Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Protein berasal dari kata “proteios” yang berarti “pertama” atau “kepentingan primer”.
Protein adalah senyawa organik yang sebagian besar unsurnya terdiri atas karbon, hidrogen.
oksigen, nitrogen, sulfur, dan fosfor. Ciri khusus protein adalah adanya kandungan nitrogen.
Protein adalah makromolekul polipeptida yang tersusun dari sejumlah L-asam amino yang
dihubungkan oleh ikatan peptida. Suatu molekul protein disusun oleh sejumlah asam amino
dengan susunan tertentu dan bersifat turunan. Asam amino terdiri atas unsur-unsur karbon,
hidrogen, oksigen, dan nitrogen. Unsur nitrogen adalah unsur utama protein sebanyak 16%
dari berat protein. Molekul protein juga mengandung fosfor, belerang, dan ada jenis protein
yang mengandung unsur logam seperti tembaga dan besi. Suatu asam amino lazimnya
diklasifikasikan sebagai suatu molekul yang memiliki gugusan α-karboksil maupun α-amino
dan secara kimiawi suatu rantai samping khas (gugusan R) yang melekat dengan α-karbon.
Kualitas protein dapat didefinisikan sebagai efisiensi penggunaan protein oleh tubuh.
Kualitas protein ditentukan oleh jenis dan proporsi asam amino yang dikandungnya.
Pada prinsipnya suatu protein yang dapat menyediakan asam amino esensial dalam suatu
perbandingan yang menyamai kebutuhan manusia, mempunyai kualitas yang tinggi.
Sebaliknya protein yang kekurangan satu atau lebih asamasam amino esensial mempunyai
kualitas yang rendah. Karakteristik suatu protein ditentukan oleh jenis asam amino ynag
membentuknya. Berapa kali munculnya, dan urut-urutannya dalam ikatan protein tersebut.
Terdapat empat tingkatan struktur yang saling mempengaruhi konfirmasi fungsional biologis
dari protein. Tiga diantara tingkat struktural ini (primer, sekunder, dan tersier) dapat
ditemukan dalam molekul yang terdiri dari suatu rantai polipeptida tunggal, sementara yang
keempat melibatkan interaksi dari polipeptida di dalam suatu molekul protein berantai
banyak.
Tingkat struktur primer mengacu pada jumlah dan urutan asam amino dalam suatu
protein. Ikatan peptida kovalen merupakan satu-satunya jenis ikatan yang terlibat pada
tingkat struktur protein ini. Struktur sekunder ditentukan oleh bentuk rantai asam amino:
lurus lipatan atau gulungan yang mempengaruhi sifat dan kemungkinan jumlah protein yang
dapat dibentuk. Pada struktur sekunder, tingkatannya mengacu pada jumlah keteraturan
struktural yang dikandung dalam suatu polipeptida sebagai akibat dari ikatan hydrogen antara
atom O dari gugus karbonil (C=O) dengan atom H dari gugus amino (N-H) dalam satu rantai
peptida sehingga memungkinkan terbentuknya konfirasi spiral yang disebut struktur helix.
Struktur tersier ditentukan oleh ikatan tambahan antara gugus R pada asam-asam amino yang
memberi bentuk tiga dimensi sehingga membentuk struktur kompak dan padat suatu protein.
Struktur tersier mewakili efek menyeluruh dari sebagian besar kekuatan intramolekular,
termasuk kekuatan dari struktur primer dan sekunder. Satu-satunya ikatan kovalen yang
terlibat dalam struktur tersier adalah ikatan disulfida, dibentuk oleh oksidasi gugusan sulfidril
dari dua residu sisteinil. Tingkatan struktur keempat berkaitan dengan interaksi antara dua
atau lebih rantai polipeptida berasosiasi dengan cara spesifik membentuk protein secara
biologis aktif. Struktur kuartener diidentifikasi sebagai homogen (mengandung protomer
yang identik) atau heterogen (protomer yang tidak sama).
Protein merupakan nutrien esensial untuk ternak yang dibutuhkan untuk hidup pokok,
pertumbuhan, produksi dan reproduksi. Protein tidak hanya penting untuk pertumbuhan dan
perkembangan, namun juga penting untuk pergantian sel atau jaringan yang rusak dan
perkembangan mikroorganisme rumen. Energi pakan digunakan untuk aktivitas sel dan
metabolisme sel saat pembentukan jaringan. Energi pakan yang berlebih dapat digunakan
untuk produksi dan pertumbuhan ternak. Energi dalam tubuh akan mempengaruhi tingkat
efisiensi penggunaan protei. Imbangan energi dan protein dalam pakan yang tepat akan
menghasilkan produktivitas yang maksimal. Ternak ruminansia muda yang dalam masa
pertumbuhan memerlukan asupan energi dan protein yang lebih tinggi untuk memenuhi
kebutuhan pertumbuhan jaringan. Kebutuhan rasio protein-energi pakan lebih besar pada
ternak ruminansia muda yang sedang tumbuh dengan cepat
B. Rumusan Masalah

Pakan merupakan suatu materi yang dapat dimakan dan dicerna oleh ternak, dan mengandung
cukup nutrien yang mampu untuk memenuhi kebutuhan gizi ternak untuk pertumbuhan dan
perkembangan tubuh (Blake dan Blade, 1998). Pakan yang dibutuhkan ternak adalah pakan
yang mengandung nutrien yang lengkap dengan komposisi yang seimbang (Anggorodi,
1994). Nutrien yang diperlukan oleh tubuh ternak diantaranya air, energi, protein, lemak,
mineral dan vitamin yang dapat diperoleh ternak dari pakan (Tillman et al., 1998).

Bahan pakan secara umum dibedakan menjadi 2, yaitu bahan pakan berserat (pakan hijauan)
dan bahan pakan penguat (pakan konsentrat) (Sukria dan Krisna, 2009). Kelompok pakan
hijauan termasuk pakan berserat karena memiliki kandungan serat kasar yang tinggi. Bahan
pakan hijauan adalah semua bagian tanaman terutama rumput dan leguminosa yang
digunakan sebagai pakan (Hartadi et al., 1997). Konsentrat merupakan bahan pakan yang
memiliki tingkat kecernaan yang tinggi dengan kandungan serat kasar yang rendah
(Anggorodi, 1994).Konsentrat dapat dibedakan menjadi konsentrat sumber energi dan
sumber protein. Konsentrat sebagai sumber energi apabila memiliki kandungan protein kasar
kurang dari 20% sedangkan konsentrat sebagai sumber protein apabila kandungan proteinnya
lebih besar dari 20% (Tillman et al., 1998).

Menurut Tillman et al (1998), konsentrat adalah pakan yang mengandung energi relatif
tinggi, serat kasar rendah sebesar 3,6%, BETN tinggi, dan mudah dicerna oleh ternak.
Pemberian konsentrat dengan kualitas dan kuantitas yang memenuhi syarat dapat
menghasilkan bobot dan persentase karkas yang tinggi. Untuk meningkatkan produktivitas
ternak domba dibutuhkan pakan yang memiliki kandungan protein yang tinggi. Salah satu
bahan pakan berprotein tinggi adalah cacing tanah dimana penggunaannya dalam bentuk
tepun

Pakan yang dikonsumsi oleh ternak akan dirombak dan diserap melalui saluran pencernaan
dan diedarkan ke seluruh tubuh untuk mencukupi kebutuhan nutrien ternak. Nutrien pakan
yang dikonsumsi oleh ternak ruminansia akan diserap melalui dinding rumen dan usus halus
(Astuti dan Wina, 2002). Pemeliharaan ternak ruminansia lepas sapih memiliki pencernaan
yang berbeda dengan ruminansia dewasa dikarenakan kondisi rumen yang masih belum
berkembang secara sempurna (Martawidjaja et al., 1999).

Protein pakan pada ruminansia dapat mengalami 3 kemungkinan, yaitu (1) protein dipecah
menjadi asam amino lalu dimanfaatkan oleh mikroorganisme yang ada di dalam rumen
menjadi protein mikrobia; (2) protein yang dipecah menjadi asam amino akan diubah menjadi
amonia dan selanjutnya diserap melalui dinding rumen, lalu dibawa ke hati melalui pembuluh
darah dan diubah menjadi urea; dan (3) protein akan melewati rumen kemudian diserap di
dalam usus halus tanpa mengalami degradasi (protein by pass) (Arora, 1995). Tingkat
pemecahan protein menjadi asam amino di dalam rumen juga dipengaruhi oleh tingkat
degradabilitas protein pakan, apabila tingkat degradabilitas protein pakan tinggi maka protein
tersebut dipecah menjadi asam amino lalu diubah menjadi amonia untuk dimanfaatkan oleh
mikroorganisme rumen untuk berkembang. Apabila degradabilitas protein rendah (protein by
pass) maka protein pakan akan dipecah menjadi asam-asam amino dan diserap ke dalam
tubuh melalui dinding usus halus (Sariubang et al., 2000).

Proses pemecahan protein di rumen

Pencernaan adalah serangkaian proses yang terjadi dalam saluran pencernaan dengan
memecah bahan pakan menjadi bagian-bagian atau partikel-partikel yang lebih kecil.
Pemecahan senyawa kompleks menjadi senyawa sederhana sehingga larut dan dapat
diabsorbsi melalui dinding saluran pencernaan, selanjutnya masuk kedalam peredaran darah
atau getah bening, dan diedarkan keseluruh tubuh yang membutuhkannya (Kamal, 1994).
Proses utama dari pencernaan adalah secara mekanik, enzimatik, maupun aktivitas mikrobia.
Proses mekanik terdiri dari mastikasi atau pengunyahan pakan dalam mulut dan gerakan-
gerakan saluran pencernaan yang dihasilkan oleh kontraksi otot. Pencernaan secara enzimatik
dilakukan oleh enzim yang dihasilkan oleh sel-sel dalam tubuh hewan yang berupa getah-
getah pencernaan didalam abomasum dan usus halus. Pencernaan oleh mikroorganisme juga
dilakukan secara enzimatik yang enzimnya dihasilkan oleh sel-sel mikroorganisme dalam
rumen (Tillman et al, 1998).

Didalam rumen terjadi proses Pemecahan protein menjadi asam amino yang Dilakukan oleh
mikroorganisme. Mikroorganisme memecah protein Dengan susunan asam amino yang sudah
baik menjadi protein mikrobia dan amonia yang Sebagian besar dikeluarkan melalui urine
(Prawirokusumo,1993). Menurut (Wahyuni, 2008). Protein pakan yang masuk ke dalam
rumen pada awalnya akan mengalami proteolisis oleh enzim-enzim protease menjadi peptida,
kemudian dihidrolisis menjadi asam amino yang kemudian secara cepat dideaminasi menjadi
amonia dan asam α-keto.

Pendapat ini pun diperkuat oleh Tillman et al (1998) yang menyatakan bahwa di dalam rumen
beberapa protein murni tidak mampu menghindar dari pencernaan di retikulo rumen, dicerna
oleh peptidase jasad renik dan diuraikan menjadi asam-asam amino yang dapat dipakai untuk
sintesa protein jasad renik atau di deaminasi membentuk asam-asam organik, amonia dan
CO2 ( α-keto). Amonia yang terbentuk pada deaminasi dapat dikombinasikan dengan asam
organik alfa keto membentuk asam-asam amino baru yang dapat dipakai untuk mensintesa
protein jasad renik atau diabsorbsi ke sirkulasi potal dan dibawa ke hati, kemudian hati
memakainya untuk membentuk urea yang nantinya masuk sirkulasi peredaran darah.
Sebagian besar urea difiltrasi keluar oleh ginjal dan kemudian dikeluarkan bersama dengan
urine.

Amonia sebagai hasil deaminasi akan diserap melalui dinding rumen ke peredaran darah
porta, yang selanjutnya diubah menjadi urea di dalam hati. Sebagian amonia mengalami
recycling melalui saliva yang kembali ke rumen dan sebagian amonia juga diekskresikan
lewat ginjal dalam bentuk urin (Suhartati, 2005).
Amonia merupakan sumber nitrogen utama dan penting untuk sintesis protein mikroba
(Sakinah, 2005). Konsentrasi amonia yang dibutuhkan untuk menunjang pertumbuhan
mikroba rumen yang maksimal sebesar 4 – 12 mM (Sutardi, 1980). Adanya mikroorganisme
di dalam rumen dan retikulum, ternak ruminansia dapat mensintesis asam-asam amino
esensial untuk kebutuhannya. Untuk memenuhi hal itu, dibutuhkan protein pakan yang
berkualitas baik.

Urea darah merupakan hasil akhir dari proses pencernaan dan perombakan protein pakan di
hati (Tillman et al., 1998). Urea darah digunakan sebagai indikator untuk mengetahui
pemanfaatan protein pakan dan amonia oleh mikroorganisme di dalam rumen. Kadar urea di
dalam darah dipengaruhi oleh kandungan protein pakan yang dikonsumsi (Tillman et al.,
1998). Protein pakan yang tinggi akan meningkatkan urea darah karena amonia pada rumen
juga akan meningkat. Faktor lain yang mempengaruhi kadar urea darah yaitu aktivitas
mikroorganisme rumen. Peningkatan aktivitas mikroorganisme rumen dapat mengakibatkan
peningkatan amonia dalam rumen sehingga kadar urea darah juga dapat meningkat
(Parakkasi, 1999). Kadar urea darah ternak dipengaruhi oleh tinggi rendahnya kadar amonia
cairan rumen Munzaronah, 2010). Kadar urea darah yang tinggi menunjukkan pemanfaatan
amonia di dalam rumen untuk diubah menjadi protein mikroorganisme kurang efisien (Arora,
1995). Kadar normal urea darah ternak ruminansia adalah antara 26,6–56,7 mg/dl (Hungate,
1966)

WIDYOBROTO et al., 2008). Hal ini menunjukkan bahwa NH3 hasil degradasi protein di
dalam rumen akan diserap ke saluran darah sehingga meningkatkan kadar urea dalam darah.

Proses penyerapan protein pada rumen dan usus halus

Pakan yang dikonsumsi oleh ternak akan dirombak dan diserap melalui saluran pencernaan
dan diedarkan ke seluruh tubuh untuk mencukupi kebutuhan nutrien ternak. Nutrien pakan
yang dikonsumsi oleh ternak ruminansia akan diserap melalui dinding rumen dan usus halus
(Astuti dan Wina, 2002).

Rumen pada sapi merupakan tempat utam proses proses pencernaan yang berlangsung secara
fermentatif. Tempat fermentasi oleh mikroba rumen, absorbsi VFA (Volaty Fatty Acid), dan
amonia. Rumen itu sendiri sebagai penampung sementara makanan setelah ditelan ternak.
Setelah rumen cukup terisi makanan, sapi beristirhat, di dalam rumen terdapat populasi
bakteri dan protozoa. Mikroorganisme tersebut menghasilkan enzim yang menguraikan
polisakarida, misalnya enzim hidrolase, amilase, oligoshakharase, glikosidae dan enzim yang
berfungsi untuk menguraikan seluluosa. Selain itu juga terdapat enzim yang menguraikan
protein,yaitu enzim proteolitik dan enzim pencerna lemak (Rianto, 2011).

Untuk ternak ruminansia, nilai hayati protein pakan pada umumnya dapat dibedakan menjadi
2 kelompok besar berdasarkan degradabilitasnya di dalam rumen, yaitu (1) protein yang
mudah didegradasi, dan (2) protein yang tahan terhadap degradasi. Protein pakan yang
mengalami degradasi di dalam rumen akan kehilangan fungsinya sebagai sumber asam amino
karena proses deaminasi akan memisahkan gugus amonia dari rantai karbon utamanya.
Senyawa nitrogen seperti urea, biuret, garam amonium dapat menjadi sumber nitrogen non-
protein yang dapat dikonversikan menjadi protein mikroba yang pada gilirannya akan
menjadi sumber protein bagi ternak. Protein yang tahan terhadap degradasi akan mencapai
saluran cerna pascarumen secara utuh, sehingga apabila masih dapat dicerna, hasil hidrolisis
di saluran cerna pascarumen akan menghasilkan asam-asam amino yang akan diserap melalui
dinding usus ke saluran peredaran darah menuju ke hati. Hal ini ditunjukkan oleh hasil
penelitian SUN et al. (2009). Perombakan protein di usus halus dilakukan oleh enzim pepsin
dengan bantuan enzim tripsin, kemotripsin dan elastase. Pencernaan terakhir dilakukan oleh
enzim proteolitik erepsin yang menghasilkan asam-asam amino. Asam-asam amino
selanjutnya diabsorbsi melalui dinding usus halus.

Zuprizal (2006) menambahkan bahwa enzim-enzim hidrolitik merombak protein dalam


ransum yang masuk ke dalam saluran pencernaan.

Perombakan protein di usus halus dilakukan oleh enzim pepsin dengan bantuan enzim
tripsin, kemotripsin dan elastase. Pencernaan terakhir dilakukan oleh enzim proteolitik
erepsin yang menghasilkan asam-asam amino. Asam-asam amino selanjutnya diabsorbsi
melalui dinding usus halus.
Amonia adalah sumber nitrogen yang sangat penting bagi mikroba dalam rumen untuk
memperbanyak dirinya. Penggunaan ini disebabkan mikroba tidak dapat memanfaatkan asam
amino secara langsung, karena tidak mempunyai sistem transportasi untuk mengangkut asam
amino ke dalam selnya (Adriani dkk, 2009). Pengukuran konsentrasi amonia secara in vitro
dapat digunakan untuk mengistimasi degradabilitas protein dan sintesis mikroba. Kandungan
amonia pada penelitian lebih tinggi dibandingkan pendapat McDonald et al. (2002),
menyatakan bahwa kisaran konsentrasi amonia yang optimal untuk sintesis protein mikroba
rumen adalah 6-21 mM. Tingginya konsentrasi amonia pada penelitian disebabkan oleh
proses degradasi protein pakan lebih cepat daripada proses pembentukan protein mikroba dan
tidak adanya penyerapan sehingga kandungan amonia terakumulasi dalam perhitungan.
Produksi NH3 ditentukan oleh kecernaan protein kasar. Hal ini sesuai dengan pendapat
Puastuti dkk., (2004) bahwa tingginya kecernaan protein akan meningkatkan degrabilitas atau
fermentabilitasnya dalam rumen, sehingga kadar NH3 yang dihasilkan tinggi dan penurunan
produksi NH3 dapat disebabkan dengan adanya kandungan tanin yang dapat mengikat
protein yang menyebabkan protein sulit didegradasi di dalam rumen, sehingga menjadi
protein by-pass dan akan menurunkan produksi NH3. Fermentabilitas pakan mengalami
peningkatan dengan adanya peningkatan populasi bakteri. Hal ini dapat dilihat dari
peningkatan konsentrasi NH3 yang merupakan indikator adanya perombakan protein yang
masuk dalam rumen dan proses sintesis protein oleh mikroba rumen. Produk NH3 akan
dimanfaatkan kembali oleh mikroba rumen untuk pertumbuhannya, sehingga pertumbuhan
dan pertambahan mikroba rumen bergantung pada ketersediaan NH3 dalam rumen. Arora
(1995) menyatakan bahwa mikroba rumen akan memanfaatkan kembali NH3 yang terbentuk
untuk membangun sel tubuhnya.

Ketersediaan NH3 ini menyebabkan bakteri mampu berkembang dengan baik dalam
memfermentasi pakan. Kadar NH3 dalam cairan rumen merupakan petunjuk adanya proses
degradasi protein yang masuk dalam rumen dan proses sintesis protein oleh mikroba rumen.
Hidrolisis protein menjadi asam amino tersebut diikuti oleh proses deaminasi untuk
membebaskan NH3.

Protein yang mengalami degradasi (deaminasi), selain melepaskan gugus amonia (NH3),
akan menghasilkan gugus rantai karbon yang juga dapat menjadi substrat dalam proses
fermentasi mikrobial rumen. Oleh karena itu, protein juga merupakan sumber energi bagi
ternak ruminansia. Sinkronisasi antara ketersediaan energi dan protein di dalam rumen selain
dapat meningkatkan aktivitas mikrobial ternyata juga dapat meningkatkan sintesis protein
mikroba
rumen dan performans ternak.
DAFTAR PUSTAKA

Probosari, E. (2019). Pengaruh protein diet terhadap indeks glikemik. JNH (Journal of
Nutrition and Health), 7(1), 33-39.

Mansur, E. (2018). Pengertian Ilmu Makanan Ternak dan Zat Pakan Ternak.

Anda mungkin juga menyukai