Perusahaan Ritel/Supermarket
Pasar
Tradisional
Gambar 9. Identifikasi stuktur rantai pasok sayuran di Kecamatan Pangalengan
Aliran komoditas sayuran di Pangalengan seperti terlihat pada Gambar 9
dibagi menjadi beberapa rantai berikut :
1. Struktur Rantai Pasok 1
Pemasok bibit Petani Pedagang/Pengumpul Penjual/Eksportir Pasar
tradisional
Pada rantai 1 tersebut komoditi sayuran yang dijual memiliki mutu yang baik,
karena sasaran pasarnya adalah luar negeri. Dalam rantai tersebut
penjual/eksportir melakukan sortasi, grading, pengemasan dan pelabelan
produk terlebih dahulu sebelum sayuran diekspor.
2. Struktur Rantai Pasok 2
Pemasok bibit Petani Pedagang/Pengumpul Pasar tradisional
Pada rantai pasokan 2, pelaku rantai pasok lebih pendek. Aliran komoditi
sayuran dari pedagang/pengumpul langsung dijual ke pasar tradisional. Dalam
hal ini, pedagang yang melakukan proses pengemasan dan pelabelan produk
untuk menambah nilai jual dari poduk tersebut.
3. Struktur Rantai Pasok 3
Pemasok bibit Petani Perusahaan Ritel/Supermarket
Dalam rantai pasok 3 ini, konsumen yang dituju adalah ritel dan supermarket.
Perusahaan yang memasok permintaan sayuran dari supermarket serta
melakukan mitra kerjasama dengan petani dalam hal produksi sayuran.
Perusahaan juga yang melakukan proses penyortiran, pengemasan dan
pelabelan sayuran sebelum sayuran dikirim ke ritel/supermarket. Di
Pangalengan sendiri, perusahaan besar yang hampir menguasai pasar sayuran
adalah PT Alamanda (perusahaan ekspor sayuran) dan PT Indofood Sukses
Makmur.
4. Struktur Rantai Pasok 4
Pemasok bibit Petani Pasar tradisonal
Rantai pasokan 4 merupakan rantai pasok yang paling pendek dibandingkan
yang lainnya. Aliran sayuran dari petani langsung dipasarkan ke pasar
tradisional. Dalam hal ini pasar yang dimaksud adalah pasar di Pangalengan
sendiri. Akan tetapi kebanyakan kualitas yang dijual ke pasar tersebut lebih
rendah dibandingkan kualitas untuk penjualan ke perusahaan atau ke
pedagang/pengumpul. Bahkan terdapat sekelompok petani yang menjual
sayurannya ke pasar setempat merupakan sisa sayuran yang tidak dibeli oleh
distributor. Namun, dalam hal harga penjualan walaupun aliran rantainya
paling pendek harga jual bisa kemungkinan lebih rendah dibandingkan rantai
pasok lainnya. Hal tersebut dikarenakan rataan konsumen/pembeli merupakan
warga setempat dan mereka terbiasa menawar hingga harga terendah. Selain
itu, kualitas sayuran juga tidak sebaik yang diperjualan melalui rantai pasok
lainnya.
Setiap anggota atau pelaku rantai pasokan sayuran di Pangalengan tersebut
mempunyai peran yang berbeda antara satu dengan lainya. Pemasok bibit sebagai
anggota pertama dalam proses tersebut mempunyai peran untuk memasok bibit
sayuran kepada petani. Petani sayuran merupakan produsen utama sayuran
sebagai anggota rantai hulu yang melakukan kegiatan budidaya sayuran, mulai
dari pengarapan tanah, penanaman, pemupukan, penyiangan hingga pemanenan.
Anggota rantai pasok selanjutnya, yaitu pedagang/pengumpul sayuran. Peran dari
pedagang/pengumpul yaitu mengumpulkan atau membeli sayuran dari para petani
untuk dijual ke penjual maupun eksportir. Akan tetapi pada rantai pasok lainnya,
pedagang atau pengumpul tidak ikut berperan dalam melakukan transaksi, dalam
hal ini petani sayuran langsung menjual bahan bakunya ke penjual atau eksportir.
