Pengaturan Perdagangan Jasa Dalam Hukum Ekonomi Internasional
Pengaturan Perdagangan Jasa Dalam Hukum Ekonomi Internasional
Jurnal Surya Kencana Dua: Dinamika Masalah Hukum dan Keadilan Vol. 3 No.1 Juli 2016 97
Abstrak
Perdagangan internasional sebagai salah satu bagian dari kegiatan ekonomi atau
kegiatan bisnis, dalam dekade terakhir ini menunjukkan perkembangan yang sangat
pesat, ditengah semakin meningkatnya perhatian dunia usaha terhadap kegiatan
bisnis internasional. Fenomena ini dapat dicermati dari semakin berkembangnya arus
peredaran barang, jasa, modal dan tenaga kerja antarnegara, serta berkembangnya
kegiatan bisnis melalui hubungan ekspor impor, investasi, perdagangan jasa, lisensi
dan waralaba (license and franchise), hak atas kekayaan intelektual serta berbagai
jenis perdagangan internasional lainnya.
Kata Kunci: Pengaturan Perdagangan Jasa, Hukum Ekonomi Internasional
Abstract
International trade as one part of economic activity or business activities, in the last
decade shows very rapid development, amid increasing concern businesses to
international business activities. This phenomenon can be observed from the growing
flow of circulation of goods, services, capital and labor between countries, as well as
the development of business activities through relations import-export, investment,
trade in services, license and franchise (license and franchise), intellectual property
rights as well as various types of trade other international.
Keywords: Setting for Trade in Services, International Economic Law
A. Latar Belakang
Perdagangan internasional sebagai salah satu bagian dari kegiatan ekonomi atau
kegiatan bisnis, dalam dekade terakhir ini menunjukkan perkembangan yang sangat
pesat, ditengah semakin meningkatnya perhatian dunia usaha terhadap kegiatan bisnis
internasional. Fenomena ini dapat dicermati dari semakin berkembangnya arus
peredaran barang, jasa, modal dan tenaga kerja antarnegara, serta berkembangnya
kegiatan bisnis melalui hubungan ekspor impor, investasi, perdagangan jasa, lisensi dan
waralaba (license and franchise), hak atas kekayaan intelektual serta berbagai jenis
perdagangan internasional lainnya.
1
Naskah diterima tanggal 14 April 2016, direvisi: 31 Mei 2016, disetujui untuk terbit 17 Juni
2016 dalam Volume 3 No. 1 Juli 2016
Djoni Satriana Pengaturan Perdagangan Jasa Dalam Hukum………………………………………… 98
B. Rumusan Masalah
1. Apa perbedaan antara perdagangan jasa dan perdagangan barang?
2. Bagaiamana pengaturan perdagangan jasa dalam hukum ekonomi
internasional?
2
Basuki Antariksa, ”Pengaruh Liberalisasi perdagangan Jasa Terhadap Daya Saing
Kepariwisataan Indonesia”, Pusat Pendidikan dan Pelatihan Pegawai Kementrian Kebudayaan dan
Pariwisata, Makalah, 29 Juli, 2010.
Djoni Satriana Pengaturan Perdagangan Jasa Dalam Hukum………………………………………… 100
C. Tujuan penulisan
1. Untuk mengetahui perbedaan antara perdagangan jasa dan perdagangan
barang.
2. Untuk mengetahui pengaturan perdagangan jasa menurut hukum ekonomi
internasional.
D. Metode Penelitian
1. Pendekatan Penelitian
Jenis penelitian ini yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah metode hukum
normatif. Penelitian hukum normatif atau yuridis normatif, yakni merupakan penelitian
yang dilakukan dengan mengacu pada norma-norma hukum yang terdapat dalam
peraturan perundang-undangan tertulis dan putusan-putusan pengadilan serta norma-
norma hukum yang ada pada masyarakat. 3
2. Sumber dan Jenis Data
a. Data Primer.
Data primer yaitu data yang diperoleh langsung dari lapangan, yang berhubungan
dengan perumusan masalah penelitian. Data-data ini diperoleh dengan melakukan
wawancara dengan responden, Yaitu : Para pelaku bisnis yang berkaitan dengan
hubungan permodalan Asing ( PMA )
b. Data Sekunder
Data sekunder yaitu data yang didapat melalui penelitian kepustakaan (Library
Research) yang berhubungan dengan masalah hokum dagang internasional tentang
perdagangan jasa terkait penyelesaian sengketa investasi modal asing.
