Anda di halaman 1dari 14

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala
rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan karya tulis berupa
makalah ini dengan baik dan tanpa suatu kendala berarti. Tidak lupa kami dari
kelompok 4 yang beranggotakan 4 orang, yakni:
1. Muh. Arazzi Hidi(NIM 210301500024)
2. Afdal (NIM 210301501053 )
3. Muh. Azwar Bardin (NIM 210301501059)
4. Fuji Astuti (NIM 210301502041)
mengucapkan terima kasih kepada Dosen Mata Kuliah Pencegahan Dan Perawatan
Cedera Oalahraga Bapak Dr. Benny Badaru, M.Pd yang telah membimbing dan
memberi arahan dalam penyusunan makalah ini. Begitu pula kepada teman-teman
seperjuangan yang telah memberi masukan dan pandangan kepada kami selama
menyelesaikan makalah ini.
Makalah berjudul “PERAWATAN CEDERA FRACTURES” ini disusun
untuk memenuhi tugas semester 4 mata Pencegahan Dan Perawatan Cedera
Oalahraga. Pemilihan judul ini didasarkan kententuan dari Dosen pengajar.
Kami memohon maaf apabila terdapat kesalahan dan kekurangan dalam
penyusunan makalah ini. Karenanya, kami menerima kritik serta saran yang
membangun dari pembaca agar kami dapat menulis makalah secara lebih baik pada
kesempatan berikutnya.
Besar harapan kami makalah ini dapat bermanfaat dan berdampak besar
sehingga dapat memberi inspirasi bagi para pembaca, terutama pada akademisi
olahraga.

Makassar, 15 Maret 2023


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...................................................................................................1

DAFTAR ISI .................................................................................................................2

BAB I PENDAHULUAN ..............................................................................................3


1.1 Latar Belakang ..............................................................................................3
1.2 Rumusan Masalah .........................................................................................4
1.3 Tujuan ............................................................................................................4
1.4 Manfaat ..........................................................................................................5

BAB II PEMBAHASAN ...............................................................................................6


2.1 Defenisi Cedera Fraktur ................................................................................6
2.2 Jenis-Jenis Cedera Fraktur ...........................................................................7
2.3 Penenganan Cedera Fraktur .........................................................................9
2.4 Pencegahan Terjadinya Cedera Fraktur .................................................... 10

