Anda di halaman 1dari 2

Lilie Breezea Manurung/XII MIPA 2/3

Kepercayaan dan Ketaatan Kita pada Tuhan

Sasaran : semua kalangan

Yesus menyembuhkan seorang yang sakit kusta

Markus 1:40-45

1:40 Seorang yang sakit kusta datang kepada Yesus, dan sambil berlutut di hadapan-Nya ia
memohon bantuan-Nya, katanya: "Kalau Engkau mau, Engkau dapat mentahirkan aku." 1:41
Maka tergeraklah hati-Nya oleh belas kasihan, lalu Ia mengulurkan tangan-Nya, menjamah
orang itu dan berkata kepadanya: "Aku mau, jadilah engkau tahir." 1:42 Seketika itu juga
lenyaplah penyakit kusta orang itu, dan ia menjadi tahir. 1:43 Segera Ia menyuruh orang itu
pergi dengan peringatan keras: 1:44 "Ingatlah, janganlah engkau memberitahukan apa-apa
tentang hal ini kepada siapapun, tetapi pergilah, perlihatkanlah dirimu kepada imam dan
persembahkanlah untuk pentahiranmu persembahan, yang diperintahkan oleh Musa, sebagai
bukti bagi mereka." 1:45 Tetapi orang itu pergi memberitakan peristiwa itu dan
menyebarkannya kemana-mana, sehingga Yesus tidak dapat lagi terang-terangan masuk ke
dalam kota. Ia tinggal di luar di tempat-tempat u yang sepi; namun orang terus juga datang
kepada-Nya dari segala penjuru.

Bapak, ibu dan saudara-saudariku yang terkasih, Berdasarkan pengalaman pribadi saya,
jujur saja, saya suka sekali menyalahkan Tuhan. Setiap kali ada masalah saya sering marah-
marah dalam hati, “Saya sudah susah payah tapi kok hidup saya kayak begini, Tuhan itu
sebenarnya sayang gak sih?” seolah-olah melempar keluhan pada Tuhan. Pada saat itu saya
merasa tidak ada yang mengerti dengan saya. Saya merasa kalau Tuhan senang melihat orang
menderita, jadi Tuhan sebenarnya menciptakan saya untuk menjadi bahan tertawaan-Nya.
Sama seperti orang yang sakit kusta di bacaan Injil Markus tadi, bedanya orang yang sakit
kusta itu memiliki pendirian yang teguh untuk tetap mempercayai Tuhan dan tidak
mengeluarkan protes pada Tuhan.

Pada masa itu, bagi orang Ibrani penyakit kusta itu dianggap najis dan berbahaya, karena
dapat menular. Kusta di dalam Alkitab digambarkan sebagai orang yang disiksa oleh bintil-
bintil kehijauan atau kemerahan. Di dalam Alkitab, penyakit kusta tidak dilihat sebagai
sebuah persoalan medis melainkan sebuah persoalan teologis, sehingga penyakit kusta
dianggap sebagai hukuman Tuhan kepada orang-orang berdosa.

Jadi, sudah jelas sekali bahwa orang yang sakit kusta tersebut dikucilkan oleh masyarakat
dan pada titik yang sangat rendah. Tapi, Markus menuliskan bahwa orang yang sakit kusta itu
memohon pada Yesus pada ayat 40, yang dikatakan adalah, "Kalau Engkau mau, Engkau
dapat mentahirkan aku." Dengan kalimat itu saja kita mengetahui kalau orang yang sakit
kusta tersebut mempercayai Yesus untuk menyembuhkan dirinya. Dalam kesengsaraannya
dan kesulitannya, dia masih mengakui kalau Yesus itu betul-betul messiah yang diutus oleh
Tuhan sendiri. Orang yang sakit kusta ini mengakui kuasa Yesus dan juga kedaulatan Yesus,
dirinya akan sembuh atau tidak tergantung pada keinginan Yesus. Meskipun dia tahu kalau
Yesus tidak berutang apa-apa kepadanya, orang yang sakit kusta tersebut tetap mendatangi
Yesus dengan berlutut dan memohon.

Tidak diragukan lagi kalau Yesus mempunyai kuasa untuk menyembuhkan berbagai
penyakit adalah salah satu dari mukjizat yang dilakukan-Nya. Dan perikop ini juga sangat
mempertegas kuasa yang dimiliki Yesus. Karakter Yesus yang sangat tulus dan baik hati ini
ditulis oleh Markus pada ayat 41, bahwa Yesus “tergerak hatinya”. Artinya, Yesus sangat
tersentuh pada orang yang sakit kusta itu karena belas kasih-Nya yang besar. Yesus tidak
memedulikan pendapat Masyarakat tentang penyakit kusta, bahkan Ia sampai mengindahkan
permohonan orang yang sakit kusta tersebut. Yesus sangat rendah hati karena pada ayat 44,
Yesus memperingatkan orang itu untuk tidak memberitahukan hal itu kepada siapapun.

Jadi, dalam Injil Markus 1:40-45 kita sebagai anak Allah harus ingat kalau Tuhan itu tidak
akan pergi kemana-mana dari kita, Tuhan akan selalu di sisi kita. Meskipun saat kita dalam
kesulitan, kita tetap mempercayai bahwa masa-masa tersebut merupakan rintangan yang
diberi Tuhan kepada kita dan dalam tangan-Nya, kita akan dihadiahkan dengan akhir yang
bahagia.

Bapak, ibu, dan saudara-saudari sekalian, untuk niat-niat kita kedepannya, alangkah
baiknya jika kita menguatkan iman dan kepercayaan yang penuh kepada Tuhan. Tidak hanya
saat masa kesulitan kita ingat Tuhan, tapi saat bahagia juga kita bersyukur kepada-Nya. Kita
sebagai anak Tuhan harus tetap rendah hati, karena Tuhan punya kuasa untuk mengabulkan
permohonan kita atau tidak. Jadi kita mengasihi Tuhan seperti Ia mengasihi kita.

Anda mungkin juga menyukai