Anda di halaman 1dari 20

SINOPSIS

Akbar berteman dekat dengan Andrew. Meskipun


keduanya berbeda agama, mereka telah berteman dekat
sejak kecil. Mereka bersekolah di SMA yang sama.
Bahkan ketika kelas (11), mereka satu kelas. Mereka
berdua bersama 3 orang lainnya, Akbar, Putri, dan Inez,
merupakan sekumpulan teman yang sering
menghabiskan waktu bersama.

Masalah datang saat suatu konflik antarumat beragama


terjadi. Orang tua Andrew yang memiliki took
bangunan yang sudah maju di kota terpaksa gulung
tikar karena took tempatnya usaha dijarah dan dirusak
oleh massa yang tersulut emosi. Imbas dari peristiwa itu
menyebabkan banyak orang trauma, terutama Andrew.

Andrew dan Inez takut bertemu orang karena kejadian


tersebut. fahri, Putri, dan Akbar terus-menerus mencoba
menghubungi dan berbicara dengan mereka agar
kembali berani dan menikmati dunia seperti sedia kala.

TOKOH
Fahri (17 tahun,)
Andrew (17 tahun, anak pemilik toko bangunan)
Akbar (16 tahun)
Putri (17 tahun)
Inez (16 tahun)

SCENE 1
Kamera menyorot lingkungan sekolah saat pagi hari.
Banyak yang bermain dan berbincang sebelum bel
berbunyi.

(Bisa dibikin footage 1 menit untuk pengenalan suasana


sekolah)

Scene berpindah ke Fahri, Andrew, dan Putri yang


sedang ngobrol di bangkunya.

Inez yang baru datang langsung bergabung.

Inez :”Hey, pagi sekali kalian.”


Putri :”Kamu aja kalik yang berangkatnya
siang.”
Inez :”Hehe ….”
Andrew :”Oh iya nih Nez, kami besok Sabtu mau
nonton konser nih. Mau ikut gak?”
Inez :”Konser apa tuh?”
Fahri :”Konser si anu. Di tempat biasa.”
Inez :”Widiw, kita berempat?”
Putri :”Berlima sih, sama si Akbar juga.”
Inez :”Ke mana orangnya tuh?”
Fahri :”Gak tau, kayaknya belum berangkat
deh.”
Andrew :”Buset tu anak, tumben-tumbenan telat.”

Bel tanda pelajaran dimulai pun berbunyi. Akbar masuk


ke kelas dengan cengengesan berbarengan dengan
suara bel. Ia duduk di sebelah Andrew. Andrew
mengeplak kepala Akbar, Akbar makin terkekeh.

Kamera lalu menyorot pelajaran Bahasa Indonesia pagi


itu yang membosankan. Tampak banyak siswa yang
membenamkan muka seakan tertidur. Sebagian lagi
melamun. Inez dan Putri tampak asik bercanda berdua.
Guru pagi itu seakan tak mau tau kelakuan anak-anak
muridnya.

SCENE 2

Suasana sore itu cukup cerah. Angin semilir berhembus.


Fahri, Akbar, dan Putri sedang duduk mengobrol di
teras rumah Fahri. Mereka menunggu Andrew dan
Inez. Mereka akan berangkat bersama ke konser yang
akan dimulai pukul 16.00 waktu setempat.

Akbar :”Eh, sholat Ashar dulu aja ya. Keknya


mereka masih lama ni.”
Putri :”Iya deh, yuk. Lagian band pembukanya
kayaknya juga gak bagus deh, gak papa kita gak
nonton. Yang penting kan band utamanya.”
Fahri :”Yaudah, yuk.”

Mereka pun sholat. Setelah sholat, mereka mengobrol


sambil menunggu kedatangan Andrew dan Inez (bisa
improvisasi untuk percakapan). Tapi mereka tak
kunjung datang. Padahal waktu sudah menunjukkan
pukul 16.30.
Tiba-tiba ponsel Fahri berbunyi. Ia membaca WA yg
masuk.

Kamera menyorot Fahri sejak ia mengeluarkan ponsel


dari saku/tas kecil. Ekspresi Fahri berubah, semula ia
masih bersenda gurau, tapi tiba-tiba kaget.

