Anda di halaman 1dari 17

`MODUL 2

PROTEIN UNTUK UNGGAS & NON RUMINANSIA

Modul ini menguraikan tentang tentang fungsi protein bagi unggas dan non ruminansia.
Selain itu, modul ini menjelaskan tentang asam amino, kecernaannya, kebutuhan protein
untuk unggas dan non ruminan, serta beberapa bahan pakan sumber protein.
Metabolisma protein pada ternak unggas dan non ruminansia juga dijelaskan pada
modul ini. Tujuan instruksional yaitu setelah membaca modul ini diharapkan mampu
memahami fungsi protein bagi unggas dan non ruminansia, metabolisma, dan
penggunaan protein bagi unggas serta mengetahui kebutuhan protein bagi unggas untuk
mendapatkan produksi yang optimal.

Pokok bahasan dari modul ini yaitu


 Deskrispi Protein

 Fungsi Protein

 Kebutuhan Protein

 Metabolisma Protein

 Bahan Pakan Sumber Protein

1. Deskripsi Protein

Protein adalah senyawa organik yang komplek dengan berat molekul tinggi,
tersusun dari unsur karbon (C), hidrogen (H), oksigen (O), nitrogen, serta
mengandung sulfur dan fosfor. Ciri khusus protein adalah adanya kandungan
nitrogen. Protein dalam pakan biasanya mengandung 16% N (Nitrogen). Oleh
karena itu, kadar protein dari suatu bahan pakan diperkirakan dengan mengalikan
kadar nitrogen bahan pakan dengan 6,25 (perbandingan terbalik dari 16%), sehingga
disebut dengan protein kasar (Crude Protein/CP). Protein diserap tubuh dalam
bentuk asam amino. Protein dibuat dari satu atau lebih ikatan asam amino yang
disebut polypeptide. Protein merupakan kelompok kimia terbesar didalam tubuh
setelah air. Protein memiliki jumlah yang besar dalam jaringan otot karkas, organ-
organ dalam, syaraf dan kulit. Dalam daging, rata-rata mengandung 16% protein
(Anggorodi, 1979).
Protein diberikan bukan sebagai sumber energi, tetapi untuk menyediakan asam
amino untuk membangun dan menggantikan jaringan tubuh yang rusak.
Memanfaatkan protein menjadi energi adalah dengan mengambil nitrogen dari asam
amino yang dikenal dengan proses: Deaminasi. Proses ini membutuhkan
pengeliminasian nitrogen keluar dari tubuh dalam bentuk urea. Pengeliminasian
nitrogen ini membutuhkan energi. Oleh sebab itu kurang efisien untuk memperoleh
energi dari protein dibandingkan dari karbohidrat. Jika terjadi defisiensi energi dari
karbohidrat dan/atau lemak, maka protein dapat digunakan sebagai sumber energi.
Namun, protein digunakan sebagai sumber energi, akan menghasilkan residu
nitrogen yang harus dikeluarkan dari tubuh. Pada mamalia residu nitrogen adalah
urea, sedangkan pada unggas disebut asam urat.

Fungsi Protein

− Membangun struktur tubuh, dan memperbaiki jaringan yang rusak.


− Alat transport dalam darah, misalnya transferin untuk mengangkut zat besi
− Sebagai enzim yang dapat mengkatalisis reaksi kimia pada proses metabolisme.
− Sebagai komponen fibrinogen dan tromboplastin dalam proses pembekuan
darah.
− Sebagai komponen lipoprotein yang berfungsi mengangkut vitamin yang larut
dalam lemak dan metabolit lemak yang lain

2. Faktor yang Mempengaruhi Kecernaan Protein


Tidak semua protein yang masuk kedalam tubuh dapat dimanfaatkan oleh ternak.
Faktor yang mempengaruhi kecernaan protein diantaranya, yaitu :
 Adanya zat antinutrisi, contoh : pada kedele mentah kandungan proteinnya
tinggi, namun kecernaan proteinnya rendah, karena mengandung zat yang
menghambat pencernaan protein yaitu antitripsin. Salah satu cara untuk
mengurangi antitripsin adalah dengan pemanasan (contohnya disangrai).
 Proses pengolahan yang tidak tepat (misal : proses pemanasan yang berlebihan).
Proses pemanasan secara berlebihan dapat mengakibatkan resistensi ikatan
enzim dengan asam amino yang dikenal dengan denaturasi yang akan
menghambat pencernaan dan absorbsi. Pemanasan yang tepat akan membantu
kerja enzim, sedangkan pemanasan yang berlebihan tidak akan meningkatkan
daya cerna.
 Terdapat ikatan protein yang sulit dicerna (seperti protein fibrous).
 Pada unggas adanya kandungan serat kasar yang tinggi dalam ransum dapat
menurunkan kecernaan zat nutrisi lainnya. Misalnya kecernaan protein dapat
menurun, karena pada unggas sedikit sekali dapat memanfaatkan serat kasar.