BAB III PENUTUP ..................................................................................................... 13


3.1 Kesimpulan .................................................................................................. 13

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................. 14


BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Olahraga adalah suatu bentuk aktivitas fisik yang terencana dan terstruktur
yang melibatkan gerakan tubuh berulang-ulang dan ditujukan untuk meningkatkan
kebugaran jasmani. Olahraga merupakan sebagian kebutuhan pokok dalam
kehidupan sehari-hari karena dapat meningkatkan daya tahan tubuh seseorang.
Olahraga dapat dimulai sejak usia dini hingga usia lanjut dan dapat dilakukan setiap
hari.
Aktivitas olahraga yang dilakukan memiliki banyak manfaat bagi
Kesehatan tubuh. Namun tidak menutup kemungkinan aktivitas olahraga juga akan
menyebabkan cedera pada anggota tubuh. Banyak faktor yang dapat menyebabkan
seseorang untuk terkena cedera ketika berolahraga. Hal ini sesuai dengan pendapat
(Ward, 2016)cedera olahraga dapat terjadi karena berbagai alasan, mulai dari
persiapan yang buruk, atlet yang terlalu antusias, masalah biomekanik atau dapat
juga disebabkan karena kecelakaan murni, seperti jatuh dari sepeda, tabrakan yang
tak terhindarkan maupun terpeleset.
Cedera olahraga dapat mempengaruhi aktivitas sehari-hari. Hal ini dapat
terjadi dalam jangka waktu yang pendek maupun jangka waktu yang lama. Selain
itu, cedera juga dapat berdampak pada kondisi ekonomi seseorang. Cedera olahraga
dapat terjadi dalam berbagai macam jenis olahraga, baik olahraga hiburan, olahraga
kompetitif, olahraga ekstrim serta olahraga non-ekstrim.
Cedera dalam dunia olahraga mempakan sesuam yang sangat ditakuti baik
oleh pemain (atlet), pelatih (coach), manajer, maupun oleh suporter. Menurut
Syamsuri E (1984: 36) cedera adalah memar atau luka, atau dislokasi dari otot,
sendi atau tulang yang disebabkan oleh kecelakaan, benturan (bodycontac) atau
gerakan yang berlebihan, sehingga otot, tulang, atau sendi tidak dapat menahan
beban atau menjalankan tugasnya. Cedera dalam dunia olahraga yaitu rusaknya
jaringan (lunak atau keras) baik otot, tulang, atau persendian yang disebabkan oleh
kesalahan teknis, benturan, atau akrivitas yang melebihi batas beban latihan
(overtraining yang dapat menimbulkan rasa sakit atau nyeri dan atau akibat dari
kelebihan latihan dalam memberikan pembebanan yang terlalu berat (overload),
sehingga otot, tulang, atau persendian tidak lagi dalam keadaan atau posisi anatomis
(dislokasi), (G. La. Cava, 1995: 145). Menurut Hadianto W (1995: 11) cedera dalam
olahraga adalah segala macam cedera yang timbul pada waktu latihan ataupun pada
waktu pertandingan. Menurut pendapat yang dikemukakan oleh Hadiyanto W
(1995: 15) cedera dalam dunia olahraga dapat dikategorikan menjadi tiga tingkatan,
yaitu: cedera ringan/ cedera tingkat pertama, cedera sedang/cedera tingkat kedua,
dan cedera berat/cedera tingkat ketiga.
Salah satu jenis cedera olahraga yang dapat dialami yakni cedera fraktur
(fracture). Cedera fraktur atau biasa disebut dengan patah tulang adalah cedera
yang cukup banyak dialami oleh atlet olahraga ataupun orang yang gemar
berolahraga. Berdasarkan pernyataan tersebut maka perlu dilakukannya pengkajian
mengenai cedera pada saat berolahraga khususnya cedera fraktur (fracture).

1.2 Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dari makalah ini adalah sebagai berikut:


1. Apa defenisi cedera fraktur?
2. Apa saja jenis-jenis cedera fraktur?
3. Bagaimana Penenganan cedera fraktur?
4. Bagaiamana Pencegahan terjadinya cedera fraktur?

1.3 Tujuan

Tujuan dari makalah ini ialah:


1. Mengetahui serta memahami defenisi cedera fraktur
2. Mengetahui jenis-jenis cedera fraktur
3. Mengetahui cara penanganan cedera fraktur
4. Mengetahui cara mencegah terjadinya cedera fraktur
1.4 Manfaat

Adapun manfaat dari makalah yang telah dibuat diantaranya sebagai


berikut:

1. Bagi mahasiswa dan pembaca makalah ini dapat menambah referensi


bacaan serta ilmu pengetahuan khususnya mengenai cedera fraktur
yang dialami saat berolahraga
2. Bagi pemakalah, makalah ini dapat menjadikan dasar penyelesain
tugas mata kuliah pencegahan dan perawatan cedera olahraga, serta
menambah pengetahuan soft skil dalam pembuatan karya tulis
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Defenisi Cedera Fraktur

Beberapa defenisi fraktur atau sering disebut patah tulang adalah


terputusnya kontinuitas Jaringan tulang dan/atau tulang rawan yang penyebabnya
dapat dikarenakan penyakit pengeroposan tulang di antaranya penyakit yang sering
disebut osteoporosis, biasanya dialami pada usia dewasa. Dan dapat juga
disebabkan karena kecelakaan yang tidak terduga (Mansjoer, 2000). Menurut
(A.Graham & Louis, S, 1995)fraktur adalah suatau patahan kontinuitas struktur
tulang. Patahan tadi mungkin tak lebih dari suatu retakan, suatu pengisutan atau
perimpilan korteks, biasanya patahan itu lengkap dan fragmen tulang bergeser.

Selain itu definisi Fraktur yang dikemukaan oleh (Pelawi et al., 2019) adalah
terputusnya kontinuitas tulang baik karena trauma, tekanan maupun kelainan
patologis. Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga
fisik (Price Sylvia A & Wilson, 2003). Patahan tersebut mungkin saja tidak lebih dari
suatu retakan, biasanya patahan tersebut lengkap dan fragmen tulangnya bergeser.