Data Sekunder ini berupa :Bahan hukum primer, baha-bahan hukum yang
mengikat, seperti perundang-undangan.Bahan hukum sekunder, terdiri dari buku-buku
teori, hasil-hasil penelitian, dan pendapat para ahli yang berhubungan dengan
penulisan.Bahan hukum tersier, dalam hal ini penulis menggunakan Kamus Besar
Bahasa Indonesia (KBBI). 4
3
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta; Universitas Indonesia Press, 2005,
hlm 44
4
Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Jakarta : PT.Raja
Grafindo Persada, 2004.
Jurnal Surya Kencana Dua: Dinamika Masalah Hukum dan Keadilan Vol. 3 No.1 Juli 2016 101
Nama lain dari penelitian yuridis normatif adalah penelitian hukum doctrinal, juga
disebut sebagai penelitian kepustakaan atau studi dokumen. 5 Penelitian ini membahas
doktrin-doktrin atau asas-asas dalam ilmu hukum 6 melalui kajian asas-asas hukum
internasional, konvensi-konvensi, dan kerangka perjanjian internasional.
E. Pembahasan
1. Perbedaan Pedagangan Jasa Dan Perdagangan Barang
Perdagangan jasa memiliki karakteristik-karakteristik yang membedakannya
7
dengan perdagangan barang. Pertama adalah nature of service transactions. Dalam
sektor jasa, transaksi mengharuskan kehadiran kedua belah pihak, yaitu produsen dan
konsumen. Jika produsen-produsen jasa disuatu negara memiliki sebuah produk jasa
yang diminati oleh konsumen dari luar negeri, maka konsumen luar negeri tersebut
harus langsung bertransaksi dengan produsen untuk mendapatkan produk jasa tersebut.
Jadi penyediaan produk jasa terhadap pasar luar negeri seringkali disertai pergerakan
modal atau tenaga kerja.
Karakteristik yang lain adalah regulasi dan kontrol yang besar pada perdagangan
jasa. 8 Regulasi dan kontrol yang besar ini dalam rangka, pertama, menghindari resiko
terjadinya market failure atau kegagalan pasar dari kurangnya informasi atau lack of
information yang didapat konsumen pada produk yang akan dikonsumsinya. Seperti
yang kita ketahui bahwa pasar dapat menjadi alokasi sumber daya yang efisien (yaitu
bertemunya permintaan konsumen dan penawaran produsen) jika asumsi-asumsinya
terpenuhi, yang salah satunya adalah informasi yang sempurna. Jika tidak, maka pasar
gagal menjadi alat alokasi sumber daya yang efisien. Konsumen tidak akan pernah tahu
persis tentang kualitas produk yang akan dikonsumsinya. Oleh karena itu diperlukan
informasi yang sempurna mengenai produk tersebut. Misal contoh yang terjadi pada
perdagangan jasa, jika konsumen disuatu negara ingin menggunakan jasa tenaga ahli
5
Bambang Soegono, Metode Penelitian Hukum, Jakarta; Raja Grafindo Persada, edisi 8,2006,
hlm 42.
6
Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta; Sinar Grafika, 2010), hlm 24.
7
Sherry Stephenson, et.al, Services Trade Liberalisation and Facilitation, dalam Safari Ar
Rizqi. Penyebab Lambatnya Penetapan Mutual Recognition Arrangement Jasa ASEAN (1995-2005).
Tesis. Fisip UI. 2010. hlm 5
8
Djoni Satriana Pengaturan Perdagangan Jasa Dalam Hukum………………………………………… 102
konstruksi asing, maka ia harus mengetahui kualitas dari tenaga ahli yang akan
digunakannya tersebut. Dan alangkah lebih baik jika kualitas tenaga ahli yang akan
masuk ke negaranya tersebut telah terstandarisasi sesuai dengan regulasi yang ada.
Kedua, regulasi dan kontrol yang besar ini sebagai konsekuensi dari penyediaan produk
jasa yang berbeda dengan penyediaan produk barang. Jika di proses penyediaan produk
barang mengenal istilah penyimpanan atau stock, maka dalam penyediaan produk jasa
ini tidak dikenal istilah tersebut. Maksudnya, produk jasa disediakan secara langsung
oleh produsennya tanpa melalui proses penyimpanan seperti pada produk barang. Jadi
dapat disimpulkan bahwa regulasi dan kontrol yang besar pada perdagangan jasa ini
ditujukan agar kedua belah pihak konsumen dan produsen tidak merasa dirugikan.