Faktor yang mempengaruhi kecernaan protein akan mempengaruhi ketersediaan


asam amino. Jenis protein sederhana dalam ransum dapat defisien akan satu atau
lebih asam amino, akan tetapi jenis protein lainnya dapat tersedia cukup asam
amino. Kedua macam protein tersebut dapat saling menutupi kekurangan. Sifat
demikian disebut pengaruh suplementer protein.

3. Asam Amino
Asam amino merupakan hasil akhir pencernaan protein, bahan pembangun untuk
pembuatan protein tubuh dan merupakan hasil gradasi dalam katabolisme protein.
Ada sekitar 20 – 22 macam asam amino terdapat dalam protein. Dari 20 macam
asam amino tersebut ada yang dapat disintesis dalam tubuh ternak, disebut asam
amino non esensial, contoh : alanin, asam aspartat, asam glutamat, glutamin,
hidroksiprolin, dan glisin. Asam amino yang tidak dapat disintesis harus didapatkan
dari pakan, disebut asam amino esensial, contoh : metionin, arginin, treonin,
triptofan, histidin, isoleusin, leusin, lisin, valin dan fenilalanin. prolin dan serin.

Kandungan asam amino bahan pakan dapat diukur dengan alat yang dinamakan
amino acid analyzer. Dengan mengetahui kandungan asam amino bahan pakan,
maka dapat diketahui asam amino pembatas dalam bahan pakan yang diperlukan
dalam penyusunan ransum. Asam amino yang mengandung belerang (sistin, sistein,
methionin) threonin dan triptophan merupakan asam amino pembatas utama pada
unggas sedangkan lisin merupakan asam amino pembatas pertama pada ransum
babi.
Asam amino tercerna

Kandungan asam amino yang cukup dan seimbang dalam ransum tidak menjamin
seluruhnya dapat dicerna dalam tubuh unggas. Hal tersebut tergantung pada jenis
protein, kuantitas dan kualitas sumber protein. Asam amino essensial dari jagung
dan bungkil kedele dicerna dengan efisiensi ±90%, walaupun terdapat perbedaan
antara individu asam amino. D’Mello (2003) menyatakan bahwa Dalam
memformulasi pakan ternak perlu diperhatikan keseimbangan dari asam amino
terutama asam amino esensial. Formulasi asam amino esensial yang tidak tepat baik
kelebihan ataupun kekurangan akan mengakibatkan ketidakseimbangan asam
amino, antagonis dan juga menjadi racun bagi tenak.

a) Ketidak seimbangan (imbalance) asam amino.


Ketidakseimbangan asam amino dapat terjadi pada pakan yang rendah protein.
Asam amino tidak imbang terjadi bila didalam ransum terdapat asam amino
yang kekurangan, dan ada yang berlebihan sehingga dapat menyebabkan depresi
pertumbuhan pada ternak. Misalnya, pada ransum kandungan asam amino
threonin-nya dibawah kebutuhan ayam, sedangkan asam amino serin-nya diatas
kebutuhan ayam, maka berakibat pada terhambatnya pertumbuhan ayam.
Ketidakseimbangan/imbalance asam amino terjadi jika penambahan satu atau
lebih asam amino pada ransum yang berprotein lebih rendah dari standar yang
direkomendasikan ada pada tingkat yang tidak meracuni, namun menimbulkan
penurunan terhadap konsumsi ransum dan pertumbuhan. Gejala tersebut dapat
dicegah dengan jalan menambahkan asam amino pembatas (lysin, metionin, dan
triptofan).
b) Antagonisme (antagonisms) asam amino.
Antagonisme terjadi jika jumlah salah satu asam amino tinggi (misalnya lysin)
akan meningkatkan kebutuhan asam amino yang lainnya (yaitu arginin). Asam
amino lysin akan berkompetisi dengan arginin didalam penyerapannya kembali
dalam tubulus renale (saluran ginjal) yang menyebabkan peningkatan keluarnya
arginin. Kelebihan lysin dapat menyebabkan menurunnya aktivitas enzim glisin
transamidase pada ayam. Contoh lain dari antagonisme asam amino ditemukan
pada leusin melawan isoleusin dan valin.
c) Toksisitas asam amino.
Jika kandungan asam amino dalam ransum diatas level yang dibutuhkan oleh
ayam, maka dapat bersifat racun. Asam amino metionin dapat beracun pada
dosis tinggi. Tirosin, fenilalanin, triptofan, dan histidin akan bersifat toksik jika
kandungan di dalam ransum antara 2-4%. Keracunan asam amino berakibat
pertumbuhan ayam menurun, dan adanya ketidak seimbangan kadar asam amino
di dalam darah.
Konsep ideal protein pertama sekali diperkenalkan oleh Wang dan Fuller (1989) dan
Chung and Baker (1992). Konsep ideal protein didasarkan pada relative asam amino
yang dibutuhkan oleh ternak untuk pertumbuhan dan pemeliharaan, dimana kebutuhan
dari asam amino tersebut akan berbeda menurut jenis kelamain, umur, berat dan juga
genetik dari ternak, namun perbandingan antara asam amino esensial selalu sama (Cole,
1978). Dalam menentukan konsep ideal protein, asam amino lisin digunakan sebagai
referensi dari asam amino lainnya. Ada beberapa alasan mengapa asam amino lisin
digunakan sebagai referensi seperti yang dikemukakan oleh Emmert dan Baker (1997)
yaitu :
1. dalam pakan ternak, lisin merupakan faktor pembatas kedua setelah asam amino
sulfur (methionin) dan threonin.
2. lisin dapat dianalisis langsung.
3. lisin digunakan langsung untuk produksi dan pemeliharaan (tidak digunakan sebagai
precursor).
4. Data kebutuhan lisin dalam berbagai jenis pakan, kondisi lingkungan dan komposisi
tubuh ternak telah tersedia lengkap. Sehingga mudah untuk digunakan sebagai dasar
untuk menghitung kebutuhan asam amino esensial lainnya .