Selain itu juga terdapat perusahaan besar yang melakukan kerjasama dengan para
petani/kelompok tani. Peran masing-masing anggota dalam model rantai pasok di
atas lebih jelasnya dapat dilihat dalam Tabel 20.
Tabel 20. Anggota rantai pasokan sayuran di Pangalengan
Tingkatan Pelaku Proses Aktivitas
Produsen Pemasok bibit Budidaya Melakukan budidaya
Petani (kelompok tani) Pembelian bibit dan produksi
Distribusi sayuran
Penjualan Menjual ke distributor
Distributor Pedagang/Pengumpul Pembelian Melakukan pembelian
Perusahaan Sortasi sayuran dari petani
Eksportir Grading Melakukan proses
Pengemasan untuk menambah nilai
Pelabelan jual sayuran
Pengemasan Melakukan distributor
ke konsumen
Konsumen Pasar luar negeri Pembelian Melakukan pembelian
Pasar tradisional Konsumsi dari distributor
Ritel/Supermarket Melakukan konsumsi
Masyarakat umum sayuran
Dalam suatu rantai pasok terdapat tiga (3) aliran yang harus dikelola.
Pertama, aliran barang/bahan baku yang mengalir dari hulu (upstream) ke hilir
(downstream). Kedua, aliran uang (finansial) yang mengalir dari hilir ke hulu.
Ketiga, aliran informasi yang bisa mengalir dari hulu ke hilir atau sebaliknya.
Aliran bahan baku sayuran dikendalikan oleh pemasok bibit dan juga petani
sebagai produsen. Bahan baku didistribusikan oleh pedagang/pengumpul ke
penjual atau eksportir kemudian dipasarkan ke pasar-pasar maupun swalayan.
Sistem penjualan sayuran di Kecamatan Pangalengan berdasarkan dari permintaan
pasar. Dalam pasar terdapat banyak pedagang/pengumpul yang melakukan
transaksi dan negoisasi dengan para petani. Apabila telah terjadi kesepakatan
harga dari kedua belah, pedagang/pengumpul langsung dapat memanen sayuran di
sawah/ladang milik petani. Setiap hari transaksi tersebut berjalan dan harga
sayuran juga mengalami perubahan.
Beberapa sayuran yang utama di Pangalengan antara lain adalah kentang,
tomat, buncis, kubis, dan sawi. Untuk komoditi sayuran kentang terdapat beberapa
macam jenis yang di jual di pasar tersebut. Sebagai contoh, kentang superior
dengan harga Rp4.000/kg dan kentang Atlantik, yaitu Rp4.500/kg. Jenis kentang
Atlantik kebanyakan penjualannya terikat kontrak langsung antara
petani/kelompok tani dengan PT Indofood Sukses Makmur. Sedangkan komoditi
sayuran lainnya, seperti tomat harga berkisar Rp800/kg–Rp2.500/kg dan Sawi
dengan harga Rp1.100/kg.
Pemasaran komoditi sayuran dari para pedagang, atau pengumpul tersebut
kebanyakan yaitu Pasar Bandung, Bogor, Jakarta, Pasar Tangerang, Pasar Induk
Kramajati, Pasar Kemang Bogor dan Pasar Caringin Bandung. Untuk Kentang,
Kol dan Tomat, biasanya dipasarkan di daerah Pontianak. Sedangkan beberapa
kelompok tani bermitra dengan perusahaan ekspor antara lain PT Indofood Sukses
Makmur dan PT Alamanda.
Aliran finansial pada rantai pasokan sayuran di Pangalengan terjadi dari
konsumen, pengekspor atau penjual, pengumpul/pedagang, perusahaan atau
langsung ke petani dan kemudian ke pemasok bibit. Mekanisme pembayaran
untuk rantai pasok hilir adalah pembayaran transfer/tunai. Sedangkan di rantai
hulu, yaitu dari pedagang/pengumpul ke petani kebanyakan dilakukan
pembayaran dua kali sebelum sayuran laku terjual dan setelah laku terjual.
