Anda di halaman 1dari 4

Mendengar dengan Hati

oleh Antin Putri U.

Srekkk srekk srekk.

Kau membuka laci meja di toko bungamu, terdapat lukisan sedikit berdebu yang
kau usap dengan tangan kananmu. Tergambar jelas apa yang terlukis digoresan warna
itu. Lukisan wajahmu, kau yang sedang tersenyum manis menampilkan ujung-ujung
bibirmu tertarik ke atas. Itu lukisan beberapa tahun silam. Lukisan dari seorang lelaki
yang pernah kau temui di toko bungamu. Lelaki yang pernah kau cintai sekaligus lelaki
yang pergi tanpa kau tahu apa sebab pastinya.

***

Kau sedang asyik merangkai bermacam-macam bunga. Entah apa saja jenisnya,
yang jelas ada yang berwarna merah, merah muda, biru, hijau, kuning dan banyak
warna lagi. Sudah jadi hal yang biasa jika hampir setiap hari sepulang sekolah kau
datang ke toko bunga milik keluarga untuk sekedar merangkai bunga. Aktivitas di
sekolah dari hari senin sampai sabtu membuat pikiranmu jenuh. Hanya merangkai
bunga hiburan paling menyenangkan untukmu.

Kling ~

Suara lonceng pintu toko, tanda ada pelanggan yang datang. Nampak seorang
anak laki-laki yang bisa dibilang berumur sekitar 17 tahun sama sepertimu memasuki
toko bunga. Anak laki-laki itu tersenyum ketika melihatmu. Begitupun denganmu, kau
nampak tersenyum malu-malu ketika ia menatapmu. Namanya Aval, kau mengetahui
dari nametag yang ada pada seragam sekolahnya beberapa waktu yang lalu. Aval
seakan-akan berakting melihat bunga-bunga disekitar. Padahal kau tahu ia sedari tadi
mencuri pandang denganmu. Kau pun seolah berperilaku sama, berpura-pura sibuk
merangkai bunga dihadapanmu. Tapi nyatanya, tatapan matamu tak bisa lepas dari
keberadaan Aval.

***
Aku masih ingat betul bagaimana aku mulai menyukaimu. Saat itu aku sedang
mengantar ibuku ke toko bunga untuk membeli bunga yang akan diberikan pada
temannya yang baru saja pulang dari luar negeri. Hal terindah saat pertama kali aku
memasuki toko bunga kala itu adalah bukan karena banyaknya bunga berwarna-warni
disekitar, tapi kau yang terindah. Kau adalah bunga paling indah untukku, bahkan
hingga saat ini. Sering kali aku mencuri-curi kesempatan untuk sekedar mengabadikan
kecantikanmu dengan melukismu. Benar, itu adalah satu-satunya cara agar aku bisa
terus melihatmu disaat aku merindukanmu. Karena aku tak bisa sesering mungkin
untuk bisa datang ke toko bungamu. Wajah cantikmu itu sangat indah sekali. Aku
bersyukur pada Tuhan, telah menciptakan makhluk secantik dirimu.

Diam-diam didepan toko bungamu, aku mengintipmu untuk sekedar bisa melukis
wajah cantikmu itu. Lihatlah, betapa anggun dan jelitanya dirimu. Aku tak bisa menahan
gejolak rasa dihatiku. Aku mengakuinya, aku menyukaimu. Bukan…bukan lagi..tapi aku
sangat mencintaimu.

Hingga tiba pada suatu masa aku harus menerima kabar yang seharusnya
membuat bahagia tapi ternyata malah membuatku bersedih. Aku mendapat beasiswa
kuliah ke New York dengan jurusan seni rupa sesuai dengan minat dan bakat yang ada
dalam diriku. Aku harus bagaimana, perasaanku padamu tulus, seorang gadis penjaga
toko bunga yang kuketahui bernama Rere. Ya benar, aku mengetahui namamu dari
seorang pembeli yang pernah memanggilmu dengan nama Rere. Aku bingung dan
sedih dalam waktu yang bersamaan. Apa yang harus aku lakukan?

Aku tak peduli, saat ini aku harus menemuimu. Aku harus mengatakan
perasaanku padamu. Kau harus tahu perasaanku. Aku membawa lukisan bergambar
dirimu dan berlari menuju toko bungamu. Sampai didepan toko bunga, aku berhenti
sejenak untuk mengatur napasku yang terengah-engah. Lalu aku memberanikan diri
untuk masuk menemuimu. Kulihat kau sedang sibuk merangkai bunga. Aku harus
mengatakannya.

