Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH TUGAS AKHIR

PERENCANAAN TATA RUANG DAN PENGGUNAAN LAHAN (TSL 460)


DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR

__________________________________________________________________

Kelompok : 4 (Empat)
Nama Anggota : Fitri Damayanti (A14180052)
Fikri Khoirul Anam (A14180062)
Anindya Rani K (A14180089)
Program Studi Mayor : Manajemen Sumberdaya Lahan
Judul : Identifikasi Kesesuaian Lahan Pertanian Pangan
Berkelanjutan terhadap Rencana Tata Ruang
Wilayah di Kabupaten Sumenep
Dosen Praktikum : Setyardi Pratika Mulya, SP, M.Si
Hari/Tanggal : Senin, 15 November 2021
Waktu : 09.00 WIB
__________________________________________________________________
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI............................................................................................................1
BAB I PENDAHULUAN....................................................................................... 2
1.1 Latar belakang................................................................................................ 2
1.2 Tujuan.............................................................................................................2
BAB II METODE ANALISIS................................................................................. 2
BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN..................................................................4
3.1 Identifikasi LP2B menurut Peraturan Daerah................................................ 4
3.2 Identifikasi Kesesuaian Kawasan LP2B terhadap RTRW............................. 7
3.3 Identifikasi Ketidaksesuaian Kawasan LP2B terhadap RTRW..................... 9
BAB IV PENUTUP............................................................................................... 10
4.1 Kesimpulan...................................................................................................10
4.2 Saran............................................................................................................. 11
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................ 11

1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Penggunaan lahan merupakan kegiatan manusia yang memanfaatkan
kekayaan unsur sumber daya alam suatu lahan untuk memenuhi kebutuhannya
sehari-hari. Semakin meningkatnya kebutuhan manusia terhadap lahan, maka
perlu dilakukan usaha-usaha pengelolaan lahan yang baik sehingga tidak
menyebabkan kerusakan dan pencemaran lingkungan. Pertumbuhan penduduk
yang semakin pesat mengakibatkan kebutuhan sarana dan prasarana semakin
terdesak, sehingga membuat terjadinya perubahan penggunahan lahan dan akan
berpengaruh pada pola ruang. Alih fungsi lahan semakin meningkat telah
mengancam ketahanan pangan nasional. Dengan target program atau kebijakan
terkait dengan ketahanan pangan yang digulirkan oleh Pemerintah, seiring dengan
berjalannya waktu ditetapkan UU Nomor 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan
Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (PLP2B). Terbitnya UU tersebut adalah
untuk melindungi lahan pertanian pangan dari derasnya arus degradasi, alih fungsi
dan fragmentasi lahan sebagai akibat dari meningkatnya jumlah penduduk,
perkembangan ekonomi dan industri di kabupaten atau kota.
Kabupaten Sumenep telah berkomitmen untuk menjalankan UU dan
menyelamatkan lahan pertanian pangan yang sudah diatur melalui UU No. 41
Tahun 2009 tentang PLP2B. Wujud komitmen tersebut ditindaklanjuti melalui
penerbitan Peraturan Daerah Nomor No. 2 tahun 2018 tentang PLP2B. Namun
demikian, Peraturan Daerah tersebut belum dijalankan secara optimal, sehingga
penyusutan lahan pertanian produktif masih terus terjadi. Kondisi ini berdampak
pada berkurangnya hasil produksi pertanian pada setiap tahunnya. Hariyadi (2018),
menemukan bahwa tingkat kesesuaian rencana kawasan LP2B lebih besar
daripada tingkat ketidaksesuaiannya, untuk daerah yang tidak sesuai inilah
menjadi pertimbangan kembali untuk dilakukan kajian dan analisis serta
inventarisasi dan identifikasi ulang data untuk disesuaikan dengan petunjuk teknis
yang diberlakukan sehingga data yang didapat nantinya dijadikan sebagai
rekomendasi dalam penetapan LP2B. “Identifikasi Kesesuaian Lahan Pertanian
Pangan Berkelanjutan terhadap Rencana Tata Ruang Wilayah di Kabupaten
Sumenep” dilakukan untuk memberikan informasi yang dapat digunakan dalam
peninjauan maupun evaluasi penggunaan tanah dan pertanian berkelanjutan. Di
samping itu, digunakan untuk membantu memberikan arahan pengendalian
pemanfaatan terhadap LP2B. Analisis ini dilakukan dengan menggunakan metode
tumpang susun Peta Kawasan LP2B dengan Peta RTRW Kabupaten Sumenep.

1.2 Tujuan
Makalah ini bertujuan

BAB II METODE ANALISIS

2
Metode analisis pada penelitian dilakukan dengan deskriptif kuantitatif
pada daerah Kabupaten Sumenep. Teknik pengumpulan datanya dengan observasi
tidak langsung, yaitu dengan membaca, mengumpulkan, mencatat data-data,
informasi dan keterangannya dari literatur yang relevan. Jenis data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder.

3
BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Identifikasi LP2B menurut Peraturan Daerah

Tabel 1. Penetapan Luas LP2B Per Kecamatan


No Kecamatan Luas (Ha)
1 Kota Sumenep 336
2 Batuan 585
3 Gapura 1.32
4 Manding 1.46
5 Dasuk 510
6 Batuputih 321
7 Ambunten 480
8 Lenteng 1.07
9 Ganding 620
10 Saronggi 576
11 Nonggunong 295
12 Sapeken 1.42
13 Kangayan 1.93
14 Arjasa 9.916,2

Berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 2 tahun 2018 menyebutkan bahwa


lahan pertanian pangan berkelanjutan ( LP2B ) bertujuan untuk melindungi dan
menjamin ketersediaan lahan lahan pertanian secara berkelanjutan dan
mewujudkan kemandirian serta ketahanan pangan yang dapat berupa lahan
beririgasi , lahan reklamasi pasang surut , dan lahan tidak beririgasi yang dapat
berada di perkotaan maupun perdesaan serta perlu memperhitungkan luas
kawasan dan jumlah penduduk. Oleh karena itu dalam tabel diatas menunjukan
adanya sebaran luasan LP2B di berbagai kecamatan di Kabupaten Sumenep , hal
ini berkesesuaian dengan Perda No 2 tahun 2018 yang tertera pada pasal 8 yang
menyebutkan terdapat 14 Kecamatan mulai dari Kecamatan Kota Sumenep hingga
Kecamatan Arjasa dengan luasan yang sama. Fakta yang dimiliki pun sama yakni
Kecamatan Arjasa yang memiliki luasan LP2B terbesar yaitu 9.916,2 Ha
sedangkan luasan terkecil di miliki oleh Kecamatan Nonggunong yakni sebesar
295 Ha.

4
Tabel 2. Sebaran lahan sawah berpotensi LP2B
No Kecamatan Luas Sawah (Ha) Luas Persentase
Kecamatan Tanah
(Ha) Sawah (%)
1 Pragaan 141,421 5.797,499 2,439
2 Bluto 22,217 5.106,652 435
3 Saronggi 576,257 6.756,413 8,529
4 Kalianget 76,184 3.011,454 2,530
5 Kota Sumenep 756,007 2.771,762 27,275
6 Batuan 1.052,043 2.706,674 38,868
7 Lenteng 1.011,882 7.121,780 14,208
8 Ganding 1.642,303 5.382,549 30,512
9 Guluk Guluk 2.523,072 5.904,980 42,728
10 Pasongsongan 4.810,871 11.872,082 40,523
11 Ambunten 576,838 5.042,525 11,439
12 Rubaru 2.730,826 8.429,082 32,398
13 Dasuk 796,904 6.432,279 12,389
14 Manding 2.530,867 6.879,269 36,790
15 Batuputih 847,880 11.207,191 7,565
16 Gapura 1.401,772 6.570,478 21,334
17 Batang Batang 1.285,985 8.018,892 16,037
18 Dungkek 724,589 6.468,382 11,202
Kabupaten Sumenep 23.507,918 115.479,943 20,357

Berdasarkan tabel diatas ditunjukkan luas seluruh tanah sawah daratan


adalah 23.507,918 Ha, kecamatan dengan jumlah tanah sawah terbanyak yaitu
Kecamatan Pasongsongan dengan total tanah sawah seluas 4.810,871 Ha
(40,523 %), sedangkan , jumlah tanah sawah terkecil berada di Kecamatan Bluto,
seluas 22,217 Ha (0,435 %). Penggunaan tanah sawah memang tidak cukup
merata di seluruh wilayah kecamatan, hal ini dikarenakan beberapa kawasan yang
masih berupa hutan dan tingkat kepadatan penduduk tidak merata di daerah
tersebut sehingga beberapa daerah banyak yang belum terjamah dengan adanya
aktivitas masyarakat.
Namun, dalam Zulfikar et al. ( 2013) mengatakan bahwa Idealnya setiap
LP2B dan LCP2B mempunyai jaringan infrastruktur pendukung pertanian yaitu
berupa jaringan irigasi dan jaringan jalan. Dalam hal ini, penetapan LP2B di lahan

5
sawah harus ditinjau dari sistem irigasinya , sistem sawah irigasi masuk ke dalam
S1 yang artinya memiliki potensi besar untuk di jadikan LP2B , sedangkan sawah
dengan sistem tadah hujan masuk ke dalam kelas S2 dan S3.
Permasalahan dalam hal ini yaitu seperti yang sudah disebutkan bahwa
masih banyak daerah yang belum terjamah oleh masyarakat , hal ini menyebabkan
tingkat sarana dan prasarana yang berada di wilayah tersebut cukup minim untuk
dijadikan sebagai LP2B oleh karena itu lahan sawah yang berpotensi menjadi
LP2B harus memperhatikan prasarana pendukung seperti irigasi dan kemajuan
IPTEK untuk memperhitungkan tingkat terjadinya degradasi sehingga dapat
memproyeksikan produktivitas per tahun yang didapat dari satu luasan lahan
LP2B tersebut.

Gambar 1 Peta potensi lahan sawah untuk LP2B

Tabel 3 Distribusi kategori luas sawah


No Kategori Luas (Ha)
1 Hamparan Luas Sawah < 1 Ha 244,451
2 Hamparan Luas Sawah 1-10 Ha 3.409,991
3 Hamparan Luas Sawah 10-100 Ha 13.717,596
4 Hamparan Luas Sawah 100-500 Ha 5.621,635
5 Hamparan Luas Sawah > 500 Ha 513,949
Total Hamparan Luas Sawah 23.507,622

Tabel 3 memperlihatkan bahwa cukup sedikit hamparan luas sawah yang


berada diatas 500 Ha ( >500 Ha) yaitu hanya sebesar 513,949 Ha , sedangkan
yang memperoleh sebaran tertinggi yaitu hamparan sawah yang luas 10-100 Ha
yaitu sebesar 13.717,596 Ha dan dapat dilihat persebaran tiap kategori luasan
pada layout peta yang ditampilkan pada gambar 1. Hal ini diakibatkan oleh

6
pesatnya pembangunan ekonomi terutama di sekitar perkotaan dan di sekitar
sentra perindustrian. Kebutuhan lahan untuk pembangunan infrastruktur (jalan, tol,
bandara, pelabuhan, industri, perkantoran) dan perumahan (real estate) dan
pemukiman penduduk, meluas ke lahanlahan sawah intensif yang telah menjadi
sentra produksi ( Mulyani et al. 2016).
Sehingga penetapan luas LP2B sangat diperlukan oleh para petani, karena
hal ini menyangkut pada kecenderungan petani untuk melepas kepemilikan
lahnnya ke investor dan perlu diketahui bahwa disetiap tahunnya lahan sawah
akan selalu mengalami penyusutan sehingga akan memudahkan terjadinya
konversi lahan yang lebih intensif , ketika sudah terjadi maka LP2B akan bergeser
menjadi luasan yang lebih kecil dan sebagian lahan lain akan kehilangan
identitasnya untuk mempertahankan kualitasnya dalam hal produktivitas.seperti
yang disebutkan Zulfikar et al. (2013) bahwa alih fungsi lahan bersifat permanen
dan sulit untuk diperbaiki atau bersifat irreversible. Apabila hal tersebut terjadi
maka pemerintah akan cenderung untuk melakukan impor sehingga terjadi
pengeluaran sumber daya kapital ke luar negeri ( capital flight ).

3.2 Identifikasi Kesesuaian Kawasan LP2B terhadap RTRW


Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Sumenep No 12 tahun 2013
menyebutkan bahwa kawasan pertanian untuk tanaman pangan atau lahan
pertanian pangan berkelanjutan ( LP2B) yaitu memiliki luas kurang lebih total
sebesar 20.860,2 (dua puluh ribu delapan ratus enam puluh koma dua) Hektar.
denga perincian Irigasi 8.287,2 (delapan ribu dua ratus delapan puluh tujuh koma
dua) Hektar dan non Irigasi 12.573 (dua belas ribu lima ratus tujuh puluh tiga)
hektar.
Analisis kesesuaian kawasan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan
terhadap Penggunaan Tanah dilakukan untuk memberikan informasi yang dapat
digunakan dalam peninjauan maupun evaluasi penggunaan tanah. Di samping itu,
digunakan untuk membantu memberikan arahan pengendalian pemanfaatan
terhadap LP2B. Analisis ini dilakukan dengan menggunakan metode tumpang
susun Peta Kawasan LP2B dengan Peta RTRW Kabupaten Sumenep.

Tabel 4. Hasil Analisis Kesesuaian LP2B Terhadap RTRW


Kawasan LP2B
Arahan Fungsi Luas
No Luas LP2B %Luas %Luas
Kawasan RTRW LCP2B
(Ha) LP2B LCP2B
(Ha)
1 Hutan Lindung 0,00 0,00 0,00 0,00
2 Hutan Produksi 0,00 0,00 0,00 0,00
3 Kawasan Resapan Air 14,442 0,20 91,939 1,022

7
4 Permukiman 4.487,709 61,605 5.988,781 66,565
5 Pertambakan 7.284,413 99,989 8.990,915 99,933
Pertanian Tanaman
6 2.995,690 41,124 3.022,564 33,596
Pangan
Jumlah 14.782,254 44,964 18.093,28 55,036
Total Kesesuaian Kawasan
LP2B dengan RTRW 32.875,534
Tabel 4 di atas merupakan hasil dari analisis kesesuaian Kawasan LP2B
terhadap RTRW. Dari luas total kawasan LP2B dan LCP2B, yakni seluas
32.875,534 Ha atau sebesar 15,714 % dari total luasan lahan pertanian dalam
RTRW. Luasan tersebut diarahkan sebagai LP2B dan LCP2B yang masing–
masing seluas 14.782,254 Ha atau sebesar 44,964 % dan untuk LP2B dan untuk
LCP2B seluas 18.093,28 Ha atau sebesar 55,036%. Undang-undang Nomor 41
tahun 2009 mengamanatkan, bahwa perlindungan lahan pertanian pangan
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam penataan ruang wilayah.
Perlindungan lahan pertanian pangan perlu dilakukan dengan menetapkan
kawasankawasan pertanian pangan yang perlu dilindungi.

Gambar 2 Kesesuaian terhadap RTRW Kabupaten Sumenep

8
3.3 Identifikasi Ketidaksesuaian Kawasan LP2B terhadap RTRW
Analisis ketidaksesuaian dari kawasan LP2B terhadao RTRW
berhubungan dengan Gambar 2 dan dapat dilihat jelas pada Tabel 5

Tabel 5 Hasil analisis ketidaksesuaian LP2B terhadap RTRW


Ketidaksesuaian
Luas Total
Arahan Fungsi Luas %
No %Luas Ketidaksesuaian
Kawasan RTRW LP2B Ketidaksesuaian
LP2B (Ha)
(Ha)
Hortikultura 0,00 0,00 0,00 0,00
1 Hutan Lindung 0,00 0,00 0,00 0,00
2 Hutan Produksi 0,00 0,00 0,00 0,00
Kawasan Gumuk
3 Pasir Pantai 0,85 0,00 0,85 0,05
Kawasan Resapan
4 Air 0 0 0 0
5 Permukiman 2796,88 2908,11 5704,99 35,04
6 Pertambakan 1,18 5,97 7,16 0,04
Jumlah 2798,91 2,896,088 5713,01 35,089
Total Ketidaksesuaian
Kawasan LP2B 2,931,177
dengan RTRW

9
Hasil analisis menunjukkan bahwa ketidaksesuaian antara kawasan LP2B
dengan RTRW adalah seluas 2798,919 Ha atau sebesar 17,191% dari luas
keseluruhan arahan kawasan untuk RTRW, sedangkan untuk LCP2B terdapat
luasan sebesar 2896,088 Ha atau sebesar 17,788 % dari luas keseluruhan arahan
Kawasan untuk RTRW. Hasil ketidaksesuaian LP2B terhadap RTRW paling besar
pada arahan fungsi kawasan permukiman pada LP2B. Tumpang tindih terjadi di
wilayah Kecamatan Guluk Guluk seluas 2796,88 Ha, sedangkan LCP2B yang
bertumpang tindih pada permukiman seluas 2908,11 Ha dengan total 5704,99 Ha.
Kecamatan Guluk Guluk tidak termasuk ke dalam penetapan kawasan LP2B yang
mengindikasi bahwa inilah yang menjadi dasar tidak ditetapkan sebagai kawasan
LP2B. Metode overlay sangat mumpuni dalam mengidentifikasinya.
Hal ini menunjukkan bahwa terdapat Kawasan LP2B tidak sepenuhnya
sejalan, masih ditemukan ketidaksesuaian peruntukan RTRW yang menimpa
peruntukan LP2B. Hal ini mungkin disebabkan karena RTRW ditetapkan terlebih
dahulu pada tahun 2013. Sedangkan LP2B Kabupaten Sumenep baru ditetapkan
oleh Perda Tahun 2018. Menurut Peraturan Pemerintah No. 16 Tahun 2004
tentang Penatagunaan Tanah, Penggunaan dan pemanfaatan lahan di kawasan
lindung atau kawasan budidaya harus sesuai dengan fungsi kawasan dalam
Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW), Penggunaan dan pemanfaatan lahan di
kawasan lindung tidak boleh mengganggu fungsi alam, tidak mengubah bentang
alam dan ekosistem alami, Penggunaan lahan di kawasan budidaya tidak saling
bertentangan, tidak saling menggangu dan memberikan peningkatan nilai tambah
terhadap penggunaan tanahnya, Pemanfaatan lahan di kawasan budidaya tidak
boleh ditelantarkan, harus dipelihara dan dicegah kerusakannya.

BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Penggunaan tanah sawah memang tidak cukup merata di seluruh wilayah
kecamatan, hal ini dikarenakan beberapa kawasan yang masih hutan dan belum
terjamah serta tidak meratanya tingkat kepadatan penduduk suatu daerah tersebut,
hampir semua wilayah di Kabupaten Sumenep merupakan dataran yang datar.
Kawasan LP2B ini masih sesuai dengan penggunaan tanah saat ini yang ada di
Kabupaten Sumenep. Seluruh kawasan LP2B (LP2B inti dan LCP2B) yang tidak
sesuai dengan RTRW adalah sebesar 35,089 %, dan yang sesuai sebesar 64,911 %.
Hal ini menunjukkan bahwa terdapat Kawasan LP2B tidak sepenuhnya sejalan,
masih ditemukan ketidaksesuaian peruntukan RTRW yang menimpa peruntukan
LP2B. Hal ini mungkin disebabkan karena RTRW ditetapkan terlebih dahulu pada
tahun 2013. Sedangkan PLP2B Kabupaten Sumenep baru ditetapkan oleh Perda
Tahun 2018.

10
4.2 Saran
Adanya penyesuaian lebih lanjut antara arahan Kawasan LP2B dengan
RTRW Kabupaten Sumenep sehingga nanti ke depannya tidak banyak terjadi alih
fungsi tanah pertanian menjadi non pertanian yang tidak terkontrol seperti daerah-
daerah yang sudah berkembang dan lebih maju. Selain itu nantinya Kawasan
LP2B ini dapat lebih sinkron dengan arahan RTRW Kabupaten Sumenep, serta
menetapkan pula lahan sawah berpotensi pada penetapan LP2B.
Data ketidaksesuaian ini nantinya diharapkan dapat digunakan sebagai
tinjauan maupun evaluasi yang pelaksanaannya dapat ditinjau kembali lebih dari 1
(satu) kali dalam 5 (lima) tahun yang saat ini pelaksanaan RTRW memasuki
tahapan kedua. Analisis Kawasan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan dengan
Penggunaan Tanah saat ini masih mengikuti arahan yang sudah direncanakan oleh
peraturan daerah yang sudah ada, sehingga nantinya ke depannya dapat dijadikan
bahan pertimbangan dalam pengendalian rencana tata ruang wilayah Kabupaten
Sumenep
DAFTAR PUSTAKA

Mulyani A, Kuncoro D, Nursyamsi D, dan Agus F. 2016. Analisis konversi lahan


sawah : penggunaan data spasial resolusi tinggi memperlihatkan laju
konversi yang mengkhawatirkan . Jurnal Tanah dan Iklim. 40(2):121-133.
Peraturan Pemerintah No. 16 Tahun 2004 tentang Penatagunaan Tanah.
Undang undang No. 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian
Pangan Berkelanjutan.
Zulfikar M, Barus B, dan Sutandi A. 2013. Pemetaan lahan sawah dan potensinya
untuk perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan di Kabupaten
Pasaman Barat, Sumatera Barat. Jurnal Tanah dan Lingkungan. 15(1): 20-
28.

11

Anda mungkin juga menyukai