Modul ini menguraikan tentang tentang fungsi protein bagi unggas dan non ruminansia.
Selain itu, modul ini menjelaskan tentang asam amino, kecernaannya, kebutuhan protein
untuk unggas dan non ruminan, serta beberapa bahan pakan sumber protein.
Metabolisma protein pada ternak unggas dan non ruminansia juga dijelaskan pada
modul ini. Tujuan instruksional yaitu setelah membaca modul ini diharapkan mampu
memahami fungsi protein bagi unggas dan non ruminansia, metabolisma, dan
penggunaan protein bagi unggas serta mengetahui kebutuhan protein bagi unggas untuk
mendapatkan produksi yang optimal.
Fungsi Protein
Kebutuhan Protein
Metabolisma Protein
1. Deskripsi Protein
Protein adalah senyawa organik yang komplek dengan berat molekul tinggi,
tersusun dari unsur karbon (C), hidrogen (H), oksigen (O), nitrogen, serta
mengandung sulfur dan fosfor. Ciri khusus protein adalah adanya kandungan
nitrogen. Protein dalam pakan biasanya mengandung 16% N (Nitrogen). Oleh
karena itu, kadar protein dari suatu bahan pakan diperkirakan dengan mengalikan
kadar nitrogen bahan pakan dengan 6,25 (perbandingan terbalik dari 16%), sehingga
disebut dengan protein kasar (Crude Protein/CP). Protein diserap tubuh dalam
bentuk asam amino. Protein dibuat dari satu atau lebih ikatan asam amino yang
disebut polypeptide. Protein merupakan kelompok kimia terbesar didalam tubuh
setelah air. Protein memiliki jumlah yang besar dalam jaringan otot karkas, organ-
organ dalam, syaraf dan kulit. Dalam daging, rata-rata mengandung 16% protein
(Anggorodi, 1979).
Protein diberikan bukan sebagai sumber energi, tetapi untuk menyediakan asam
amino untuk membangun dan menggantikan jaringan tubuh yang rusak.
Memanfaatkan protein menjadi energi adalah dengan mengambil nitrogen dari asam
amino yang dikenal dengan proses: Deaminasi. Proses ini membutuhkan
pengeliminasian nitrogen keluar dari tubuh dalam bentuk urea. Pengeliminasian
nitrogen ini membutuhkan energi. Oleh sebab itu kurang efisien untuk memperoleh
energi dari protein dibandingkan dari karbohidrat. Jika terjadi defisiensi energi dari
karbohidrat dan/atau lemak, maka protein dapat digunakan sebagai sumber energi.
Namun, protein digunakan sebagai sumber energi, akan menghasilkan residu
nitrogen yang harus dikeluarkan dari tubuh. Pada mamalia residu nitrogen adalah
urea, sedangkan pada unggas disebut asam urat.
Fungsi Protein
3. Asam Amino
Asam amino merupakan hasil akhir pencernaan protein, bahan pembangun untuk
pembuatan protein tubuh dan merupakan hasil gradasi dalam katabolisme protein.
Ada sekitar 20 – 22 macam asam amino terdapat dalam protein. Dari 20 macam
asam amino tersebut ada yang dapat disintesis dalam tubuh ternak, disebut asam
amino non esensial, contoh : alanin, asam aspartat, asam glutamat, glutamin,
hidroksiprolin, dan glisin. Asam amino yang tidak dapat disintesis harus didapatkan
dari pakan, disebut asam amino esensial, contoh : metionin, arginin, treonin,
triptofan, histidin, isoleusin, leusin, lisin, valin dan fenilalanin. prolin dan serin.
Kandungan asam amino bahan pakan dapat diukur dengan alat yang dinamakan
amino acid analyzer. Dengan mengetahui kandungan asam amino bahan pakan,
maka dapat diketahui asam amino pembatas dalam bahan pakan yang diperlukan
dalam penyusunan ransum. Asam amino yang mengandung belerang (sistin, sistein,
methionin) threonin dan triptophan merupakan asam amino pembatas utama pada
unggas sedangkan lisin merupakan asam amino pembatas pertama pada ransum
babi.
