima makanan sehingga bisa diketahui jenis diet ataupun bentuk makanan yang

bisa diterima oleh pasien saat itu sehingga kebutuhan gizi pasien terpenuhi secara

optimal.

c. Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk mendeteksi adanya kelainan biokimia

dalam rangka mendukung diagnosa penyakit, serta menegakkan masalah gizi pasien.

Data pemeriksaan laboratorium yang berhubungan dengan status gizi dan penyakit

misalnya kadar Hb, albumin darah, glukosa, profil lipid, creatinne, ataupun data

laboratorium lainnya yang menunjang penyakit pasien tersebut.

3. Riwayat Gizi

Setiap pasien rawat inap akan dianalisis mengenai kebiasaan makan sebelum dirawat

yang meliputi asupan zat gizi, pola makan, bentuk dan frekuensi makan, serta pantangan

6
makan. Asupan zat gizi dianalisis dengan menggunakan daftar analisa bahan makanan

atau daftar bahan makanan penukar.

Analisis asupan gizi memberikan informasi perbandingan antara asupan dengan

kebutuhan gizi dalam sehari. Setiap pasien rawat inap akan dianamnesis untuk

mengetahui asupan makanan sebelum dirawat yang meliputi asupan zat gizi, pola makan,

bentuk dan frekuensi makan, serta pantangan makan.

Dari anamnesa gizi ini dapat diketahui kebiasaan makan pasien setiap hari dan dapat

diidentifikasi masalah gizi yang tekait dengan kejadian penyakit pasien. Selain itu,

melalui anamnesa diet, dapat digali patangan ataupun alergi pasien terhadap suatu

makanan.

4. Diagnosis Gizi

Diagnosa gizi merupakan kegiatan mengidentifikasi dan memberi nama masalah gizi

yang aktual dan atau beresiko menyebabkan masalah gizi yang merupakan tanggung

jawab dietesien untuk menanganinya secara mandiri. Diagnose gizi diuraikan atas

komponene mmasalah gizi (Problem), penyebab masalah (Etiologi) serta tanda dan gejala

adanya masalah (Signs & Symptoms). Diagnosis gizi berbeda dengan diagnosis medis,

baik dari sifatnya maupun cara penulisannya. Diagnosis gizi dapat berubah sesuai dengan

respon pasien, khususnya terhadap intervensi gizi yang dilakukan. Sementara diagnosis

medis, lebih menggambarkan kondisi penyakit atau patologi dari suatu organ tertentu dan

tidak berubah selama kondisi patologis pasien itu ada. Dari aspek penulisan, pernyataan

diagnosis gizi disusun dengan kalimat yang terstruktur sesuai dengan komponennya yaitu

Problem (P), Etiologi (E) dan Signs & Symptoms (S) yang disingkat dengan kata P-E-S.

7
Adapun komponen dala diagnosis gizi yaitu

a. Problem

Menggambarkan masalah gizi pasien dimana dietesien bertanggung jawab

untuk memecahkannya secara mandiri. Berdasarkan masalah tersebut dapat

dibuat:

- Tujuan dan target intervensi gizi yang lebih realistis, terukur

- Menetapkan prioritas intervensi gizi

- Memantau dan mengevaluasi perubahan yang terjadi setelah dilakukan

intervensi gizi

b. Etiology

Etiology menunjukkan faktor penyebab atau faktor – faktor yang mempunyai

kontribusi terjadinya problem. Faktor penyebab dapat berkaitan dengan

patofisiologi, psikososial, lingkungan, perilaku dan sebagainya. Mengingat

banyaknya faktor yang berkaitan dengan masalah gizi tersebut, maka penetapan

etiologi ini harus dilakukan secara berhati – hati dan sebaiknya secara tim.

Dengan demikian, dapat diketahui faktor penyebab yang paling utama. Etiologi

merupakan dasar dari penuntun intervensi apa yang akan dilakukan

c. Signs & Symptoms

Signs & Symptoms merupakan pernyataan yang menggambarkan besarnya

atau kegawatan kondisi pasien. Signs pada umumnya merupakan data obyektif,

sementara symptoms atau gejaa merupakan data subyektif. Data – data tersebut

8
diambil dari hasil pengkajian gizi yang dilakukan sebelumnya. Signs & Symptoms

merupakan dasar untuk monitoring dan evaluasi hasil.

American Dietetic Association (ADA), telah menyusun dan menamai 60

masalah (problem) dari ketiga kelompok masalah. Kelompok masalah tersebut

domain disebut domain yaitu domain asupan, domain klinis, domain prilaku-

lingkungan. Setiap domain menggambarkan suatu karakter yang unik dari

masalah – masalah yang mempunya kontribusi terhadap kesehatan dengan

terminologi tertentu dan terbagi menurut kelasnya.

 Domain Asupan

Problem gizi utama yang berkaitan dengan ketidaksesuaian asupan energi, zat

gizi dan cairan dibandingkan kebutuhannya, yang didapat melalui oral,

enteral, maupun parenteral. Termasuk diantaranya adalah asupan substansi

bioaktif seperti suplemen zat gizi, makanan fungsional, dan alkohol.

 Domain Klinis

Domain ini menjelaskan mengenai kondisi fisik atau klinis yang berdampak

pada timbulnya masalah gizi. Kondisi yang dimaksud adalah perubahan

fungsi mekanis atau fisik (misalnya gangguan menelan, mengunyah dan

gangguan gastrointestinal)

 Domain perilaku-lingkungan

Kondisi lingkungan seperti pengetahuan, perilaku, budaya ketersediaan

makanan di rumah tangga, dan hal lainnya dapat mempengaruhi asupa gizi.

Termasuk di dalamnya masalah yang berkaitan dengan pengetahuan dan

kepercayaan, aktifitas fisik dan fungsi keamanan makanan dan akses makanan
9
5. Penentuan Kebutuhan Gizi

Penentuan kebutuhan gizi diberikan kepada klien/pasien atas dasar status gizi,

pemeriksaan klinis, dan data laboratorium. Selain itu perlu juga memperhatikan

kebutuhan untuk penggantian zat gizi, kebutuhan harian, kebutuhan tambahan karena

kehilangan serta tambahan untuk pemulihan jaringan atau organ yang sedang sakit.

Perhitungan ini dapat menggunakan software seperti CD menu.

6. Penentuan Macam dan Jenis Diet

Setelah dokter menentukan diet pasien, dietesien akan mempelajari menyusun

rencana diet dan bila sudah sesuai selanjutnya akan menterjemahkan kedalam menu dan

porsi makanan serta frekuensi makan yang akan diberikan. Makanan diberikan dalam

berbagai bentuk atau konsistensi (biasa, lunak, cair, dan sebagainya). Sesuai dnegan

kebutuhan dengan memperhatikan zat gizi yang dibutuhkan serta macam dan jumlah

bahan yang digunakan. Apabila dari rencana diet tersebut diperlukan penyesuaian, maka

dietesien akan mengunsultasikannya kepada dokter.

7. Implementasi terapi gizi

Implementasi adalah bagian kegiatan intervensi gizi dimana dietesien melaksanakan

dan mengkomunikasikan rencana asuhan gizi kepada pasien dan tenaga kesehatan

ataupun tenaga lain yang terkait. Secara singkat kesimpulan dari implementasi gizi adalah

 Fase pelaksanaan

- Melakukan komunikasi rencana intervensi gizi dengan tenaga terkait

- Melaksanakan rencana intervensi


10
- Melanjutkan pengumpulan data

 Aspek lain

- Intervensi gizi secara individu

- Melakukan kolaborasi dengan sejawat/tenaga kesehatan lainnya

- Menindaklanjuti dan membuktikan bahwa intervensi gizi dilaksanakan

- Menyesuaikan strategi intervensi dengan respon pasien/klien

8. Pemantauan dan evaluasi terapi gizi

Pemantauan dan evaluasi terapi gizi bertujuan untuk menilai proses dan keberhasilan

implementasi terapi gizi serta rencana tindak lanjut terapi. Pemantauan dan evaluasi

meliputi penetapan jadwal pelaksanaan dengan ruang lingkup antara lain

 Dampak pemberian makanan terhadap status gizi, toleransi saluran cerna dan status

hemodinamik serta kondisi metabolic pasien.

 Faktor-faktor yang mempengaruhi asupan gizi seperti : kondisi nafsu makan, jumlah

makanan yang tidak dimakan (sisa), makanan dari luar rumah sakit yang

dimakan,reaksi saluran cerna terhadap makanan dan lain-lain.

9. Konseling

Tujuan konseling adalah memberikan edukasi untuk memahami dan mampu

merubah prilaku diet sesuai dengan yang dianjurkan. Konseling diberikan kepada pasien

dan atau keluarganya yang membutuhkan untuk mendapatkan penjelasan tentang diet

11
yang harus dilaksanakan oleh pasien sesuai dengan penyakit dan kondisinya. Konseling

dilakukan oleh anggota tim sesuai dengan kompetensinya.

Di RSUD Klungkung, ahli gizi ruangan telah melakukan kegiatan asuhan gizi pada

pasien rawat inap sesuai dengan PAGT (Proses Asuhan Gizi Terstandar), sehingga mampu

memberikan asuhan gizi yang tepat sesuai dengan penyakit pasien saat ini.

D. Uraian Tugas Tenaga Gizi dalam Pelayanan Gizi

Pelayanan gizi rumah sakit adalah kegiatan pelayanan gizi di rumah sakit untuk

memenuhi kebutuhan gizi masyarakat rumah sakit (pasien) baik rawat inap maupun rawat

jalan, untuk keperluan metabolisme tubuh, peningkatan kesehatan, maupun mengoreksi

kelainan metabolisme, dalam rangka upaya preventif, kuratif, rehabilitative, dan promotif.

Hal ini sejalan dengan perkembangan iptek di bidang kesehatan, dimana telah berkembang

terapi gizi medis yang merupakan kesatuan dari asuhan medis, asuhan keperawatan, dan

asuhan gizi (Depkes RI, 2005).

Instalasi gizi mempunyai tugas melaksanakan pelayanan gizi secara efektif dan

efisien dengan kualitas yang optimal, produksi dan distribusi makanan, terapi gizi,

konsultasi dan penyuluhan gizi, pendidikan dan pelatihan, pengkajian, pengembangan dan

penelitian gizi terapan melalui perencanaan, penggerakan, serta pengendalian sarana dan

tenaga dalam rangka peningkatan kualitas layanan.

1. Ciri – Ciri Sebagai Profesi Gizi

a) Mengembangkan pelayanan yang unik kepada masyarakat

b) Anggota – anggotanya dipersiapkan melalui suatau program pendidikan.

c) Memiliki serangkaian pengetahuan ilmiah

d) Anggota – anggotanya menjalankan tugas profesinya sesuai kode etik yang berlaku

12
e) Anggota – anggotanya bebas mengambil keputusan dalam menjalankan profesinya.

f) Anggota – anggotanya wajar menerima imbalan jasa atas pelayanan yang diebrikan

g) Memiliki suatu organisasi profesi yang senantiasa meningkatkan kualitas pelayana

yang diberikan kepada masyarakat kepada masyarakat oleh anggotanya.

h) Berorientasi pada pelayanan dan kebutuhn obyektif

i) Otomi dalam melakukan tindakan

j) Melakukan ikatan, lesensi jalur karir.

k) Mempunyai kekuatan dan status dalam pengetahuan spesifik

2. Tugas dan Peran Ahli Gizi dan Ahli Madya Gizi

a) Ahli Gizi

1) Pelaku tatalaksana/asuhan / pelayanan gizi klinik

2) Pengelola pelayanan gizi masyarakat

3) Pengelola tatalaksana / asuhan / pelayanan gizi di RS

4) Pengelola sistem penyelenggaraan makanan institusi atau masal

5) Pendidik / penyuluh / pelatih / konsultasi gizi

6) Pelaksana peneliti

7) Pelaku pemaran produk gizi dan kegiatan wirausaha

8) Berpatisipasi bersama tim kesehatan dan tim lintas sektoral

9) Pelaku praktik kegizian yzng bekerja secara profesional dan etis.

b) Ahli Madya Gizi

1) Pelaku tatalaksana / asuhan / pelayanan gizi klinik

2) Pelaksana pelayanan gizi masyarakat

13
3) Penyelia sistem penyelenggaraan makanan institusi atau masal

4) Pendidik atau penyuluh atau konsultasi gizi

5) Pelaku pemasaran produk gizi dan kegiatan wirausaha

6) Pelaku praktik kegizian yang bekerja secara profesional dan etis.

3. Tugas Pokok Tim Pelayaan Gizi Rumah Sakit

a. Kepala Unit Pelayanan Gizi

Kepala unit pelayanan gizi adalah penanggung jawab umum organisasi unit

pelayanan gizi disebuah rumah sakit, yang ditetapkan oleh pimpinan rumah sakit

dengan berdasarkan ketentuan dan peraturan kepegawaian yang berlaku. Kepala nit

pelayanan gizi rumah sakit bertugas memimpin penyelenggaraan pelayanan gizi di

rumah sakit, yang pada umumnya bertanggung jawab kepada Direktur Bidang

Penunjang Medis.

Sesuai dengan tujuan dan kegiatan pelayanan gizi rumah sakit, umumnya tugas

kepala unit gizi dirumah sakit meliputi :

1) Menyusun perencanaan pelayanan gizi

2) Menyususn rencanan evaluasi pelayanan gizi

3) Melakukan pengawasan dan pengendalian

4) Melaksanakan pemantauan

5) Melaksanakan pengkajian data kasus

6) Melaksanakan penelitian dan pengembangan

14
b. Koordinator Bidang Logistik

Koordinator bidang logistik bertanggungjawab atas segala hal yang terkait

persediaan logistik pelaksanaan gizi di rumah sakit mulai dari pemesananan sampai

penerimaan bahan makanan atau hal lainnya yang menunjang pelaksanaan

penyelenggaraan makanan di rumah sakit.

c. Koordinator Bidang Pengawasan Mutu

Koordinator bidang pengawasan mutu bertanggung jawab atas segala hal yang

menyangkut keamanan pangan atau makanan yang diproduksi oleh Instalasi gizi di

RSUD Klungkung. Pengawasan mutu dilakukan mulai dari pengawasan mutu bahan

makanan sampai dengan pengawasan mutu makanan yang sudah jadi.

d. Pengawas

Dalam proses pengolahan makanan, pekarya yang melakukan pekerjaan selalu

berada dibawah pengawasan ahli gizi yang diberikan tugas sebagai pengawas.