4. Kebutuhan Protein

Protein merupakan komponen termahal dalam ransum maka pemberian protein secara
berlebihan tidak ekonomis. Level protein dalam ransum harus dijaga agar tetap lebih
sedikit di atas kebutuhan minimum, dan cukup untuk menyediakan asam amino untuk
sintesa asam amino non esensial.

Faktor yang mempengaruhi kebutuhan protein dan asam amino pada ternak unggas:
− Umur. Unggas yang mulai tumbuh, memerlukan protein paling tinggi karena
tubuhnya membentuk sel-sel baru yang kebanyakan adalah protein dan air. Pada
saat dewasa, kebutuhan proteinnya menjadi berkurang. Misalnya, ayam broiler
yang berumur kurang dari tiga minggu memerlukan protein sekitar 21-23%,
sementara broiler dengan umur lebih dari tiga minggu hanya memerlukan sekitar
19-20% protein.
− Laju Pertumbuhan. Pertumbuhan diiringi dengan pembagian sel, oleh karena
itu memerlukan protein yang lebih tinggi. Jika antibiotik, hormon atau zat
beracun (arsenik) diberikan untuk meningkatkan pertumbuhan, maka dapat
terjadi peningkatan kebutuhan protein. Ayam yang lebih besar lebih banyak
menggunakan protein daripada ayam yang lebih kecil.
− Reproduksi. Apabila unggas dewasa mulai bertelur, maka kebutuhan protein,
vitamin, dan mineral akan naik per unit pakan yang dikonsumsi dan juga akan
menaikkan kebutuhan energi. Apabila energi ransum produksi tidak diturunkan,
dan kebutuhan protein, vitamin, dan mineral dinaikkan, maka akan terjadi
produksi telur dan daya tetas telur rendah. Hal ini disebabkan oleh konsumsi
energi pada unggas mempengaruhi konsumsi ransum
− Iklim. Unggas di iklim dingin membutuhkan lebih banyak energi daripada di
iklim panas. Apabila suhu lingkungan meningkat, maka energi ransum yang
dibutuhkan unggas lebih sedikit, tetapi protein yang dibutuhkan lebih banyak.
Apabila kebutuhan protein dan asam amino sudah terpenuhi, maka performa
unggas tidak begitu terpengaruh oleh adanya stres panas.
− Tingkatan Energi. Unggas makan sampai kebutuhan energinya terpenuhi. Jika
tingkatan energi naik maka tingkatan protein harus naik, jika tidak, fungsi
fisiologis yang diinginkan seperti pertumbuhan, atau reproduksi, tidak dapat
dipenuhi secara tepat. Imbangan kalori protein setiap ransum perlu diperhatikan.
Kebutuhan energi yang semakin meningkat untuk hidup pokok dan
pertumbuhan, akan menyebabkan kebutuhan protein menurun per satuan energi
ransum (per 100 kkal energi metabolis). Hubungan protein ransum dengan kadar
energi ransum merupakan prinsip penting yang harus digunakan dalam
penyusunan ransum unggas.
− Penyakit. Penyakit yang mempengaruhi konsumsi ransum, pencernaan atau
penyerapan, mempengaruhi pula kebutuhan protein. Apabila penyakit merusak
membran penyerapan dalam usus halus atau sekresi getah pencernaan, maka
perubahan dalam kebutuhan protein menjadi jelas. Koksidiosis, penyakit usus
halus, dapat meningkatkan kebutuhan beberapa zat mineral dan zat nutrisi
lainnya
− Bangsa dan Galur. Kebutuhan protein per unit pertambahan bobot badan dari
setiap bangsa unggas berbeda. Misalnya kebutuhan protein untuk itik berbeda
dengan kebutuhan protein untuk ayam. Puyuh Jepang dan ayam Leghorn Putih
mempunyai kebutuhan protein lebih tinggi dibandingkan dengan unggas lainnya.
Anak ayam yang mempunyai tingkatan arginase ginjal tinggi, mempunyai
tingkatan plasma lisin lebih tinggi. Galur ayam tersebut adalah sangat peka
untuk meningkatkan lisin.
− Jenis bahan pakan : Kecernaan protein tiap bahan pakan berbeda-beda. Dari
beberapa macam protein, ada yang mempunyai kecernaan yang lambat, sehingga
mengakibatkan asam amino lain yang telah tersedia akan mengalami deaminasi
sebelum asam amino dari protein tersebut terbebaskan untuk bergabung menjadi
protein dalam tubuh. Beberapa asam amino di dalam protein ada yang berikatan
sangat kuat dengan senyawa lain sehingga sulit dicerna oleh ternak, misalnya
pada kedelai mentah terdapat zat yang dapat mengikat metionin.