Selain itu yang membedakan perdagangan jasa dengan perdagangan barang
adalah kesulitan untuk mendeteksi hambatan-hambatan yang ada didalamnya. 9 Lebih
sulit untuk mendeteksi hambatan-hambatan yang berada didalam perdagangan jasa
daripada yang ada pada perdagangan barang. Hambatan-hambatan pada perdagangan
barang dapat dideteksi dengan jelas melalui perbedaan harga atau price differential yang
ada.
Sedangkan pada perdagangan jasa hambatan-hambatan agak sulit untuk
dideteksi karena berupa peraturan-peraturan. Hambatan-hambatan perdagangan jasa ini
less transparent dibandingkan dengan hambatan-hambatan perdagangan barang, ini
yang menyebabkan sulit untuk mengetahui dampak hambatan tersebut. Sebagai
tambahan, Mary E. Footer dalam tulisannya Global and Regional Approaches to The
Regulation of Trade in Services juga menjelaskan karakteristik-karakteristik yang
membedakan perdagangan jasa dengan perdagangan barang. Pertama, jasa itu bersifat
intangible atau tidak nyata, tidak seperti barang yang bersifat tangible atau nyata, yang
mana berisi hak dan kewajiban.
Contohnya hak dan kewajiban yang tidak terlihat itu tercermin pada
international banking. Misal, claim & liabilities warga negara suatu negara dalam
bentuk mata uang asing atau claim & liabilities warga asing dalam bentuk mata uang
negara tersebut. Selain itu perdagangan jasa ini lebih terikat terhadap regulasi-regulasi
9
Ibid. hlm 6
Jurnal Surya Kencana Dua: Dinamika Masalah Hukum dan Keadilan Vol. 3 No.1 Juli 2016 103
substansi, prinsip, dan sistem yang terkandung dalam perjanjian dibayangkan supaya
kemudian beroperasi dibawah payung ITO.
Pada tahun 1948, piagam teks ITO selesai dirumuskan. Tetapi ITO tidak dapat
terwujud karena kongres AS tidak dapat menyetujuinya ketika presiden AS
menyerahkan teks kepada kongres untuk memperoleh persetujuan. Setelah berulang kali
diusahakan oleh pihak eksekutif AS, maka pada tahun 1951, pertanda semakin
menunjukkan secara jelas bahwa kongres tidak akan menyetujuinya. Dengan demikian
maka presiden AS Harry Truman menarik kembali usulan ratifikasi piagam Havana.
Dengan tidak berhasilnya masyarakat internasional dalam mewujudkan ITO,
maka GATT menjadi satu satunya instrument hukum yang menjadi lembaga utama
dalam perdagangan internasional. Namun kemudian yang menjadi pertanyaan adalah
bagaimana kemudian GATT menjadi sebuah lembaga utama dalam perdagangan,
sedangkan ia belum pernah secara sah diwujudkan sebagai organisasi internasional dan
sebelumnya dirancang sebagai perjanjian interim?
Menurut H.S Kartadjoemena, bahwa jawaban terhadap pertanyaan itu adalah
penempuhan jalan yuridis fiktif dengan adanya protocol of provisional application yang
secara teknis dapat segera menerapkan perjanjian GATT secara provisional dan darurat.
Dalam mekanisme penerapan ketentuan yuridis ini, dapat dikemukakan bahwa GATT,
sebagai suatu perjanjian, telah selesai perumusannya pada tahun 1947, sebelum
perjanjian ITO yang di rencanakan sebagai payung dapat terwujud.
Pada waktu itu, terdapat perbedaan pandangan mengenai ratifikasi GATT
dengan ITO sebagai payungnya di satu pihak dan urgensi untuk menerapkan dan
meresmikan perjanjian bila telah selesai. Maka di terapkanlah Protocol of provisional
application (PPA) bagi negara yang memerlukan GATT segera untuk disetujui dan bagi
negara yang ingin meratifikasi GATT dan ITO secara bersamaan dapat menunggu
hingga kedua perjanjian tersebut rampung.