Pengawas ini bertugas mengawasi proses pengolahan makanan sampai makanan

tersebut didistribusikan kepada seluruh pasien yang ada di RSUD Klungkung. Di

RSUD Klungkung yang bertugas sebagai pengawas adalah ahli gizi dan berjumlah

sebanyak 3 orang yang dibagi menjadi 3 shift yaitu shift subuh, pagi dan sore.

e.Pekarya

Pekarya yaitu pelaksana yang membantu melaksanakan tugas-tugas operasional

di dapur penyelenggaraan makanan dan mendistribusikan makanan ke pasien di

ruang rawat inap. Klasifikasi pekarya/pramusaji di RSUD Klungkung yaitu SMK

15
boga, SMA dan D1 boga. Adapun tugas dari masing – masing pekarya dengan shift

yang berbeda yaitu

a. Tugas pekarya shift subuh yaitu melakukan pengolahan untuk menu makan

pagi, snack pagi, menu makan siang.

b. Tugas pekarya shift pagi yaitu melakukan distribusi untuk makan pagi, snack

pagi dan distribusi makan siang hari

c. Tugas pekarya shift sore yaitu melakukan pengolahan untuk makan sore hari ,

snack sore , melakukan persiapan bahan makanan untuk makan pagi besok

hari. Selain melakukan pengolahan, yang dilakukan juga yaitu melakukan

distribusi untuk snack sore dan makan sore

Tenaga kerja yang terdapat di Instalasi gizi RSUD Klungkung yaitu sebanyak

22 orang dimana terdiri dari 10 orang ahli gizi yang bertugas sebagai ahli gizi

ruangan sebanyak 4 orang (ahli gizi ruangan A, ruangan E, ruangan F dan VIP) ,

pengawas dalam pengolahan 3 orang, kordinator logistik 1 orang, kordinator

pengawasan mutu 1 orang dan sebagai kelapa instalai gizi 1 orang. Ahli gizi ersebut

dibantu oleh pekarya berjumlah 12 orang yang dibagi menjadi 3 shift yaitu shift

subuh, pagi dan sore pekarya tersebut bertugas sebagi juru masak sekaligus pekarya

yag mengatarkan makanan ke ruangan – ruangan

D. Konseling dan PKMRS


Konseling atau penyuluhan merupakan salah satu media yang digunakan untuk

melakukan promosi kesehatan. Promosi kesehatan merupakan suatu proses yang

memungkinkan individu meningkatkan kontrol terhadap kesehatan dan meningkatkan


16
kesehatannya berbasis filosofi yang jelas mengenai pemberdayaan diri sendiri.

Promosi kesehatan merupakan proses pemberdayaan seseorang untuk meningkatkan control

dan peningkatan kesehatannya. WHO menekankan bahwa promosi kesehatan merupakan

suatu proses yang bertujuan memungkinkan individu meningkatkan kontrol terhadap

kesehatan dan meningkatkan kesehatannya berbasis filosofi yang jelas mengenai

pemberdayaan diri sendiri (Maulana,2009).

Adapun tujuan dari promosi kesehatan tersebut yaitu :

A. Tujuan Program

Refleksi dari fase social dan epidemiologi berupa pernyataan tentang apa yang akan

dicapai dalam periode tertentu yang berhubungan dengan status kesehatan. Tujuan

program ini juga disebut tujuan jangka panjang dari promosi kesehatan yang dilakukan.

B. Tujuan Pendidikan

Pembelajaran yang harus dicapai agar tercapai perilaku yang diinginkan. Tujuan ini

merupakan tujuan jangka menengah dari promosi kesehatan.

C. Tujuan Perilaku

Gambaran perilaku yang akan dicapai dalam mengatasi masalah kesehatan. Tujuan ini

bersifat jangka pendek, berhubungan dengan pengetahuan, sikap, tindakan yang diberikan

saat promosi kesehatan.

Kegiatan PKL di RSUD Klungkung mencakup kegiatan PKRMS ini dengan sasaran

yang meliputi keluarga pasien atau pengunjung pasien baik pasien rawat inap ataupun pasien

rawat jalan. Dalam kegiatan ini, promosi kesehatan yang dilakukan dalam bentuk

penyuluhan mengenai diet penyakit tertentu yang dilaksanakan di beberapa ruang di RSUD

17
Klungkung yaitu Ruang A, Ruang F dan Poliklinik Anak. Adapun Materi yang disampaikan

pada kegiatan yang dilakukan dalam PKMRS ini yaitu:

1. Gizi Pada Penyakit Hemoroid

2. Gizi Pada Penyakit CKD

3. Gizi Seimbang Pada Bayi dan Balita

Penyuluhan dilakukan oleh mahasiswa yang didampingi oleh ahli gizi ruangan yang

bersangkutan, perwakilan pihak instalasi gizi, koordinator tim PKRS RSUD Klungkung,

koordinator tim PPI RSUD Klungkung serta kepala ruangan yang bersangkutan. Deskripsi

dari kegiatan PKMRS yang dilaksanakan yaitu

1. Penyuluhan mengenai Gizi Pada Penyakit Hemoroid dilaksanakan di ruang A

dengan sasaran keluarga pasien atau penunggu pasien. Kegiatan ini dilaksanakan

pada hari sabtu, 30 Mei 2015 pukul 10.00 Wita, dimana membahas mengenai

pengertian penyakit hemoroid, gejala klinis hemoroid, penatalaksanaan

hemoroid dan makanan yang dianjurkan atau dihindari oleh penderita hemoroid.

2. Penyuluhan mengenai Gizi Pada Penyakit CKD dilaksanakan di Ruang F dengan

dengan sasaran keluarga pasien atau penunggu pasien. Kegiatan ini dilaksanakan

pada hari sabtu, 30 Mei 2015 pukul 11.30 Wita, dimana membahas mengenai

diet untuk penyakit CKD dan lebih memfokuskan pada makanan yang dihindari

oleh penderita CKD serta makanan yang dianjurkan.

3. Penyuluhan mengenai Gizi Seimbang Pada Bayi dan Balita dilaksanakan di

Poliklinik Anak dengan sasaran orang tua pasien yang mengantarkan anaknya

untuk berobat ke poliklinik anak RSUD Klungkung. Kegiatan ini dilaksanakan

18
di ruang tunggu pasien membahas tentang gizi seimbang seperti pengertian gizi

seimbang sampai pada pemberian ASI pada bayi dan balita.

Penyuluhan gizi merupakan suatu kegiatan yang bertujuan memberikan suatu

informasi kepada pasien dan keluarga untuk meningkatkan pengetahuan serta memberikan

pemahaman tentang diet yang diberikan kepada pasien sesuai dengan penyakit pasien saat

ini sehingga informasi yang diterima dapat diterapkan oleh pasien. Dari kegiatan penyuluhan

yang telah dilakukan baik di Ruang A, Ruang F dan Poliklinik Anak, keluarga pasien sangat

aktif dalam proses penyuluhan tersebut. Hal tersebut diketahui melalui setiap acara

penyuluhan yang dilakukan pasien aktif bertanya ataupun menjawab pertanyaan. Selain

menjelaskan tentang materi pokok, dalam proses penyuluhan juga selalu diawali dengan

menjelaskan tata tertib rumah sakit serta mendemontrasikan 6 langkah cara mencuci tangan

yang baik dan benar yang didampingi oleh tim PKRS dan tim PPI sehingga keluarga pasien

yang menunggu pasien memahami tatatertib yang harus ditaati dan dapat menerapkan

langkah – langkah cuci tangan tersebut dimana saja.

E. Pembiayaan Pelayanan Gizi (Konseling)

Konseling kesehatan adalah proses pemberian informasi kesehatan yang

dilakukan oleh seorang ahli (disebut konselor) kepada individu yang mengalami sesuatu

masalah (disebut konseling) yang bermuara pada teratasinya masalah yang dihadapi klien.

Konseling merupakan bagian dari kegiatan memberikan suatu petunjuk, pertimbangan,

pendapat atau nasihat dalam penerapan pemilihan penggunaan suatu teknologi atau

metodologi yang didapatkan melalui pertukaran pikiran untuk mendapatkan suatu

kesimpulan yang sebaik-baiknya. Adapun ciri-ciri pokok konseling adalah sebagai barikut :

19
a. Dilakukan oleh seorang konselor yang kompeten dan ahli dalam menangani konflik atau

masalah.

b. Melibatkan dua orang yang saling berinteraksi.

c. Menggunakan berbagai model interaksi multi dimensional, tidak terbatas pada dimensi

verbal saja.

d. nteraksi antara konselor dan klien berlangsung dalam waktu yang relatif lama dan

terarah pada pencapaian tujuan.

e. Terjadi perubahan tingkah laku klien kearah yang lebih baik.

f. Konseling merupakan proses yang dinamis, dimana individu klien dibantu untuk dapat

mengembangkan dirinya.

g. Konseling bersifat pribadi (privacy) dan bersifat rahasia (confidential)

h. Konseling bersifat formal, professional dan terarah antara konselor dengan konseli.

Di RSUD Klungkung, biaya konsultasi gizi telah ditetapkan dari peraturan Bupati

Klungkung. Dari PKL yang telah dilakukan, Mahasiswa Jurusan Gizi Poltekkes Denpasar

melakukan konseling pada dua jenis perawatan yang berbeda – beda yaitu pada rawat inap

dan rawat jalan sengan jumlah pasien sebanyak yaitu rawat inap 3 pasien dan rawat jalan 2

pasien pada masing – masing mahasiswa. Dengan konseling yang dilakukan diharapkan

mampu memecahkan dan mencari jalan keluar tentang masalah yang sedang dialami oleh

pasien. Adapun rincian kegiatan konseling yang dilakukan yaitu

1. Konseling Rawat jalan

Kegiatan konseling rawat jalan dilakukan di poliklinik penyakit dalam, poliklinik

anak dan poliklinik gizi . Setiap mahasiswa melakukan konseling sesuai dengan jadwal

yang telah diberikan dengan bergantian tempat konseling. Masing masing mahasiswa

20
memiliki target konseling minimal 2 pasien pasien rawat jalan. Pasien yang melakukan

konsultasi gizi memiliki diagnosa medis yang berbeda-beda. Mahasiswa melakukan

konseling menggunakan media leaflet agar mempermudah pasien untuk memahami

materi yang diberikan. Adapun hasil kegiatan konseling yang dilaksanakan selama PKL

RSUD Klungkung yaitu:

Tabel 1
Kegiatan Konsultasi Pasien Rawat Jalan
No Nama NIM Nama pasien Diagnosa Media
Mahasiswa
1 PT Yogi Nefrotik Leaflet
Ni Kadek Resita Mayuni P07131012009 Permana Syndrome
Oka Arya KDS Leaflet
Kt.Dharma DM Leaflet
2 Kadek Dita Lucyanthyka P07131012006 Mega Dana DHF Leaflet
A Widiasa Nefrotik Leaflet
Syndrome
Ratna Dwi DM Leaflet
3 Luh Pt Novi Prityatni P07131012011 Sudianta CHF Leaflet
Pt Gea Anita GEA Leaflet
Putri
4 I Putu Cipta Pebriawan P07131012015 Nyoman DM Leaflet
Dharma
Km.Ariyantini Epilepsi Leaflet
5 Ni Kadek Puspa Diana P07131012018 Md Ayu Gz.Kurang Leaflet
dan susah
makan
Dalton DM + HT Leaflet
6 Desak Ayu Santiari Dewi P07131010013 Suardana DM Leaflet
Leaflet

2. Konseling Rawat Inap

21
Selain konseling rawat jalan, kegiatan konseling rawat inap gizi juga merupakan

salah satu pelayanan gizi RSUD Klungkung. Sebelum konseling gizi diberikan, ahli gizi

harus melakukan pengkajian gizi terlebih dahulu. Setelah itu, konseling diberikan sesuai

dengan hasil pengkajian gizi. Disamping itu juga berdasarkan saran dokter, pasien

dirujuk ke ahli gizi untuk mendapatkan konsultasi berdasarkan hasil sesuai dengan

penyakitnya.

Saat mahasiswa melakukan konseling, ahli gizi ruangan tetap menemani

mahasiswa jika ada kekurangan penyampaian kepada pasien akan ditambahkan oleh ahli

gizi ruangan. Adapun penjabaran konseling yang dilakukan di RSUD Klungkung yaitu

Tabel 2
Kegiatan Konsultasi Pasien Rawat Inap
No Nama Mahasiswa Nama Pasien Diagnose Media
Suartini HT
1 Ni Kadek Resita Mayuni Khalifah HT + DM Leaflet
Nym.Diarta DM + DF
Hariyanto Obesitas +
2 Kadek Dita Lucyanthyka A luka bakar Leaflet
Nym.Mastri DM + DF
Luh Pariyanti HT
Ida Bagus DM + DF
3 Luh Putu Novi Priyatni Nyeneng Leaflet
Ngh Sudiasih DM + DF
Putu Suwirta SH +HT
Wayan Sudi CKD + HD +
4 I Putu Cipta Pebriawan HT Leaflet
Nymn Sukra HT
Ngh Degdeg Tumor Anus
Swahana Dita Bronkitis
5 Ni Kadek Puspa Diana Suarjana Low intake Leaflet
Ruging CHF + CKD
Nia pratiwi KDS
6 Desak Ayu Santiari Dewi Ernayanti Anemia Leaflet
Suriati CKD + HT

22
BAB II

LAPORAN KHUSUS

A. Tinjauan Pustaka

1. Diabetes Melitus

a. Pengertian Diabetes Mellitus

Diabetes adalah penyakit kronis yang akan terjadi ketika pankreas tidak cukup

menghasilkan insulin yang cukup, atau ketika tubuh tidak dapat secara efektif

menggunakan insulin yang dihasilkan (Suiraoka, 2012).

Tabel 3
Kadar Glukosa Darah Sewaktu dan Puasa
Sebagai Patokan Penyaring dan Diagnosis DM (mg/dl)
Penderita
Kadar glukosa darah Bukan DM Diduga DM
DM
Sewaktu (mg/dl)
 Plama vena <100 100-199 ≥ 200
 Darah kapiler <90 90-199 ≥ 200

Puasa
<100 100-125 ≥ 126
 Plama vena <90 90-99 ≥ 100
23
 Darah kapiler

(Sumber : Konsesus Pengelolaan Diabetes Mellitus Tipe 2 di Indonesia 2006, Perkeni, 2006)

b. Gejala Diabetes Mellitus

Secara umum gejala dan tanda penyakit DM dibagi dalam dua kelompok, yaitu

gejala akut dan kronis.

a. Gejala akut dan tanda dini, meliputi :

1) Penurunan berat badan, rasa lemas dan cepat lelah.

2) Sering kencing (poliuri) pada malam hari dengan jumlah air seni yang banyak.

3) Banyak minum (polidipsi).

4) Banyak makan (polifagi) (Suiraoka, 2012).

b. Gangguan kronis , meliputi :

1) Gangguan penglihatan, berupa pandangan yang kabur dan menyebabkan sering

ganti kacamata.