Tubuh mempunyai kemampuan yang terbatas untuk menyimpan protein.


Kekurangan atau kelebihan protein memberikan dampak pada ternak. Kekurangan
protein akan mengakibatkan defisiensi asam amino yang mengakibatkan
pertumbuhan menurun, rontok bulu, produksi telur rendah, dan ukuran telur kecil.
depigmentasi bulu sayap, abnormalitas pertumbuhan bulu dan dermatitis kaki.

Sebaliknya kelebihan protein dapat menyebabkan : 1) meningkatnya kadar amonia


di dalam kandang. Kondisi ini akhirnya bisa memicu kasus penyakit pernapasan
pada ayam.2) Ekskreta lebih basah,karena konsumsi air meningkat yang diperlukan
untuk ekskresi asam urat, 3) Menimbulkan stres, disebabkan peningkatan besarnya
kelenjar adrenal. 4) Penghamburan, karena kelebihan protein akan teroksidasi
menjadi energi bila jumlah minimum protein yang dibutuhkan untuk pertumbuhan
atau produksi telur telah terpenuhi. Selain itu merupakan pemborosan berkaitan
dengan biaya ransum, karena protein adalah komponen yang termahal pada ransum
unggas.

Kebutuhan Protein untuk Ayam Petelur

Kebutuhan protein untuk ayam petelur sangat erat hubunganya dengan kecepatan
produksi telur dan besarnya telur. Pada saat produksi telur mencapai puncaknya
kebutuhan protein yaitu 17-19%. Pada akhir siklus produksi kebutuhan menurun
sampai 14%.

Untuk setiap butir telur berukuran besar, ayam betina menghasilkan 6,7 gram
protein. Angka ini setara dengan jumlah protein yang dideposisikan per hari oleh
ayam pedaging yang sedang bertumbuh dengan tingkat pertambahan berat badan
sekitar 37 g per hari. Kebutuhan protein harian untuk ayam petelur berproduksi
tinggi sama besarnya dengan kebutuhan ayam pedaging yang bertumbuh cepat.

Suprijatna (2005) menyatakan bahwa taraf protein yang meningkat pada saat
periode pertumbuhan mengakibatkan meningkatnya persentase produksi telur, berat
telur, dan efisiensi penggunaan ransum. Ayam petelur pada umur 12-20 minggu,
laju pertumbuhan mulai menurun. Oleh karena itu, pada periode ini digunakan
ransum dengan kandungan protein rendah dan serat kasar tinggi, yang bertujuan
untuk mencegah ayam kegemukan (NRC, 1994).

Besar kecilnya kuning telur ayam, serta warna kuning telur juga dipengaruhi oleh
kandungan protein dalam ransum. Konsep pemberian ransum dengan kandungan
protein rendah pada periode pertumbuhan perlu hati-hati (Leeson et al., 1991),
mengingat pada saat pertumbuhan organ reproduksi mulai meningkat, sementara
organ lainnya menurun. Pada saat memasuki periode produksi (umur 20 minggu),
pertumbuhan organ reproduksi sudah optimal untuk mempersiapkan pertumbuhan
folikel dan penimbunan material pembentukan telur, serta persiapan awal produksi
guna mencapai puncak produksi yang tinggi (Etches, 1996).

Kebutuhan protein untuk ayam broiler


Menurut teori, pakan broiler sebaiknya mengandung protein 21-22% dengan energi
metabolis 3058-3135 kcal/kg pakan selama 2-3 minggu pertama, dan setelah itu
protein diturunkan secara bertahap. Pada periode grower protein diturunkan menjadi
19%, dan pada periode finisher, 10-14 hari sebelum dipasarkan kandungan protein
pakan dapat diturunkan menjadi 16%. Energi metabolis (kcal/kg) dapat
mempengaruhi kebutuhan protein. Semakin tinggi energi metabolis, semakin tinggi
persentase protein dibutuhkan. Perbandingan kalori dengan protein meningkat
sesuai dengan umur, karena broiler yang lebih tua memerlukan level energi yang
lebih tinggi dan protein yang lebih rendah pada pakannya dibandingkan dengan
broiler yang lebih muda.