“Permisi…”

Kau menatapku seolah dengan tatapan ‘sedang apa kau disini?’


“Aku akan pergi ke New York..”

Kau masih saja menatapku seolah berkata ‘apa yang kau bicarakan?’

“Jadi… aku sebenarnya sangat..menyukaimu”

Kau mengernyitkan dahimu yang menurutku artinya ‘apa kau bilang?’

“Jika kau…memintaku untuk tidak pergi, aku tak ingin pergi..”

Kau masih diam dengan wajah anehmu itu. Aku merasa putus asa, sepertinya
aku baru saja ditolak olehmu. Akhirnya aku pun pergi dari hadapanmu. Tak lupa, aku
meninggalkan lukisanku itu didepan toko bungamu. Setidaknya aku bisa meninggalkan
suatu kenangan sebelum kepergianku.

***

Kau mengejar lelaki yang baru saja menemuimu. Saat kau ingin keluar, didepan
toko bungamu terdapat gulungan kertas yang kau buka ternyata isinya adalah sebuah
lukisan. Itu lukisan wajahmu. Pasti ini lukisan dari lelaki tadi, itulah pikirmu. Kau melihat
lagi ke sekelilingmu, dan kau sudah tak melihat sosok Aval disana. Kau masih tak
mengerti apa yang barusan dikatakan oleh Aval padamu, dan mengapa Aval pergi tiba-
tiba serta meninggalkan lukisan ini?

Kau mengutuk dirimu sendiri. Seandainya jika aku bisa mendengar, aku pasti
bisa mengerti apa yang Aval katakan, itulah pikirmu. Benar memang, kau adalah
seorang penyandang tunarungu. Ketidaknormalan yang kau miliki sejak lahir. Tapi
biasanya, jika berbicara dengan orang lain kau masih bisa mengerti pengucapannya
lewat gerakan bibir. Tapi saat Aval berbicara tadi kau merasa bingung dan tidak
mengerti. Ada gejolak dalam dirimu, mengapa Tuhan tidak memberi pendengaran
padamu? Mengapa Tuhan seolah tak adil pada dirimu? Kau seolah-olah selalu
menyalahkan Tuhan tentang ketidaknormalanmu. Kau berpikir gara-gara ini kau
kehilangan lelaki yang kau sukai, bahkan sangat kau cintai. Bahkan kau tidak sempat
mengatakan perasaanmu yang sebenarnya pada Aval.
Delapan tahun berlalu dan kini kau hanya bisa memandangi lukisan dari Aval.
Aval sudah tak pernah mengunjungi toko bungamu lagi sejak terakhir kali dia
mengatakan sesuatu padamu. Kau bahkan tak pernah mendengar kabar apapun
darinya. Tapi dari lukisan itu kau bisa tahu satu hal, bahwa Aval menyukaimu. Sekarang
seiring berjalannya waktu, dengan perlahan kau bisa mendengar segala sesuatu lewat
hatimu. Kau bisa merasakan semuanya lewat hatimu. Kau berharap semoga kau bisa
dipertemukan lagi dengan Aval, karena kau ingin mengatakan perasaanmu padanya
yang sempat tertunda dimasa lalu.

Catatan keseluruhan.

Sebenarnya ide cerita ini menarik, hanya saja menurut saya kemenarikan itu
hanya ditujukan di bagian awal saja, yaitu di paragraf pembuka. Saya memang
menugaskan untuk membuat paragraf pembuka yang baik karena paragraf pembuka
sebuah cerita itu ibarat gerbang istana yang akan menuntun pembaca menelusuri
bagian-bagian dalam cerita. Tapi saya juga tidak menganjurkan untuk membuat cerita
yang hanya baik di paragraf pembukanya saja.

Dari isi cerita itu, kenapa si lelaki begitu mudah menafsirkan bahwa perempuan
itu juga suka padanya dan sebaliknya pun begitu. Seolah-olah pencerita begitu mudah
membuat tokoh-tokohnya mencapai keinginan. Cerita tentang seorang lelaki yang ragu-
ragu mengungkapkan perasaannya pada orang yang disukai adalah hal yang
mainstream dan sudah jamak terjadi. Cerita ini berisi praduga yang juga ditafsirkan
sama oleh kedua belah pihak, tanpa ada kerumitan yang menghalangi kedua belah
pihak untuk mencapai keinginan mereka. Buatlah hal yang unik dari perempuan itu
yang membuat si lelaki dapat jatuh cinta padanya, tidak hanya karena perkara fisik saja.

Banyak membaca, banyak menulis, dan banyak menyunting.

Anda mungkin juga menyukai