Asam amino tercerna
Kandungan asam amino yang cukup dan seimbang dalam ransum tidak menjamin
seluruhnya dapat dicerna dalam tubuh unggas. Hal tersebut tergantung pada jenis
protein, kuantitas dan kualitas sumber protein. Asam amino essensial dari jagung
dan bungkil kedele dicerna dengan efisiensi ±90%, walaupun terdapat perbedaan
antara individu asam amino. D’Mello (2003) menyatakan bahwa Dalam
memformulasi pakan ternak perlu diperhatikan keseimbangan dari asam amino
terutama asam amino esensial. Formulasi asam amino esensial yang tidak tepat baik
kelebihan ataupun kekurangan akan mengakibatkan ketidakseimbangan asam
amino, antagonis dan juga menjadi racun bagi tenak.
4. Kebutuhan Protein
Protein merupakan komponen termahal dalam ransum maka pemberian protein secara
berlebihan tidak ekonomis. Level protein dalam ransum harus dijaga agar tetap lebih
sedikit di atas kebutuhan minimum, dan cukup untuk menyediakan asam amino untuk
sintesa asam amino non esensial.
Faktor yang mempengaruhi kebutuhan protein dan asam amino pada ternak unggas:
− Umur. Unggas yang mulai tumbuh, memerlukan protein paling tinggi karena
tubuhnya membentuk sel-sel baru yang kebanyakan adalah protein dan air. Pada
saat dewasa, kebutuhan proteinnya menjadi berkurang. Misalnya, ayam broiler
yang berumur kurang dari tiga minggu memerlukan protein sekitar 21-23%,
sementara broiler dengan umur lebih dari tiga minggu hanya memerlukan sekitar
19-20% protein.
− Laju Pertumbuhan. Pertumbuhan diiringi dengan pembagian sel, oleh karena
itu memerlukan protein yang lebih tinggi. Jika antibiotik, hormon atau zat
beracun (arsenik) diberikan untuk meningkatkan pertumbuhan, maka dapat
terjadi peningkatan kebutuhan protein. Ayam yang lebih besar lebih banyak
menggunakan protein daripada ayam yang lebih kecil.
− Reproduksi. Apabila unggas dewasa mulai bertelur, maka kebutuhan protein,
vitamin, dan mineral akan naik per unit pakan yang dikonsumsi dan juga akan
menaikkan kebutuhan energi. Apabila energi ransum produksi tidak diturunkan,
dan kebutuhan protein, vitamin, dan mineral dinaikkan, maka akan terjadi
produksi telur dan daya tetas telur rendah. Hal ini disebabkan oleh konsumsi
energi pada unggas mempengaruhi konsumsi ransum
− Iklim. Unggas di iklim dingin membutuhkan lebih banyak energi daripada di
iklim panas. Apabila suhu lingkungan meningkat, maka energi ransum yang
dibutuhkan unggas lebih sedikit, tetapi protein yang dibutuhkan lebih banyak.
Apabila kebutuhan protein dan asam amino sudah terpenuhi, maka performa
unggas tidak begitu terpengaruh oleh adanya stres panas.
− Tingkatan Energi. Unggas makan sampai kebutuhan energinya terpenuhi. Jika
tingkatan energi naik maka tingkatan protein harus naik, jika tidak, fungsi
fisiologis yang diinginkan seperti pertumbuhan, atau reproduksi, tidak dapat
dipenuhi secara tepat. Imbangan kalori protein setiap ransum perlu diperhatikan.
Kebutuhan energi yang semakin meningkat untuk hidup pokok dan
pertumbuhan, akan menyebabkan kebutuhan protein menurun per satuan energi
ransum (per 100 kkal energi metabolis). Hubungan protein ransum dengan kadar
energi ransum merupakan prinsip penting yang harus digunakan dalam
penyusunan ransum unggas.