Fraktur merupakan terputusnya kontinuitas dari tulang. Terputusnya kontinuitas


dari tulang ini dapat berupa retakan, lekukan, atau pecahan pada korteks (incomplete). Ada
beberapa kekhasan fraktur incomplete anak, seperti: fraktur torus, fraktur greenstick,
Fraktur bowing (plastic bending), dan fraktur hairline. Pada kasus fraktur lainnya,
kontinuitas tulang dapat terputus seluruhnya (complete). Fragmenfragmen tulang dapat
tetap pada posisinya (undisplaced) atau bergeser (displaced). Apabila kulit intak maka
disebut fraktur tertutup, sedangkan apabila kulit terluka dan ada kontak dengan lingkungan
luar maka disebut sebagai fraktur terbuka.

Berdasarkan beberapa pengertian mengenai defenisi fraktur yang telah


dikemukakan oleh beberapa tokoh dan peneliti terdahulu, maka fraktur dapat
didefiniskan sebagai cedera yang dialami seseorang akibat beberapa aktivitas fisik,
trauma serta kelainan yang dialami, yang dimana cedera tersebut mengakibatkan
terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau tulang rawan dan lempeng
pertumbuhan tulang yang disebabkan oleh trauma langsung maupun tidak
langsung, dan tidak menyebabkan robekan kulit.

2.2 Jenis-Jenis Cedera Fraktur

Penampilan fraktur dapat sangat bervariasi tetapi untuk alasan yang praktis,
dibagi menjadi beberapa kelompok menurut (Suriya & Zuriati, 2019) yaitu :
a. Berdasarkan tempat
Fraktur femur, humerus, tibia, clavicula, ulna, radius, cruris dan yang lainnya.
b. Berdasarkan komplit atau ketidak komplitan fraktur:
1. Fraktur komplit (garis patah melalui seluruh penampang tulang atau melalui
kedua korteks tulang)
2. Fraktur tidak komplit (bila garis patah tidak melalui seluruh penampang
tulang
c. Berdasarkan bentuk dan jumlah garis patah
1. Fraktur komunitif: Fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan saling
berhubungan.
2. Fraktur segmental: Fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak
berhubungan
3. Fraktur multiple: Fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak pada
tulang yang sama.
d. Berdasarkan posisi fragmen:
1. Fraktur undisplaced (tidak bergeser): Garis patah lengkap tetapi kedua
fragmen tidak bergeser dan periosteum masih utuh.
2. Fraktur displaced (bergeser): terjadi pergeseran fragmen tulang yang juga
disebut lokasi fragmen,
e. Berdasarkan sifat fraktur (luka yang di timbulkan)
1. Fraktur tertutup (closed), bila tidak terdapat hubungan antara fragmen
tulang dengan dunia luar, disebut juga fraktur bersih (karena kulit masih
utuh) tanpa komplikasi. Pada fraktur tertutup ada klasifikasi tersendiri yang
berdasarkan keadaan jaringan lunak sekitar trauma, yaitu:
a) Tingkat 0: fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa cedera jaringan lunak
sekitarnya.
b) Tingkat 1: fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan jaringan
subkutan.
c) Tingkat 2: fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak bagian
dalam dan pembengkakan.
d) Tingkat 3: cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata dan
ancaman sindroma kompartemen.
2. Fraktur terbuka (open/compound), bila terdapat hubungan antara fragmen
tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan kulit.
a) Grade I: dengan luka bersih kurang dari 1 cm panjangnya, kerusakan
jaringan lunak minimal, biasanya tipe fraktur simpletransverse dan fraktur
obliq pendek.
b) Grade II: luka lebih dari 1 cm panjangnya, tanpa kerusakan jaringan lunak
yang ekstensif, fraktur komunitif sedang da nada kontaminasi.
c) Grade III: yang sangat terkontaminasi dan mengalami kerusakan jaringan
lunak yang esktensif, kerusakan meliputi otot, kulit dan struktur
neurovascular. Grade III ini dibagi lagi kedalam:

III A: fraktur grade III, tapi tidak membutuhkan kulit untuk


penutuplukanya.