Beberapa penjual besar, atau seperti perusahaan ekspor ada yang
melakukan sistem kontrak kepada para petani. Sistem kontrak yang dimaksud
adalah sebuah sistem dimana para perusahaan memberikan pinjaman modal untuk
para petani. Pinjaman modal tersebut akan dikembalikan setelah petani menjual
kembali sayurannya, atau pembayarannya dengan cara mengurangi harga
penjualan. Pinjaman tersebut diberikan sebagai pengikat agar petani yang telah
mendapatkan pinjaman modal tidak menjual sayuran yang telah diproduksi ke
pedagang atau perusahaan lainnya. Didalam sistem kontrak tersebut, harga
sayuran menjadi lebih murah tinggi dibandingkan dengan penjualan ke
pedagang/pengumpul. Bentuk kerjasama antara petani dengan perusahaan berupa
aliran barang dan finansial, atau informasi seperti tergambar pada Gambar 10 dan
11.
Barang
Petani Perusahanan
Uang/Informasi
Gambar 10. Aliran barang dan uang
Gambar 11. Beberapa model rantai tataniaga produk agro di Kabupaten Bandung
Gambar 11. Beberapa model rantai tataniaga produk agro di Kabupaten Bandung
Pada gambar di atas dapat dilihat beberapa model rantai tataniaga produk
agro di Kabupaten Bandung. Terdapat beberapa model struktur rantai pasokan,
dimana beberapa strukturnya sama dengan aliran rantai pasok sayuran di
Pangalengan. Dalam setiap struktur rantai terdapat pula perbedaan peran masing-
masing anggota (Gambar 12).
Kekuatan lain yang dimiliki oleh Poktan adalah sayuran yang diproduksi
beraneka ragam, sehingga mampu memenuhi kebutuhan masyarakat. Sayuran
yang dihasilkan aman dikonsumsi (Prima III) dan pertanian ramah lingkungan
juga menjadi modal untuk menuju pertanian organik. Beberapa hal yang menjadi
kelemahan menuju pertanian organik di Pangalengan, antara lain kualifikasi SDM
(petani, atau anggota Poktan) di Pangalengan masih tergolong rendah. Kemudian
keinginan para Petani untuk beralih ke pertanian organik sebenarnya sudah ada.
Akan tetapi, para Petani engan untuk memproduksi sayuran organik, karena harga
sayuran yang diproduksi secara konvensional hampir sama dengan harga sayuran
yang diproduksi secara organik.
Lebih lanjut keterbatasan akses pasar juga merupakan kelemahan untuk
mengembangkan pertanian organik. Hal ini terjadi karena belum ada pasar dan
saluran distribusi produk organik di Pangalengan. Kurangnya promosi, biaya
produksi sayuran organik yang tinggi (terutama sertifikasi), keterbatasan modal
dan mahalnya biaya transportasi merupakan bagian dari kelemahan yang dihadapi
oleh para Petani di Pangalengan untuk menuju pengembangan pertanian organik.
4.3.2 Identifikasi faktor eksternal
Identifikasi terhadap faktor-faktor eksternal menghasilkan rumusan
mengenai peluang dan ancaman yang dihadapi. Rumusan peluang dan ancaman
tersebut dapat dijadikan pertimbangan bagi pengembangan strategi produksi
sayuran organik di Pangalengan. Aspek-aspek yang ditinjau antara lain ekonomi,
sosial budaya, demografi, politik, pemerintah, hukum, teknologi dan kompetitif.
Tabel 25 menunjukkan faktor eksternal strategi produksi sayuran organik di
Pangalengan.
Tabel 25. Faktor eksternal strategi produksi sayuran organik di Pangalengan
Faktor Eksternal Peluang Ancaman
Ekonomi 1. Harga jual lebih tinggi
Sosial budaya dan 1. Pertambahan jumlah 1. Serangan hama dan
penduduk yang terus penyakit perusak
demogafi
meningkat. tanaman
2. Perubahan pola konsumsi 2. Iklim dan cuaca yang
dan gaya hidup tidak menentu
masyarakat yang memengaruhi hasil
cenderung back to nature produksi
3. Loyalitas konsumen
organik yang tinggi.