− Penyakit. Penyakit yang mempengaruhi konsumsi ransum, pencernaan atau
penyerapan, mempengaruhi pula kebutuhan protein. Apabila penyakit merusak
membran penyerapan dalam usus halus atau sekresi getah pencernaan, maka
perubahan dalam kebutuhan protein menjadi jelas. Koksidiosis, penyakit usus
halus, dapat meningkatkan kebutuhan beberapa zat mineral dan zat nutrisi
lainnya
− Bangsa dan Galur. Kebutuhan protein per unit pertambahan bobot badan dari
setiap bangsa unggas berbeda. Misalnya kebutuhan protein untuk itik berbeda
dengan kebutuhan protein untuk ayam. Puyuh Jepang dan ayam Leghorn Putih
mempunyai kebutuhan protein lebih tinggi dibandingkan dengan unggas lainnya.
Anak ayam yang mempunyai tingkatan arginase ginjal tinggi, mempunyai
tingkatan plasma lisin lebih tinggi. Galur ayam tersebut adalah sangat peka
untuk meningkatkan lisin.
− Jenis bahan pakan : Kecernaan protein tiap bahan pakan berbeda-beda. Dari
beberapa macam protein, ada yang mempunyai kecernaan yang lambat, sehingga
mengakibatkan asam amino lain yang telah tersedia akan mengalami deaminasi
sebelum asam amino dari protein tersebut terbebaskan untuk bergabung menjadi
protein dalam tubuh. Beberapa asam amino di dalam protein ada yang berikatan
sangat kuat dengan senyawa lain sehingga sulit dicerna oleh ternak, misalnya
pada kedelai mentah terdapat zat yang dapat mengikat metionin.
Kebutuhan protein untuk ayam petelur sangat erat hubunganya dengan kecepatan
produksi telur dan besarnya telur. Pada saat produksi telur mencapai puncaknya
kebutuhan protein yaitu 17-19%. Pada akhir siklus produksi kebutuhan menurun
sampai 14%.
Untuk setiap butir telur berukuran besar, ayam betina menghasilkan 6,7 gram
protein. Angka ini setara dengan jumlah protein yang dideposisikan per hari oleh
ayam pedaging yang sedang bertumbuh dengan tingkat pertambahan berat badan
sekitar 37 g per hari. Kebutuhan protein harian untuk ayam petelur berproduksi
tinggi sama besarnya dengan kebutuhan ayam pedaging yang bertumbuh cepat.
Suprijatna (2005) menyatakan bahwa taraf protein yang meningkat pada saat
periode pertumbuhan mengakibatkan meningkatnya persentase produksi telur, berat
telur, dan efisiensi penggunaan ransum. Ayam petelur pada umur 12-20 minggu,
laju pertumbuhan mulai menurun. Oleh karena itu, pada periode ini digunakan
ransum dengan kandungan protein rendah dan serat kasar tinggi, yang bertujuan
untuk mencegah ayam kegemukan (NRC, 1994).
Besar kecilnya kuning telur ayam, serta warna kuning telur juga dipengaruhi oleh
kandungan protein dalam ransum. Konsep pemberian ransum dengan kandungan
protein rendah pada periode pertumbuhan perlu hati-hati (Leeson et al., 1991),
mengingat pada saat pertumbuhan organ reproduksi mulai meningkat, sementara
organ lainnya menurun. Pada saat memasuki periode produksi (umur 20 minggu),
pertumbuhan organ reproduksi sudah optimal untuk mempersiapkan pertumbuhan
folikel dan penimbunan material pembentukan telur, serta persiapan awal produksi
guna mencapai puncak produksi yang tinggi (Etches, 1996).
Pada babi yang sedang tumbuh, jika pakan cukup mengandung protein, maka laju
pertumbuhan adalah fungsi dari energi intake. Jika protein defisien maka laju
pertumbuhan berhubungan secara linear dengan intake protein dan tidak tergantung
dari intake energi. Variasi laju pertumbuhan dalam kaitannya dengan intake protein,
salah satunya adalah berat badan babi. Respon babi yang sedang tumbuh terhadap
intake asam amino keseimbangan asam amino dalam pakan menentukan kualitas
protein pakan pada ternak babi produksi pada dasarnya adalah pertumbuhan dan
pertumbuhan adalah akumulasi daging, maka profil asam amino dalam daging
mencerminkan keseimbangan asam amino yang dibutuhkan.