2) Gangguan saraf tepi berupa rasa kesemutan, terutama pda malam hari sering

terasa sakit dan kesemutan di kaki.

3) Gatal-gatal dan bisul. Gatal umumnya dirasakan pada daerah lipatan kulit di

ketiak, payudara dan alat kelamin. Bisul dan luka lecet terkena sepatu atau

jarum yang lama sembuh.

4) Rasa tebal pada kulit yang meyebabkan penderita lupa memakai sandal dan

sepatunya.

24
5) Gangguan fungsi seksual. Dapat berupa gangguan ereksi, impoten yang

disebabkan gangguan pada saraf bukan karena kekurangan hormon seks

(testoteron).

6) Keputihan. Pada penderita wanita, keputihan dan gatal sering dirasakan, hal ini

disebabkan daya tahan tubuh penderita menurun (Suiraoka, 2012)

c. Penatalaksanaan Gizi Pasien Diabetes Mellitus

.........................................................Tujuan penatalaksanaan secara umum adalah meningkatkan kualit

a) Tujuan penatalaksanaan

1) Jangka pendek: hilangnya keluhan dan tanda DM, mempertahankan rasa

nyaman dan tercapainya target pengendalian glukosa darah.

2) Jangka panjang: tercegah dan terhambatnya progresvitas penyulit

mikroangiopati, makroangiopati dan neuropati. Tujuan akhir pengelolaan

adalah turunnya morbiditas dan moralitas dini DM.

3) Untuk mencapai tujuan tersebut perlu dilakukan pengendalian glukosa darah,

tekanan darah, berat badan dan profil lipid, melalui pengelolaan pasien secara

holistik dengan mengajarkan perawatan mandiri dan perubahan perilaku

(Perkeni, 2006).

b) Pilar penatalaksanaan DM

1) Edukasi

Diabetes tipe 2 umumnya terjadi pada saat pola gaya hidup dan perilaku telah

terbentuk dengan mapan. Keberhasilan pengelolaan diabetes mandiri

membutuhkan partisipasi aktif pasien, keluarga dan masyarakat. Tim

25
kesehatan mendampingi pasien menuju perubahan perilaku. Edukasi dapat

dilakukan secara individual dengan pendekatan berdasarkan penyelesaian

masalah. Seperti halnya dengan proses edukasi, perubahan perilaku

memerlukan perencanaan yang baik, implementasi, evaluasi dan dokumentasi

(Perkeni, 2006).

2) Terapi gizi medis

Terapi gizi medis (TGM) merupakan bagian dari penatalaksanaan diabetes

secara total. Kunci keberhasilan TGM adalah ketelibatan secara menyeluruh

dari anggota tim (dokter, ahli gizi, petugas kesehatan yang lain dan pasien itu

sendiri). Selain itu perlu memperhatikan makanan yang dapat memperngaruhi

kadar gula darah seperti bahan makanan dengan indeks glikemik tinggi.

Adapun kandungan dalam bahan makanan yang mempengaruhi kadar gula

\\\\\\\\\\darah yaitu

a. Indeks Glikemik

Indeks glikemik (IG, glycemic index) adalah ukuran seberapa besar efek

suatu pangan kaya karbohidrat dalam meningkatkan kadar gula darah

setelah dikonsumsi, dibandingkan dengan glukosa. Istilah IG pertama kali

diperkenalkan pada tahun 1981 oleh Jenkins dkk sebagai cara fisiologis

untuk mengelompokkan pangan kaya karbohidrat berdasarkan potensinya

meningkatkan kadar glukosa darah. Adapun klasifikasi indeks glikemik

yaitu

 Indeks Glikemik Tinggi

26
Karbohidrat dengan indeks glikemik ≥ 70 merupakan indeks glikemik

tinggi. Indeks glikemik tinggi ketika dikonsumsi akan dicerna dan

diserap secara cepat sehingga glukosa darah meningkat secara cepat.

Konsumsi yang terus-menerus dalam jangka panjang dikaitkan dengan

peningkatan risiko obesitas, dan penyakit-penyakit yang berhubungan

dengan diet lainnya termasuk diabetes tipe 2, penyakit jantung dan

beberapa jenis kanker. Adapun contoh makanan dengan indeks

glikemik tinggi yaitu roti putih, roti gandum, oatmel instan, nasi, dan

semangka

 Indeks Glikemik Sedang

Karbohidrat dengan indeks glikemik 56 – 69 tergolong dalam indeks

glikemik sedang, dimana jenis makanan indeks setelah dicerna akan

menaikkan kadar gula darah tetapi tidak terlalu tinggi. Contoh

makanan dengan indeks glikemik sedang yaitu roti humburger, jagung

rebus, soft drink, anggur, pisang, kismis, sphagetti

 Indeks Glikemik Rendah

Karbohidrat dengan indeks glikemik lebih rendah dari 55 tergolong

dalam indeks glikemik rendah. Pangan dengan indeks glikemik rendah

dicerna dan diserap lebih lambat sehingga dapat mencegah terjadinya

fluktuasi gula darah yang terlalu lebar. Dengan demikian, pangan

dengan indeks glikemik rendah relatif aman dikonsumsi oleh

penderita diabetes. Selain itu, pangan dengan indeks glikemik rendah

juga membantu mengontrol nafsu makan dan memperlambat


27
munculnya rasa lapar sehingga dapat membantu mengontrol berat

badan. Adapun contoh makanan dengan indeks glikemik rendah yaitu

nasi beras merah, oatmeal non instan, jus buah tanpa pemanis, susu

skim, yoghurt rendah lemak, apel, jeruk, kacang merah, kacang

kedele, talas.

b. Beban Glikemik

Beban glikemik (BG) atau bobot glikemik atau dalam bahasa inggris

disebut glycemic load (GL) adalah jumlah estimasi seberapa banyak suatu

jenis makanan meningkatkan kadar glukosa darah seseorang setelah makan

makanan tersebut. Satu satuan beban glikemik kira-kira setara dengan efek

mengkonsumsi satu gram glukosa.Beban glikemik mempertimbangkan

seberapa banyak karbohidrat dalam makanan dan seberapa banyak setiap

gram karbohidrat dalam makanan tersebut meningkatkan kadar glukosa

darah. Beban glikemik didasarkan pada indeks glikemik (IG).

Rumus Beban Glikemik yaitu

Beban Glikemik = (jumlah gram karbohidrat x Indeks glikemik ) /

100

Kriteria beban glikemik pada bahan makanan adalah sebagai berikut:

 Beban Glikemik Rendah, jika angka IG ≤ 10

 Beban Glikemik Sedang, jika angka IG 11 - 19

 Beban Glikemik Tinggi, jika angka IG ≥ 20

3) Latihan jasmani

28
Kegiatan jasmani sehari-hari dan latihan jasmani secara teratur (3-4 kali

seminggu selama kurang lebih 30 menit), merupakan salah satu pilar dalam

pengelolaan DM tipe 2. Kegiatan sehari-hari seperti berjalan kali ke pasar,

menggunakan tangga, berkebun harus tetap dilakukan. Latihan jasmani selain

untuk menjaga kebugaran juga menurunkan berat badan dan memperbaiki

sensitifitas insulin, sehingga akan memperbaiki kendali glukosa darah.

Latihan jasmani yang dianjurkan berupalatihan jasmani yang bersifat aerobic

seperti: jalan kaki, bersepeda santai, jogging, dan berenang. Latihan jasmani

sebaiknya disesuaikan dengan umur dan status kesegaran jasmani (Perkeni,

2006).

4) Intervensi farmakologis

Intervensi farmakologis ditambahkan jika sasaran glukosa darah belum

tercapai dengan TGM dan latihan jasmani.

d. Tujuan Terapi Gizi Pada Diabetes Mellitus

 Mempertahankan kadar glukosa darah supaya mendekati normal dengan

menyeimbangkan asupan makanan dengan insulin, dengan obat penurun glukosa oral

dan aktifitas fisik

 Mencapai dan mempertahankan kadar lipida serum normal

 Memberi cukup energi untuk mempertahankan atau mencapai berat badan normal

 Menghindari atau menangani komplikasi akut pasien yang menggunakan insulin

seperti hipoglikemia, komplikasi jangka pendek, dan jangka lama serta masalah yang

berhubungan dengan latihan jasmani

29
 Meningkatkan derajat kesehatan secara keseluruhan melalui gizi yang optimal

(Almatsier, Sunita, 2006).

e. Bahan Makanan yang Dianjurkan

Bahan makanan yang dianjurkan untuk diet diabetes mellitus adalah :

 Sumber karbohidrat kompleks seperti nasi, mie, kentang, singkong, ubi dan sagu

 Sumber protein rendah lemak, seperti ikan, ayam tanpa kulit, susu skim, tempe, tahu

dan kacang-kacangan

 Sumber lemak dalam jumlah yang terbatas yaitu bentuk makanan yang mudah

dicerna. Makanan terutama diolah dengan cara dipanggang, dikukus, disetup, direbus

dan dibakar (Almatsier, Sunita, 2006).

f. Bahan Makanan yang Tidak Dianjurkan

Bahan makanan yang tidak dianjurkan, dibatasi, atau dihindari untuk diet diabetes

mellitus adalah yang mengandung banyak gula sederhana, seperti :

 Gula pasir, gula jawa

 Sirop, jam, jeli, buah-buahan yang diawetkan dengan gula, susu kental manis,

minuman botol ringan, dan es krim

 Mengandung banyak lemak, seperti : cake, makanan siap saji (fast food), gorengan

 Mengandung banyak natrium, seperti : ikan asin, telur asin, makanan yang diawetkan

(Almatsier, Sunita, 2006).

2. Diabetic Foot (Kaki Diabetes)

1. Pengertian Kaki Diabetes

30
Kaki diabetes adalah kelainan tungkai kaki bawah akibat diabetes mellitus yang

tidak terkendali dengan baik yang disebabkan olah gangguan pembuluh darah,

gangguan persyarafan dan infeksi. Kaki diabetes merupakan gambaran secara umum

dari kelainan tungkai bawah secara menyeluruh pada penderita diabetes mellitus yang

diawali dengan adanya lesi hingga terbentuknya ulkus yang sering disebut dengan

ulkus kaki diabetika yang pada tahap selanjutnya dapat dikategorikan dalam gangrene,

yang pada penderita diabetes mellitus disebut dengan gangrene diabetik (Misnadiarly,

2006).

2. Tanda dan Gejala

Tanda dan gejala ulkus kaki diabetes seperti sering kesemutan, nyeri kaki saat

istirahat, sensasi rasa berkurang, kerusakan jaringan (nekrosis), penurunan denyut nadi

arteri dorsalis pedis, tibialis dan poplitea, kaki menjadi atrofi, dingin dan kuku

menebal dan kulit kering (Misnadiarly, 2006 ; Subekti, 2006).

3. Patogenesis Kaki Diabetes

Salah satu akibat komplikasi kronik atau jangka panjang diabetes mellitus adalah

ulkus kaki diabetes. Ulkus kaki diabetes disebabkan adanya tiga faktor yang sering

disebut trias yaitu : iskemik, neuropati, dan infeksi. Pada penderita diabetes mellitus

apabila kadar glukosa darah tidak terkendali akan terjadi komplikasi kronik yaitu

neuropati, menimbulkan perubahan jaringan syaraf karena adanya penimbunan

sorbitol dan fruktosa sehingga mengakibatkan akson menghilang, penurunan

kecepatan induksi, parastesia, menurunnya reflek otot, atrofi otot, keringat berlebihan,

kulit kering dan hilang rasa, apabila penderita diabetes mellitus tidak hati-hati dapat

31
terjadi trauma yang akan menyebabkan lesi dan menjadi ulkus kaki diabetes

(Waspadji, 2006).

4. Faktor Resiko Terjadinya Kaki Diabetes

Faktor risiko terjadi ulkus diabetika yang menjadi gambaran dari kaki diabetes

pada penderita diabetes mellitus terdiri atas faktor-faktor risiko yang tidak dapat

diubah dan faktor-faktor risiko yang dapat diubah (Tambunan, 2006; Waspadji, 2006).

a. Faktor - faktor risiko yang tidak dapat diubah :

1. Umur

Pada usia tua fungsi tubuh secara fisiologis menurun karena proses aging terjadi

penurunan sekresi atau resistensi insulin sehingga kemampuan fungsi tubuh

terhadap pengendalian glukosa darah yang tinggi kurang optimal. Proses aging

menyebabkan penurunan sekresi atau resistensi insulin sehingga terjadi

makroangiopati, yang akan mempengaruhi penurunan sirkulasi darah salah satunya

pembuluh darah besar atau sedang di tungkai yang lebih mudah terjadi ulkus kaki

diabetes (Tambunan, 2006; Waspadji, 2006).

2. Lama Menderita Diabetes Mellitus ≥ 10 tahun.

Ulkus kaki diabetes terutama terjadi pada penderita diabetes mellitus yang

telah menderita 10 tahun atau lebih, apabila kadar glukosa darah tidak terkendali,

karena akan muncul komplikasi yang berhubungan dengan vaskuler sehingga

mengalami makroangiopati dan mikroangiopati yang akan terjadi vaskulopati dan

neuropati yang mengakibatkan menurunnya sirkulasi darah dan adanya robekan

32
/luka pada kaki penderita diabetes mellitus yang sering tidak dirasakan karena

terjadinya gangguan neurophati perifer (Tambunan, 2006; Waspadji, 2006).

b. Faktor-faktor risiko yang dapat diubah :

1. Neurophati (sensorik, motorik, perifer).

Kadar glukosa darah yang tinggi semakin lama akan terjadi gangguan mikro

sirkulasi, berkurangnya aliran darah dan hantaran oksigen pada serabut saraf yang

mengakibatkan degenerasi pada serabut syaraf yang lebih lanjut akan terjadi

neuropati. Syaraf yang rusak tidak dapat mengirimkan sinyal ke otak dengan baik,

sehingga penderita dapat kehilangan indra perasa selain itu juga kelenjar keringat

menjadi berkurang, kulit kering dan mudah robek. Neuropati perifer berupa

hilangnya sensasi rasa yang berisiko tinggi menjadi penyebab terjadinya lesi yang

kemudian berkembang menjadi ulkus kaki diabetes (Tambunan, 2006; Waspadji,

2006).

2. Obesitas.

Pada obesitas dengan index massa tubuh ≥ 23 kg/m2 (wanita) dan IMT (index

massa tubuh) ≥ 25 kg/m2 (pria) atau berat badan ideal yang berlebih akan sering

terjadi resistensi insulin. Apabila kadar insulin melebihi 10 μU/ml, keadaan ini

menunjukkan hiperinsulinmia yang dapat menyebabkan aterosklerosis yang

berdampak pada vaskulopati, sehingga terjadi gangguan sirkulasi darah sedang /

besar pada tungkai yang menyebabkan tungkai akan mudah terjadi ulkus / ganggren

sebagai bentuk dari kaki diabetes (Tambunan, 2006; Waspadji, 2006).

