Anda di halaman 1dari 9

Melihat Warisan Bangsa

Karya: Yusriani

Hari ini di televisi terdapat siaran berita yang menyiarkan berita mengenai artis-artis
Indonesia. Entah mengapa, Rindu tidak tertarik untuk mendengarkan berita mengenai orang-
orang dengan segala kepopulerannya, yang bahkan terkadang tidak penting untuk dilihat.
mengganti siaran di televisi dengan siaran lain adalah pilihan Rindu. Sedang serius menonton
acara voli, tiba-tiba ponsel berbunyi menandakan pesan masuk. Ternyata pesan dari Dea
teman satu kampus Rindu, pesan itu berisi dokumen. Tak lama setelahnya, Dea kembali
mengirim pesan ajakan pergi jalan - jalan.

“Kenapa kita datang ke toko buku?.” Ini sudah kalimat ke empat dari Dea untuk
Rindu. Setelah menerima ajakan dari Dea kemarin, akhirnya hari ini mereka pergi ke toko
buku. Awalnya, Dea berniat mengajak Rindu jalan-jalan di taman dan membeli beberapa
jajanan. Kebetulan taman di daerah Solo terdapat banyak jajanan di sekitarnya, namun
sepertinya takdir tidak merestui mereka untuk pergi ke taman dan berakhir di toko buku.

Akhirnya, Rindu menjawab. “Jika kita di toko buku sudah pasti tujuannya membeli
buku kan lalu kenapa kamu masih menanya kan hal yang sudah kamu tahu jawabannya. Lagi
pula, kita sebagai mahasiswi seharusnya banyak membacakan.”

“Tapi, aku berniat mengajak kamu pergi jalan-jalan ke taman, bukan ke toko buku
Rindu,” Protes Dea namun, Rindu hanya mendiamkan Dea tanpa menanggapi ucapannya.

“Rindu, aku ingin sekali membuat video dan mengunggahnya. Walau tidak ada yang
melihat, tapi kan jika rajin membuat video lama kelamaan pasti akan ada yang melihat.”
Mendengar perkataan Dea dengan santai Rindu menjawab, “Kamu ingin menjadi seperti
Teguh?. Menjadi seorang konten kreator?.” Dea hanya diam tidak menjawab. Teguh adalah
teman satu kampus Rindu dan Dea yang menjadi seorang konten kreator.

Hari menunjukkan pukul 4 sore, taman lumayan ramai berisikan orang-orang yang
berlalu lalang sibuk dengan dunia mereka masing-masing. Bahkan para pemulung, pengemis
serta pengamen juga sibuk dengan dunia mereka masing-masing.

“Kamu lihat orang yang sedang berfoto ria di sana.” menunjuk ke arah orang berfoto.

“Awalnya mereka berfoto untuk kesenangan dan hiburan diri semata. Namun, setelah
diunggah di media sosial dan mendapat banyak komentar suka dari orang-orang maka pasti
ada rasa ingin terus melakukan hal itu terus menerus bahkan ada yang hingga mendapatkan
penghasilan dari hal itu. Tak jarang untuk meningkatkan tingkat kepopuleran, mereka mampu
melakukan hal yang sangat berbahaya.” Kalimat-kalimat yang telah diucapkan oleh Rindu
terdengar seperti nasehat bahkan ceramah di telinganya Dea, namun dengan bahasa yang
halus.

Selesai melakukan kewajiban sebagai umat muslim Dea dan Rindu kini berada di
daerah yang ramai, seperti sedang ada acara kuliner. Tanpa membuang waktu mereka ikut
bergabung dalam acara yang sedang berlangsung.

“Aku tidak tahu apa saja yang telah aku beli, sepertinya minggu depan aku harus
menghemat uang. Jarang sekali kita mengikuti acara seperti ini.” Rasa senang yang di
rasakan oleh Dea membuatnya tidak berhenti berbicara.

“Lihat apa saja yang telah kita beli. Ada batagor, serabi, bakso, cabuk rambak, sate
buntel, tahu acar, bahkan ada es dawet telasih kesukaanmu dan tahok untuk bibi Ningsih.”
Bibi Ningsih adalah ibu Rindu.

“Andai acara seperti ini sering terjadi pasti, kita akan sering kulineran” Dea menatap
Rindu seakan meminta persetujuan atas ucapannya.