III B: fraktur grade III, hilangnya jaringan lunak, sehingga tampak


jaringan tulang, dan membutuhkan kulit untuk penutup (skin graft).

III C: fraktur grade III, dengan kerusakan arteri yang harus diperbaiki,
dan berisiko untuk dilakukan amputasi.

f. Berdasarkan bentuk garis fraktur dan hubungannya dengan mekanisme trauma:


1. Fraktur tranversal: fraktur yang arahnya melintang pada tulang dan
merupakan akibat trauma angulasi atau langsung.
2. Fraktur oblik: Fraktur yang arah garis patahannya membentuk sudut
terhadap sumbu tulang dan merupakan akibat trauma angulasi juga.
3. Fraktur spiral: Fraktur yang arah garis patahnya berbentuk spiral yang
disebabkan trauma rotasi.
4. Fraktur kompresi: Fraktur yang terjadi karena trauma aksial fieksi yang
mendorong tulang arah permukaan lainnya.
5. Fraktur avulsi: Fraktur yang diakibatkan karena trauma tarikan atau traksi
otot pada insersinya pada tulang.

2.3 Penenganan Cedera Fraktur

Menurut hasil penelitian dari(Mediyana,S & Nopriyanti P, 2019)cedera fraktur


pada saat berolahraga penanganan yang dilakukan ialah tidak melanjutkan aktivitas
lagi, pertolongan pertama dengan dilakukan reposisi oleh dokter secepat mungkin
dalam waktu lebih kurang 15 menit. Karena pada saat itu si penderita tidak merasa
lebih nyeri bila dilakukan reposisi. Kemudian dipasang spalk dan balut tekan untuk
mempertahankan kedudukan tulang yang baru, serta menghentikan perdarahan.
Bahayanya fraktur ialah perdarahan yang dapat menyebabkan kematian, apabila
ujung tulang yang patah tadi merobek urat-urat saraf maka akan menimbulkan
kelumpuhan, oleh karena itu tidak boleh dilakukan reposisi oleh orang yang tidak
kompeten
(Kartono, 2001)menjelaskan pada cedera patah tulang, pertolongan pertama
yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan pembidaian. Bidai atau spalk
adalah alat dari kayu, anyaman kawat atau bahan lain yang kuat tetapi ringan yang
digunakan untuk menahan atau menjaga agar bagian tulang yang patah tidak
bergerak (immobilisasi) pembidaian bertujuan agar (1) mencegah pergerakan /
pergeseran dari ujung tulang yang patah, (2) mengurangi terjadinya cedera baru
disekitar bagian tulang yang patah, (3) memberi istirahat pada anggota badan yang
patah, dan (4) mengurangi rasa nyeri dan mempercepat penyembuhan.
Bidai mempunyai beberapa jenis, diantaranya:

1. Bidai keras Umumnya terbuat dari kayu, alumunium, karton, plastik atau bahan
lain yang kuat dan ringan. Pada dasarnya merupakan bidai yang paling baik dan
sempurna dalam keadaan darurat. Kesulitannya adalah mendapatkan bahan yang
memenuhi syarat di lapangan.
2. Bidai traksi Bidai bentuk jadi dan bervariasi tergantung dari pembuatannya,
hanya dipergunakan oleh tenaga yang terlatih khusus, umumnya dipakai pada
patah tulang paha.
3. Bidai improvisasi Merupakan bidai yang dibuat dengan bahan yang cukup kuat
dan ringan untuk penopang. Pembuatannya sangat tergantung dari bahan yang
tersedia dan kemampuan improvisasi penolong. Contoh : majalah, koran, karton
dan lain-lain.
4. Gendongan/Belat dan bebat Pembidaian dengan menggunakan pembalut,
umumnya dipakai mitela (kain segitiga) dan memanfaatkan tubuh penderita
sebagai sarana untuk menghentikan pergerakan daerah cedera. Contoh :
gendongan lengan

(Kartono, 2001) menjelaskan cara melakukan pembidaian yaitu:

1) Pembidaian harus meliputi dua sendi, sendi yang masuk dalam pembidaian
adalah sendi dibawah dan diatas patah tulang . Contoh jika tungkai bawah
mengalami fraktur maka bidai harus bisa memobilisasi pergelangan kaki dan
lutut.
2) Luruskan posisi anggota gerak yang mengalami fraktur secara hati-hati dan tidak
memaksa gerakan, jika sulit diluruskan maka pembidaian dilakukan apa adanya.
3) Beri bantalan empuk pada anggota gerak yang dibidai.
4) Ikatlah bidai diatas atau dibawah daerah fraktur ,jangan mengikat tepat di daerah
fraktur dan jangan terlalu ketat.

2.4 Pencegahan Terjadinya Cedera Fraktur

Dari hasil penelitian (Ismunandar, 2020) Berbagai hal yang dapat dilakukan
untuk mencegah dan meminimalkan cedera pada atlet muda antara lain:

1. Mendorong agar atlet muda selalu menjaga kesehatan dan kebugarannya


sepanjang tahun.
2. Menyediakan periode waktu untuk mengurangi latihan dan beban pada saat atlet
memasuki usia tumbuh kembang yang rentan.
3. Edukasi, terutama untuk atlet wanita, untuk mengikuti latihan neuromukular
yang bertujuan untuk mencegah dan mengurangi cedera ligamen pada lutut.
4. Mendorong latihan untuk memperkuat bagian pinggul.
5. Mendorong atlet untuk selalu menjaga pola tidur sehat.
6. Tidak terburu-buru untuk memfokuskan anak ke satu cabang olahraga tertentu.
7. Selalu menggunakan perlengkapan olahraga yang sesuai.
8. Apabila terjadi cedera, segera kenali, hentikan dari kegiatan olahraga sampai
anak pulih sepenuhnya sesuai kriteria yang ditentukan.
9. Edukasi atlet muda untuk mengenal jenis dan gejala penyakit. Dorong atlet untuk
segera melaporkan ke orang tua atau pelatih apabila mereka mengalami gejala
tersebut.
10. Selalu dorong anak untuk selalu menjaga sportifitas dalam berolahraga.

Selain itu penelitian(Usra, 2012)juga mengemukakan mengenai beberapa


cara pencegahan cedera pada saat olahraga khususnya cedera fraktur diantaranya
sebegai berikut:

1) Pencegahan lewat keterampilan


Pencegahan lewat keterampilan mempunyai andil yang besar dalam
pencegahan cedera itu telah terbukti, karena penviapan atlet dan resikonya
harus dipikirkan lebih awal. Untuk itu para atlit sangat perlu ditumbuhkan
kemampuan untuk bersikap wajar atau relaks. Dalam meningkatkan atlet
tidak cukup keterampilan tentang kemampuan fisik saia namun
termasukdava pikir, mnembaca situasi. mengetahui babaya yang bisa terjadi
dan mengurangi resiko. Pelatih juga harus mampu mengenali tanda-tanda
harus kelelahan pada atlitnya, serta harus dapt mengurangi dosis latihan
sebelum resiko cedara timbul.
2) Pencegahan lewat Fitness

Fitness secara terus menerus mampu mencegah cedera pada atlet baik
cedera otot, sendi dan tendo, serta mampu bertahan untuk pertandingan
lebih lama tanpa kelelahan.

3). Pencegahan lewat Peralatan

Peralatan yang standart punya peranan penting dalam mencegah cedera.


Kerusakan alat sering menjadi penyebab cedera pula, contoh yang
sederhana pelindung badan (body protector), pelindung yang digunakan
hanya melindungi bagian depan sedangkan dalam suatu pertadingan
punggung juga menjadi sasaran, schinnga jika punggung terkena benturan
akan mengalami cedera.