Faktor yang mempengaruhi respon babi terhadap intake lisin, yaitu: 1) berat badan,
2) intake energi, 3) jenis kelamin, dan 4) suhu lingkungan
Kebutuhan lisin menurun dengan bertambahnya umur. Pada babi betina penurunan
kebutuhan lisin terjadi lebih awal daripada babi jantan. Kebutuhan lisin pada
pemberian pakan secara terbatas (restricted feeding), lebih tinggi daripada
pemberian pakan tidak terbatas (ad libitum).
6. Metabolisma Protein
Pada unggas pencernaan dimulai pada rongga mulut atau paruh dan berakhir di
kloaka. Makanan yang telah melewati mulut akan disimpan sementara di dalam
tembolok. Setelah dari tembolok, makanan akan menuju proventrikulus dan
mengalami proses pencernaan dengan bantuan enzim. Proses yang terjadi dalam
proventrikulus adalah pencampuran makanan dengan getah pencernaan atau enzim.
Getah pencernaan itu antara lain HCl dan pepsinogen, yang berfungsi untuk
memecah protein menjadi senyawa sederhana seperti polipeptida, proteosa, pepton,
dan peptide. Proses pengadukan makanan dengan getah pencernaan akan
menghasilkan kimus/pasta dengan warna kekuningan dan bersifat asam.
Kimus/pasta tersebut akan terdorong menuju ventrikulus/ampela. Didalam organ ini,
kimus/pasta akan mengalami proses pencernaan secara mekanik dengan proses
penggilasan dan pencampuran oleh otot-otot ventrikulus. Kemudian kimus/pasta
akan terdorong ke dalam usus halus. Pada usus halus terdapat muara untuk keluar
masuknya empedu yang berguna dalam menetralkan kimus yang asam. Pankreas
menghasilkan enzim tripsinogen dan kimotripsin. Saat kimus masuk ke dalam usus
halus terjadi pembesaran usus dan dinding usus akan berkontraksi.
Protein pakan yang berlebih atau yang kualitasnya tidak sesuai dengan kebutuhan
akan diekskresikan sebagai buangan nitrogen terutama dalam bentuk amonia.
Hubungan antara ketersediaan energi dan protein ini dikenal sebagai “protein
sparing effect”.
Asam amino yang terserap dari ransum yang dikonsumsi, lalu melalui pembuluh
darah masuk dalam jaringan tubuh, akan disintesa kembali menjadi protein tubuh.
Pencernaan protein dimulai pada anak babi yang baru lahir, adalah penyerapan
langsung berupa kolostrum (air susu dari induk pada 24 jam pertama). Pencernaan
air susu oleh anak babi yang diminum melalui mulut dan akhirnya masuk ke usus
proses ini disebut pinocytosis. Anak babi yang baru lahir memperoleh antibody atau
kekebalan pasif dari kolostrum induk. Kolostrum mengandung protein 15g/100ml
dan 90% (9-10,5g) dari protein tersebut adalah immunoglobulin. Setelah anak babi
mulai makan padat, di dalam mulut hanya terjadi pencernaan secara mekanik
melalui pengunyahan yang memperkecil partikel pakan untuk mempermudah
proses pencernaan selanjutnya.
Pencernaan air susu termasuk proteinnya pertama kali terjadi di lambung, segera
setelah air susu diminum. Kegiatan enzim pepsin, rennin dan HCl (asam
hidrokhlorat) yang semuanya dihasilkan oleh lambung membuat protein susu
(kasein) menggumpal (berkoagulasi). Bagian cairan dari susu melaju ke usus halus,
dan pencernaan diselesaikan di sana. Pekerjaan enzim pepsin dalam lambung baik
membutuhkan suasana asam (pH 2 – 4 ) dan semakin dewasa ternak menghasilkan
HCl semakin banyak untuk membuat keadaan asam tersebut. HCl dihasilkan oleh
sel tertentu pada dinding lambung di bawah pengaruh hormone gastrin,
menyebabkan proses denaturasi protein. Pada proses pencernaan protein, asam-
asam amino yang terikat dalam rantai polipeptida dipecah menjadi ikatan
polipeptida yang lebih sederhana melalui reaksi : HIDROLISIS. Dalam proses
hidrolisis ikatan-ikatan peptide, yang dikenal juga sebagai proses “proteolisis” yang
memerlukan enzim proteolitik. Sebagai enzim yang tergolong enzim proteolitik,
fungsi enzim pepsin hanya menghidrolisa ikatan yang mengandung gugus nitrogen
yang diperoleh dari phenylalanine dan tyrosin. Oleh karena itu hanya sejumlah
kecil protein mengalami hidrolisa /pencernaan di dalam lambung. Pada ternak
unggas, proventriculus adalah lambung sejati seperti ternak lain dimana. pH lebih
rendah dan mensekresilkan enzim pencernaan lebih banyak. Di Proventrikulus,
proses berlangsungnya pencernaan secara enzimatis ini tidak banyak karena
makanan tinggal dalam proventriculus hanya sebentar.