Kebutuhan Protein untuk Babi

Pada babi yang sedang tumbuh, jika pakan cukup mengandung protein, maka laju
pertumbuhan adalah fungsi dari energi intake. Jika protein defisien maka laju
pertumbuhan berhubungan secara linear dengan intake protein dan tidak tergantung
dari intake energi. Variasi laju pertumbuhan dalam kaitannya dengan intake protein,
salah satunya adalah berat badan babi. Respon babi yang sedang tumbuh terhadap
intake asam amino keseimbangan asam amino dalam pakan menentukan kualitas
protein pakan pada ternak babi produksi pada dasarnya adalah pertumbuhan dan
pertumbuhan adalah akumulasi daging, maka profil asam amino dalam daging
mencerminkan keseimbangan asam amino yang dibutuhkan.

Lisin the first limiting amino acid

Faktor yang mempengaruhi respon babi terhadap intake lisin, yaitu: 1) berat badan,
2) intake energi, 3) jenis kelamin, dan 4) suhu lingkungan

Kebutuhan lisin menurun dengan bertambahnya umur. Pada babi betina penurunan
kebutuhan lisin terjadi lebih awal daripada babi jantan. Kebutuhan lisin pada
pemberian pakan secara terbatas (restricted feeding), lebih tinggi daripada
pemberian pakan tidak terbatas (ad libitum).

Kebutuhan protein untuk Kuda


Kuda menggunakan protein untuk mensistensa berbagai jaringan tubuh, seperti otot.
Kebutuhan protein berbeda untuk setiap perbedaan kelas dari kuda. Kuda muda dan
kuda dalam masa pertumbuhan membutuhkan protein lebih tinggi karena jaringan
tubuh seperti tulang dan otot sedang dalam masa pertumbuhan. Kebutuhan protein
untuk kuda muda, kuda dalam masa pertumbuhan dapat dipenuhi dengan
menambahkan suplemen protein. Tepung kedelai adalah protein suplemen yang
banyak digunakan untuk ransum kuda. Protein suplemen yang lain misalnya tepung
biji kapas, linseed meal, susu bubuk kering atau protein suplemen komersial.
Kebutuhan protein untuk kuda dewasa lebih rendah dibandingkan dengan kuda
muda karena kuda dewasa memerlukan protein untuk memelihara jaringan tubuh
bukan untuk pertumbuhan jaringan baru. Kuda melepaskan sedikit nitrogen yang
tidak digunakan melalui keringat, dan melalui urin. Apabila protein diberikan
melebihi dari yang dibutuhkan, maka digunakan sebagai sumber energi. Protein
adalah sumber energi yang mahal.

Rumput-rumputan dan konsentrat dari ransum kuda dapat mensuplai protein.


Kualitas hay legume yang diberikan akan sangat mempengaruhi berapa banyak
protein yang dibutuhkan di dalam konsentrat. Kualitas legum yang baik
mengandung 14-18% protein kasar dan kualitas rumput–rumputan yang tinggi
mengandung protein kasar 7-12%. Butiran sereal juga mensuplai protein di dalam
ransum. Kandungan protein dari butiran sereal berkisar dari 8-12%.

6. Metabolisma Protein

Pada unggas pencernaan dimulai pada rongga mulut atau paruh dan berakhir di
kloaka. Makanan yang telah melewati mulut akan disimpan sementara di dalam
tembolok. Setelah dari tembolok, makanan akan menuju proventrikulus dan
mengalami proses pencernaan dengan bantuan enzim. Proses yang terjadi dalam
proventrikulus adalah pencampuran makanan dengan getah pencernaan atau enzim.
Getah pencernaan itu antara lain HCl dan pepsinogen, yang berfungsi untuk
memecah protein menjadi senyawa sederhana seperti polipeptida, proteosa, pepton,
dan peptide. Proses pengadukan makanan dengan getah pencernaan akan
menghasilkan kimus/pasta dengan warna kekuningan dan bersifat asam.
Kimus/pasta tersebut akan terdorong menuju ventrikulus/ampela. Didalam organ ini,
kimus/pasta akan mengalami proses pencernaan secara mekanik dengan proses
penggilasan dan pencampuran oleh otot-otot ventrikulus. Kemudian kimus/pasta
akan terdorong ke dalam usus halus. Pada usus halus terdapat muara untuk keluar
masuknya empedu yang berguna dalam menetralkan kimus yang asam. Pankreas
menghasilkan enzim tripsinogen dan kimotripsin. Saat kimus masuk ke dalam usus
halus terjadi pembesaran usus dan dinding usus akan berkontraksi.

Protein pakan yang berlebih atau yang kualitasnya tidak sesuai dengan kebutuhan
akan diekskresikan sebagai buangan nitrogen terutama dalam bentuk amonia.
Hubungan antara ketersediaan energi dan protein ini dikenal sebagai “protein
sparing effect”.