3. Hipertensi.

33
Hipertensi (TD > 130/80 mm Hg) pada penderita diabetes mellitus karena

adanya viskositas darah yang tinggi akan berakibat menurunnya aliran darah

sehingga terjadi defesiensi vaskuler, selain itu hipertensi yang tekanan darah lebih

dari 130/80 mmHg dapat merusak atau mengakibatkan lesi pada endotel. Kerusakan

pada endotel akan berpengaruh terhadap makroangiopati melalui proses adhesi dan

agregasi trombosit yang berakibat vaskuler defisiensi sehingga dapat terjadi

hipoksia pada jaringan yang akan mengakibatkan terjadinya ulkus (Tambunan,

2006; Waspadji, 2006).

4. Glikolisasi Hemoglobin (HbA1C) tidak terkontrol.

Glikosilasi Hemoglobin adalah terikatnya glukosa yang masuk dalam sirkulasi

sistemik dengan protein plasma termasuk hemoglobin dalam sel darah merah.

Apabila Glikosilasi Hemoglobin (HbA1c) ≥ 6,5 % akan menurunkan kemampuan

pengikatan oksigen oleh sel darah merah yang mengakibatkan hipoksia jaringan

yang selanjutnya terjadi proliferasi pada dinding sel otot polos sub endotel

(Tambunan, 2006; Waspadji, 2006).

5. Kadar Glukosa Darah Tidak Terkontrol.

Pada penderita diabetes mellitus sering dijumpai adanya peningkatan kadar

trigliserida dan kolesterol plasma, sedangkan konsentrasi HDL (highdensity -

lipoprotein) sebagai pembersih plak biasanya rendah (≤ 45 mg/dl). Kadar

trigliserida ≥ 150 mg/dl, kolesterol total ≥ 200 mg/dl dan HDL ≤ 45 mg/dl akan

mengakibatkan buruknya sirkulasi ke sebagian besar jaringan dan menyebabkan

hipoksia serta cedera jaringan, merangsang reaksi peradangan dan terjadinya

aterosklerosis. Konsekuensi adanya aterosklerosis adalah penyempitan lumen

34
pembuluh darah yang akan menyebabkan gangguan sirkulasi jaringan sehingga

suplai darah ke pembuluh darah menurun ditandai dengan hilang atau berkurangnya

denyut nadi pada arteri dorsalis pedis, tibialis dan poplitea, kaki menjadi atrofi,

dingin dan kuku menebal. Kelainan selanjutnya terjadi nekrosis jaringan sehingga

timbul ulkus yang biasanya dimulai dari ujung kaki atau tungkai (Tambunan, 2006;

Waspadji, 2006).

6. Kebiasaan Merokok.

Pada penderita diabetes mellitus yang merokok ≥ 12 batang per hari

mempunyai risiko 3x untuk menjadi ulkus kaki diabetes dibandingkan dengan

penderita diabetes mellitus yang tidak merokok. Kebiasaan merokok akibat dari

nikotin yang terkandung di dalam rokok akan dapat menyebabkan kerusakan

endotel kemudian terjadi penempelan dan agregasi trombosit yang selanjutnya

terjadi kebocoran sehingga lipoprotein lipase akan memperlambat clearance lemak

darah dan mempermudah timbulnya aterosklerosis. Aterosklerosis berakibat

insufisiensi vaskuler sehingga aliran darah ke arteri dorsalis pedis, poplitea, dan

tibialis juga akan menurun (Tambunan, 2006; Waspadji, 2006).

7. Ketidakpatuhan Diet Diabetes Mellitus.

Kepatuhan diet diabetes mellitus merupakan upaya yang sangat penting dalam

pengendalian kadar glukosa darah, kolesterol, dan trigliserida mendekati normal

sehingga dapat mencegah komplikasi kronik, seperti ulkus kaki diabetes.

Kepatuhan diet penderita diabetes mellitus mempunyai fungsi yang sangat penting

35
yaitu mempertahankan berat badan normal, menurunkan tekanan darah sistolik dan

diastolik, menurunkan kadar glukosa darah, memperbaiki profil lipid,

meningkatkan sensitivitas reseptor insulin dan memperbaiki sistem koagulasi darah

(Tambunan, 2006; Waspadji, 2006).

8. Kurangnya Aktivitas Fisik.

Aktivitas fisik (olah raga) sangat bermanfaat untuk meningkatkan sirkulasi

darah, menurunkan berat badan dan memperbaiki sensitivitas terhadap insulin,

sehingga akan memperbaiki kadar glukosa darah. Dengan kadar glukosa darah

terkendali maka akan mencegah komplikasi kronik diabetes mellitus. Olah raga

rutin (lebih 3 kali dalam seminggu selama 30 menit) akan memperbaiki

metabolisme karbohidrat, berpengaruh positif terhadap metabolisme lipid dan

sumbangan terhadap penurunan berat badan. Aktivitas fisik yang dilakukan

termasuk senam kaki. Senam kaki dapat membantu memperbaiki sirkualsi darah

dan memperkuat otot - otot kecil kaki dan mencegah terjadinya kelainan bentuk

kaki (deformitas), selain itu dapat meningkatkan kekuatan otot betis dan otot paha

(Gastrocnemeus, Hamsring, Quadriceps) dan juga mengatasi keterbatasan gerak

sendi.

9. Pengobatan Tidak Teratur.

Pengobatan rutin dan pengobatan intensif akan dapat mencegah dan

menghambat timbulnya komplikasi kronik, seperti ulkus diabetika. Sampai pada

saat ini belum ada obat yang dapat dianjurkan secara tepat untuk memperbaiki

vaskularisasi perifer pada penderita Diabetes Mellitus, namun bila dilihat dari

36
penelitian tentang kelainan akibat arterosklerosis ditempat lain seperti jantung dan

otak, obat seperti aspirin dan lainnya yang sejenis dapat digunakan pada pasien

Diabetes Mellitus meskipun belum ada bukti yang cukup kuat untuk menganjurkan

penggunaan secara rutin (Waspadji, 2006).

10. Perawatan Kaki Tidak Teratur.

Perawatan kaki penderita diabetes mellitus yang teratur akan mencegah atau

mengurangi terjadinya komplikasi kronik pada kaki. Acuan dalam perawatan kaki

pada penderita diabetes mellitus yaitu meliputi seperti selalu menjaga kaki dalam

keadaan bersih, membersihkan dan mencuci kaki setiap hari dengan air suam-suam

kuku dengan memakai sabun lembut dan mengeringkan dengan sempurna dan hati-

hati terutama diantara jari-jari kaki, memakai krem kaki yang baik pada kulit yang

kering atau tumit yang retak-retak, supaya kulit tetap mulus, dan jangan menggosok

antara jari-jari kaki (contoh: krem sorbolene), tidak memakai bedak, sebab ini akan

menyebabkan kulit menjadi kering dan retak-retak.

3. Luka Bakar

A. Definisi Luka Bakar

Luka bakar adalah rusak atau hilangnya jaringan yang disebabkan kontak dengan

sumber panas seperti kobaran api di tubuh (flame), jilatan api ketubuh (flash), terkena

air panas (scald), tersentuh benda panas (kontak panas), akibat sengatan listrik, akibat

bahan-bahan kimia, serta sengatan matahari (sunburn) (Moenajat, 2001).

Luka bakar merupakan luka yang unik diantara bentuk bentuk luka lainnya ,

karena luka tersebut meliputi sejumlah besar jaringan mati (eskar) yang tetap berada

37
pasda tempatnya untuk jangka waktu. Dengan cepat luka bakar akan didiami oleh

bakteri patogen; mengalami eksudasi dengan perembasan sejumlah besar air, protein

serat elektrolit; dan seringkali memerlukan pencangkokan kulit dari bagian tubuh yang

lain untuk menghasilkan penutupan luka yang permanen. (arif mutaqin,asuhan

keperawatan gangguan integumen, salemba medika.2010).

B. Etiologi

Menurut penyebabnya , luka bakar dapat dibagi dalam beberapa jenis, meliputai

hal- hal berikut ini:

1. Luka bakar suhu tinggi(Thermal Burn)

Luka bakar suhu tinggi(Thermal Burn) disebabkan oleh gas, cairan, dan bahan

padat. Luka bakar thermal burn biasanya disebabkan oleh air panas

(scald) ,jilatan api ketubuh (flash), kobaran api di tubuh (flam), dan akibat

terpapar atau kontak dengan objek-objek panas lainnya (logam panas, dan lain-

lain) (Moenadjat, 2005).

2. Luka bakar bahan kimia (Chemical Burn)

Luka bakar kimia biasanya disebabkan oleh asam kuat atau alkali yang biasa

digunakan dalam bidang industri militer ataupu bahan pembersih yang sering

digunakan untuk keperluan rumah tangga (Moenadjat, 2005).

3. Luka bakar sengatan listrik (Electrical Burn)

Listrik menyebabkan kerusakan yang dibedakan karena arus, api, dan ledakan.

Aliran listrik menjalar disepanjang bagian tubuh yang memiliki resistensi

paling rendah. Kerusakan terutama pada pembuluh darah, khusunya tunika

intima, sehingga menyebabkan gangguan sirkulasi ke distal. Sering kali

38
kerusakan berada jauh dari lokasi kontak, baik kontak dengan sumber arus

maupun grown (Moenadjat, 2001).

4. Luka bakar radiasi (Radiasi Injury)

Luka bakar radiasi disebabkan karena terpapar dengan sumber radio aktif. Tipe

injury ini sering disebabkan oleh penggunaan radio aktif untuk keperluan

terapeutik dalam dunia kedokteran dan industri. Akibat terpapar sinar

matahari yang terlalu lama juga dapat menyebabkan luka bakar radiasi

(Moenadjat, 2001).

C. Patofisiologi

Luka bakar suhu pada tubuh terjadi baik karena kondisi panas langsung atau

radiasi elektromagnetik. Sel-sel dapat menahan temperatur sampai 44 0C tanpa

kerusakan bermakna, kecepatan kerusakan jaringan berlipat ganda untuk tiap drajat

kenaikan temperatur. Saraf dan pembuluh darah merupakan struktur yang kurang

tahan dengan konduksi panas.

Kerusakan pembuluh darah ini mengakibatkan cairan intravaskuler keluar dari

lumen pembuluh darah, dalam hal ini bukan hanya cairan tetapi protein plasma dan

elektrolit. Pada luka bakar ekstensif dengan perubahan permeabilitas yang hampir

menyelutruh, penimbunan jaringan masif di intersitial menyebabakan kondisi

hipovolemik. Volume cairan iuntravaskuler mengalami defisit, timbul ketidak

mampuan menyelenggarakan proses transportasi ke jaringan, kondisi ini dikenal

dengan syok (Moenajat, 2001).

Luka bakar juga dapat menyebabkan kematian yang disebabkan oleh kegagalan

organ multi sistem. Awal mula terjadi kegagalan organ multi sistem yaitu terjadinya

39
kerusakan kulit yang mengakibatkan peningkatan pembuluh darah kapiler,

peningkatan ekstrafasasi cairan (H2O, elektrolit dan protein), sehingga mengakibatkan

tekanan onkotik dan tekanan cairan intraseluler menurun, apabila hal ini terjadi terus

menerus dapat mengakibatkan hipopolemik dan hemokonsentrasi yang mengakibatkan

terjadinya gangguan perfusi jaringan. Apabila sudah terjadi gangguan perkusi jaringan

maka akan mengakibatkan gangguan sirkulasi makro yang menyuplai sirkulasi orang

organ organ penting seperti : otak, kardiovaskuler, hepar, traktus gastrointestinal dan

neurologi yang dapat mengakibatkan kegagalan organ multi sistem.

D. Klasifikasi luka bakar

1. Luka bakar derajat I

Kerusakan terbatas pada lapisan epidermis superfisial, kulit kering hiperemik,

berupa eritema, tidak dijumpai pula nyeri karena ujung –ujung syaraf sensorik

teriritasi, penyembuhannya terjadi secara spontan dalam waktu 5 -10 hari (Brunicardi

et al., 2005).

2. Luka bakar derajat II

Kerusakan terjadi pada seluruh lapisan epidermis dan sebagai lapisan dermis,

berupa reaksi inflamasi disertai proses eksudasi. Dijumpai pula, pembentukan scar,

dan nyeri karena ujung –ujung syaraf sensorik teriritasi. Dasar luka berwarna merah

atau pucat. Sering terletak lebih tinggi diatas kulit normal (Moenadjat, 2001).

a. Derajat II Dangkal (Superficial)

1) Kerusakan mengenai bagian superficial dari dermis.

2) Organ-organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar

sebasea masih utuh.

40
3) Bula mungkin tidak terbentuk beberapa jam setelah cedera, dan luka bakar

pada mulanya tampak seperti luka bakar derajat I dan mungkin terdiagnosa

sebagai derajat II superficial setelah 12-24 jam.

4) Ketika bula dihilangkan, luka tampak berwarna merah muda dan basah.

5) Jarang menyebabkan hypertrophic scar.

6) Jika infeksi dicegah maka penyembuhan akan terjadi secara spontan

kurang dari 3 minggu (Brunicardi et al., 2005).

b. Derajat II dalam (Deep)

1) Kerusakan mengenai hampir seluruh bagian dermis

2) Organ-organ kulit seperti folikel-folikel rambut, kelenjar

keringat,kelenjar sebasea sebagian besar masih utuh.

3) Penyembuhan terjadi lebih lama tergantung biji epitel yang tersisa.

