Anda di halaman 1dari 3

PEK 51

Anggota Kelompok :
● Hierro Noorsaid (20/456978/SV/17425)
● Rai Al Baihakqi (20/456986/SV/17433)
● Virra Clarissa (20/464000/SV/18319)

Parameter Dasar
Parameter dasar berisikan kapasitas dan rencana produksi yang mana direncanakan
kapasitasnya tiket yang dijual sebanyak 1.500.000 pada tahun 2021 dan 2022 lalu direncanakan
naik menjadi 1.700.000 lalu 1.750.000 dan 2.000.000 tiket ditahun 2023, 2024 dan 2025.
Rencana produksi yang disediakan dari total kapasitas pada tahun 2021 dan 2022 sebesar 80
persen dan pada tahun 2023. 2024, dan 2025 masing masing meningkat sebesar 5 persen disetiap
tahunnya. Dengan harga yang digunakan sebesar Rp8.000 rencana produksi di tahun 2021 dan
2022 sebanyak 1.200.000 tiket dan 1.445.000 lalu 1.575.000 dan 1.900.000 ditahun 2023, 2024
dan 2025. Biaya investasi awal pada proyek ini terdapat 5 biaya investasi yang diperuntukan
Pengadaan lahan, peralatan, biaya pra operasi, konstruksi dan renovasi, dan biaya perizinan,
AMDAL, dll. Setelah itu ada harga pokok penjualan yang meliputi biaya bahan baku, biaya
tenaga kerja, dan biaya material pembantu. Lalu setelahnya terdapat biaya pemeliharaan sebesar
Rp700.000.000 disetiap tahunnya yang meliputi biaya keamanan dan kebersihan sebesar 5
persen, biaya asuransi 3 persen dari total biaya pemeliharaan. Dengan depresiasi di setiap
tahunnya sebesar Rp11.000.000 dan bunga bank Rp20.000.000 setiap tahunnya dan pajak
sebesar 15 persen disetiap tahunnya yang mana biaya biaya diatas diambil dari total biaya
pemeliharaan.
Proyeksi Laba/Rugi
Setelah pembuatan parameter dasar, maka kita perlu mengestimasi keuangan dengan
membuat model keuangan yaitu proyeksi laba/rugi. Tujuan dari proyeksi ini adalah untuk
mengetahui perkiraan pendapatan atau perkiraan uang masuk yang bisa didapatkan setiap bulan
maupun tahun ke depan dalam perusahaan. Dalam proyeksi laba/rugi terdapat beberapa
komponen yang harus ada, yaitu terdiri dari laba kotor, laba sebelum bunga dan pajak, laba
sebelum pajak, dan laba bersih. Masing-masing komponen dihitung menggunakan
komponen-komponen yang telah ada pada parameter dasar. Yang pertama terdapat laba kotor,
cara menghitung laba kotor adalah dengan hasil pengurangan dari pendapatan dan HPP.
Pendapatan diperoleh dari rencana produksi dikalikan dengan harga setiap kuantitasnya,
sedangkan untuk HPP dapat diperoleh dari biaya bahan baku dikalikan dengan biaya material
pembantu dan pendapatan kemudian ditambahkan dengan biaya tenaga kerja. Komponen arus
laba/rugi yang kedua yaitu perhitungan laba sebelum bunga dan pajak yang dihitung dengan laba
kotor dikurangi dengan seluruh komponen biaya (biaya pemeliharaan, biaya keamanan dan
kebersihan, dan biaya asuransi). Kemudian untuk laba sebelum pajak diperoleh dengan
pengurangan laba sebelum pajak dan bunga dikurangi dengan bunga bank, maka akan diperoleh
laba sebelum pajak. Dan komponen yang terakhir terdapat laba bersih yang diperoleh dari laba
sebelum pajak dikurangi pajak, yang mana laba bersih merupakan hasil dari semua pendapatan
yang bersih yang telah dihitung dengan mengurangi seluruh beban biaya yang ada. Dari hasil
perhitungan kami, diperoleh sebesar :
1. Laba Kotor
Rp4.480.000.000 ; Rp4.480.000.000 ; Rp5.558.000.000 ; Rp6.130.000.000 ;
Rp7.560.000.000 (terhitung 5 tahun sejak 2021 hingga 2025)
2. Laba Sebelum Bunga dan Pajak
Rp3.001.000.000 ; Rp3.0001.000.000 ; Rp3.922.2000.000 ; Rp4.411.000.000 ;
Rp5.633.000.000 (terhitung 5 tahun sejak 2021 hingga 2025)
3. Laba Sebelum Pajak
Rp2.981.000.000 ; Rp2.981.000.000 ; Rp3.092.200.000 ; Rp4.391.000.000 ;
Rp5.613.000.000 (terhitung 5 tahun sejak 2021 hingga 2025)
4. Laba Bersih
Rp2.533.850.000 ; Rp2.533.850.000 ; Rp3.316.870.000 ; Rp3.732.350.000 ;
Rp4.771.050.000 (terhitung 5 tahun sejak 2021 hingga 2025)
Proyeksi Arus Kas
Proyeksi arus kas sendiri merupakan hal yang harus dilakukan apabila pembuatan
parameter dasar dan proyeksi laba/rugi diisi atau dijelaskan dalam bentuk angka. Dalam proyeksi
arus kas juga harus mengikuti timeline sebelumnya yakni lima tahun. Dalam proyeksi arus kas,
ada yang namanya Cash Inflow yang isinya berupa penjualan produk atau pendapatan yang
dihasilkan dari sebuah proyek serta dapat pula ditambahkan dengan yang lainnya berupa
pemasukkan dari proyek yang sedang dijalankan. Tidak lupa juga dengan tanda positif dan
negatif yang harus sesuai dikarenakan kita harus dapat membedakan antara kas yang masuk dan
kas yang keluar. Selanjutnya di bagian kedua ada Cash Outflow yang berisikan Capital
Expenditure (CAPEX) yang diambil dari parameter dasar yang hanya sekali pada saat awal
pembuatan proyek saja serta adanya Operasional Expense (OPEX) diambil dari proyeksi
laba/rugi bagian Biaya Pemeliharaan, Biaya Keamanan, dan Biaya Aasuransi yang dilakukan
secara berkala saat proyek dijalankan. Pada urutan ketiga adanya Perubahan Modal Kerja adalah
biaya investasi yang harus dikeluarkan oleh perusahaan untuk membiayai aktiva jangka pendek
terutama persediaan dan piutang yang digunakan untuk proses operasional usaha. Setelah
perubahan modal kerja, ada Depresiasi bagi setiap tahun proyek itu berjalan. Setelah semuanya
selesai, maka diperoleh Free Cash Flow yang dihasilkan dari Jumlah Cash Inflow (Sifatnya
positif)+ Cash Outflow (Sifatnya negatif) + Perubahan Modal Kerja (Sifatnya negatif) +
Depresiasi (Sifatnya positif) dan dapat menghasilkan Free Cash Flow untuk tahun pertama,
kedua, ketiga, keempat, dan kelima. Free Cash Flow inilah yang akan digunakan dalam
pengkajian aspek kelayakan keuangan.

Anda mungkin juga menyukai