Pada ternak ruminansia keberadaan mikroba di dalam rumen, mengakibatkan


metabolisme protein pada ruminansia berbeda dengan monogastrik. Mikroba
mempunyai kemampuan mensintesis semua asam amino termasuk asam-asam
amino yang dibutuhkan oleh induk semang. Hal ini menunjukkan bahwa kualitas
protein tidak menjadi unsur mutlak dalam ransum ruminansia, sehingga pemberian
garam ammonium atau urea dapat mencukupi kebutuhan ternak ruminansia akan
protein. Produk degradasi protein yang terbentuk dalam rumen, terutama amonia,
digunakan oleh mikroba bersama-sumber energy untuk mensintesis protein.

Protein Kasar (PK) = N x 6,25 (16% N)

PK Asam amino, peptida, amida, amina, urea Mengandung N

NPN + protein larut = protein tubuh mikroba

Non Ruminansia : Protein asam amino

Ruminansi : Protein asam amino, peptida, amonia, protein, mikroba

Metabolisme protein merupakan proses kimia dan fisik yang mencakup :


a. Perubahan (anabolisme) protein menjadi asam amino dan
b. Penguraian (katabolisme) asam amino menjadi protein.

Perubahan Protein Menjadi Asam Amino (Anabolisma)


Protein seperti juga makromolekul lainnya, seperti pati, dan selulosa tidak dapat
langsung masuk ke dalam sel sehingga harus diurai menjadi ukuran lebih kecil
untuk dapat digunakan dalam reaksi metabolisme di dalam sel. Hasil ahir dari
metabolisma protein adalah asam amino dan energi. Pencernaan dan penyerapan
protein pakan terjadi di usus halus ternak (ruminan dan monogastrik) oleh protease.

Penguraian Asam Amino Menjadi Protein (Katabolisma)

Asam amino yang terserap dari ransum yang dikonsumsi, lalu melalui pembuluh
darah masuk dalam jaringan tubuh, akan disintesa kembali menjadi protein tubuh.

Proses pencernaan Protein di dalam Mulut

Pencernaan protein dimulai pada anak babi yang baru lahir, adalah penyerapan
langsung berupa kolostrum (air susu dari induk pada 24 jam pertama). Pencernaan
air susu oleh anak babi yang diminum melalui mulut dan akhirnya masuk ke usus
proses ini disebut pinocytosis. Anak babi yang baru lahir memperoleh antibody atau
kekebalan pasif dari kolostrum induk. Kolostrum mengandung protein 15g/100ml
dan 90% (9-10,5g) dari protein tersebut adalah immunoglobulin. Setelah anak babi
mulai makan padat, di dalam mulut hanya terjadi pencernaan secara mekanik
melalui pengunyahan yang memperkecil partikel pakan untuk mempermudah
proses pencernaan selanjutnya.

Proses pencernaan protein di dalam lambung

Pencernaan air susu termasuk proteinnya pertama kali terjadi di lambung, segera
setelah air susu diminum. Kegiatan enzim pepsin, rennin dan HCl (asam
hidrokhlorat) yang semuanya dihasilkan oleh lambung membuat protein susu
(kasein) menggumpal (berkoagulasi). Bagian cairan dari susu melaju ke usus halus,
dan pencernaan diselesaikan di sana. Pekerjaan enzim pepsin dalam lambung baik
membutuhkan suasana asam (pH 2 – 4 ) dan semakin dewasa ternak menghasilkan
HCl semakin banyak untuk membuat keadaan asam tersebut. HCl dihasilkan oleh
sel tertentu pada dinding lambung di bawah pengaruh hormone gastrin,
menyebabkan proses denaturasi protein. Pada proses pencernaan protein, asam-
asam amino yang terikat dalam rantai polipeptida dipecah menjadi ikatan
polipeptida yang lebih sederhana melalui reaksi : HIDROLISIS. Dalam proses
hidrolisis ikatan-ikatan peptide, yang dikenal juga sebagai proses “proteolisis” yang
memerlukan enzim proteolitik. Sebagai enzim yang tergolong enzim proteolitik,
fungsi enzim pepsin hanya menghidrolisa ikatan yang mengandung gugus nitrogen
yang diperoleh dari phenylalanine dan tyrosin. Oleh karena itu hanya sejumlah
kecil protein mengalami hidrolisa /pencernaan di dalam lambung. Pada ternak
unggas, proventriculus adalah lambung sejati seperti ternak lain dimana. pH lebih
rendah dan mensekresilkan enzim pencernaan lebih banyak. Di Proventrikulus,
proses berlangsungnya pencernaan secara enzimatis ini tidak banyak karena
makanan tinggal dalam proventriculus hanya sebentar.

Proses pencernaan protein di dalam usus halus

Setelah isi lambung masuk ke dalam duodenum (bagian depan usus halus), hormon
intestine yang disebut “pancreozymin” menstimulasi pancreas untuk melepaskan
enzim pelengkap enzim proteolitik yang diperlukan untuk pencernaan karbohidrat
dan lemak. Enzim ini juga merupakan precursor yang tidak aktif antara lain :
tripsinogen, chimotripsinogen, yang disekresi ke dalam duodenum, kemudian
diubah menjadi bentuk aktif dan berperan dalam proses pencernaan. Jika terjadi
defisiensi enzim pencernaan yang diproduksi oleh pancreas (misalnya disebabkan
oleh sesuatu penyakit keturunan), akan dapat mengganggu pencernaan protein. Hal
ini menyebabkan kehilangan protein melalui feses.

Tidak semua protein dalam usus berasal dari pakan. Enzim pencernaan misalnya
adalah merupakan protein. Sel mukosa usus yang mengandung protein, secara
terus-menerus lepas dari mukosa dinding usus yaitu pada ujung luar villi, dan
digantikan oleh yang dibentuk pada bagian dasar villi usus. Protein yang berasal
dari enzim pencernaan, sel mukosa usus ditambah dari protein tubuh (endogenous)
berjumlah 70 gr/hr. Enzim peptidase yang terdapat dalam brush burder (villi usus)
dan cairan intraselluler menghidrolisa rantai peptide tersebut untuk menghasilkan
asam amino bebas, yang kemudian masuk ke dalam peredaran darah melalui vena
porta. Lebih dari 90% protein yang terdapat dalam pakan diabsorsi dalam bentuk
asam amino. Protein hewani dicerna dan diabsorbsi lebih efisien yaitu 97%,
sedangkan protein nabati seperti serelia dan leguminosa hanya diabsorbsi sekitar 78
-85%.

Pencernaan dalam usus besar

Protein yang tidak dicerna di usus halus akan masuk ke usus besar (sekum, kolon
dan rectum) yang kemudian mengalami fermentasi dan terbentuk amoniak dan asam
amino (protein mikroba). Pencernaan protein pada kuda terjadi intensif pada usus
halus yaitu di bagian illeum (50 kali dibandingkan di sekum). Penggunaan NPN
(non protein nitrogen) bagi babi tidak efisien, sedangkan pada kuda dapat
memanfaatkan 3% untuk memelihara mikroba usus besar dan dapat meningkatkan
retensi Nitrogen. Namun kuda muda tidak dapat memanfaatkan asam amino
mikroba, tetapi kuda dewasa dapat memanfaatkannya.

Proses sintesa protein akan berjalan dengan efisien apabila komposisi asam-asam
amino dari ransum sama dengan komposisi asam-asam amino dari protein tubuh
yang akan dibentuk. Sebaliknya, apabila komposisi asam amino berbeda, maka ada
proses metabolik nitrogen. Asam amino dikatabolis didalam liver, ginjal dan
jaringan otot unggas kedalam metabolit yang dirubah menjadi glukose atau keton.

Metabolisme asam amino bersifat lebih komplek dibanding metabolisme


karbohidrat dan lipid, karena mengandung nitrogen (N). Asam-asam amino akan
dipecah dan nitrogennya akan diekskresikan sebagai asam urat pada urine
sedangkan karbonnya akan teroksidasi menjadi CO2, H2O dan energi atau diubah
menjadi glukosa atau lemak. Ini merupakan suatu proses yang boros. Ransum yang
defisien asam-asam amino pada anak ayam yang sedang tumbuh dan ayam yang
sedang bertelur tidak digunakan dengan efisien oleh unggas.

7. Enzim yang Mencerna Protein

Di dalam tubuh, protein diubah menjadi asam amino oleh beberapa reaksi hidrolisis
serta enzim. Enzim yang membantu pencernaan protein adalah enzim protease
seperti pepsin, tripsin, kemotripsin, karboksi peptidase, dan amino peptidase.
Protein dicerna secara mekanik di mulut. Selanjutnya protein dicerna secara kimiawi
di usus halus dengan bantuan enzim. Ternak menghasilkan enzim dari sel spesifik di
dalam usus, termasuk di antaranya lambung dan pankreas serta kelenjar saliva. Jenis
protease berdasarkan pH optimal, yaitu :

a. Acid proteases. Contoh: pepsin (dinding sel lambung).


b. Neutral proteases. Contoh: trypsin & chymotrypsin (dinding sel duodenum).
c. Base proteases (atau alkaline proteases) Proenzyme pepsinogen diaktifkan oleh
HCl menjadi pepsin.

Enzim yang dibutuhkan untuk mencerna protein lebih banyak dibandingkan untuk
mencerna zat nutrisi lainnya. Kombinasi beberapa enzim ini dapat menghidrolisa
protein, sehingga dapat memecahkan molekul protein menjadi bagian molekul yang
lebih kecil yang disebut peptida. Kemudian peptida dipecah lagi menjadi asam-asam
amino, yang merupakan hasil utama pencernaan protein yang diserap oleh tubuh
ternak.

Protease inhibitor merupakan zat penghambat aktivitas pemecahan protein dari


berbagai enzim tertentu. Protease inhibitor yang terkandung di dalam kedelai dapat
menghambat enzim tripsin, sehingga dikenal sebagai tripsin inhibitor (Reseland,
dkk., 1996). Jika enzim tripsin terhambat maka akan berpengaruh pada pencernaan
protein. Hal ini disebabkan tripsin adalah aktivator dari semua enzim yang
dikeluarkan oleh pankreas, meliputi zymogen termasuk tripsinogen, chymotripsin,
proelastase dan procarboxypeptidase. Protease inhibitor pada ayam menyebabkan
pembesaran (hipermetropi) pankreas akibat asam amino endogenous banyak yang
hilang. Selain itu, juga akan menyebabkan berat telur rendah dan penurunan
produksi telur. Protease inhibitor ini dapat dihilangkan dengan pemanasan, ekstruksi
atau penggunaan sinar infra merah.

8. Bahan Pakan Sumber Protein

Beberapa bahan pakan dapat menjadi sumber protein, namun terkadang ada faktor
pembatas penggunaannya sebagai sumber protein. Misalnya, tepung bulu ayam
kandungan protein kasarnya tinggi dan dapat mencapai 75%. Namun, nilai cerna
proteinnya rendah, karena adanya proses keratinisasi pada bulu ayam tersebut. Hal
ini menyebabkan pakan limbah ini masih jarang digunakan sebagai sumber protein
pengganti tepung ikan yang harganya mahal.
Klasifikasi bahan pakan sebagai sumber protein adalah:

− kandungan protein kasarnya harus di atas 20%,


− kandungan serat kasarnya di bawah 18%, dan
− nilai cerna bahan tersebut di atas 75%.

Berdasarkan kriteria tersebut, sangat sulit untuk mendapatkan pakan limbah sumber
protein, karena umumnya mempunyai kecernaan rendah serta mengandung serat
kasar yang tinggi. Namun demikian, produk fermentasi dari pakan limbah dapat
mengatasi hal tersebut. Keterbatasan lain dari pakan limbah sumber protein adalah
adanya antinutrisi (antitripsin) pada pakan limbah biji-bijian, yang dapat
menurunkan kecernaan, serta menghambat penggunaan mineral dan vitamin.
Penambahan enzim protease akan memperbaiki kecernaan dan ketersediaan asam
amino dari pakan limbah tersebut (Rooke et al., 1996; Beal et al., 1999).

Umumnya ada dua asam amino yang menjadi masalah (kekurangan) pada pakan
limbah yang bersumber dari biji-bijian, yaitu asam amino metionin dan lysin.
Masalah tersebut dapat diatasi dengan melakukan penambahan dengan asam amino
sintetis yang sudah banyak beredar di pasaran, yaitu DL-Metionin yang
mangandung metionin sekitar 98-99% dan L- lysine mengandung 60-99% lysin.
Penggunaan asam amino sintetis seperti L-lysine dalam dunia industri peternakan
sudah banyak dilakukan. Akan tetapi, harga asam amino tersebut sangat mahal,
sehingga perlu dilakukan analisis ekonomisnya sebelum bahan tersebut dipakai.

Protein tumbuhan merupakan protein yang banyak digunakan dalam ransum unggas,
karena banyak tersedia, harga relatif murah dan tiap bagian dari tumbuhan
mengandung protein yang khas. Misalnya kacang kedelai merupakan sumber
protein yang sangat potensial dengan kadar protein sekitar 43%. Apabila diberikan
beberapa treatmen yang tepat seperti pemanasan untuk menghilangkan zat
antinutrisi dan dilengkapi dengan asam amino esensial, maka protein nabati bisa
lebih unggul dari protein hewani. Bahan makanan nabati yang dikatakan sebagai
sumber asam amino metionin dan lisin adalah bungkil kedele. Namun beberapa hasil
penelitian menunjukkan bahwa penambahan protein hewani seperti tepung ikan,
tepung daging dan susu skim kering ke dalam ransum unggas memberikan hasil
yang lebih baik dibandingkan dengan ransum yang mengandung protein tumbuhan
saja.

Bahan pakan hewani umumnya mengandung asam amino pembatas (metionin, lisin
dan tryptopan) lebih tinggi daripada bahan pakan nabati. Tepung ikan mengandung
asam amino metionin dan lisin yang tinggi, maka bisa dikatakan sebagai sumber
asam amino metionin dan lisin.

Faktor-faktor yang menyebabkan protein hewani lebih unggul dari protein


tumbuhan, yaitu asam amino methionin dan lisin yang terdapat dalam protein ikan,
telur dan susu lebih tinggi daripada dalam protein tumbuhan. Protein hewani
mengandung kalsium, fosfor dan vitamin B kompleks yang tinggi, terutama
riboflavin. Selain itu, pakan asal hewani mengandung vitamin B12 sedangkan
tumbuhan tidak.

Latihan Soal :

1. Jelaskan mengenai pengertian dari protein!


2. Jelaskan fungsi protein pada nutrisi unggas!
3. Apa akibatnya apabila terjadi kelebihan protein dalam ransum unggas dan apabila
terjadi defisiensi protein pada ransum unggas?
4. Uraikan mengenai metabolisma protein !
5. Bagaimana mengevaluasi bahan pakan sumber protein?
6. Jelaskan beberapa bahan pakan sumber protein!

Anda mungkin juga menyukai