Fahri :”Gais, gais, kayaknya ada masalah di


kota.”
Putri :”Hah, masalah apa? Kenapa kok
wajahmu kayak begitu?”
Fahri :”Aduh, ini gawat sekali.”
Akbar :”

SCENE 3

Dimasukkan video-video kerusuhan di kota. Jika bisa,


dibuat agak lama, terkadang video dibuat patah-patah
dan slowmotion

SCENE 4

Hari Senin datang, Fahri, Akbar, dan Putri datang ke


sekolah seperti biasa. Tampak banyak wajah lesu di
sekolah. Tapi pembelajaran dilaksanakan seperti biasa.

Banyak desas-desus beredar terkait kerusuhan yang


terjadi pada hari Sabtu. Sehari setelahnya, di hari
Minggu, kota tampak lengang, tidak seperti biasa.
Banyak yang menerka-nerka kerusuhan yang terjadi.
Dugaan paling kuat adalah kerusuhan yang terjadi di
kota merupakan efek gelombang dari kerusuhan di kota
lain.

Di kantin, saat istirahat.


Akbar :”Banyak yang gak masuk sekolah.”

Fahri :”Siapa emang.”

Putri :”Ih, Fahri, itu Andrew, Inez, sama


temen-temen lain pada gak masuk.”

Fahri :”Oh iya betul. Gawat memang keadaan


kota. Kita harus berbuat sesuatu nih.”

Putri :”Berbuat apa, mereka kan gak bisa


dihubungi.”

Fahri :”Nanti kita datengin rumah mereka aja


yuk.

Putri :”Wah, boleh tuh, nanti sore ya.”

Akbar :”Boleh. Nanti aku mau ketemu Agung


dulu tapi.”

Fahri :”Buat apa?”

Akbar :”Ada deh, lihat aja nanti.”

Putri :”Dasar main rahasia-rahasiaan terus.”


Akbar hanya nyengir sedikit terkekeh.

SCENE 5

Fahri, Akbar, dan Putri juga teman-teman lain masih


berusaha menghubungi Andrew, Inez, dan teman-
teman lain yang menjadi korban. Mereka tidak
berangkat ke sekolah.

Mereka bertiga berencana mengunjungi rumah Andrew


dan Inez sepulang sekolah karena saat hari Sabtu dan
Minggu mereka tidak bisa melakukan apa pun karena
kondisi tidak kondusif.

SCENE 6

Mereka bertiga ke rumah Andrew. Tapi yg menemui


mereka adalah kedua orang tua Andrew. Kedua orang
tua Andrew bercerita saat kerusuhan itu terjadi.
Andrew ternyata sedang berada di rumah saudaranya,
di luar kota.

Mereka beralih ke rumah Inez, rumah kosong. Inez dan


keluarganya juga tengah berada di luar kota.

Andrew dan Inez sedang mencari suasana baru karena


shock dengan kerusuhan. Pada saat kejadian, Andrew
sedang berada di toko bangunan. Kerusuhan yang
pecah merembet ke kawasan pertokoan milik orang tua
Andrew. Meskipun masih shock, Ayah Andrew cukup
lancar saat menceritakannya.

Ditayangkan saat Akbar, Fahri, dan Putri bertamu ke


rumah Andrew dan Inez dnegan wajah putus asa.
Tanpa dialog saja, diberi musik yang sesuai.

Esoknya, Inez bertamu ke rumah Andrew.

Inez :”Gimana Ndrew?” (dengan nada


lesu)

Andrew :”Ya gimana Nez. Ancur tuh!!”


(marah)

Inez :”Gilak gak sih. Kita gak tau apa-


apa tapi kita diginiin.”

Andrew :”Emang dah sinting mereka.


Usaha yang kami bangun mereka sikat.”

Inez :”Rusak doang atau ada yang


ilang?”

Andrew :”Banyak noh yang ilang, dah


masuk perut mereka!!”

Inez :”Gak tahu deh harus gimana,


kayaknya mereka semua sama aja deh.”