4) Juga dijumpai bula, akan tetapi permukaan luka biasanya tanpak berwarna

merah muda dan putih segera setelah terjadi cedera karena variasi suplay darah

dermis (daerah yang berwarna putih mengindikasikan aliran darah yang sedikit

atau tidak ada sama sekali, daerah yg berwarna merah muda mengindikasikan

masih ada beberapa aliran darah ) (Moenadjat, 2001)

5) Jika infeksi dicegah, luka bakar akan sembuh dalam 3 -9 minggu (Brunicardi,

2005)

c. Luka bakar derajat III (Full Thickness burn)

Kerusakan meliputi seluruh tebal dermis dermis dan lapisan lebih

dalam, tidak dijumpai bula, apendises kulit rusak, kulit yang terbakar berwarna

putih dan pucat. Karena kering, letak nya lebih rendah dibandingkan kulit

41
sekitar. Terjadi koagulasi protein pada epidermis yang dikenal sebagai scar,

tidak dijumpai rasa nyeri dan hilang sensasi, oleh karena ujung –ujung syaraf

sensorik mengalami kerusakan atau kematian. Penyembuhan terjadi lama karena

tidak ada proses epitelisasi spontan dari dasar luka (Moenadjat, 2001).

d. Luka bakar derajat IV

Luka full thickness yang telah mencapai lapisan otot, tendon dan ltulang

dengan adanya kerusakan yang luas. Kerusakan meliputi seluruh dermis, organ-

organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar sebasea dan kelenjar keringat

mengalami kerusakan, tidak dijumpai bula, kulit yang terbakar berwarna abu-abu

dan pucat, terletak lebih rendah dibandingkan kulit sekitar, terjadi koagulasi

protein pada epidemis dan dermis yang dikenal scar, tidak dijumpai rasa nyeri

dan hilang sensori karena ujung-ujung syaraf sensorik mengalami kerusakan dan

kematian. penyembuhannya terjadi lebih lama karena ada proses epitelisasi

spontan dan rasa luka (Moenadjat, 2001).

E. Faktor-faktor yang mempengaruhi penyembuhan luka

1. Usia

Sirkulasi darah dan pengiriman oksigen pada luka, pembekuan, respon

inflamasi,dan fagositosis mudah rusak pada orang terlalu muda dan orang tua,

sehingga risiko infeksi lebih besar. Kecepatan pertuumbuhan sel dan epitelisasi

pada luka terbuka lebih lambat pada usia lanjut sehingga penyembuhan luka juga

terjadi lebih lambat (DeLauna & Ladner, 2002).

2. Nutrisi

Diet yang seimbang antara jumlah protein, karbohidrat, lemak, mineral dan

42
vitamin yang adekuat diperlukan untuk meningkatkan daya tahan tubuh terhadap

patogen dan menurunkan risiko infeksi. Pembedahan, infeksi luka yang parah, luka

bakar dan trauma, dan kondisi defisit nutrisi meningkatkan kebutuhan akan nutrisi.

Kurang nutrisi dapat meningkatkan resiko infeksi dan mengganggu proses

penyembuhan luka. Sedangkan obesitas dapat menyebabkan penurunan suplay

pembuluh darah, yang merusak pengiriman nutrisi dan elemen-elemen yang

lainnya yang diperlukan pada proses penyembuhan. Selain itu pada obesitas

penyatuan jaringan lemak lebih sulit, komplikasi seperti dehisens dan episerasi

yang diikuti infeksi bisa terjadi (DeLaune & Ladner, 2002).

3. Oksigenasi

Penurunan oksigen arteri pada mengganggu sintesa kolagen dan pembentukan

epitel, memperlambat penyembuhan luka. Mengurangi kadar hemoglobin

(anemia), menurunkan pengiriman oksigen ke jaringan dan mempengaruhi

perbaikan jaringan (Delaune & Ladner, 2002).

2. Infeksi

Bakteri merupakan sumber paling umum yang menyebabkan terjadinya

infeksi. Infeksi menghematkan penyembuhan dengan memperpanjang fase

inflamasi, dan memproduksi zat kimia serta enzim yang dapat merusak jaringan

(Delaune & Ladner, 2002). Resiko infeksi lebih besar jika luka mengandung

jaringan nekrotik, terdapat benda asing dan suplai darah serta pertahanan

jaringan berkurang (Perry & Potter, 2005).

3. Merokok

Merokok dapat menyebabkan penurunan kadar hemoglobin dan kerusakan

43
oksigenasi jaringan. Sehingga merokok menjadi penyulit dalam proses

penyembuhan luka (DeLaune & Ladner, 2002).

4. Diabetes Melitus

Menyempitnya pembuluh darah (perubahan mikrovaskuler) dapat merusak

perkusi jaringan dan pengiriman oksiken ke jaringan. Peningkatan kadar glukosa

darah dapat merusak fungsi luekosit dan fagosit. Lingkungan yang tinggi akan

kandungan glukosa adalah media yang bagus untuk perkembangan bakteri dan

jamur (DeLaune & Ladner, 2002).

5. Sirkulasi

Aliran darah yang tidak adekuat dapat mempengaruhi penyembuhan luka hal

ini biasa disebabkan karena arteriosklerosis atau abnormalitas pada vena (DeLaune

& Ladner, 2002).

6. Faktor Mekanik

Pergerakan dini pada daerah yang luka dapat menghambat penyembuhan

(DeLaune & Ladner, 2002).

7. Steroid

Steroid dapat menurunkan mekanisme peradangan normal tubuh terhadap

cedera dan menghambat sintesa kolagen. Obat obat antiinflamasi dapat menekan

sintesa protein, kontraksi luka, epitelisasi dan inflamasi (DeLaune & Ladner,

2002).

8. Antibiotik

Penggunaan antibiotik jangka panjang dengan disertai perkembangan bakteri

yang resisten, dapat menigkatkan resiko infeksi (Delaune & Ladner, 2002).

44
F. Kebutuhan zat gizi dan cairan

Menurut Almatsier (2004) Prinsip diet luka bakar adalah memberi makanan

dalam bentuk cair sedini mungkin. Penatalaksanaan diet luka bakar bertujuan

untuk mempercepat penyembuhan dan mencegah tejadinya gangguan metabolik serta

mempertahankan status gizi secara optimal selama proses penyembuhan dengan cara :

1. Mengusahakan dan mempercepat penyembuhan jaringan yang rusak.

2. Mencegah terjadinya keseimbangan nitrogen yang negatife.

3. Memperkecil terjadinya hiperglikemi dan hipergliseridemia.

4. Mencegah terjadinya gejala-gejala kekurangan zat gizi mikro.

Sedangkan syarat-syarat diet luka bakar antara lain :

1. Memberikan makanan dalam bentuk cair sedini mungkin atau nutrisi

enternal dini.

2. Kebutuhan Energi, formula yang paling sering digunakan untuk

menghitung kebutuhan energi adalah Harris-Benedict (1919) yaitu :

a. Kebutuhan Angka Metabolisme Basal (AMB)

Laki-laki = 66 + (13.7 x BB) + (5 x TB) - (6.8 x usia)

Perempuan = 665 + (9.6 x BB) + (1.8 x TB) - (4.7 x usia)

b. Kebutuhan Energi

Energi = AMB x activity factor x injury factor

3. Protein diberikan tinggi 20-25% dari kebutuhan energi total.

4. Lemak sedang 15-20% dari total energi. Pemberian lemak yang tinggi

menyebabkan penundaan respon kekebalan, sehingga pasien lebh mudah

45
terkena infeksi.

5. Karbohidrat diberikan sedang yaitu 50-60% dari kebutuhan energi

total. Bila pasien mengalami trauma jalan napas (trauma inhalasi),

karbohidrat diberikan 45-55% dari kebutuhan energi total.

6. Vitamin diberikan diatas Angka Kecukupan Gizi (AKG) yang dianjurkan,

untuk membantu mempercepat penyembuhan. Vitamin umumnya

ditambahkan dalam bentuk suplemen. Kebutuhan beberapa jenis vitamin

adalah sebagai berikut :

- Vitamin A minimal 2 x AKG

- Vitamin B minimal 2 x AKG

- Vitamin C minimal 2 x AKG

- Vitamin E 200 SI

7. Mineral tinggi, terutama zat besi, seng, natrium, kalium, kalsium, fosfor,

dan magnesium. Pemberian tembaga, selenium, dan seng telah terbukti

aman dan berguna pada luka bakar dalam menurunkan risiko infeksi,

penyembuhan luka yang lebih cepat, dan lama perawatan di ruang

intensif yang lebih pendek.

8. Cairan tinggi. Akibat luka bakar terjadi kehilangan cairan dan elektrolit

secara intensif. Pada saat ini, perhitungan pemberian cairan resusitasi yang

paling sering digunakan adalah rumus Parkland, menggunakan cairan

kristaloid seperti tampak dibawah ini (Grunwald dkk, 2008

46
5. STOKE (SH)

A. Pengertian Stroke

Stroke adalah kondisi yang terjadi ketika sebagian sel-sel otak mengalami

kematian akibat gangguan aliran darah karena sumbatan atau pecahnya pembuluh

darah di otak. Aliran darah yang terhenti membuat suplai oksigen dan zat makanan

ke otak juga terhenti, sehingga sebagian otak tidak dapat berfungsi sebagaimana

mestinya ( Utami P, 2009 ).

Stroke dengan defisit neurologik yang terjadi tiba-tiba dapat disebabkan oleh

iskemia atau perdarahan otak. Stroke iskemik disebabkan oleh oklusi fokal pembuluh

darah otak yang menyebabkan turunnya suplai oksigen dan glukosa ke bagian otak

yang mengalami oklusi (Hacke, 2003). Munculnya tanda dan gejala fokal atau global

pada stroke disebabkan oleh penurunan aliran darah otak. Oklusi dapat berupa

trombus, embolus, atau tromboembolus, menyebabkan hipoksia sampai anoksia pada

salah satu daerah percabangan pembuluh darah di otak tersebut. Stroke hemoragik

dapat berupa perdarahan intraserebral atau perdarahan subrakhnoid (Bruno et al.,

2000).

B. Klasifikasi Stroke

Stroke dapat diklasifikasikan berdasarkan beberapa kriteria. Menurut Misbach

(1999) dalam Ritarwan (2002), klasifikasi tersebut antara lain:

1. Berdasarkan patologi anatomi dan penyebabnya:

a. Stroke Iskemik / Non Hemorogik

47
Stroke iskemik terjadi karena aliran darah ke otak terhenti karena aterosklerosis

atau bekuan darah yang telah menyumbat suatu pembuluh darah. Penyebabnya

adalah :

a) Transient Ischemic Attack (TIA)

b) Trombosis serebri

c) Emboli serebri

b. Stroke hemoragik

Diakibatkan karena pembuluh darah pecah sehingga menghambat aliran darah

yang normal dan darah merembes ke dalam suatu daerah di otak dan merusaknya.

( Fatimah Detty N, 2009 ). Penyebabnya adalah :

a) Perdarahan intraserebral

b) Perdarahan subarachnoid

c. Berdasarkan stadium atau pertimbangan waktu:

a) Serangan iskemik sepintas atau TIA

Pada bentuk ini gejala neurologik yang timbul akibat gangguan peredaran

darah di otak akan menghilang dalam waktu 24 jam.

b) Reversible Ischemic Neurologic Deficit (RIND)

Gejala neurologik yang timbul akan menghilang dalam waktu lebih lama dari

24 jam, tetapi tidak lebih dari seminggu.

c) Progressing stroke atau stroke in evolution. Gejala neurologik yang makin

lama makin berat

d) Completed stroke

Gejala klinis yang telah menetap.

48
e) Berdasarkan sistem pembuluh darah: Sistem karotis dan sistem

vertebrobasiler. Stroke juga umumnya diklasifikasikan menurut patogenesisnya.

Dalam hal ini stroke terbagi dalam dua klasifikasi, yaitu stroke iskemik dan stroke

hemoragik. Berdasarkan penelitian, dijumpai prevalensi stroke iskemik lebih besar

dibandingkan dengan stroke hemoragik. Menurut Sudlow dan Warlow (1996) dalam

Davenport dan Dennis (2000), 80% dari seluruh kejadian stroke pada orang kulit

putih merupakan stroke iskemik.

C. Patofisiologi

Infark regional kortikal, subkortikal ataupun infark regional di batang otak terjadi

karena kawasan perdarahan suatu arteri tidak/kurang mendapat jatah darah lagi. Jatah

darah tidak disampaikan ke daerah tersebut. Lesia yang terjadi dinamakan infark

iskemik jika arteri tersumbat dan infark hemoragik jika arteri pecah. Maka dari itu

“Stroke” dapat dibagi dalam :

a. Stroke iskemik / Non Hemorogik

Iskemia disebabkan oleh adanya penyumbatan aliran darah otak oleh thrombus

atau embolus. Trombus umumnya terjadi karena berkembangnya aterosklerosis

pada dinding pembuluh darah, sehingga arteri menjadi tersumbat, aliran darah ke

area thrombus menjadi berkurang, menyebabkan iskemia kemudian menjadi

kompleks iskemia, akhirnya terjadi infark pada jaringan otak. Emboli disebabkan

oleh embolus yang berjalan menuju arteri serebral melalui arteri karotis.

Terjadinya blok pada arteri tersebut menyebabkan iskemia yang tiba-tiba

berkembang cepat dan terjadi gangguan neurologis fokal. Perdarahan otak dapat

disebabkan oleh pecahnya dinding pembuluh darah oleh emboli.

49
b. Stroke hemoragik

Pembuluh darah yang pecah menyebabkan darah mengalir ke substansi atau

ruangan subarachnoid yang menimbulkan perubahan komponen intracranial yang

seharusnya konstan. Adanya perubahan komponen intracranial yang tidak dapat

dikompensasi tubuh akan menimbulkan tingkatan TIK yang bila berlanjut akan

menyebabkan herniasi otak sehingga timbul kematian. Disamping itu, darah yang

mengalir ke substansi otak atau ruang subarachnoid dapat menyebabkan edema,

spasme pembuluh darah otak dan penekanan pada daerah tersebut menimbulkan

aliran darah berkurang atau tidak ada sehingga terjadi nekrosis jaringan otak.

(Wulandari Vina, 2007 )

D. Faktor-Faktor Penyebab Stroke

Banyak kondisi-kondisi yang dapat menyebabkan stroke, tetapi pada awalnya

adalah dari pengerasan arteri atau yang disebut juga sebagai arteriosklerosis. Karena

arteriosklerosis merupakan gaya hidup modern yang penuh stress, pola makan tinggi

lemak, dan kurang berolahraga. Ketiganya sebenarnya tergolong dalam faktor risiko

yang dapat dikendalikan. Selain itu, ada pula faktor-faktor lain yang tidak dapat

dikendalikan, yaitu antara lain :

1. Faktor Risiko Tidak Terkendali

a. Usia Semakin bertambah tua usia, semakin tinggi risikonya. Setelah berusia

55 tahun, risikonya berlipat ganda setiap kurun waktu sepuluh tahun..

50
b. Jenis kelamin Pria lebih berisiko terkena stroke daripada wanita, tetapi

penelitian menyimpulkan bahwa justru lebih banyak wanita yang meninggal

karena stroke.

c. Keturunan-sejarah stroke dalam keluarga Nampaknya, stroke terkait dengan

keturunan. Faktor genetik yang sangat berperan antara lain adalah tekanan

darah tinggi, penyakit jantung, diabetes dan cacat pada bentuk pembuluh

darah. yang lain.

d. Ras dan etnik.