“Iya, tak hanya festival kuliner, sepertinya festival budaya juga perlu dilakukan.”
Kegiatan jalan-jalan hari itu selesai dengan sebelas kata terakhir yang diucapkan oleh Rindu.
Jam menunjukkan pukul delapan malam waktunya untuk pulang.

Kelas terakhir telah usai para manusia yang memiliki status sebagai seorang
mahasiswa-mahasiswi berhamburan turun dari gedung fakultas masing-masing. Bahkan
sudah banyak mahasiswa yang berserakan di lingkungan kampus. Waktu makan siang kali ini
sama seperti hari-hari biasanya, banyak yang menghemat waktu dengan makan siang di
kantin kampus.

Jika dilihat secara jauh, seluruh kampus yang ada di Indonesia ini sama saja. Para
mahasiswa-mahasiswi berkumpul bukan hanya untuk mengerjakan tugas saja namun juga ada
yang hanya berkumpul bermain bersama, dan berbagi cerita pengalaman mereka satu sama
lain.
Untuk beberapa saat Rindu termenung melihat para anak remaja di hadapannya.
Berkumpul berbagi cerita hingga ada salah satu dari perkumpulan itu yang sedang
melakukan siaran langsung.

“Sepertinya kamu terlalu serius melihat mereka,”ucapan Arum menyadarkan Rindu


dari hanyutnya ke dalam argumen-argumen di kepala. “Apa kita perlu melakukan siaran
langsung juga.” Lanjutnya berbicara.

Di tengah perbincangan Arum tiba-tiba menanyakan soal Rindu yang pergi bersama
Dea kemarin, dan protes sebab tak mengajaknya pergi bersama mereka. Untuk mengakhiri
aksi merajuk Arum, Rindu mengatakan akan mengajak Arum jalan-jalan bersama akhir
pekan.

Pembicaraan mereka akhir sampai pada topik yang sedang hangat diperbincangkan di
kampus yaitu mengenai acara festival tahunan kampus yang di dengar-dengar temanya adalah
kebudayaan Indonesia. Karena temanya budaya, sudah pasti hiburan yang ditampilkan
berhubungan dengan budaya. Rindu dan kedua temannya berniat untuk ikut
mempersembahkan musikalisasi puisi bersama teman satu kelas mereka.

Karena acaranya bertemakan budaya tentu saja Rindu mau mengikuti kegiatannya,
karena jika tidak, Rindu tidak akan mau ikut andil untuk tampil di depan banyak orang. Di
tengah perbincangan Anton ketua di kelas prodi pendidikan Bahasa Indonesia lebih tepatnya
kelas Rindu beserta temannya mendatangi mereka.

“Kita akan membawakan judul Derai – Derai Cemara karya Chairil Anwar, Rindu
yang akan membawakannya. Sedangkan Saya, Arum, Eko dan Juar akan mengiri
menggunakan alat musik. Setuju kan? “ Rindu terkejut sebab suaranya sedang tidak stabil
karena flu. Namun, ia tetap mengangguk sebagai jawaban. Pukul empat sore ke lima
kumpulan mahasiswa-i itu akhirnya pulang ke rumah masing-masing.

Di rumah ternyata sedang ada acara, beberapa warga, yang di isi oleh para bapak-
bapak. Setelah memberi salam pada para warga, Rindu melewati mereka dan masuk ke dalam
rumah menemui ibunya di dapur.

“Sudah pulang?, “ibu bertanya

“Iya, bu maaf telat kami ada acara sebentar tadi.”


“Ya sudah, Tolong sajikan minuman ini pada orang-orang di depan ya nak, ibu mau
menyajikan camilannya” tanpa banyak kata Rindu melakukan apa yang diminta oleh ibunya.
Ketika kembali ke dapur Rindu bertanya mengapa banyak tamu di rumah mereka, lalu ibu
menjawab kalau para warga sedang membahas mengenai keamanan desa yang perlu di
perketat, sebab akhir-akhir ini banyaknya aksi orang yang tak bertanggung jawab meresahkan
para warga. Seperti pencurian dan begal sering terjadi. Ibu juga memberi nasehat pada Rindu
agar tidak pulang terlalu larut ketika malam hari.

Selepas acara dengan warga, satu keluarga tengah berkumpul “Rindu kapan libur,”
ibu Rindu bertanya.