Andrew :”Jelas itu. Sama aja mereka.”


Suasana hening. Keduanya menatap kosong.

Andrew :”Masih lama ya kita lulus.


Pengen segera cabut dari kota ini.”

Inez :”Sabar lah Ndrew. Aku pun juga


sama. Males sama orang-orangnya.”

SCENE 7

Di sekolah, Fahri, Akbar, dan Putri terus berdiskusi


tentang bagaimana keadaan teman-teman mereka. 5
hari kemudian sejak hari H. Teman-teman yang
terdampak sudah kembali masuk sekolah, termasuk
Andrew dan Inez. Mereka sudah masuk, tetapi mereka
tidak bersikap seperti biasa.

Andrew dan Inez tampak menjaga jarak. Mereka hanya


bicara sepatah dua patah kata.

Fahri :”Gimana Bar, udah ketemu Agung


belum?”

Akbar :”Belum nih, hehe. Nanti jadinya.”

Fahri :”Gimana sih Bar? Itu Andrew dan Inez


masih sedih gitu. Aku ajak ngomong tapi cuma jawab
ala kadarnya. Apalagi Andrew.”

Akbar :”Iya bro, sabar. Jangan buru-buru.”


SCENE 8

Sepulang sekolah di bawah pohon yang rindang di


sekolah, Akbar mengobrol dengan Agung, ketua OSIS.

Agung :”Aku juga bingung ya, kayaknya murid-


murid yang keluarganya jadi korban ada rasa takut
dengan orang sekitar.”

Akbar :”Nah, itu dia. Kamu tahu kan Gung, aku


itu deket banget sama Andrew, juga Inez. Tapi mereka
berdua berubah sikap. Mungkin persepsi mereka
berubah ya terhadap kita.”

Agung :”Mungkin sih, tapi yang pasti mereka


masih ketakutan dengan kejadian itu. Apalagi katamu
Andrew ada di lokasi saat kerusuhan itu pecah.”

Akbar :”Iya ya.”

Agung :”Aku kepikiran mau berbuat sesuatu,


tapi lagi mentok nih.”

Akbar :”Kita harus berbuat sesuatu biar seluruh


murid di sini bisa berbaur seperti biasa. Kan gak enak
kalo ginio terus.”

Agung :”Nah iya, apa ya yang harus kita


lakuin.”
Akbar :”Nah, kamu kan ketua OSIS nih Gung.
Gimana kalo OSIS bikin gerakan gitu.”

Agung :”Gerakan apa? Demo?”

Akbar :”Weits, sabar sabar.”

Agung :”Sabar sabar nenek lu.”

Akbar :”Yang aku maksud tuh cuma semacam


kampanye gitu. Kan bisa tuh lewat Instagram atau
Tiktok. Selain merangkul teman-teman yg trauma kan
juga bisa untuk edukasi masyarakat.”

Agung :”Iya juga ya, masa masalah di tempat


lain, kota kita juga kenak imbasnya.”

SCENE 9

Agung berdiskusi dengan anggota OSIS (bisa


dimasukin banyak orang ya biar 37 orang masuk frame.
Saya gak akan tuliskan dialognya, tapi topiknya saja.)

Dalam rapat OSIS itu mendiskusikan bahwa OSIS juga


harus bergerak untuk mengondusifkan situasi dan
menghapus prasangka. Cara paling minimal adalah
kampanye di media sosial tentang kerukunan
masyarakat. Cara lain adalah mengumpulkan donasi
untuk para korban yang menderita kerugian material.
SCENE 10

Di rumah, Andrew pun tampak murung.

Ayah Andrew :”Kamu kenapa Ndrew? Temen-


temenmu hari Senin kemarin nyariin kamu loh.”

Andrew :”Males, Yah. Kan yang ngerusak


dan ngejarah toko kita orang-orang kayak mereka.”

Ayah Andrew :”Kok kamu mikir begitu?”

Andrew :”Ya kan emang mereka sama.”

Ayah Andrew :”Gini Ndrew, kamu kan suka tuh


baca-baca buku sejarah. Masa kamu mikirnya begini.”

Andrew :”Maksudnya Yah?”

Ayah Andrew :”Kamu pasti udah baca kan


sejarah dunia ini. Sejak dulu itu banyak peperangan,
banyak pembunuhan massal. Tapi apakah semua orang
terlibat, apakah semua orang punya pemikiran yang
sama?”

Andrew :”Hmm gimana ya.”

Ayah Andrew :” Kamu tahu Douwes Deker.”

Andrew :”Tahu. Multatuli kan?”


Ayah Andrew :”Dia orang mana?”

Andrew :”Belanda.”

Ayah Andrew :”Dia orang Belanda kan, tapi dia


mendukung penjajahan terhadap Indonesia gak?”

Andrew diam, termenung. Bisa ditayangkan flashback


saat Andrew baca-baca buku sejarah (kalau bisa Max
Havelaar-Multatuli)

Ayah Andrew :”Kamu kan suka tuh ama


novelnya yang Max Havelaar. Douwes Dekker itu
penentang tanam paksa loh, padahal dia orang Belanda.
Nah, kita gak boleh menggeneralisir semua orang itu
jahat. Coba diingat, temen-temenmu itu baik loh.”

Andrew melamun, ayahnya pergi meninggalkannya.

Ibu Andrew :”Gimana Yah?”

Ayah Andrew :”Yah, gitu deh.”

Ibu Andrew :”Gitu gimana?”

Ayah Andrew :”Coba deh kamu yang ngomong


sama Andrew.”

Ibu masuk ke dalam kamar Andrew yang sedang


menonton film.
Ibu :”Kamu kenapa Ndrew?”

Andrew :”Gak kenapa-napa.”

Ibu :”Kok lesu terus dari kemaren.”

Andrew :”Enggak deh biasa aja.”

Ibu :”Temen-temenmu kemaren


nyariin kamu loh.”

Andrew :”Terus.”

Ibu :”Ya ngobrol dong sama mereka.


Dari kejadian itu murung mulu perasaan.”

Andrew :”Ah udah ah, males ngomongin


itu terus.”

Andrew berjalan ke kasur, lalu tenggelam dalam


selimutnya.

SCENE 11

Scene ini diisi footage-footage video kampanye


kerukunan umat beragama di medsos dan
pengumpulan sumbangan untuk bantuan di sekolah.
Ditampilkan Andrew dan Inez melihat kampanye dan
saat anggota OSIS mengumpulkan sumbangan.
Kamera menyorot Andrew dan Inez yang melihat anak-
anak OSIS dari lantai 2.

Inez :”Percuma.”

Andrew :”Gak akan balik kayak biasa juga


usaha keluargaku.”

Inez :”Sama, udah hancur.”

SCENE 12

Kebekuan antara Fahri, Akbar, dan Putri dengan


Andrew dan Inez terus terjadi hingga mereka lulus.
Pertemanan mereka tak lagi sama. Atau masih bisakah
disebut pertemanan?

Akhirnya, mereka meneruskan ke jenjang perguruan


tinggi, kemudian memasuki dunia kerja.

SCENE 13

8 tahun kemudian

Andrew menenteng tas kerjanya untuk bertemu


kontraktor yang akan mengerjakan proyeknya.

Di sebuah kafe pada siang hari, Andrew terlihat sedang


mengobrol dengan seorang kontraktor.
Andrew terlihat berbicara panjang lebar tentang proyek
yang hendak dibuat. Ia ingin membangun suatu tempat
ibadah.

Andrew :”Lalu, berkaitan denan desainnya


pak …,”

Budi :”Oh kalau itu sebnetar ya. Saya


tadi sudah menelpon rekanan arsitek yang biasa
mengurus proyek rumah ibdah.”

Andrew :”Baik pak.”

Sekitar lima menit mereka menunggu dalam


keheningan. Tiba-tiba Andrew sedikit terkejut ada
seorang laki-laki yang mendekati meja mereka.

Akbar :”Selamat siang Pak Budi.”

Budi :”Eh, Andrew, selamat siang.”

Pak Budi berdiri dan menyalami Akbar. Akbar yang


baru melihat Andrew juga sedikit terkejut, tetapi bisa
segera menguasai situasi.