Setelah isi lambung masuk ke dalam duodenum (bagian depan usus halus), hormon
intestine yang disebut “pancreozymin” menstimulasi pancreas untuk melepaskan
enzim pelengkap enzim proteolitik yang diperlukan untuk pencernaan karbohidrat
dan lemak. Enzim ini juga merupakan precursor yang tidak aktif antara lain :
tripsinogen, chimotripsinogen, yang disekresi ke dalam duodenum, kemudian
diubah menjadi bentuk aktif dan berperan dalam proses pencernaan. Jika terjadi
defisiensi enzim pencernaan yang diproduksi oleh pancreas (misalnya disebabkan
oleh sesuatu penyakit keturunan), akan dapat mengganggu pencernaan protein. Hal
ini menyebabkan kehilangan protein melalui feses.
Tidak semua protein dalam usus berasal dari pakan. Enzim pencernaan misalnya
adalah merupakan protein. Sel mukosa usus yang mengandung protein, secara
terus-menerus lepas dari mukosa dinding usus yaitu pada ujung luar villi, dan
digantikan oleh yang dibentuk pada bagian dasar villi usus. Protein yang berasal
dari enzim pencernaan, sel mukosa usus ditambah dari protein tubuh (endogenous)
berjumlah 70 gr/hr. Enzim peptidase yang terdapat dalam brush burder (villi usus)
dan cairan intraselluler menghidrolisa rantai peptide tersebut untuk menghasilkan
asam amino bebas, yang kemudian masuk ke dalam peredaran darah melalui vena
porta. Lebih dari 90% protein yang terdapat dalam pakan diabsorsi dalam bentuk
asam amino. Protein hewani dicerna dan diabsorbsi lebih efisien yaitu 97%,
sedangkan protein nabati seperti serelia dan leguminosa hanya diabsorbsi sekitar 78
-85%.
Protein yang tidak dicerna di usus halus akan masuk ke usus besar (sekum, kolon
dan rectum) yang kemudian mengalami fermentasi dan terbentuk amoniak dan asam
amino (protein mikroba). Pencernaan protein pada kuda terjadi intensif pada usus
halus yaitu di bagian illeum (50 kali dibandingkan di sekum). Penggunaan NPN
(non protein nitrogen) bagi babi tidak efisien, sedangkan pada kuda dapat
memanfaatkan 3% untuk memelihara mikroba usus besar dan dapat meningkatkan
retensi Nitrogen. Namun kuda muda tidak dapat memanfaatkan asam amino
mikroba, tetapi kuda dewasa dapat memanfaatkannya.
Proses sintesa protein akan berjalan dengan efisien apabila komposisi asam-asam
amino dari ransum sama dengan komposisi asam-asam amino dari protein tubuh
yang akan dibentuk. Sebaliknya, apabila komposisi asam amino berbeda, maka ada
proses metabolik nitrogen. Asam amino dikatabolis didalam liver, ginjal dan
jaringan otot unggas kedalam metabolit yang dirubah menjadi glukose atau keton.
Di dalam tubuh, protein diubah menjadi asam amino oleh beberapa reaksi hidrolisis
serta enzim. Enzim yang membantu pencernaan protein adalah enzim protease
seperti pepsin, tripsin, kemotripsin, karboksi peptidase, dan amino peptidase.
Protein dicerna secara mekanik di mulut. Selanjutnya protein dicerna secara kimiawi
di usus halus dengan bantuan enzim. Ternak menghasilkan enzim dari sel spesifik di
dalam usus, termasuk di antaranya lambung dan pankreas serta kelenjar saliva. Jenis
protease berdasarkan pH optimal, yaitu :
Enzim yang dibutuhkan untuk mencerna protein lebih banyak dibandingkan untuk
mencerna zat nutrisi lainnya. Kombinasi beberapa enzim ini dapat menghidrolisa
protein, sehingga dapat memecahkan molekul protein menjadi bagian molekul yang
lebih kecil yang disebut peptida. Kemudian peptida dipecah lagi menjadi asam-asam
amino, yang merupakan hasil utama pencernaan protein yang diserap oleh tubuh
ternak.
Beberapa bahan pakan dapat menjadi sumber protein, namun terkadang ada faktor
pembatas penggunaannya sebagai sumber protein. Misalnya, tepung bulu ayam
kandungan protein kasarnya tinggi dan dapat mencapai 75%. Namun, nilai cerna
proteinnya rendah, karena adanya proses keratinisasi pada bulu ayam tersebut. Hal
ini menyebabkan pakan limbah ini masih jarang digunakan sebagai sumber protein
pengganti tepung ikan yang harganya mahal.
Klasifikasi bahan pakan sebagai sumber protein adalah:
Berdasarkan kriteria tersebut, sangat sulit untuk mendapatkan pakan limbah sumber
protein, karena umumnya mempunyai kecernaan rendah serta mengandung serat
kasar yang tinggi. Namun demikian, produk fermentasi dari pakan limbah dapat
mengatasi hal tersebut. Keterbatasan lain dari pakan limbah sumber protein adalah
adanya antinutrisi (antitripsin) pada pakan limbah biji-bijian, yang dapat
menurunkan kecernaan, serta menghambat penggunaan mineral dan vitamin.
Penambahan enzim protease akan memperbaiki kecernaan dan ketersediaan asam
amino dari pakan limbah tersebut (Rooke et al., 1996; Beal et al., 1999).
Umumnya ada dua asam amino yang menjadi masalah (kekurangan) pada pakan
limbah yang bersumber dari biji-bijian, yaitu asam amino metionin dan lysin.
Masalah tersebut dapat diatasi dengan melakukan penambahan dengan asam amino
sintetis yang sudah banyak beredar di pasaran, yaitu DL-Metionin yang
mangandung metionin sekitar 98-99% dan L- lysine mengandung 60-99% lysin.
Penggunaan asam amino sintetis seperti L-lysine dalam dunia industri peternakan
sudah banyak dilakukan. Akan tetapi, harga asam amino tersebut sangat mahal,
sehingga perlu dilakukan analisis ekonomisnya sebelum bahan tersebut dipakai.
Protein tumbuhan merupakan protein yang banyak digunakan dalam ransum unggas,
karena banyak tersedia, harga relatif murah dan tiap bagian dari tumbuhan
mengandung protein yang khas. Misalnya kacang kedelai merupakan sumber
protein yang sangat potensial dengan kadar protein sekitar 43%. Apabila diberikan
beberapa treatmen yang tepat seperti pemanasan untuk menghilangkan zat
antinutrisi dan dilengkapi dengan asam amino esensial, maka protein nabati bisa
lebih unggul dari protein hewani. Bahan makanan nabati yang dikatakan sebagai
sumber asam amino metionin dan lisin adalah bungkil kedele. Namun beberapa hasil
penelitian menunjukkan bahwa penambahan protein hewani seperti tepung ikan,
tepung daging dan susu skim kering ke dalam ransum unggas memberikan hasil
yang lebih baik dibandingkan dengan ransum yang mengandung protein tumbuhan
saja.
Bahan pakan hewani umumnya mengandung asam amino pembatas (metionin, lisin
dan tryptopan) lebih tinggi daripada bahan pakan nabati. Tepung ikan mengandung
asam amino metionin dan lisin yang tinggi, maka bisa dikatakan sebagai sumber
asam amino metionin dan lisin.
Latihan Soal :