2. Faktor Risiko Terkendali

a. Hipertensi

Hipertensi (tekanan darah tinggi) merupakan faktor risiko utama yang

menyebabkan pengerasan dan penyumbatan arteri. Penderita hipertensi

memiliki faktor risiko stroke empat hingga enam kali lipat dibandingkan

orang yang tanpa hipertensi dan sekitar 40 hingga 90 persen pasien stroke

ternyata menderita hipertensi sebelum terkena stroke. Penyakit Jantung

Setelah hipertensi, faktor risiko berikutnya adalah penyakit jantung,

terutama penyakit yang disebut atrial fibrilation, yakni penyakit jantung

dengan denyut jantung yang tidak teratur di bilik kiri atas. Denyut jantung

di atrium kiri ini mencapai empat kali lebih cepat dibandingkan di bagian-

bagian lain jantung. Ini menyebabkan aliran darah menjadi tidak teratur

dan secara insidentil terjadi pembentukan gumpalan darah.

Gumpalangumpalan inilah yang kemudian dapat mencapai otak dan

menyebabkan stroke. Pada orang-orang berusia di atas 80 tahun, atrial

51
fibrilation merupakan penyebab utama kematian pada satu di antara empat

kasus stroke. Faktor lain dapat terjadi pada pelaksanaan operasi jantung

yang berupaya memperbaiki cacat bentuk jantung atau penyakit jantung.

Tanpa diduga, plak dapat terlepas dari dinding aorta (batang nadi jantung),

lalu hanyut mengikuti aliran darah ke leher dan ke otak yang kemudian

menyebabkan stroke.

b. Diabetes

Penderita diabetes memiliki risiko tiga kali lipat terkena stroke dan

mencapai tingkat tertinggi pada usia 50-60 tahun. Setelah itu, risiko

tersebut akan menurun. Namun, ada faktor penyebab lain yang dapat

memperbesar risiko stroke karena sekitar 40 persen penderita diabetes

pada umumnya juga mengidap hipertensi.

c. Kadar kolesterol darah

Penelitian menunjukkan bahwa makanan kaya lemak jenuh dan

kolesterol seperti daging, telur, dan produk susu dapat meningkatkan kadar

kolesterol dalam tubuh dan berpengaruh pada risiko aterosklerosis dan

penebalan pembuluh. Kadar kolesterol di bawah 200 mg/dl dianggap

aman, sedangkan di atas 240 mg/dl sudah berbahaya dan menempatkan

seseorang pada risiko terkena penyakit jantung dan stroke.

Memperbaiki tingkat kolesterol dengan menu makan yang sehat

dan olahraga yang teratur dapat menurunkan risiko aterosklerosis dan

stroke. Dalam kasus tertentu, dokter dapat memberikan obat untuk

menurunkan kolesterol.

52
e. Merokok

Merokok merupakan faktor risiko stroke yang sebenarnya paling

mudah diubah. Perokok berat menghadapi risiko lebih besar dibandingkan

perokok ringan. Merokok hampir melipatgandakan risiko stroke iskemik,

terlepas dari faktor risiko yang lain, dan dapat juga meningkatkan risiko

subaraknoid hemoragik hingga 3,5 persen. Merokok adalah penyebab

nyata kejadian stroke, yang lebih banyak terjadi pada usia dewasa muda

ketimbang usia tengah baya atau lebih tua. Sesungguhnya, risiko stroke

menurun dengan seketika setelah berhenti merokok dan terlihat jelas dalam

periode 2-4 tahun setelah berhenti merokok. Perlu diketahui bahwa

merokok memicu produksi fibrinogen (faktor penggumpal darah) lebih

banyak sehingga merangsang timbulnya aterosklerosis. Pada pasien

perokok, kerusakan yang diakibatkan stroke jauh lebih parah karena

dinding bagian dalam (endothelial) pada sistem pembuluh darah otak

(serebrovaskular) biasanya sudah menjadi lemah. Ini menyebabkan

kerusakan yang lebih besar lagi pada otak sebagai akibat bila terjadi stroke

tahap kedua.

f. Alkohol berlebih

Secara umum, peningkatan konsumsi alkohol meningkatkan

tekanan darah sehingga memperbesar risiko stroke, baik yang iskemik

maupun hemoragik. Tetapi, konsumsi alkohol yang tidak berlebihan dapat

mengurangi daya penggumpalan platelet dalam darah, seperti halnya asnirin.

53
Dengan demikian, konsumsi alkohol yang cukup justru dianggap dapat

melindungi tubuh dari bahaya stroke iskemik.

g. Obat-obatan terlarang

Penggunaan obat-obatan terlarang seperti kokain dan senyawa

olahannya dapat menyebabkan stroke, di samping memicu faktor risiko

yang lain seperti hipertensi, penyakit jantung, dan penyakit pembuluh darah.

Kokain juga meyebabkan gangguan denyut jantung (arrythmias) atau denyut

jantung jadi lebih cepat. Masing-masing menyebabkan pembentukan

gumpalan darah.

h. Cedera kepala dan leher

Cedera pada kepala atau cedera otak traumatik dapat menyebabkan

pendarahan di dalam otak dan menyebabkan kerusakan yang sama seperti

pada stroke hemoragik. Cedera pada leher, bila terkait dengan robeknya

tulang punggung atau pembuluh karotid akibat peregangan atau pemutaran

leher secara berlebihan atau adanya tekanan pada pembuluh merupakan

penyebab stroke yang cukup berperan, terutama pada orang dewasa usia

muda.

i. Infeksi

Infeksi virus maupun bakteri dapat bergabung dengan faktor risiko

lain dan membentuk risiko terjadinya stroke. Secara alami, sistem kekebalan

tubuh biasanya melakukan perlawananan terhadap infeksi dalam bentuk

meningkatkan peradangan dan sifat penangkalan infeksi pada darah.

Sayangnya, reaksi kekebalan ini juga meningkatkan faktor penggumpalan

54
dalam darah yang memicu risiko stroke embolik-iskemik ( Yuli Saraswati,

2008 ).

F. Penatalaksanaan Stroke

a. Stroke embolik dapat diterapi dengan antikoagulan

b. Stroke hemoragik diobati dengan penekanan pada penghentian perdarahan dan

pencegahan kekambuhan mungkin diperlukan tindakan bedah.

c. Semua stroke diterapi dengan tirah baring dan penurunan rangsangan

eksternal/untuk mengurangi kebutuhan oksigen serebrum, dapat dilakukan

tindakan-tindakan untuk menurunkan tekanan dan edema intraktanium.

Penyakit stroke berhubungan dengan jenis makanan yang dikonsumsi sehari-

hari. Walaupun sebagian orang merasa khawatir akan kadar kolesterol penderita,

namun permasalahan utama yang dihadapi seseorang dengan cacat jasmaniah adalah

peningkatan berat badan akibat kurang gerak. Disini terjadi suatu lingkaran setan,

dimana kenaikan berat badan membuat penderita akan semakin tidak dapat bergerak

dan menaikkan berat badan lagi akan membuat penderita semakin tidak dapat bergerak

lagi dan seterusnya ( Utami P, 2009 ). Adapun jenis penerapan diet penyakit stroke

dengan memilih bahan makanan sebagai berikut :

Adapun bahan makanan yang dianjurkan adalah :

Sumber Karbohidrat : beras, kentang, ubi, singkong, terigu, hunkwe, tapioca, sagu,

gula, madu, serta produk olahan yang dibuat tanpa garam

dapur, soda/baking powder, seperti macaroni, mi, bihun, roti,

biskuit dan kue kering.

55
Sumber Protein hewani :daging sapid an ayam tak berlemak, ikan, telur ayam, susu

skim, dan susu penuh dalam jumlah terbatas.

Sumber protein nabati : semua kacang-kacangan dan produk olahan yang dibuat

dengan garam dapur, dalam jumlah terbatas.

Sayuran : sayuran berserat sedang dimasak, seperti bayam, kangkung,

kacang panjang, labu siam, tomat, taoge, dan wortel.

Buah-buahan : buah segar, dibuat jus atau disetup, seperti pisang, papaya,

jeruk, mangga, nanas, dan jambu biji (tanpa bahan pengawet)

Sumber lemak : minyak jagung dan minyak kedelai, margarine dan mentega

tanpa garam yang digunakan untuk menumis atau setup,

santan encer.

Minuman : teh, kopi, cokelat dalam jumlah terbatas, dan encer susu skim

dan sirup.

Bumbu-bumbu : bumbu yang tidak tajam, seperti garam (terbatas), gula,

bawang merah, bawang putih, jahe, laos, asem, kayu manis

dan pala.

Adapun makanan yang tidak dianjurkan adalah :

Sumber Karbohidrat : produk olahan yang dibuat dengan garam dapur,

soda/baking powder, kue-kue yang terlalu manis dan gurih.

Sumber protein hewani : daging sapid an ayam berlemak, jerohan, otak, hati, ikan

banyak duri, susu penuh, keju, es krim, dan produk olahan

protein hewani yang diawet seperti daging asap, ham,

bacon, dendeng, dan kornet.

56
Sumber protein nabati : pindakas dan semua produk olahan kacang-kacangan yang

diawet dengan garam natrium atau digoreng.

Sayuran : Sayuran yang menimbulkan gas, seperti sawi, kol, kembang

kol, dan lobak, sayuran yang berserat tinggi, seperti daun

singkong, daun katuk, daun melinjo, dan pare, sayuran

mentah.

Buah-buahan : buah yang menimbulkan gas, seperti nangka dan durian,

buah yang diawet dengan natrium, seperti buah kaleng dan

asinan.

Sumber lemak : minyak kelapa dan minyak kelapa sawit, margarine dan

mentega biasa, santan kental, krim, dan produk gorengan.

Minuman : teh, kopi, coklat dalam jumlah terbatas, dan kental

minuman bersoda dan alkohol.

Bumbu-bumbu : bumbu yang tajam, seperti cabe, merica dan cuka.

6. CKD

1. Definisi CKD (Chronic Kidney Disease)

Gagal ginjal kronik (GGK) adalah gangguan fungsi ginjal yang menahun

bersifat progresif dan irreversibel. Dimana kemampuan tubuh gagal untuk

memepertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit,

meyenebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah). (KMB,

Vol 2 hal,1448).

57
Penyakit gagal ginjal kronis bersifat progresif dan irreversible dimana terjadi

uremia karena kegagalan tubuh untuk mempertahankan metabolisme dan

keseimbangan cairan serta elektrolit. Gagal ginjal kronik (GGK) biasanya akibat akhir

ini dari kehilangan fungsi ginjal lanjut secara bertahap. (DOENGES, 1999).

2. Etiologi CKD

Penyebab dari gagal ginjak krinik antara lain:

a. Infeksi saluran kemih.

b. Penyakit peradangan

c. Penyakit vaskuler hipertensif.

d. Gangguan jaringan penyambung.

e. Penyakit kongential dan herediter ( penyakit gagal hinjal polikistik, asidosisi

tubulus ginjal).

f. Penyakit metabolik

g. Nefrofatik toksik

h. Nefropatik obstruktif (batu saluran kemih). (price&wilson,1994)

3. Patofisiologi CKD

Perjalanan umum gagal ginjal oprogresif dapat dibagai menjadi 3 stadium yaitu:

a. Stadium 1 (penurunan cadangan ginjal) yang ditandai dengan kreatinin serum dan

kadar BUN normal dan asimtomatik

b. Stadium 2 ( insufisiensi ginjal) yang ditandai dengan lebih dari 75% jaringan yang

berfungsi telah rusak. Pada tahap ini BUN mulai meningkat diatas normal, kadar

58
kreatinin serum mulai meningkat melebihi kadar normal, azotemia ringan, timbul

nokturia dan poluri.

c. Stadium 3 (gagal ginjal stadium akhir) timbul apabila 90% massa nefron telah

hancur, nilai glomerulo filtration rate 10% dari normal, kreatininn klirens 5-10 ml

per menit atau kurang.pada tahap ini kreatinin serum, kadar blod ureum nitrogen

meningkat sangat mencolok dan timbul oliguri. ( Price,1992).

4. Manifestasi Klinis CKD

Gejala dan tanda yang dapat ditemukan pada pasien yang mengalami gagal

ginjal kronis menurut Suparman (1990) terdiri atas:

a. Hematologik

Anemia , normokorom, gangguan fungsi trombosit, trombositpenia, gangguan

lekosit.

b. Gastrointestinal

1) Anoreksia, nausea dan vomitus yang berhubungan dengan uremia (gejala akibat

tertimbunnya zat-zat toksin dalam tubuh).

2) Faktor uremia disebabkan oleh ureumberlebihan pada air liur diubah oleh bakteri

dimulut menjadi amonia sehingga napas berbau amonia.

3) Gastritis erosif, ulkus peptikum, dan colitis uremik.

c. Syaraf dan otot

1) Miopati

2) Kelemahan dan hipertrofi otot-otot terutama otot-otot ekstrimitas proksial

59
3) Enseflopati metabolik, rasa semutan dan seperti terbakar, terutama ditelapak

kaki

4) Burning feet syndrome , pasien merasa pegal pada kakinya sehingga selalu

digerakan.

d. Kulit

1) Kulit berwarna pucat akibat anemia dan kekuning-kuningan akibat penimbunan

ukrokrom. Gatal-gatal dengan eksoriasi akibat toksin uremik dan pengendapan

kalsium dipori-pori kulit.

2) Echymosis akibat gangguan hematologis

3) Urea fost akibat krostalisasiurea yang ada pada keringat

4) Bekas garukan karena gatal.

e. Kordiovaskuler

1) Hipertensi akibat penimbunan cairan dan garam akibat peningkatan aktivitas

sistem renin-angiotensi-aldostron.

2) Nyeri dada dan sesak nafas

3) Gangguan irama jantung

4) Edema akibat penimbunan cairan

f. Endokrin

Gangguan toleransi glukosa, gangguan metabolisme lemak, gangguan seksual,

lipido, fertilitas dan ereksi menurun pada laki-laki, gangguan metabolisme vitamin

D.

60
g. Gangguan sistem lain

h. Pertumbuhan pada anak yang biasa terhambat.

5. Faktor Resiko CKD

Faktor resiko penyakit ginjal kronik yaitu pasien dengan diabetes militus atau

hipertensi, obesitas atau perokok, berumur lebih dar 50 tahun.penatalaksanaan

penyakit gagal ginjal kronik meliputi:

a. Terapi spesifik terhadap penyakit dasarnya.

b. Pencegahan dan terapi terhadap kondisi komorbid

c. Memperlambat perburukan fungsi ginjal

d. Pencegahn dan terapi terhadap penyakit kardioavaskular

e. Terapi pengganti ginjal berupa dialysis

6. Bahan Makanan Yang Dianjurkan

Adapun bahan makanan yang dianjurkan yaitu sebagai berikut:

a. Karbohidrat : nasi, bihun, jagung, kentang, makaroni, mie, tepung- tepungan

singkong, ubi selai, madu dan permen.

b. Sumber protein : telur, daging ayam , susu, ikan dan susu

c. Sumber lemak :minyak jagung, kacang tanah, minyak kelapa sawit, minyak

kedelai, margarin, dan mentega rendah garam

d. Sumber vitamin dan mineral : semua sayuran dan buah yang segar kecuali pasien

dengan hiperkalemia.