“Selesai acara tahunan kelas Rindu ada libur bu, sekitar dua minggu. Memangnya ada
apa?. “

“Paman Toriq tadi menelepon. Katanya akan ada acara festival tahunan di daerahnya.
Bertanya apakah kamu ingin melihatnya. Sebab kamu pernah mengatakan ingin melihat
festival budaya di sana.” Mendengar penjelasan ayah, Rindu sangat antusias. Ditambah lagi
festival yang diadakan bertemakan budaya, siapa yang tidak ingin melihat. Sudah pasti ramai
orang yang akan bergabung dalam acara itu.

Setelah diperhitungkan, ternyata acaranya akan diadakan 5 hari setelah festival


tahunan kampus. Tepat sekali di hari libur mereka. Rindu berniat akan mengajak Arum dan
Dea, berpikir kalau mereka pasti akan sangat senang jika melihat festival bersama. Hitung-
hitung sebagai liburan. Tapi sepertinya itu tidak akan terjadi sebab ayah Rindu tidak memberi
ijin pada Rindu untuk pergi.

“ Rindu paham Ayah khawatir jika Rindu pergi tidak bersama dengan ayah.”

“Tapi, putri ayah ini sudah cukup dewasa bukan, lagi pula bukankah bagus jika Rindu
pergi melihat festival itu. Putri ayah ini, bisa menambah wawasannya mengenai budaya
negara kita ini.” Sepertinya ayah belum setuju itu sebabnya ayah Rindu pergi meninggalkan
ruang tamu dan pergi ke dapur.

Melihat wajah sendu rindu ibu pun memberi semangat pada rindu dan berkata bahwa
ayah pasti akan memberi izin. Setelah mendengarkan ucapan sang ibu, Rindu berdiri dari
duduknya dan menghampiri sang ayah.
“Ayah, Rindu sudah menuruti perkataan ayah untuk kuliah jurusan pendidikan dan
melupakan keinginan Rindu kuliah jurusan jurnalistik. Rindu sudah ikhlas ayah.” Rindu
berhenti berucap sebentar dan mengalihkan pandangannya ke arah kakinya berdiri.

“Tolong beri Rindu izin untuk pergi ke Bandung ayah,” kalimat terakhir yang di
ucapkan oleh Rindu sebelum akhirnya masuk ke dalam kamarnya.

Festival kampus tinggal dua hari lagi, persembahan yang akan di bawakan oleh
rombongan dari kelas Rindu juga sudah siap suara Rindu juga sudah kembali normal. Meski
semangat dengan acara yang akan diadakan oleh kampus. Tapi kesedihan juga terdapat dalam
hati Rindu mengenai permasalahan dengan sang ayah.

Pagi ini Rindu bahagia sebab sang ayah sudah memberi izin pada dirinya untuk pergi
ke Bandung dan melihat festival di sana. Tidak tahu hal apa yang membuat sang ayah
berubah pikiran, mungkin karena tekat Rindu yang kuat atau karena bantuan dari sang ibu
dalam membujuk sang ayah. Yang pasti Rindu sangat bersyukur atas hal itu.

Rindu juga sudah mengatakan pada dua temannya mengenai festival yang akan di
adakan di Bandung, kota tempat tinggal pamannya. Tapi sangat di sayangkan Dea tidak bisa
ikut karena harus membantu orang tuanya di kebun. Orang tua Dea juga sudah memberi izin
namun, Dea tetap ingin membantu orang tuanya. Tidak masalah, lain kali saat ada festival
yang akan diadakan mereka akan pergi bersama.

Tak terasa acara tahunan kampus sudah berlangsung dan kini sudah ada di akhir
acara. Walau hanya kampus swasta biasa, tapi ketika mengadakan acara seperti ini juga
cukup meriah. Terlihat dari banyaknya mahasiswa-i yang ikut andil dalam keberlangsungan
acara. Melihat betapa antusiasnya mereka dalam acara, terbesit rasa senang dalam hati Rindu
bahwa generasi sekarang juga banyak yang tertarik dengan budaya Indonesia.

Anton berkata kepada mereka, tahun ini ternyata tak kalah meriah seperti tahun-tahun
sebelumnya. Padahal tema acara tahun ini sangat berbeda dari tahun-tahun sebelumnya.
Rindu yang biasanya tidak banyak berbicara kini banyak berbicara karena membahas acara
tahun yang sudah selesai berlangsung.