3) Pertandingan/Periombaan
Area dalam menggunakan latihan atau pertandingan mungkin dari alam,
buatan atau sintetik, keduanya menimbulkan masalah, Alam dapat selalu
berubah ubah karena iklim. sedang sintetik yang telah banyak dipakai dapat
rusak, Yang terpenting atlit mampu menghalau dan mengantisipasi penyebab
cedera.
4) Pencegahan lewat pertolongan
Setiap cedera memberi tiap kemungkinan untuk cedera lagi yang sama atau
yang lebih berat lagi. Masalahnya ada kelemahan otot yang berakibat kurang
stabil atau kelainan anatomi, ketidakstabilan tersebut penyebab cedera
berikutnya. Dengan demikian dalam menangani atau pemberian pertolongan
harus kondisi benar dan rehabilitasi yang tepat pula.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Fraktur dapat didefiniskan sebagai cedera yang dialami seseorang akibat


beberapa aktivitas fisik, trauma serta kelainan yang dialami, yang dimana
cedera tersebut mengakibatkan terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau
tulang rawan dan lempeng pertumbuhan tulang yang disebabkan oleh trauma
langsung maupun tidak langsung, dan tidak menyebabkan robekan kulit.

Adapun jenis-jenis cedera fraktur sbb:

a. Berdasarkan tempat
Fraktur femur, humerus, tibia, clavicula, ulna, radius, cruris dan yang lainnya.
b. Berdasarkan komplit atau ketidak komplitan fraktur:
Fraktur komplit,Fraktur tidak komplit
c. Berdasarkan bentuk dan jumlah garis patah
Fraktur komunitif, Fraktur segmental, Fraktur multiple
d. Berdasarkan posisi fragmen:
Fraktur undisplaced (tidak bergeser), Fraktur displaced (bergeser)
e. Berdasarkan sifat fraktur (luka yang di timbulkan)
Fraktur tertutup (closed), Fraktur terbuka (open/compound),
f. Berdasarkan bentuk garis fraktur dan hubungannya dengan mekanisme trauma:
Fraktur tranversal, Fraktur oblik, Fraktur spiral, Fraktur kompresi, Fraktur
avulsi

Pertolongan pertama yang dapat dilakukan pada seseorang yang mengalami


cedera fraktur adalah dengan melakukan pembidaian. Adapun penceghan yang
dapat dilakukan ialah Pencegahan lewat keterampilan, Pencegahan lewat Fitness,
Pencegahan lewat Peralatan, Pertandingan/Periombaan, serta Pencegahan lewat
pertolongan.
DAFTAR PUSTAKA
Apley A.Graham, & Louis Solomon. (1995). Buku Ajar : Ortopedi dan Fraktur Sistem
Apley (7th ed.). Jakarta Widya Medika.
Ismunandar, H. (2020). Cedera Olahraga Pada Anak Dan Pencegahannya. JK Unila, 4(1).
Kartono, M. (2001). Pertolongan Pertama. PT Gramedia Pustaka Utama.
Mansjoer, A. (2000). Kapita Selekta Kedokteran jilid I. Media Aesculapius.
Mediyana Sari, R., & Nopriyanti Pulungan, W. (2019). Identifikasi Penanganan Cedera
Pada Atlet Futsal Putri Fik Unimed. Jurnal Ilmiah Ilmu Keolahragaan, 3(1).
http://jurnal.unimed.ac.id/2012/index.php/so
Pelawi, A., Sinarinta Purba, J., Radiodiagnostik, D., Radioterapi, D., Kesehatan, F., &
Efarina, U. (2019). Teknik Pemeriksaan Fraktur Wrist Join Dengan Fraktur
Sepertiga Medial Tertutup Instalasi Radiologi Rumah Sakit Efarina Etaham
Berastagi Kabupaten Karo. 7.
Price Sylvia A, & Wilson, L. M. (2003). Patofisiologi: Konsep Klinis Prosesproses
Penyakit (6th ed., Vol. 2). Penerbit buku kedokteran EGC., 2003.
Suriya, M., & Zuriati. (2019). Asuhan Keperawatan Medikal Bedah Gangguan Pada
Sistem Muskuloskeletal Aplikasi Nanda Nic & Noc. Pustaka Galeri Mandiri.
Usra, M. (2012). Cedera Dalam Cabang Olahraga Beladiri Dan Teknik Mengatasinya.
ALTIUS , 2(1).
Ward, T. W. (2016). International Bulletin of Mission Research. SAGE Journals, 40(1),
95–96.

Anda mungkin juga menyukai