7. Bahan Makanan Yang Tidak Dianjukan

61
Adapun bahan makanan yang tidak dianjurkan yaitu sebagai berikut:

a. Sumber protein kacang-kacangandan hasil olahannya seperti tahu dan tempe.

b. Sumber lemak seperti kelapa, santan minyak kelapa, margarin, mentega bisa dan

lemak nhewani.

c. Sayuran dan buah tinggi kalium pada pasien dengan hiperkalemia.

7. Hipertensi

1. Pengertian Penyakit Hipertensi

Tekanan darah adalah kekuatan yang diperlukan agar darah dapat mengalir di

dalam pembuluh darah dan beredar mencapai semua jaringan tubuh manusia. Darah

yang beredar keseluruh tubuh berfungsi sebagai media pengangkut oksigen serta zat-

zat lain yang diperlukan bagi kehidupan sel-sel tubuh. Darah juga berfungsi sebagai

sarana pengangkut sisa hasil metabolisme yang tidak berguna lagi dari jaringan

tubuh.

2. Penyebab Hipertensi

Penyebab hipertensi merupakan interaksi bermacam-macam faktor seperti

yang dilukiskan oleh Page dengan mosaic theory (Pickering, 1974). Masing-masing

faktor tersebut tidak sama kuatnya untuk dapat menimbulkan hipertensi pada

individu tertentu. Faktor-faktor tersebut antara lain :

a. Faktor Keturunan

Dari data statistic terbukti bahwa seseorang akan memiliki kemungkinan lebih

besar untuk mendapatkan hipertensi jika orang tuanya penderita hipertensi.

62
b. Ciri Perseorangan

Ciri perseorangan yang mempengaruhi timbulnya hipertensi adalah umur, jenis

kelamin, dan ras. Umur yang bertambah akan menyebabkan terjadinya kenaikan

tekanan darah. Tekana darah pria umumnya lebih tinggi dibandingkan wanita.

c. Kebiasaan Hidup

Kebiasaan hidup yang sering menyebabkan timbulnya hipertensi adalah konsumsi

garam yang tinggi, kegemukan atau makan berlebihan, stress dan pengaruh lain.

1) Konsumsi garam yang tinggi

Data statistik ternyata dapat diketahui bahwa hipertensi jarang diderita oleh suku

bangsa atau penduduk dengan konsumsi garam yang rendah. Dunia kedokteran

juga telah membuktikan bahwa pembatasan konsumsi garam dapat menurunkan

tekanan darah dan pengeluaran garam (natrium) oleh obat diuretic (pelancar

kencing) akan menurunkan tekanan darah lebih lanjut.

2) Kegemukan atau makan berlebihan

Dari penelitian kesehatan yang banyak dilaksanakan, terbukti bahwa ada

hubungan antara kegemukan atau obesitas dan hipertensi. Meskipun mekanisme

bagaimana kegemukan menimbulkan hipertensi belum jelas tetapi sudah terbukti

penurunan berat badan dapat menurunkan tekanan darah.

3) Stress atau ketegangan jiwa

Stress atau tegangan jiwa (rasa tertekan, murung, rasa marah, dendam, rasa takut,

rasa bersalah) dapat merangsang kelenjar anak ginjal melepaskan hormone

adrenalin dan memacu jantung berdenyut lebih cepat serta lebih kuat sehingga

tekanan darah akan meningkat. Jika stress berlangsung cukup lama, tubuh akan

63
berusaha mengadakan penyesuaian sehingga timbul kelainan organis atau

perubahan patologis (Dr. Hans Selye: General Adaptation Syndrom, 1957).

4) Pengaruh lain

Pengaruh lain yang dapat menyebabkan naiknya tekanan darah adalah sebagai

berikut:

a) Merokok, karena merangsang system adrenergik dan meningkatkan tekanan

darah

b) Minum alcohol

c) Minum obat-obatan, misal, Ephedrin, Prednisol, Epinefrin.

3. Faktor Risiko Hipertensi

Faktor-faktor hipertensi yang dapat dikontrol dan tidak tidak dapat dikontrol :

a. Faktor yang dapat dikontrol :

- Kegemukan (obesitas)

- Kurang orahraga

- Konsumsi garam berlebihan

- Merokok dan konsumsi alcohol

- Stress

b. Faktor yang tidak dapat dikontrol :

- Keturunan

- Jenis Kelamin

- Umur

64
4. Gejala Hipertensi

Pada beberapa hipertensi tekanan darah meningkat dengan cepat sehingga

tekanan diastole menjadi lebih besar dari 140 mmHg (hipertensi malignan). Gejala

yang sering muncul adalah pusing, sakit kepala, serasa akan pingsan, tinnitus

(terdengar suara mendengung dalam telinga) dan penglihatan menjadi kabur

(Suiraoka, 2012).

5. Pola Konsumsi

Pola makan yang baik dan benar dapat membantu menurunkan tekanan

darah dan mempertahankannya. Makanan sehat , dibarengi berat badan terkontrol

dan aktifitas fisik merupak faktor pengendali tekanan darah.Untuk

mengendalikan hipertensi, penting kalau kita membatas asupan natrium dalam

makanan, mengurangi makanan berlemak. Untuk lebih jelasnya ada beberapa zat

gizi yang memicu terjadinya hipertensi. Asupan nutrisi yang utama sebagai

pemicu terjadinya hipertensi. seperti :

a. Natrium

Asupan natrium yang berlebihan,terutama dalam bentuk natrium klorida,

dapat menyebabkan gangguan keseimbangan cairan tubuh sehingga

menyebabkan edema atau acites dan hipertensi. Makanan sehari–hari

biasanya cukup mengandung natrium yang dibutuhkan sehingga tidak ada

penetapan kebutuhan natrium sehari. WHO (1990) menganjurkan pembatasan

konsumsi garam dapur hingga 6 gr sehari (Ekivalen dengan 2400 mg

natrium).

65
b. Serat

Tekanan darah tinggi terutama disebabkan penyempitan pembuluh darah.

Penyempitan ini terutama disebabkan oleh penimbunan kolesterol pada

dinding pembuluh darah.Konsumsi lemak jenuh dapat menimbulkan

terjadinya hipertensi sedangkan serat pangan yang larut air dapat menurunkan

kolesterol darah. Serat pangan yang baik untuk mengatasi tekanan darah

tinggi ialah serat larut (disselve fibre) yang dapat diperoleh dari buah–buahan

dan sayuran ( Astawan,Made dan Tutik, 2004 ).

c. Lemak

Dalam proses merabolisme bahan makanan yang mengandung lemak akan

dijadikan emulsi di dalam lambung. Akibat adanya gerakan mekanis lambung

sehingga konsumsi lemak yang tinggi menyebabkan peningkatan kolesterol

dalam darah ini mengakibatkan aliran darah ke otak menjadi terhambat dan

menjadi hipertensi. Konsumsi lemak yang tak jenuh akan maksimal pada

kondisi asam dan berkurang pada kondisi basa. Kenaikan derajat keasaman

akan menyebabkan ionisasi gugus hidroksil dan karboksil dari asam empedu

sehingga menjadikan lebih mudah diserap oleh darah ke otak.

6. Pencegahan dan Pengobatan

Pengobatan hipertensi baik hipertensi esensial (primer) maupun hipertensi

sekunder penting dilakukan. Hipertensi esensial memang belum ada obatnya yang

tepat. Akan tetapi kombinasi antara obat-obatan dengan diit, dan gaya hidup yang

baik akan meringankan keadaan sehingga tidak menjadi lebih parah. Sedangkan

66
penanggulangan secara non medikamentosa (bukan dengan obat) mencakup

perubahan cara hidup. (Hull,Alison,1993 )

Pada pengobatan hipertensi sekunder, harus ditekankan pada upaya

menghilangkan penyebab dan pemicunya terlebih dahulu. Terdapat 4 dasar

pengobatan hipertensi, yaitu :

a. Terapi diit

Gizi merupakan salah satu faktor penting untuk menyembuhkan penyakit.

Kebutuhan zat–zat gizi harus dirancang sedemikian rupa sehingga kebutuhan

zat–zat gizi harus terpenuhi dan mencegah terjadinya kekurangan gizi secara

umum atau kekurangan salah satu zat gizi yang harus dapat memperbaiki

keadaan pasien dan memperpanjang masa penyembuhan.

b. Latihan Fisik

Latihan fisik yang baik untuk penderita hipertensi adalah gerak jalan karena

gerak jalan seluruh aliran darah akan berfungsi dengan baik, demikian halnya

dengan fungsi jantung dan dapat pula mengurangi stress (Rab Tabrani, 1993).

c. Obat Anti Hipertensi

Tujuan pengobatan hipertensi tidak hanya menurunkan tekanan darah saja, tetapi

juga mengurangi dan mencegah komplikasi akibat hipertensi agar penderita

dapat bertambah kuat. Pengobatan hipertensi umumnya perlu dilakukan seumur

hidup penderita. Bila tekanan darah tidak dapat diturunkan dalam satu bulan,

dosis obat dapat disesuaikan sampai dosis maksimal atau menambahkan obat

golongan lain atau mengganti obat pertama dengan obat golongan lain.

67
Penurunan dosis obat dapat dilakukan pada golongan hipertensi ringan yang

sudah terkontrol dengan baik selama satu tahun.

B. Deskripsi Kasus Harian dan Kasus Lanjut

A. Studi Kasus Harian

Studi kasus harian merupakan salah satu kompetensi yang harus dicapai dalam PKL

Asuhan Gizi Klinik yang meliputi kegiatan skrining gizi, pengkajian gizi dan monitoring

dari pasien baru. Pengkajian gizi meliputi data antropometri, data biokimia, data fisik dan

klinis pasien, data dietery pasien dan data personal pasien lainnya. Setiap mahasiswa

melakukan pengkajian gizi minimal 11 kasus baik komplikasi maupun tidak komplikasi.

Mahasiswa melakukan pengkajian gizi menggunakan form pengkajian dewasa untuk

pasien dewasa dan pengkajian anak untuk pasien anak. Saat melakukan pengkajian,

mahasiswa juga memonitoring asupan pasien dalam sehari. Adapun uraian kegiatan

pengkajian yang dilaksanakan dapat dilihat pada tabel berikut ini :

68
Tabel 4
Kegiatan Studi Kasus Harian
No. Nama Mahasiswa Inisial Pasien Diagnosa Diet

K.A.T KDS + GEA TKTP + Rendah Serat


S.U CKD + HT Rendah Protein + RG I
1
I.D.P.A Vertigo + HT R.G II
W.W CHF TKTP
I.W.J Febris + Anemia + TKTP
Low Intake
Ni Kadek Resita Mayuni S.Y PPOK TKTP
N.P DHF + Febris TKTP
K.S ASF + HT R.G II
A.P BBB + Sponylosis Pasca Bedah IV
Lumbalis
N.O BBB + BPH + Kista Pasca Bedah IV
Ginjal
D.K.R Hemoroid GR III Rendah Sisa II
D.A PJK Diet Jantung IV + GR I
K.D Hepatitis Diet Hati III + GR I
K.P CKD + HD Dialisis I + GR I
K.K.W GEA + DRS TKTP + Rendah serat
Kadek Dita Lucyandthyka A L.P HT GR III
N.S Anemia + Gastritis Diet Lambung II
2 S.D DHF GR I Makanan biasa
N.G Obesitas + Fraktur TKTP
N.M BPH + BBB Diet Pasca bedah IV +
TKTP
M.S DM + DF Diet DM 1900 kkal
W.S HM Diet Lambung II
W.P DM + CKD + HT DM + RP + RG II
W.N HT RG III
K.K Anemia + HT RG III + TKTP
Luh Putu NoviProyatni I.B.N DM + DF DM 2000 kkal
3 W.B Apendiksitis Prabedah IV
I.W.S Prostat PrabedahIV
W.D.E Anemia aplastik TKTP

69
N.S Hipertyroid Prabedah IV
N.M CHF Diet Jantung III
A.K DHF GR I Makanan lunak
D.S.W Diare Akut Rendah serat

I.D.A.P Tumor colon Diet prabedah


A.A.I.R Tumor adomen + Diet prabedah
low intake
I Putu Cipta Pebriawan I.N.U CHF Diet jantung II + RG II
4 I.N.D DM + DF Diet DM 1900 kkal
I.M.A DHF TKTP Makanan lunak
I.K.L CF.Angkel + Diet DM 1900 kkal
DH+CH +CHF
I.N.S Hipertensi Diet RG II
N.K.S Colic Abdomen + Makanan lunak
Suspect ISK
W.R CPCD + TB Paru Diet Jantung III + RG
III
P.E.S Obs.Vomiting+ TKTP
Dehidrasi sedang
N.K.S.N HM+ Susp.Gastristis Diet Sisa Rendah II
W.A DHF GR I Makanan lunak
N.D Anemia Makanan lunak
T.Z DM DM 1900 kkal
5 Ni Kadek Puspa Diana K.A.A Dispepsia Diet Lambung III
W.M Hepatitis Diet Hati III
W.T Hipoglikemi DM 1900 kkal
N.G.S Ikterus Diet Hati II
W.S Low intake + Suspek Diet TKTP
B.24
K.R SNH Stroke II C
K.I Fraktur metacural III Makanan biasa
G.S.D Bronkitis Makanan lunak
D.E Anemia Aplastik TKTP
N.W.J Dyspea CH Diet Hati II + RG
I.W.S HT + Gastristis + RG
6 Desak Ayu Santiari Dewi CKD
K.S CKD + Anemia Diet RP 40 gr
K Anemia + HT + DM Diet DM I 1900 kkal
N.K.S Febris + Sups DHF Makanan lunak
IDW Dyspepsia + Intake TKTP
I.S Febris + DHF Makanan lunak
70
IBN DM + DF DM 1900 kkal
P.W Op.phalank Makanan biasa
P.N KDS TKTP

Pengkajian gizi atau skrining gizi merupakan kegiatan mengumpulkan,

mengintegrasikan, dan menganalisis data untuk identifikasi masalah gizi yang terkait

dengan aspek asupan zat gizi dan makanan, fisik, klinis, perilaku, lingkungan, serta

penyebabnya. Pengkajian gizi dilakukan sekali dalam 1 sampai 2 minggu untuk

mencegah terjadinya keadaan gizi salah. Hal yang perlu menjadi perhatian dalam skrining

gizi, yaitu ada tidaknya riwayat perubahan berat badan yang berarti. Metode yang

digunakan dalam skrining gizi, antara lain wawancara dengan pasien atau keluarga

pasien, pengamatan langsung, dan pencatatan dari catatan rekam medik pasien.

