Anda di halaman 1dari 11

Kisah

Kasih
Mungil
kumpulan cerita pendek
Daftar Isi
1. Tulip Kuning..............................................8
2. The Prom Night........................................23
3. Hati Si Sahabat.........................................49
4. My Little Cupid.........................................77
5. Sahabat Itu Seperti Bintang.....................104
6. Simfoni Laut.............................................138
7. Kartini Anyar Putri....................................148
8. Tentang Penulis........................................184

2
TULIP KUNING

“Hah?? Lagi??”, tanya Adel pada dirinya


sendiri, alisnya bertaut, keheranan. Akhir-akhir ini
memang Adel selalu mendapat kiriman bunga ‘Tulip
Kuning’, tepatnya sejak ia berusia 16 tahun dan
masa-masa ujian akhir sudah kelar. Entah siapa yang
iseng atau sengaja mengirimkan bunga itu padanya.
Banyak yang tahu kalau Adel lebih memilih dikirimi
buku daripada dikirimi bunga-bungaan seperti itu,
gombal, pikirnya.

Adel kehilangan ibu kandungnya ketika ia


memasuki masa SMA, saat ia berusia 14 tahun,
tepatnya ketika ia sedang menjalani Masa Orientasi
Siswa di sekolah barunya. Ibunya meninggal karena
sakit lama yang diderita, dan itu meninggalkan
torehan luka di hati dan di hari-hari Adel. Sudah
tentu ia tidak begitu menaruh perhatian terhadap
segala hal baru di sekelilingnya. Ia tenggelam di
dalam kesedihannya, tidak peduli sebahagia apa
teman-temannya yang mengatakan bahwa masa
yang paling indah adalah masa-masa SMA.

Dan tak lama ini, Adel baru saja mendapat


seorang ibu baru dengan seorang kakak tiri laki-laki
di saat umurnya genap 16 tahun. Baginya, itu adalah
pukulan yang berat. Tapi Adel adalah anak yang baik.
Toh ia menerima dengan ikhlas kehadiran anggota
keluarga barunya itu. Dan ia makin menyibukkan
dirinya dengan berbagai rutinitas yang
membantunya lupa akan kesedihannya yang
mendalam. Dan kesibukan itulah yang membuatnya
jarang berkumpul dengan keluarga barunya.

Sudah genap sebulan sejak pernikahan Papa


dan Mama Vika, begitu panggilannya, Adel masih
belum mengetahui siapa kakak (tiri) laki-lakinya.
Papa dan Mama Vika pun seolah menyembunyikan
identitas kakak tirinya dari dirinya. Mama Vika tidak
pernah menceritakan apa-apa tentang anak laki-
lakinya itu, seperti ada kesepakatan antar ibu dan
anak itu. Yang ia ketahui, kakaknya adalah
mahasiswa di Fakultas Pertanian IPB bernama Ryan
Randheira Putra. Hanya itu. Selebihnya tidak.
Wajahnya pun belum pernah di lihatnya karena
kakak tirinya sendiri kost di Bogor dan dia tinggal di
Bandung. Rutinitas yang padat tidak membuatnya
mempermasalahkan persoalan itu lebih lanjut.
Pikirnya itu sudah lebih dari cukup.

“Ada apa, Adel?”, tanya Mama Vika lembut.

“Oh… nggak Ma, nggak ada apa-apa kok.


Cuman ada kiriman lagi.” katanya sembari
menunjukan serumpun tulip kuning, yang kini
tengah dipeluknya.

Mama Vika hanya tersenyum penuh arti


begitu mendengar komentar Adel, ”Apa sih
maksudnya. pake ngirim-ngirim bunga segala, udah
tahu Adel nggak suka bunga.”

“Lho Del, tulip itu kan bunga yang bagus. Dan


menurut mama sih, yang ngirim bunga ini, pasti
punya banyak uang. Tulip tuh bunga yang langka di
Indonesia, apalagi yang berwarna kuning seperti ini,
kecuali kalau si pengirim memang punya kebun
sendiri. Tapi masa sih....? Ngurus tulip kan susah.
Butuh ketelatenan...Kok bisa ya....?”, mama Vika
yang memang sangat hobi dan sering berkebun --
bahkan memiliki kebun bunga sendiri di kebun di
halaman belakang yang sering dipuji-puji oleh para
tetangga-- bicara panjang lebar, ujung-ujungnya
malah bingung sendiri.

Adel senyam-senyum, melihat mama barunya


ngomong sendiri.

“Maksudnya apa ya....? Adel bingung deh ”,


Adel menggumam.
“Semua bunga itu memiliki arti, Adel. Itu
namanya bahasa bunga.”, mama Vika menjawab
pertanyaan Adel itu.