4. Asosiasi pertanian organik
Politik, 1. Kebijakan pemerintah 1. Tarif ekspor sayuran
mengenai progam “Go tinggi
pemerintah dan
organik 2010”
hukum 2. Dukungan pemerintah
Kompetitif 1. Kuota permintaan belum 1. Konsinyasi harga dari
terpenuhi semua para agen tengkulak
Pada Tabel 26, hasil perhitungan matriks IFE terlihat bahwa sayuran yang
diproduksi aman dikonsumsi (skor 0,336) merupakan kekuatan utama dalam
strategi produksi sayuran organik di Pangalengan. Dengan demikian, sistem
produksi sayuran yang aman dikonsumsi dapat menjadi langkah utama menuju
pertanian organik murni. Hal ini juga didukung dengan pertanian di Pangalengan
yang ramah lingkungan (prima III) dengan skor 0,306. Kondisi geografi yang
mendukung menempati posisi ketiga dengan jumlah skor 0,262. Kemudian
sayuran yang diproduksi beraneka ragam (skor 0,255) dan hubungan baik antara
Ketua dengan Anggota Poktan (skor 0,210) menambah kekuatan yang dimiliki
Poktan di Pangalengan.
Kelemahan utama dari sistem pertanian organik di Pangalengan adalah
keterbatasan modal dengan skor 0,127. Kemudian didukung dengan kemampuan
SDM masih rendah (skor 0,121). Faktor kelemahan lainnya, yaitu sertifikasi
produk organik yang belum ada (0,117). Selain itu, harga sayuran organik
dipasaran harganya hampir sama dengan sayuran semi organik (skor 0,114).
Kelemahan lainnya, yaitu mahalnya biaya transportasi (skor 0,111), lemahnya
akses kelompok tani terhadap pasar sayuran organik (skor 0,108) dan kurangnya
promosi sayuran organik (skor 0,101). Faktor-faktor diatas merupakan kelemahan
dalam aspek pemasaran di Pangalengan. Biaya produksi sayuran organik yang
tinggi (skor 0,097) juga merupakan salah satu kelemahan.
4.5 Analisis Matriks EFE
Matriks EFE berisi peluang dan ancaman yang dihadapi oleh Poktan.
Pemberian bobot pada matriks EFE sama seperti pemberian bobot pada matriks
IFE. Proses pembobotan pada matriks EFE ini dapat dilihat pada Lampiran 8.
Berdasarkan penilaian responden terhadap faktor kunci eksternal strategi produksi
sayuran organik di Pangalengan, total skor rataan EFE 2,790 (Tabel 27). Hal ini
dapat diartikan kemampuan kelompok tani untuk memanfaatkan peluang-peluang
yang ada dan mengatasi ancaman-ancaman yang dihadapi oleh Poktan tergolong
rataan.