Kegiatan pengkajian dilakukan selama mahasiswa bertugas di ruangan masing –

masing setiap ruangan mahasiswa melakukan pengkajian pasien. Dari kegiatan

pengkajian gizi yang dilakukan maka diketahui data – data penunjang penyakit pasien

mulai dari data antropometri, fisik dan klinis, laboratorium serta riwayat makan pasien

sebelum pasien MRS yang dapat mendukung penyakit pasien terkait zat gizi.

Selama melakukan PKL AGK mahasiswa Jurusan Gizi Poltekkes Denpasar

melakukan asuhan gizi sehari sebanyak 11 pasien. Masing – masing pasien akan

dilakukan asuhan gizi mulai dari pengkajian, diagnosa, intervensi dan rencana monitoring

serta dilihat tingkat penerimaan makanan pasien di rumah sakit sehingga dapat diketahui

tingkat asupan pasien.

1. Studi Kasus Lanjut

71
Studi kasus lanjut yaitu merupakan kegiatan pelayanan gizi yang dilaksanakan kepada

satu orang pasien untuk setiap mahasiswa mulai dari kegiatan screening, pengkajian,

intervensi, monitoring dan evaluasi. Adapun deskripsi dari studi kasus lanjut yaitu:

Tabel 5
Hasil Kegiatan Studi Kasus Lanjut
Asupan
No Nama Mahasiswa Pasien Diagnosa Jenis Diet Sebelum Sesudah
intervensi Intervensi
1 Ni Kadek Resita Mayuni I.N.D DM + DF DM 2300 Energi : 80,6% Energi : 90,4%
kkal Protein : 106 % Protein : 90,4 %
Lemak : 92,7 % Lemak : 92,8 %
KH : 88% KH : 90%
2 Ni Kadek Dita Lucyanthyka H Combustio Luka Energi : 79,68% Energi : 81,87%
Gr II Bakar IV Protein : 93,52 % Protein : 97,10%
Lemak : 112,4 % Lemak : 81,82 %
KH : 80,52% KH : 81,27%

3 Luh Putu Novi Priyatni P.S SH + HT Stroke II + Energi : 45,98% Energi : 47,26%
RG II Protein : 64,93% Protein : 57,29%
Lemak : 65,84% Lemak : 45,2%
KH : 26,99% KH : 57,76%
4 I Putu Cipta Pebriawan I.W.S CKD +HD Dialisis I Energi : 5,4% Energi : 35,20%
+ GR III Protein : 6,4% Protein : 37,01%
Lemak : 6,22% Lemak : 30,40%
KH : 4,7% KH : 35,1%
5 Ni Kadek Puspa Diana N.R CHF+CKD Jantung III Energi : 91,61% Energi : 76,37%
+RG + RP Protein : 129,8% Protein : 90,02%
Lemak : 155,5% Lemak : 77,6%

72
KH : 62,43% KH : 73,00%
6 Desak Ayu Santiari Dewi N.S CKD + HT RP + RG Energi : 49,88% Energi : 70,04%
Protein : 103,65% Protein : 121,85%
Lemak : 33,6% Lemak : 64,14%
KH : 51,17% KH : 65,81%
Selain studi kasus harian, kegiatan PKL AGK di RSUD Klungkung lainnya adalah

melakukan kegiatan studi kasus lanjut. Setiap mahasiswa mendapat satu studi kasus lanjut.

Studi kasus lanjut ini dilakukan intervensi selama 3 hari berturut – turut. Selama 3 hari

perkembangan pasien selalu diikuti baik dari segi antropometri, fisik dan klinis,

laboratorium dan asupan pasien. Dalam intervensi diet yang paling penting yaitu asupan

makanan pasien, sehingga mampu memenuhi kebutuhan gizi pasien dan mampu membantu

penyembuhan pasien.

Dari kasus lanjut yang telah dilakukan intervensi, semua kasus mengalami

peningkatan asupan zat gizi makro, tetapi ada dalam batas normal ataupun masih dalam

batas kurang dengan alasan tertentu seperti gangguan gastrointestinal. Dengan persentase

pasien yang mengalami kenaikan energi sebanyak 5 pasien (83%), kenaikan protein 3 orang

(50%), lemak 4 orang (66,6%) dan semua pasien mengalami kenaikan asupan karbohidrat

yaitu 6 orang (100%)

C. Hasil dan Pembahasan Pelayanan Gizi Kasus

Kegiatan Praktek Kerja Lapangan (PKL) AGK di RSUD Klungkung terdiri dari

kegiatan AGK di rawat inap dan dirawat jalan. Semua kegiatan yang dilakukan di RSUD

Klungkung selalu berada di bawah bimbingan CI ( Pembimbing Lapangan). Dalam PKL

AGK ini harus memenuhi beberapa kompetensi yaitu seperti

 Melakukan penapisan gizi pada pasien secara individu

73
 Melakukan pengkajian gizi pasien tanpa komplikasi

 Membantu dalam pengkajian gizi pasien dengan komplikasi

 Melaksanakan asuhan gizi untuk pasien sesuai kondisi klinis, biokimia, sosial budaya,

dan kepercayaan dari berbagai golongan umur

 Melakukan monitoring dan evaluasi intervensi gizi pasien dan tindak lanjut

 Mendidik pasien dalam rangka promosi kesehatan, pencegahan penyakit dan terapi

gizi untuk kondisi tanpa komplikasi

 Berpenampilan sesuai dengan kode etik profesi gizi

 Merujuk pasien kepada ahli lain pada saat situasi berada di luar kompetensinya

 Menggunakan teknologi terbaru dalam kegiatan informasi dan komunikasi

 Berpartisipasi dalam konferensi tim kesehatan untuk mendiskusikan terapi dan

rencana pemulangan pasien

 Mendokumentasikan kegiatan pelayanan gizi

Kegiatan skrinning dilakukan untuk setiap pasien baru yang ada di ruangan.

Skrinning yang dilakukan berupa menimbang berat badan, mengukur tinggi badan pasien,

mengukur LILA, mengukur tinggi lutut pasien, mencatat nilai biokimia pasien, mencatat

pemeriksaan fisik/klinis pasien, mengetahui pola makan pasien menggunakan form SQ-

FFQ, mengetahui asupan makan oral di rumah dan di rumah sakit, mengetahui pantangan

makan dan alergi makanan pasien, dan mengetahui suplemen gizi yang dikonsumsi pasien.

Apabila berat badan tidak dapat ditimbang, maka digunakan LILA untuk mengetahui berat

badan estimasi pasien. Tinggi badan pasien diketahui dengan mengukur tinggi lutut untuk

74
mengetahui estimasi TB pasien. Skrining pasien baru dilakukan dengan menggunakan form

skirining dan form SGA yang telah disediakan sebelumnya.

Dari melakukan skrining tersebut, maka diketahui beberapa terkait zat gizi, dan dari

data tersebut dapat disusun asuhan gizi sehari. Dimana masing – masing mahasiswa wajib

melakukan asuhan gizi sehari sebanyak minimal 11 kasus harian. Mahasiswa Jurusan gizi

yang telah melakukan asuhan gizi sehari, telah melakukan pengkajian, menyusun diagnose,

menyusun intervensi diet sampai pada menyusun rencana monitoring evaluasi pada pasien

kasus lanjut tersebut. Selain kasus harian, mahasiswa melakukan penyusunan asuhan gizi

pada kasus lanjut yang dilakukan intervensi selama 3 hari berturut – turut. Mahasiswa

melakukan intervensi pada pemberian diet yang sesuai dengan kebutuhan dan kondisi

penyakit pasien saat ini dengan menyiapkan makanan yang akan diberikan, sampai pada

menganalisis persentase makanan yang dihabiskan oleh pasien dengan menggunakan

metode comstock, sehingga diketahui pesentase asupan makan pasien dan dapat

dibandingkan persentase asupan pasien sebelum dan sesudah intervesi dan dari hal tersebut

dapat dinilai tingkat keberhasilan intervensi diet yang dilakukan. Dengan persentase pasien

yang mengalami kenaikan energi sebanyak 5 pasien dengan persentase 83%, kenaikan

protein 3 orang dengan persentase 50%, lemak 4 orang dengan persentase 66,6% dan

semua pasien mengalam kenaikan asupan karbohidrat yaitu 6 orang yaitu 100%

Selain melakukan intervensi pada kasus harian dan kasus lanjut yang merupakan

pasien rawat inap, mahasiswa juga melakukan promosi kesehatan melalui penyuluhan dan

konseling. Di RSUD Klungkung masing – masing mahasiswa melakukan konseling gizi

pada 3 kasus rawat inap dan 2 kasus jalan. Dari konseling gizi yang telah dilakukan,

mahasiswa menggunakan media leaflet. Pada pasien rawat inap, konseling dilakukan di

75
masing – masing kamar perawatan pasien, sedangkan pada konseling rawat jalan dilakukan

di poliklinik anak dan poliklinik penyakit dalam. Selain konseling, mahasiswa juga

melakukan promosi kesehatan melalui kegiatan penyuluhan. Penyuluhan yang telah

dilakukan di RSUD Klungkung yaitu dengan topik diet pada penyakit hemoroid yang

dilaksanakan di Ruang A, diet pada penyakit CKD dilakukan di Ruang F dan gizi seimbang

pada anak dilakukan di Poliklinik Anak. Semua kegiatan penyuluhan yang dilakukan

didokumentasikan dalam bentuk laporan, dan dalam proses penyuluhan selalu didampingi

oleh tim PKRS RSUD Klungkung, tim PPI, dan Ahli gizi ruangan yang bersangkutan.

Mahasiwa yang melakukan PKL AGK selama melakukan praktek tersebut selalu

berpedoman pada etika profesi sehingga mampu memberikan kesan positif pada seluruh

profesi yang ada di rumah sakit sehingga mampu memberikan pelayanan kesehatan secara

bersama – sama.

76
BAB III

SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil dan pembahasan, kesimpulan yang kami peroleh antara lain :

1. Kegiatan AGK di RSUD Klungkung terdiri dari kegiatan AGK rawat jalan dan AGK

rawat inap. Kegiatan MAGK rawat inap mencakup beberapa kegiatan diantaranya yaitu

kegiatan screening, pengkajian pasien, monitoring konsumsi pasien, kegiatan studi

kasus harian serta lanjut, penyuluhan dan konseling pada pasien diruangan. Sedangkan

kegiatan AGK rawat jalan terdiri dari konsultasi gizi.

2. Masing – masing mahasiswa minimal melakukan asuhan gizi harian sebanyak 11 kasus

dan kasus lanjut yang di intervensi selama 3 hari sebanyak 1 kasus

3. Rata – rata asupan makan pasien yang dilakukan intervensi selama 3 hari mengalami

peningkatan dibandingkan dengan sebelum dilakukan intervensi tetapi ada dalam batas

normal maupun masih dalam kategori kurang dengan persentase pasien yang mengalami

kenaikan energi sebanyak 5 pasien (83%), kenaikan protein 3 orang (50%), lemak 4

orang (66,6%) dan semua pasien mengalam kenaikan asupan karbohidrat yaitu 6 orang

(100%)

77
4. Mahasiswa melakukan promosi kesehatan melalui pelaksanaan konseling rawat inap

dan konseling rawat jalan serta melakukan penyuluhan kesehatan dengan tema diet pada

penyakit hemoroid di Ruang A, diet penyakit CKD di Ruang F dan gizi seimbang bayi

dan balita di poliklinik Anak

5. Dalam melakukan PKL AGK mahasiswa selalu berpedoman pada etika profesi yang

telah ditetapkan.

B. Saran

Adapun beberapa saran yang disampaikan untuk meningkatkan kinerja Instalasi Gizi

di RSUD Klungkung yaitu:

1. Perlu adanya pengembangan pelayanan rawat jalan yaitu poli gizi dan ahli gizi

maupun petugas perlu merujuk pasien ke poli untu mendapatkan pelayanan

edukasisehingga poli gizi dapat dimanfaatkan dengan baik.

78
Daftar Pustaka

Almatsier, S. 2006. Penuntun Diet Edisi Baru. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama

Ardim, Desta N.2007, Perbedaan Etiologi Gagal Jnatung Konghestif Pada Usia Lanjut Dengan
Usia Dewasa Di Rumah Sakit. Dr. Kariadi Januari Desember 2006. Semarang: UNDIP
Chintya, A.A. 2010. Asuhan Gizi: Nutritional Care Process. Jakarta: Graha Ilmu
Doenges E, Marilynn, dkk. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman Untuk Perencanaan
Dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, Edisi 3. Jakarta: EGC
Esy.2013. Indeks Glikemik Makanan. (Online) Available on :
http://ilmupangan.blogspot.com/2013/10/indeks-glikemik-pengolahan-dan-beban.html
(Akses : Sabtu, 13 Juni 2015)
Gutawa, M.S. 2011. Proses Asuhan Gizi Terstandar (PAGT). Jakarta: Abadi Publising dan
Printing
Gunawan, Lanny. 2001.Hipertensi Tekanan Darah Tinggi. Yogyakarta : Kanisius
Harnawatia, 2008. Diabetes Mellitus.(Online) avaliable on :
............................................................ http://harnawatiaj.wordpress.com/2008/04/16/askep-diabetes-mellitus
Juni 2015)
Kingkinwardaya. (2008). Hipertensi dan Stroke. Diakses tanggal 9 Juni 2015 dari
http://kingkinwardaya.blog.friendster.com/2008/11/hipertensi-dan-stroke/.
Olvista.2013.Beban Glikemik Makanan.(Online) available om :
http://olvista.com/kesehatan/pengertian-beban-glikemik-pada-bahan-makanan (Akses :
Sabtu, 13 Juni 2015)
Soegondo, dkk. 2011. Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu. Jakarta : Balai Penerbit
FKUI
Suiraoka, IP.2012. Penyakit Degeneratif. Yogyakarta: Nuha Medika

79
Sa’diyah, R. (2007). Hipertensi sebagai Faktor Risiko Stroke di RS Roemani Muhammadiyah
Semarang. Diakses tanggal 9 Juni 2015 dari
http://www.unissula.ac.id/perpustakaan/index.php
Udjiati, Wajan J. 2010. Keperawatan Kardiovaskuler, Jakarta: Salemba Merdeka

LAMPIRAN
LAPORAN PKRS

80

Anda mungkin juga menyukai