Di perjalanan pulang Arum mengatakan pada Rindu kalau mereka akan berangkat
dari Solo ke Bandung dua hari lagi saja, istirahat dulu di rumah sebelum kembali menikmati
pemandangan yang penuh akan budaya Indonesia di kota Bandung, kota yang dikenal dengan
sebutan kota bunga, serta terkenal akan kota yang romantis.
Perjalanan dari Solo ke Bandung memakan waktu 8 jam menggunakan kereta api,
rasa lelah di perjalanan seketika terbayar ketika menginjakkan kaki di kota Bunga itu. Kesan
pertama yang di lihat oleh Rindu adalah Kota Bandung yang ramainya tak kalah dengan Solo.

“Arum mari mencari makan sebentar sebelum pergi ke rumah paman. Sekalian
membeli jajanan untuk di bawa,” Rindu berucap dan mengajak Arum mencari makanan. Dari
banyaknya warung penjual makanan akhirnya, Rindu memutuskan mereka akan makan di
warung soto khas Bandung. Selepas makan, Rindu mengajak Arum membeli camilan untuk
paman dan bibinya.

“Lihat, Rindu di toko itu ada menjual kue. Kenapa tidak beli kue saja?. “ Setuju
dengan ucapan Arum mereka pun mampir di toko kue dan membeli kue Pisang Bolen sebagai
buah tangan.

Sehabis membeli kue, Rindu mencari tukang becak untuk mengantarkan mereka ke
tempat pamannya. Negosiasi mengenai harga becak juga sempat terjadi. Kegiatan yang sudah
biasa terjadi antara tukang becak dengan calon penumpang.

Di tengah jalan Arum bertanya mengapa memilih menaiki becak, Rindu hanya
menjawab, agar bisa melihat-lihat saat di jalan selain untuk melihat festival tahunan
bukankah juga harus menikmati keindahan kotanya. Sunggu sayang jika mengabaikan
pemandangan kota Bandung. Setidaknya, menikmati sedikit keindahan dari banyaknya
keindahan yang dimiliki Indonesia. Dan hitung-hitung agar terlihat lebih melokal saja.

Walaupun jalanan Solo tidak jauh berbeda dengan Bandung yang dipadati dengan
kendaraan roda empat dan roda dua, tapi masih ada sebagian pemandangan lain yang dapat
memanjakan mata seperti pohon-pohon rindang di sisi pinggiran jalan, gedung-gedung
pencakar langit yang jika di lihat dari malam hari pasti akan sangan indah, belum lagi lampu-
lampu jalan yang menerangi jalanan kota Bandung. Membayangkannya saja sudah membuat
Rindu tak sabar ingin berkeliling kota Bandung.

“Assalamualaikum, bibi”

“Rindu, kapan sampai?. Kenapa tidak memberi kabar pada bibi, biar bibi jemput di
stasiun.”
“Rindu sampai jam tiga sore bibi, tidak memberi kabar karena ingin memberi kejutan
saja,” Ucap Rindu memberi penjelasan. Karena memang sejak awal Rindu memang berniat
ingin memberi kejutan dengan datang tiba-tiba.

“Bibi, perkenalkan ini Arum teman Rindu.”

“Halo Arum nama bibi, Lulu bibinya Rindu. Ayo masuk.” Bibi mempersilahkan
mereka memasuki rumah.

“Bibi festivalnya di hari apa ya?. Rindu tidak memberi tahu Arum,” ucap Arum.

“festival akan berlangsung hari Kamis sampai hari Sabtu jadi kalian bisa istirahat atau
berkeliling dulu besok.” Jawab bibi Lulu.

Bibi Lulu, Rindu dan Arum terus berbincang mengenai hal-hal kecil, mulai dari bibi
Lulu yang bertanya mengenai kabar orang tua Rindu, mengenai sekolah Rindu hingga Rindu
dan Arum yang bertanya seputar festival yang akan mereka datangi.