Tabel 27. Analisis matriks EFE
Bobot Rating Nilai
Faktor- Faktor Eksternal Tertimbang
(a) (b) (a x b)
Peluang
Pertambahan jumlah penduduk yang terus
A meningkat 0,073 3,2 0,234
Perubahan pola konsumsi dan gaya hidup
B masyarakat yang cenderung back to nature 0,087 3,9 0,339
Kebijakan pemerintah mengenai program "Go
C organik 2010" 0,086 3,6 0,310
D Loyalitas konsumen organik tinggi 0,073 3,3 0,242
E Asosiasi pertanian organik 0,069 3,0 0,208
F Harga jual sayuran organik lebih tinggi 0,083 3,6 0,297
G Kuota permintaan belum terpenuhi semua 0,076 3,2 0,243
H Dukungan pemerintah 0,102 3,8 0,388
Ancaman
I Serangan hama dan penyakit perusak tanaman 0,089 1,6 0,142
Iklim dan cuaca yang tidak menentu
J mempengaruhi hasil produksi 0,085 1,7 0,144
K Konsinyasi harga dari para agen/tengkulak 0,078 1,7 0,133
L Tarif ekspor sayuran tinggi 0,098 1,1 0,108
Total 1,000 2,790
2,790
Menengah
(IV) (V) (VI)
2,0 – 2,99 2,0
Rendah
(VII) (VIII) (IX)
1,0 – 1,99 1,0
Aktor
Petani dan Pedagang Pemerintah Lembaga riset dan Lembaga Keuangan Konsumen
perguruan tinggi
Tujuan
Mengidentifikasi faktor-faktor internal dan Mengidentifikasi peranan para Menyusun strategi rantai pasok yang sesuai
eksternal yang memengaruhi manajemen pelaku rantai pasok sayuran di untuk sayuran organik bernilai tambah tinggi
rantai pasok sayuran organik di Pangalengan berbasis petani di Pangalengan
Pangalengan
Alternatif
Memperluas Fasilitasi dan Penguatan aspek Perencanaan pola Melakukan riset Memantau
Strategi Meningkatkan
pasar/ kemitraan dukungan finansial (modal) tanam yang lebih pasar sayuran dan
mutu, kuantitas pemerintah serta baik organik dan mengawasi
dan kontinuitas dan
mempermudah asosiasi antar perencanaan harga
produksi petani pengembangan
saluran distribusi
pemasaran
4.10.2 Aktor
Tabel 34 menunjukkan bobot aktor terhadap goal yaitu menyusun konsep
strategi pengembangan manajemen rantai pasok sayuran organik di Kecamatan
Pangalengan. Dalam mencapai keberhasilan dari kajian ini aktor yang paling
mempengaruhi goal adalah konsumen dengan bobot 0,306. Hal ini menunjukkan
konsumen menjadi aktor untuk dapat menggerakkan dan menjadi tujuan utama
dalam penyusunan konsep strategi rantai pasok di Pangalengan. Aktor yang
menjadi prioritas kedua adalah lembaga keuangan (0,252), hal ini menunjukkan
bahwa pembiayan dan modal menjadi faktor penting untuk terciptanya goal.
Kemudian aktor lain bertutur-turut adalah pemerintah (0,183), petani dan
pedagang (0,145), serta lembaga riset dan perguruan tinggi menjadi prioritas aktor
terakhir (0,128).
Tabel 34. Bobot aktor terhadap goal
Aktor Bobot Prioritas
Konsumen 0,306 1
Lembagan Keuangan 0,252 2
Pemerintah 0,183 3
Petani dan Pedagang 0,145 4
Lembaga Riset dan 0,128 5
Perguruan Tinggi
4.10.3 Tujuan
Tabel 35 menunjukkan bobot tujuan terhadap goal yaitu menyusun konsep
strategi pengembangan manajemen rantai pasok sayuran organik di Kecamatan
Pangalengan. Tujuan menyusun strategi rantai pasok yang sesuai untuk sayuran
organik bernilai tambah tinggi berbasis petani di Pangalengan (bobot 0,375)
merupakan prioritas utama dalam pencapaian goal. Artinya strategi yang sesuai
yang harus diutamakan agar tercipta goal. Prioritas tujuan kedua mengidentifikasi
peranan para pelaku rantai pasok sayuran di Pangalengan dengan bobot 0,180.
Kemudian prioritas terakhir adalah mengidentifikasi faktor-faktor internal dan
eksternal yang mempengaruhi manajemen rantai pasok sayuran organik di
Pangalengan (bobot 0,153).
Tabel 35. Bobot tujuan terhadap goal
Tujuan Bobot Prioritas
Menyusun strategi rantai 0,375 1
pasok yang sesuai untuk
sayuran organik bernilai
tambah tinggi berbasis
petani di Pangalengan
Mengidentifikasi peranan 0,180 2
para pelaku rantai pasok
sayuran di Pangalengan
Mengidentifikasi faktor- 0,153 3
faktor internal dan eksternal
yang memengaruhi
manajemen rantai pasok
sayuran organik di
Pangalengan