Akbar :”Eh Andre, apa kabar?”

Andre :”Baik Bar, kamu?” (Sambil


tersenyum simpul)
Akbar :”Ya gini kayak kamu lihat, loncat
dari proyek ke proyek, haha.” (Akbar tertawa)

Budi :”Loh, kalian sudah kenal?”

Akbar :”Haha kami teman lama pak,


teman dekat waktu SMA.”

Budi :”Oh, bagus lah kalau begitu.


Harusnya lancar ini.”

Andrew :”Iya Pak. Semoga.”

Budi :”Kayaknya kalian udah lama


putus kontak ya.”

Akbar :’Iya Pak, terakhir ketemu waktu


SMA.”

Budi :”Waduh gimana kalian. Gini Pak


Andrew. Akbar itu arstiek andalan kami, terutama
kalau mau membangun rumah ibdaha. Udah banyak
sekali yang dia kerjakan, mulai dari masjid, gereja,
bahkan klenteng. Nah, nanti langsung dikonsultasikan
saja ke Akbar terkait rancang bangun rumah ibadah
yang mau Pak Andrew buat. Apalagi temen lama kan,
harusnya gampang.”

Andrew tampak mengangguk. Kamera kemudian


menyorot mereka bertiga yang berdiskusi, kemudian
berdiri dan saling menjabat tangan.
Pak Budi pergi meninggalkan Andrew dan Akbar.

Andrew :”Gimana kabar yang lain Bar?”

Akbar :”Siapa?”

Andrew :”Teman-teman kita.”

Akbar :”Oh masih dianggap teman juga


ternyata. Kukira sudah tidak.”

Andrew terdiam.

Akbar :”Putri sekarang udah jadi dokter.


Fahri sekarang kerja di tambang, minggu depan di
pulang. Kalo Inez?”

Andrew :”Inez lagi nemenin suaminya


lanjut S3 di Jepang.”

Akbar :”Wuih, keren.”

Andrew :”Maaf ya Bar.”

Akbar :”Maaf untuk?”

Andrew terlihat berpikir sebentar.


Andrew :”Untuk masa lalu: masa SMA
yang harusnya jadi menyangkan untuk kita, tapi malah
aku marah gak jelas begitu.”

Akbar :”Udah sadar?”

Andrew mengangguk.

Andrew :”Aku pikir kalian semua sama


aja. Tapi setelah kupikir-pikir, apalagi tau kerjamu yang
seperti ini, aku bener-bener tertampar.”

Akbar :”Kamu aneh sih. Buku-buku


bacaanmu bagus-bagus, tapi kamu gak bisa nerapin itu
untuk diri sendiri.”

Andrew :”Kamu tahu sendiri Bar kepalaku


batu dan cepet panas.”

Akbar :”Hah, iya dah.”

Andrew :”Sebenernya udah sejak lama aku


minta maaf, sejak awal-awal kuliah. Tapi aku malu
Bar.”

Akbar :”Minggu depn ayok kita ketemu


Fahri dan Putri.”

Andrew :”Emang gak papa?”


Akbar :”Kalo mau minta maaf, ya minta
maaf langsung ama mereka.”

Andrew terlihat mengangguk setuju.

SCENE 14

Di suatu kafe, telah berkumpul Akbar, Fahri, dan Putri.


Mereka sedang tampak bercanda. Kemudian datanglah
Andrew. Andrew datang menyalami mereka bertiga.

Akbar :”Akhirnya si Bos datang.”

Fahri :”Wah, siapa ya ini kok kayak


kenal.”

Putri :”Gak usah pura-pura sok gak


kenal deh kamu Ri.”

Mereka bertiga tertawa. Andrew sedikit kikuk.

Andrew :”Kalian kok gak marah?”

Fahri :”Kan yang marah kamu sama


Inez Ndrew, bukan kami.”

Putri :”Udahlah, santai aja. Kita ngerti


kok.”

Putri tersenyum hangat.


Mereka pun saling bercanda dan tertawa masing-
masing. (percakapan bisa improvisasi ya)

SELESAI

Anda mungkin juga menyukai