“Jadi bunga ini punya arti? Mama tahu ini


artinya apa?”, tanya polos Adel, wajahnya makin
menggemaskan.

“Mama tahu, tapi akan mama kasih tahu


kalau kamu sudah mengetahui siapa pengirimnya.”,
jawabnya penuh kerahasiaan, tersenyum lalu
kembali ke dapur.

***

Kini kamar Adel penuh dengan rumpunan


bunga tulip kuning. Dari yang masih segar, hampir
layu, dan yang kering pun masih terpajang di
berbagai tempat di kamar Adel. Ia merasa sayang
kalau harus membuangnya walau sebenarnya ia tak
suka bunga. Apalagi setelah mendengar penuturan
panjang mama Vika yang bilang ini itu tentang jenis
bunga ini. Tapi satu yang tetap mama Vika
rahasiakan darinya, arti dari tulip kuning itu sendiri!

Aroma harum dari Tulip Kuning itu pun kini


mewarnai setiap senti dari kamar Adel. Ia mulai
merasa senang menerima kiriman bunga itu tiap tiga
hari sekali dalam tiap minggunya.

“Adel, kamu mau ikut Mama ke Bogor nggak,


sayang?”, tanya Mama Vika lembut sewaktu sedang
menemani Adel menonton di ruang keluarga.

“Memangnya mau ngapain Ma?”,


konsentrasi Adel berpaling dari acara favoritnya.

“Enggak, mama cuma mau memenuhi


permintaaan kakakmu. Ryan minta dikunjungi dan
dibawakan beberapa potong bajunya yang
ketinggalan kemarin. Dan dia harap kamu bisa ikut,
ada yang mau dia sampaikan.”

“Kemarin?? Memangnya dia kesini Ma?”,


tanyanya, yang dijawab dengan sebuah anggukan.
”Kok Adel nggak tahu?”

“Kamu kan selalu sibuk Del. Pergi jam tujuh


pagi, pulang jam tujuh malem. Kemarin, dia kesini
waktu kamu belum pulang. Dan kakakmu itu, hanya
berdua dengan Mbok waktu Mama lagi ke tempat
teman Mama.” , terang Mama panjang lebar, “Ryan
kesini nggak lama kok, itu juga kata simbok ”,
mama Vika menambahkan.

“Oh, ya udah deh, Adel ikut. Kita nggak


nginap kan Ma?”, tanya Adel khawatir akan
pekerjaannya yang menumpuk sebagai bendahara
umum OSIS serta Ketua Seksi DANUS (Dana & Usaha)
dari acara perpisahan kelas tiga yang akan diadakan
sebentar lagi.

“Nggak kok. Sekarang, mendingan kamu siap-


siap dulu deh, kita lansung berangkat setelah papa
pulang.”

***
Tentang Penulis
Dina Dindutz.
‘Ababil Super
Hiperaktif’ yang selalu
‘Cheerful Confident dan
Childish’.
Sudah menginjak tahun
ke-22 dalam hidupnya
dan buku ini jadi kado paling berharga, katanya.
Anggota muda dari NBC Palembang dan langsung
jatuh cinta pada pertemuan pertama club ini.
Berdarah Makassar, bersuku Bugis, dibesarkan di
Lampung dan dewasa di Palembang. Sudah 5 tahun
lebih mencoba beradaptasi dan hidup mandiri-
sendiri di tanah orang, Palembang, demi
menyelesaikan pendidikan dan keprofesiannya
sebagai dokter gigi lulusan Universitas Sriwijaya.
Anak pertama dari tiga bersaudara ini lagi
aktif di kegiatan beramal sambil menuntut ilmu di
Poli Gigi Rumah Sakit Muhammad Hoesin, alias co-
ass. Siapapun yang mau dirawat giginya, bisa dateng
ke dia . Hobi nulis dan ngopi-ngopi sambil ngobrol
di kafe yg ngebolehin pengunjungnya duduk lama-
lama dan ketawa-tawa. Seneng punya banyak
temen, dan semacam ada kecanduan pada twitter
dan facebook. Sangat menerima kritikan yang
membangun dengan niat yang baik 
Kunjungi blognya untuk baca ‘galauan’ yang
lebih banyak, www.celoteholic.blogspot.com atau
tumblrnya, www.dindutzzz.tumblr.com atau follow
twitternya, @dindutzzz atau jadi temannya di
Facebook, Dina Oktaviany. Orangnya ramah kok, dan
sudah disuntik jinak! SUER! 

Anda mungkin juga menyukai