Dalam kenyataanya, ITO akhirnya tak pernah berlaku dan GATT berdiri secara
independen hingga terbentuknya secara resmi World Trade Organisation (WTO) pada
15 April 1994 sejalan dengan keberhasilan Uruguay round, sebagai pengganti ITO dan
menjadi payung baru bagi GATT.
Perjalanan WTO hingga terbentuk, tidak terlepas dari pertemuan contracting
parties GATT tingkat menteri yang diikuti oleh 108 negara, yang pertama kali
Jurnal Surya Kencana Dua: Dinamika Masalah Hukum dan Keadilan Vol. 3 No.1 Juli 2016 105
11
Direktorat Perdagangan dan Perindustrian Multilateral Ditjen Multilateral Ekonomi,
Keuangan dan Pembangunan Departemen Luar Negeri RI, Buku Seri Terjemahan Persetujuan-
Persetujuan WTO: Persetujuan Bidang Jasa (General Agreement on Trade in Services/ GATS), hlm. 1.
12
Mochtar Kusumaatmadja. Perjanjian WTO Mengenai Perdagangan Internasional Jasa
(GATS) Dilihat dari Prespektif Negara Berkembang, Seminar Aspek Hukum Perdagangan Jasa Menurut
WTO dan Komitmen Indonesia di Bidang Finansial, Institut Bankir Indonesia, 6 Maret 1997. Dalam
Naufi Ahmad Naufal. Liberalisasi Jasa Konstrukasi Di Indonesia dan Kesesuaian dengan Komitmen
dalam General Agreement On Trade In Services (GATS-WTO) di Bidang Jasa Konstrukasi. Tesis FH UI.
2008. Hlm 13.
Djoni Satriana Pengaturan Perdagangan Jasa Dalam Hukum………………………………………… 106
dalam keputusan Deklarasi Punta Del Este yang mengatur tentang perdagangan jasa
yang intinya memuat pokok-pokok sebagai berikut:
1) Para menteri sepakat untuk meluncurkan perundingan perdagangan jasa sebagai
bagian perundingan perdagangan multilateral.
2) Perundingan tersebut bertujuan membentuk kerangka hukum multilateral yang
memuat prinsip dan ketentuan mengenai perdagangan jasa, sehingga tercipta
perdagangan yang transparan dan liberalisasi progresif, sebagai upaya peningkatan
ekonomi semua mitra dagang dan kemajuan negara-negara berkembang.
3) Kerangka hukum tersebut harus menghormati hukum nasional dan ketentuan-
ketentuan yang berlaku mengenai jasa serta bekerja sama dengan organisasi
internasional yang relevan.
4) Untuk melaksanakan perundingan ini harus dibentuk kelompok perundingan jasa
yang berkewajiban untuk melaporkan hasilnya kepada Komite Perundingan
Perdagangan.
Kompromi ini muncul sebagai reaksi dari negara berkembang yang semula
menentang dimasukkannya pengaturan mengenai perdagangan jasa dalam kerangka
GATT/WTO. Dalam perundingan ini negara berkembang berhasil menempatkannya
dalam peraturan tersendiri di luar kerangka hukum dari GATT/WTO. Hal ini dilakukan
untuk menghilangkan kemungkinan persilangan antara masalah-masalah GATT/WTO
mengenai perdagangan barang dan perdagangan jasa. Negara berkembang juga berhasil
dalam usaha agar perkembangan ekonomi dan pertumbuhan dimasukkan sebagai tujuan
dari setiap persetujuan yang dicapai. Kerangka hukum tersebut melahirkan GATS.
Pengaturan GATS dipandang sebagai suatu cara memajukan pertumbuhan ekonomi
bagi semua negara pelaku perdagangan dan pembangunan negara-negara berkembang.
Dimasukkannya pengaturan mengenai perdagangan jasa dalam kerangka GATT/WTO
dianggap sebagai suatu langkah kemajuan penting bagi GATT/WTO. 13
Dibentuknya GATS seperti ditegaskan dalam Deklarasi Punta Del Este adalah
untuk membentuk suatu kerangka prinsip-prinsip atau aturan-aturan material mengenai
perdagangan jasa. Dokumen-dokumen penting yang harus diperhatikan dalam
13
Ibid. hlm 14
Jurnal Surya Kencana Dua: Dinamika Masalah Hukum dan Keadilan Vol. 3 No.1 Juli 2016 107
14
Ibid. hlm 15
15
Direktorat Perdagangan dan Perindustrian Multilateral Ditjen Multilateral Ekonomi,
Keuangan dan Pembangunan Departemen Luar Negeri RI. Op.cit. hlm 3
Djoni Satriana Pengaturan Perdagangan Jasa Dalam Hukum………………………………………… 108
16
Syahmin AK, Op.cit, hlm 170-180
Djoni Satriana Pengaturan Perdagangan Jasa Dalam Hukum………………………………………… 110
Dengan demikian, tampak bahwa cakupan perdagangan jasa yang diatur oleh
GATS ini relatif luas dan universal seperti halnya pengaturan dibidang Trade in Goods.
Oleh karena itu beberapa asas-asas yang ada dalam GATT juga diterapkan dalam koteks
perdagangan Jasa-jasa yang tercantum dalam GATS. Semisal prinsip MFN, liberalisasi
secara bertahap dsb.
17
Syahmin A, ibid.hlm 184-185
Jurnal Surya Kencana Dua: Dinamika Masalah Hukum dan Keadilan Vol. 3 No.1 Juli 2016 111
lainnya. Ini juga merupakan prinsip utama dalam perdagangan barang yang ada dalam
GATT yang juga di gunakan dalam perdagangan jasa (GATS). MFN atau dikenal juga
dengan prinsip non diskriminasi merupakan suatu kewajiban umum (General
obligation) dalam GATS. Kewajiban ini bersifat segera (immediately) dan otomatis
(unconditionally).
Dalam pengaturan mengenai MFN pada pasal II paragraph 1 GATS
dipergunakan Rumusan “ …Each member shall accord immediately and
unconditionally to service and service supplier of any other member, “treatment no less
favourable” than it accord to like service and service supplier of any other country”.
Istilah “treatment no less favourable” juga digunakan dalam pasal XVI tentang market
acces dan pasal XVII tentang national treatment.
Perbedaannya ialah dalam MFN treatment no less favourable yang
dibandingkan adalah perlakuan yang diberikan terhadapa service supplier dari suatu
negara dengan negara lainnya, sedangkan dalam national treatment yang dibandingkan
adalah perlakuan yang diberikan terhadap domestic service supplier dengan foreign
service supplier.
Sementara itu, dalam market acces pengertiannya adalah perlakuan yang
diberikan terhadap foreign service supplier oleh suatu negara harus sesuai dengan
persyaratan dan pembatasan yang tercantum dalam schedule of commitment (SOC)
negara itu.
Meskipun demikian, sistem GATS memberikan kebebasan bagi anggotanya
untuk menyimpang dari kewajiban MFN. Oleh karena itu, suatu anggota dapat saja
memberikan perlakuan yang lebih baik atas suatu sektor jasa kepada suatu atau
beberapa anggota dibanding dengan yang diberikan kepada anggota lain sepanjang
anggota lain tersebut diperlakukan minimal sesuai dengan yang dicantumkan dalam
SOC.
Akan tetapi, suatu negara tidak dibenarkan untuk memberikan perlakuan yang
lebih sedikit dari yang dicantumkan dalam SOC kepada suatu atau beberapa anggota
(misalnya berdasakan prinsip resiprositas).
Djoni Satriana Pengaturan Perdagangan Jasa Dalam Hukum………………………………………… 112
18
Ibid. hlm 186-188
19
Ibid.hlm 191-192
Jurnal Surya Kencana Dua: Dinamika Masalah Hukum dan Keadilan Vol. 3 No.1 Juli 2016 113
semua keputusan dan ketentuan yang berlaku secara secara umum yang dikeluarkan
oleh pemerintah pusat maupun daerah yang mempunyai dampak pada pelaksanaan
GATS.
Disamping itu, juga diwajibkan untuk memberitahukan Council For the Trade and
Service (salah satu “badan” dalam WTO) atas setiap perubahan atau dikeluarkannya
peraturan perundangan yang baru yang berdampak terhadap perdagangan jasa yang
dicantumkan dalam SOC. Pemberitahuan ini minimal dilakukan sekali dalam setahun.
d) Peningkatan partisipasi negara yang sedang berkembang (Developed
Country) 20
Secara prinsip sistem WTO tidak membedakan antara negara maju dan negara
berkembang. Namun demikian, dalam kondisi-kondisi tertentu kepada negara-negara
berkembang diberikan perlakuan khusus. Hal ini dapat dilihat dari perlakuan khusus
yang diberikan kepada negara sedang berkembang dalam penyampaian SOC.
Penyampaian SOC ini merupakan salah satu syarat untuk dapat menjadi original
member WTO (pasal 11 WTO).
Kepada negara sedang berkembang (least developing country), diberikan waktu
sampai dengan April 1995, sedangkan untuk negara lainnya batas waktu penyerahan
adalah 15 Desember 1993.
Disamping itu, kepada negara sedang berkembang juga diberi kemudahan dalam
rangka meningkatkan partisipasinya melalui perundingan SOC yang menyangkut:
1. Peningkatan kapasitas jasa dalam negeri dan efesiensi serta daya saing sektor jasa
dalam negeri antara lain melalui akses kepada teknologi secara komersial;
2. Perbaikan akses terhadap jaringan distribusi dan informasi; dan
3. Liberalisasi akses pasar untuk sektor-sektor dan cara pemasokan yang menjadi
kepentingan bagi ekspor negara berkembang (pasal IV(1) GATS.
Kemudahan lainnya yang diberikan kepada negara yang sedang berkembang
adalah dalam rangka negosiasi selanjutnya untuk mebuka pasar. Kepada mereka
diberikan fleksibilitas yang cukup untuk untuk membuka sektor yang lebih sedikit,
melakukan perluasan akses pasar secara bertahap sejalan dengan situasi
pembangunannya (pasal XIX ayat 2 GATS).
20
Ibid. hlm 193-194
Djoni Satriana Pengaturan Perdagangan Jasa Dalam Hukum………………………………………… 114
e) Integrasi Ekonomi 21
Kerja sama regional telah lama dipandang sebagai pengecualian dari klausula
MFN dalam perjanjian perdagangan. Meskipun demikian,WTO secara prinsip tidak
melarang anggotanya untuk bergabung dengan organisasi kerjasama ekonomi regional
seperti NAFTA (Nort America Free Trade Agreement), atau mengadakan perjanjian
liberalisasi perdagangan jasa antara dua atau lebih negara, asal saja memenuhi beberapa
kriteria yang rinci dan kompleks sebagaimana diatur dalam pasal V GATS.
f) Liberalisasi bertahap
Liberalisasi bertahap tersebut dilakukan dengan mewajibkan semua angota
WTO untuk melakukan putaran negosiasi yang berkesinambungan yang dimulai paling
lambat lima tahun sejak berlakunya perjanjian WTO (sejak 1 januari 1995). Negosiasi
tersebut harus dilakukan dengan mengurangi atau menghilangkan measures yang dapat
berdampak buruk terhadap perdagangan Jasa. Meskipun demikian, proses liberalisasi
harus dilakukan dengan tetap menghomati kepentingan nasional dan tingkat
pembangunan masing-masing (Pasal XIX ayat(1) GATS). Ketentuan dalam pasal XIX
dapat digunakan oleh negara maju untuk menekan negara berkembang untuk melakukan
perundingan selanjutnya. 22
Dalam pada itu, komitmen yang telah diberikan dalam rangka perundingan
putaran Uruguay, dan telah menjadi annex dari GATS, pada prinsipnya tidak boleh
ditarik, diubah dan/atau dikurangi. Perbaikan hanya dimungkinkan apabila dilakukan
dengan maksud untuk meningkatkan komitmen. Penarikan dan/atau perubahan
21
Ibid. hlm 194-195
22
Ibid. hlm 195
Jurnal Surya Kencana Dua: Dinamika Masalah Hukum dan Keadilan Vol. 3 No.1 Juli 2016 115
g) Keadaan darurat
Escape Clauses merupakan ketentuan yang penting dalam semua perjanjian
internasional, yang hanya diberlakukan dalam kondisi atau kesulitan yang tidak dapat
diperkirakan sebelumnya
Secara umum, escape clause membolehkan suatu anggota dalam kondisi
tertentu, untuk sementara menghindar dari satu aspek perjanjian tanpa merusak tujuan
dari perjanjian tersebut secara keseluruhan. Escape Clause dalam suatu perjanjian
memberikan kepastian bagi penandatangan bahwa dalam situasi darurat, mereka
dibenarkan untuk sementara menghindar dari komitmen yang telah diberikan. 24
Dalam GATS anggota dalam keadaan darurat juga dibenarkan untuk melakukan
penyimpangan sementara dari komitmen yang diberikannya. Penyimpangan tersebut
dapat dilakukan dalam hal kesulitan Negara pembayaran. Dalam kondisi seperti ini
anggota diperkenankan melakukan pembatasan-pembatasan didalam perdagangan jasa
yang telah dicantumkan dalam SOC-nya. Pembatasan tersebut dilakukan dengan syarat:
25[21]
1. Tidak menimbulkan diskriminasi diantara sesama anggota;
2. Konsisten dengan ketentuan-ketentuan International Monetery Fund (IMF)
3. Menghindarkan kerugian komersial, ekonomi dan keuangan anggota lainnya;
4. Tidak melebihi hal-hal yang perlu untuk mengatasi keadaan;
5. Harus bersifat sementara dan harus dihapuskan secara bertahap.
Tindakan pengamanan darurat, selain masalah kesulitan neraca pembayaran
yang dapat dilakukan anggota, masih akan dirundingkan secara multilateral.
Perundingan tersebut sudah harus dimulai paling lambat tiga tahun setelah berjalannya
WTO. Hal ini untuk memberikan kesempatan bagi anggota untuk mempelajari kesulitan
apa saja yang mungkin timbul setelah berjalannya GATS, mengingat perdagangan jasa
belum diatur sebelumnya. 26
23
Ibid. hlm 196
24
Ibid. hlm 197
25
Ibid. hlm 197-198
26
Ibid, hlm 198
Djoni Satriana Pengaturan Perdagangan Jasa Dalam Hukum………………………………………… 116
F. Kesimpulan
Perdagangan jasa menurut pasal 1 ayat (1) GATS yang berbunyi : “ This
Agreement applies to measures by member affecting trade in service”. Pasal ini
mencoba memberikan penjelasan bahwa yang dimaksud dengan Trade in Service adalah
perdagangan jasa yang dilakukan dengan cara :
1) Jasa yang diberikan dari suatu wilayah negara lainnya (cross-border) misalnya
jasa yang mempergunakan media telekomunikasi;
2) Jasa yang diberikan dalam suatu wilayah negara kepada suatu konsumen dari
negara lain (consumption abroad) misalnya turisme;
3) Jasa yang diberikan melalui kehadiran badan usaha suatu negara dalam wilayah
negara lain (commercial presence) misalnya pembukaan kantor cabang bank asing;
4) Jasa yang diberikan oleh warga negara suatu negara dalam wilayah negara lain
(presence of natural person) misalnya jasa konsultan, pengacara dan akuntan.
Pengaturan mengenai Perdagangan jasa terdapat dalam General Agreement on
Trade in Services (GATS) yang merupakan suatu perjanjian yang relatif baru dan juga
merupakan perjanjian perdagangan multilateral yang pertama di bidang jasa.
Jurnal Surya Kencana Dua: Dinamika Masalah Hukum dan Keadilan Vol. 3 No.1 Juli 2016 117
G. Saran
Perdagangan jasa memiliki karakteristik-karakteristik yang membedakannya
dengan perdagangan barang. Pertama adalah nature of service transactions. Dalam
sektor jasa, transaksi mengharuskan kehadiran kedua belah pihak, yaitu produsen dan
konsumen. Kedua, regulasi dan kontrol yang besar pada perdagangan jasa. Regulasi dan
kontrol yang besar ini dalam rangka, pertama, menghindari resiko terjadinya market
failure atau kegagalan pasar dari kurangnya informasi atau lack of information yang
didapat konsumen pada produk yang akan dikonsumsinya. Ketiga, kesulitan untuk
mendeteksi hambatan-hambatan yang ada didalamnya. Lebih sulit untuk mendeteksi
hambatan-hambatan yang berada didalam perdagangan jasa daripada yang ada pada
perdagangan barang. Keempat, jasa itu bersifat intangible atau tidak nyata, tidak seperti
barang yang bersifat tangible atau nyata, yang mana berisi hak dan kewajiban.
Djoni Satriana Pengaturan Perdagangan Jasa Dalam Hukum………………………………………… 118
Daftar Pustaka
Buku
Bambang Soegono, Metode Penelitian Hukum, Jakarta; Raja Grafindo Persada, edisi 8,
2006.
Syahmin A.K. Hukum Dagang Internasional (Dalam Kerangka Studi Analitis). PT.
RajaGrafindo Persada. Jakarta. 2006.
Referensi INTERNET