Malam hari ketika paman pulang Rindu kembali mengobrol bersama paman dan
bibinya beserta sepupunya Cika yang sedang menduduki bangku kelas satu SMA. Rindu
mengatakan pada pamannya mereka akan tinggal selama satu minggu. Selain melihat festival
budaya, Rindu berkeinginan berkeliling dan melihat budaya khas yang ada di Bandung mulai
dari kulinernya, tempat-tempat wisatanya bahkan budaya yang masih melekat di kota
Bandung yang luas.

Paman memberi saran pada Rindu untuk jalan-jalan di jalan Braga tempat yang akan
di selenggarakan Braga festival. Pagi ini Di jalan beraga banyak hal yang memanjakan mata
ketika dilihat. Mulai dari bangunan-bangunan yang berdiri kokoh di sekitarnya hingga ramai
orang yang berjalan kaki entah itu untuk berolah raga atau hanya sekedar berkeliling, lalu
beberapa para pelukis yang ada di pinggir jalan. Namun sayang, Berkeliling hanya sebentar
karena bibi menyuruh mereka untuk pulang lebih awal.

Hari ini acara festival diselenggarakan. Seketika Rindu terkejut dengan ramainya
orang-orang di acara tersebut. Di pintu masuk mereka disambut dengan gapura yang besar
bertuliskan Braga Festival 2022. Di sisi pinggir, berbaris meja-meja berisikan segala jenis
makanan tradisional khas Indonesia. Lukisan-lukisan yang di pajang sejajar di tempat
tersendiri, di samping lukisan terdapat susunan barang-barang antik.
Berjalan dari ujung hingga ke ujung di sepanjang acara mencicipi beberapa jajanan
tradisional khas negara Indonesia

Rindu bertanya pada paman, “mengapa acara festival seperti ini jarang di adakan,
padahal Indonesia memiliki banyak ragam jenis budaya yang perlu di perkenalkan pada
masyarakat Indonesia sekarang, bahkan juga pada negara luar.” Paman hanya melihat ke arah
Rindu dan tersenyum tanpa menjawab apa pun.

Dalam pikiran Rindu bukanlah jika setiap daerah memiliki acara tahunan seperti ini
mampu memperkenalkan budaya Indonesia kepada generasi yang akan meneruskan warisan
yang dimiliki bangsa Indonesia. Budaya yang dimiliki oleh negara Indonesia ini sangat
beragam. dipikir-pikir jika tidak di perkenal kan pada generasi penerus bangsa makan
budaya yang di miliki akan terkubur dengan kemajuan teknologi yang semangkin maju.

Di tengah-tengah acara hari itu ada pertunjukan reog, dan di susul tarian-tarian
tradisional pertunjukan-pertunjukan yang dilihat oleh Rindu menciptakan rasa senang dan
bahagia yang besar. Rasa kagum Rindu pada segala jenis budaya yang di miliki Indonesia
seketika membuncah begitu saja. Melihat orang-orang menggunakan pakaian baju adat
pertunjukan musik dengan alat musik tradisional menciptakan rasa bahagia tersendiri pada
diri Rindu ketika menyaksikan acara tersebut.

Di perjalanan, Rindu menyampaikan niatnya pada pamannya bahwa ia dan Arum


akan berkeliling Bandung setelah melihat festival di hati ke dua. Berniat mengenal kota
Bandung yang terkenal ke seluruh Indonesia. Paman pun setuju dengan keinginan Rindu
untuk berkeliling. paman Toriq tahu bahwa keponakannya itu memiliki rasa ingin tahu yang
besar mengenai segala budaya yang dimiliki oleh Indonesia.

“Kalian berniat ingin berkunjung ke mana?” paman Toriq bertanya ketika mereka
telah sampai di rumah.

“ke saung Angklung Udjo lalu ke Grafika Cikole.” Bukan Rindu yang menjawab
tetapi Arum. Sebelum pergi ke Bandung Arum sudah mempersiapkan tempat wisata yang
akan di kunjungi olehnya.

“Bagus, tapi kalian harus hati-hati dan jangan makan sembarangan.” Rindu serta
Arum pun mengangguk sebagai jawaban.
Izin sudah didapat saatnya mempersiapkan diri untuk menikmati budaya serta
keindahan alam dari tempat-tempat yang akan mereka kunjungi dan sepertinya mereka akan
tinggal di Bandung lebih dari satu minggu sebab siapa yang ingin melewatkan kesempatan
menikmati beragam wisata alam yang dimiliki oleh Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai