Anda di halaman 1dari 27

‫مجمل أصول أهل السنة والجماعة‬

‫في العقيدة‬

‫الشيخ ناصر عبد الكريم العقل‬

Prinsip Ahlussunnah wal Jamaah


Dalam Masalah Akidah

Syaikh Nashir Abdul Karim Al ‘Aql

1
DAFTAR ISI

 PENGANTAR

 PERTAMA, KAIDAH DAN USHUL (POKOK-POKOK) DALAM MENERIMA ILMU DAN BERDALIL

 KEDUA, TAUHID YANG BERUPA ILMU YANG WAJIB DIYAKINI

 KETIGA, TAUHID YANG BERUPA TUNTUTAN (TAUHID ULUHIYYAH)

 KEEMPAT, TENTANG IMAN

 KELIMA, TENTANG AL QUR’ANUL KARIM

 KEENAM, TENTANG QADAR

 KETUJUH, TENTANG JAMAAH DAN IMAMAH

 CIRI KHUSUS DAN TANDA AHLUSSUNNAH WAL JAMAAH

2
Pengantar

Akidah secara bahasa artinya mengikat, menguatkan, mengokohkan, dan mengikat dengan kuat.
Secara istilah, akidah adalah keimanan yang kokoh yang tidak dimasuki keraguan sedikit pun di sisi
pemiliknya.

Maksud akidah Islam adalah keimanan yang kokoh kepada Allah Ta’ala, serta yang wajib untuk- Nya
seperti tauhid dan ketaatan kepada-Nya, serta beriman kepada para malaikat-Nya, kitab- kitab-Nya,
rasul-rasul-Nya, hari Akhir, qadar, serta perkara gaib lainnya yang telah sahih, demikian pula berita-
berita yang disampaikan, perkara-perkara pokok, baik yang sifatnya harus diketahui maupun
diamalkan.

Salaf adalah generasi awal umat ini dari kalangan sahabat dan tabiin, para pemimpin yang di atas
petunjuk pada tiga abad yang utama. Sebutan ini juga tertuju kepada mereka yang mengikuti
generasi yang disebutkan dan berjalan di atas manhaj mereka sepanjang masa. Sedangkan nisbat
kepada mereka disebut ‘salafi’.

Ahlussunnah wal Jamaah adalah orang-orang yang sama seperti keadaan Nabi shallallahu alaihi wa
sallam dan para sahabatnya.

3
Mereka disebut Ahlussunnah karena berpegang dan mengikuti sunnah Nabi shallallahu alaihi wa
sallam.
Dan disebut ‘Jama’ah’ karena mereka berkumpul di atas kebenaran dan tidak berpecah belah di
dalam agama. Mereka berkumpul mengikuti pemimpin yang berada di atas kebenaran dan tidak
keluar dari mereka, serta mengikuti kesepakatan generasi pertama umat ini.

Oleh karena mereka mengikuti sunnah Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dan mengikuti atsar
(riwayat), maka disebutlah mereka dengan ‘Ahlul Hadits’, ‘Ahlul Atsar’, ‘Ahlul Ittiba’, dan disebut
juga ‘Ath Thaifah Al Manshurah’ serta ‘Al Firqatun Najiyah’.

4
Pertama, Kaidah dan Ushul (Pokok-Pokok) Dalam Menerima Ilmu dan Berdalil

1
2

1. Sumber pengambilan akidah Islam adalah kitab Allah, Sunnah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa
sallam dan Ijma' salafush shaalih.
2. Semua yang shahih dari sunnah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam wajib diterima dan
diamalkan meskipun jalur periwayatannya Ahad, baik dalam masalah akidah maupun lainnya.
3. Yang dijadikan rujukan dalam memahami Al Qur'an dan As Sunnah adalah nash-nash yang
menerangkannya, pemahaman salafush shaalih dan pemahaman orang-orang yang mengikuti jejak
mereka di kalangan para imam kaum muslimin. Semua yang telah tsabit (sahih) dari hal tersebut
tidak boleh ditolak dengan kemungkinan-kemungkinan lain dari sisi bahasa.

4. Prinsip-prinsip agama (Ushuluddin) semuanya telah diterangkan oleh Nabi shallallahu 'alaihi wa
sallam. Oleh karena itu, tidak diperkenankan bagi seseorang mengadakan sesuatu sambil
beranggapan bahwa ia termasuk bagian agama.
5. Tunduk kepada Allah dan Rasul-Nya shallallahu 'alaihi wa sallam baik lahir maupun batin,
sehingga tidak boleh mempertentangkan satu pun bagian dari Al Qur'an atau As Sunnah yang shahih
dengan qiyas, dzauq (perasaan), kasyf (penyingkapan tabir rahasia), pendapat syaikh, pendapat
imam, dsb.
6. Akal yang benar akan selalu sama dengan nash atau dalil yang shahih. Keduanya jika qath'i (pasti)
tidak akan bertentangan selama-lamanya, dan jika ada anggapan bertentangan, maka dalil harus
didahulukan.

5
7

7. Wajib berpegang dengan lafaz syar'i dalam berakidah dan menjauhi lafaz bid'ah yang diada-
adakan oleh manusia. Lafaz-lafaz yang masih mujmal (umum) yang bisa mengandung salah dan
benar, maka digali maknanya. Jika benar, maka ditetapkan dengan lafaz yang syar'i, dan jika batil,
maka ditolak.
8. Kema'shuman (terpelihara dari kesalahan) ada pada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam.
Umat ini (seperti para sahabat) secara keseluruhannya juga terjaga dari bersepakat di atas
kesesatan, namun secara individu, maka tidak ada seorang pun di antara mereka yang ma'shum.
Jika ada perbedaan di antara para imam atau selain mereka, maka perkara tersebut dikembalikan
kepada Al Qur'an dan As Sunnah, jika ada dalilnya, maka diterima sambil memaafkan orang yang
keliru dari kalangan mujtahid umat ini.
9. Di tengah umat ini ada orang-orang yang mendapatkan ilham seperti Umar bin Khaththab
radhiyallahu anhu. Mimpi yang baik adalah hak (benar), ia bagian dari kenabian dan firasat yang
benar adalah hak. Ini semua merupakan karamah dan kabar gembira dengan syarat sesuai syari'at.
Namun ia bukanlah sumber rujukan dalam berakidah dan menetapkan syari'at.

10

11

12
10. Miraa' (bertengkar) dalam masalah agama adalah tercela, dan berdebat dengan cara yang baik
adalah disyariatkan. Dalam hal yang telah jelas (ada dalil dari Al Qur'an dan As Sunnah) larangan
membicarakan secara mendalam, maka wajib diikuti. Wajib menahan diri dari pembicaraan secara
mendalam dalam masalah dimana seorang muslim tidak memiliki ilmu tentangnya. Selanjutnya ia
menyerahkan ilmu tentang hal tersebut kepada Allah Subhaanahu wa Ta'aala yang Maha
Mengetahui.

6
11. Wajib berpegang dengan manhaj (cara) Al Qur'an dan As Sunnah dalam menolak sesuatu;
sebagaimana dalam hal 'Akidah dan menetapkan sesuatu. Oleh karena itu, bid'ah tidak boleh dibalas
dengan bid'ah, kekurangan tidak boleh dibalas dengan berlebihan, demikian juga sebaliknya.
12. Semua perkara baru dalam agama adalah bid'ah. Setiap bid'ah adalah kesesatan, dan setiap
kesesatan tempatnya di Neraka.

7
Kedua, Tauhid Yang Berupa Ilmu Yang Wajib Diyakini

11

1. Prinsip penting dalam masalah nama-nama dan sifat Allah adalah menetapkan apa yang
ditetapkan Allah Ta'ala untuk Diri-Nya atau yang ditetapkan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam
untuk-Nya tanpa mentamtsil (menyerupakan dengan sifat makhluk) dan tanpa takyif (menanyakan
bagaimana hakikatnya), serta meniadakan segala sifat yang ditiadakan Allah bagi Diri-Nya atau
ditiadakan Rasul-Nya tanpa mentahrif (mentakwil) dan tanpa menta'thil (meniadakan),
sebagaimana firman Allah Ta'ala: "Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Dia, dan Dia Maha
Mendengar lagi Maha Melihat." (Qs. Asy Syura: 11) disertai dengan mengimani makna(kandungan)
dari lafaz nash-nash tersebut dan yang ditunjukkan olehnya.
2. Mentamtsil dan menta'thil nama-nama Allah dan sifat-Nya adalah sebuah kekufuran. Adapun
tahrif atau yang biasa disebut ahlul bid'ah sebagai takwil, maka ada yang kufur seperti ta'wilnya
kaum Bathiniyyah, ada juga yang merupakan bid'ah dhalalah (sesat) seperti takwil orang-orang yang
menafikan sifat dan ada yang berupa kekeliruan (tanpa disengaja).
3. Keyakinan Wihdatul wujud (semua yang ada adalah Allah) dan keyakinan hulul (Allah menempati
makhluk-Nya) atau ittihad (Allah menyatu dengan makhluk-Nya) adalah keyakinan kufur dan
menjadikan pelakunya keluar dari Islam.

8
6

4. Beriman kepada para malaikat yang mulia secara ijmal (garis besar). Adapun secara tafshil (rinci),
maka berdasarkan dalil yang shahih yang menerangkan nama, sifat dan tugas mereka sesuai
pengetahuan yang dimiliki oleh seorang mukllaf (orang yang sudah baligh).
5. Beriman kepada semua kitab yang diturunkan, dan bahwa Al Qur'anul karim adalah kitab yang
paling utama serta menasakh (menghapus) kitab-kitab sebelumnya, dan bawa kitab-kitab
sebelumnya telah dimasuki oleh tahrif (perobahan). Oleh karena itu, yang wajib kita ikuti adalah
kitab Al Qur'an saja, tidak kitab-kitab sebelumnya..
6. Beriman kepada para nabi Allah dan para rasul-Nya –semoga shalawat Allah dan salam-Nya
terlimpah kepada mereka-, dan bahwa mereka lebih utama dari semua manusia. Barang siapa yang
meyakini selain itu, maka dia kafir. Dalil shahih yang menyebutkan secara rinci tentang salah seorang
di antara mereka, wajib diimani secara rinci pula. Kita juga wajib beriman kepada semua rasul secara
ijmal (garis besar), dan bahwa Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam adalah yang paling
utama dan terakhir (tidak ada lagi nabi setelahnya) di antara mereka. Allah telah mengutusnya
kepada semua manusia.
7. Beriman bahwa wahyu telah terputus setelah Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam, dan
bahwa Beliau adalah penutup para nabi dan rasul. Barang siapa yang meyakini selain ini, makadia
kafir.

8
9

8. Beriman kepada hari akhir, dan kepada berita-berita yang shahih tentang hari akhir, serta
beriman kepada tanda-tandanya yang mengawalinya.
9. Beriman kepada qadar Allah yang baik maupun yang buruk, yaitu dengan beriman bahwa Allah
Ta'ala Mengetahui segala sesuatu yang akan terjadi sebelum terjadinya, mencatat semua itudalam
Al Lauhul Mahfuzh, dan bahwa apa yang Allah kehendaki pasti terjadi, sedangkan yang Dia tidak
kehendaki tidak akan terjadi. Oleh karena itu, tidaklah terjadi sesuatu kecuali dengan kehendak-
Nya. Allah Subhaanahu wa Ta'aala Mahakuasa atas segala sesuatu, Dia pula yang menciptakan
segala sesuatu dan berbuat apa yang Dia kehendaki.

9
10

11

12

10. Beriman kepada apa yang disebutkan oleh dalil yang sahih tentang hal-hal gaib, seperti 'Arsy,
Kursi, Surga, Neraka, nikmat kubur dan azabnya, Shirat, Mizan dan lainnya tanpa mentakwil sedikit
pun daripadanya.
11. Beriman kepada syafaat Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, syafaat para nabi, malaikat, orang-
orang saleh dan selain mereka pada hari Kiamat sebagaimana disebutkan secara tafsil (rinci) dalam
dalil-dalil yang sahih.
12. Melihatnya kaum mukmin kepada Tuhan mereka pada hari kiamat di surga dan di padang
mahsyar adalah benar. Barang siapa yang mengingkarinya atau menakwilnya, maka dia
menyimpang dan tersesat, dan hal itu (melihat Allah) tidak dapat terjadi bagi seorang pun di
dunia.

13

14
13. Karomah para wali dan orang-orang saleh adalah benar. Namun tidak semua sesuatu yang luar
biasa disebut karomah, bahkan bisa saja sebagai istidraj (cobaan dari Allah), pengaruh setan dan
orang-orang jahat. Tolok ukur dalam masalah ini adalah dengan melihat sesuai-tidaknya dengan Al
Qur'an dan As Sunnah.
14. Orang-orang mukmin semuanya wali Allah Ar Rahman. Pada diri orang mukmin terdapattingkat
kewaliannya sesuai kadar keimanannya.

10
Ketiga, Tauhid Yang Berupa Tuntutan (Tauhid Uluhiyyah)

1. Allah Ta'ala Maha Esa. Tidak ada sekutu bagi-Nya, baik dalam rububiyyah, dalam uluhiyyah, asma
dan sifat-Nya. Dia-lah Rabb (Pencipta, Penguasa, dan Pengatur) alam semesta. Hanya Dia sendiri
yang berhak ditujukan segala macam ibadah.
2. Mempersembahkan ibadah, seperti doa, istighatsah (meminta bantuan), isti'anah (memohon
pertolongan), nazar, menyembelih, tawakal, khauf (takut), raja' (berharap), mencintai dan
sebagainya kepada selain Allah Ta'ala adalah perbuatan syirik, meskipun perbuatan itu ditujukan
kepada malaikat yang dekat dengan Allah, seorang nabi utusan, kepada hamba yang saleh atau
lainnya.
3. Termasuk pilar ibadah adalah beribadah kepada Allah Ta'ala dengan penuh rasa cinta, rasa takut
dan penuh harap secara bersamaan. Beribadah kepada Allah dengan sebagian daripadanya tanpa
yang lain adalah kesesatan. Sebagian ulama berkata, "Barang siapa yang beribadah kepada Allah
hanya dengan rasa cinta maka dia seorang zindik (orang yang sesat dalam agama dan menyimpang
dari jalan kebenaran). Barang siapa yang beribadah kepada Allah hanya dengan rasa takut maka
dia adalah seorang haruri (Khawarij), dan barang siapa yang beribadah kepada-Nya hanya dengan
penuh harap maka dia adalah seorang murji'ah.

11
4. Patuh, tunduk dan taat secara mutlak kepada Allah Ta’ala dan Rasul-Nya Muhammad shalallahu
'alaihi wasallam. Beriman kepada Allah sebagai Hakim termasuk iman kepada-Nya sebagai Rabb dan
Tuhan yang disembah. Tidak ada sekutu bagi-Nya dalam hukum dan perintah-Nya. Pembuatan
hukum yang tidak diizinkan Allah, berhukum kepada thaghut2, mengikuti selain syariat Nabi
Muhammad shalallahu 'alaihi wasallam dan merubah sesuatu darinya adalah kufur. Barang siapa
yang mengatakan, seseorang boleh keluar dari syariatnya maka dia kafir.
5. Menggunakan hukum yang bukan dari Allah adalah kufur akbar, yang bisa menyebabkan
seseorang keluar dari Islam; dan bisa juga termasuk kufur duna kufrin (kufur di bawah kufur; yang
tidak menyebabkan keluar dari Islam).
Kufur akbar terjadi ketika berpegang teguh kepada selain hukum Allah, atau membolehkan
penggunaan hukum tersebut. Sedangkan kufur duna kufrin, terjadi jika tidak menggunakan hukum
Allah dalam suatu kejadian tertentu karena menuruti hawa nafsu, tetapi secara umum ia masih
berpegang teguh kepada hukum Allah.

6. Pembagian agama kepada ‘hakikat’ yang dikhususkan untuk orang-orang tertentu dan syariat
yang hanya wajib diikuti orang-orang awam saja serta memisahkan urusan politik atau urusan
lainnya dari agama adalah tindakan batil (tidak benar). Semua yang bertentangan dengan syariat,
baik hakikat, politik maupun perkara lainnya maka hukumnya bisa kufur dan bisa pula sesat, sesuai
dengan tingkatannya.

8
9

2
Thaghut adalah segala yang diperlakukan secara melampaui batas dari yang telah ditentukan Allah, misalnya dengan
disembah, ditaati dan dipatuhi.

12
7. Tidak ada yang mengetahui perkara gaib selain Allah saja. Meyakini bahwa selain Allah ada pula
yang mengetahui perkara gaib adalah sebuah kekufuran. Namun kita mengimani bahwa Allah
terkadang memperlihatkan sedikit perkara gaib kepada sebagian rasul-Nya.
8. Percaya kepada ahli nujum dan para dukun adalah kekufuran, sedangkan mendatangi dan pergi
ke tempat mereka adalah dosa besar.
9. Wasilah yang diperintahkan di dalam Al Qur'an adalah apa yang mendekatkan seseorang kepada
Allah Ta'ala, berupa ketaatan yang disyariatkan. Tawassul (mengadakan perantara) ada tiga
macam:
a) Masyru' (disyariatkan), yaitu tawassul kepada Allah Ta'ala dengan asma dan sifat-Nya, dengan
amal saleh yang dikerjakannya, atau melalui doa orang saleh yang masih hidup.
b) Bid'ah, yaitu tawassul kepada Allah Ta'ala dengan cara yang tidak disebutkan dalam syari'at,
seperti tawassul dengan pribadi para nabi dan orang-orang shaleh, dengan kedudukan mereka,
kehormatan mereka, dan sebagainya.
c) Syirik, yaitu apabila menjadikan orang-orang yang sudah meninggal sebagai perantara dalam
ibadah, termasuk berdoa kepada mereka, meminta hajat, memohon pertolongan kepada
mereka, dsb.

10

11

13
10. Berkah berasal dari Allah Ta'ala. Namun Allah mengkhususkan sebagian makhluk-Nya dengan
sebagian keberkahan sesuai yang Dia kehendaki. Oleh karena itu, sesuatu tidak boleh dinyatakan
mempunyai berkah kecuali berdasarkan dalil. Berkah artinya kebaikan yang banyak danbertambah
atau kebaikan yang tetap dan tidak hilang.
Waktu-waktu yang mengandung keberkahan seperti malam lailatul Qadar. Adapun tempat yang ada
berkahnya seperti masjid yang tiga (Masjidilharam, masjid Nabawi dan masjid Al Aqsha).Benda yang
ada berkahnya seperti air Zamzam. Amal yang ada berkahnya adalah setiap amal salehyang memang
diberkahi, dan pribadi yang ada berkahnya adalah seperti para nabi. Kita tidak boleh mencari berkah
kepada manusia dan peninggalan mereka, kecuali kepada pribadi Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam
dan sesuatu yang terpisah dari badannya, seperti air liur Beliau, keringat dan rambutnya karena dalil
yang ada hanya menyatakan demikian. Namun hal ini tidak berlaku lagi setelah wafatnya Beliau
shallallahu 'alaihi wa sallam dan hilangnya apa yang disebutkan itu..
11. Tabarruk (mencari berkah) termasuk perkara yang tauqifi (tergantung ada atau tidak dalilnya).
Oleh karena itu, tidak boleh bertabarruk kepada sesuatu kecuali pada hal yang telah dinyatakan oleh
dalil.

12

13

12. Perbuatan yang dilakukan orang di kuburan dan ketika ziarah kubur ada tiga macam:
a. Masyru' (disyariatkan), yaitu ziarah kubur dengan tujuan untuk mengingat akhirat, untuk
memberikan salam kepada ahli kubur dan mendoakan mereka.
b. Bid'ah, yang menafikan kesempurnaan tauhid. Hal ini merupakan salah satu sarana berbuat
syirik, misalnya ziarah ke kuburan dengan tujuan untuk beribadah kepada Allah dan mendekatkan
diri kepada-Nya di dekat kuburan, atau bertujuan untuk mendapat berkah, menghadiakan pahala
kepada ahli kubur, membuat bangunan di atas kuburan, mengecatnya dan memberinya lampu
penerang. Termasuk perbuatan bid'ah juga apabila menjadikan kuburan sebagai tempat ibadah dan
sengaja bepergian jauh untuk mengunjunginya (tour ziarah kubur). Masih banyak perbuatan lain
yang dinyatakan telah terlarang dan tidak mempunyai dasar hukum dalam syariat.

14
c. Syirik yang bertentangan dengan tauhid, misalnya mempersembahkan salah satu macam ibadah
kepada ahli kubur, seperti berdoa kepadanya sebagaimana layaknya kepada Allah, meminta
bantuan dan pertolongannya, bertawaf di sekelilingnya, menyembelih kurban, bernazar untuknya,
dan sebagainya.
13. Sesuatu yang menjadi wasa'il (sarana) dihukumi berdasarkan tujuan dan sasaran. Setiap
sesuatu yang menjadi sarana menuju syirik dalam beribadah kepada Allah atau menjadi sarana
menuju bid'ah dalam agama, maka wajib dihentikan dan dilarang. Setiap perkara baru (yang tidak
ada dasarnya) dalam agama adalah bid'ah, dan setiap bid'ah adalah sesat.

15
Keempat, Tentang Iman

2
3
4

6
1. Iman secara bahasa artinya membenarkan (percaya). Secara syara’, Iman adalah ucapan dan
perbuatan, bisa bertambah dan bisa berkurang. Iman adalah ucapan hati dan lisan, serta perbuatan
hati, lisan dan anggota badan. Ucapan hati, yaitu keyakinan dan kepercayaannya. Adapun ucapan
lisan, yaitu pernyataannya, sedangkan perbuatan hati, yaitu kepatuhan, keikhlasan, ketaatan,
kecintaan dan keinginannya kepada segala amal saleh. Adapun perbuatan anggota badan, yaitu
melaksanakan segala perintah dan meninggalkan segala larangan.
2. Barang siapa yang menyatakan bahwa amal perbuatan tidak termasuk iman maka dia adalah
seorang Murji'ah. Barang siapa yang memasukkan ke dalam iman sesuatu yang tidak termasuk di
dalamnya maka dia adalah seorang mubtadi' (orang yang melakukan bid'ah).
3. Barang siapa tidak bersedia mengucapkan dua kalimat syahadat maka dia tidak berhak
memperoleh sebutan sebagai orang yang beriman (belum muslim). Dia juga tidak dihukumi sebagai
orang yang beriman, baik di dunia maupun di akhirat.

16
4. Islam dan iman adalah dua sebutan dalam agama. Di antara keduanya terdapat pengertian umum
dan pengertian khusus. Setiap mukmin, sudah pasti muslim, namun tidak setiap muslim sudah pasti
mukmin. Ahlul Qiblah3 disebut sebagai kaum muslimin.
5. Pelaku dosa besar yang bukan kufur maupun syirk tidak keluar dari keimanannya. Di dunia tetap
beriman tetapi kurang imannya, sedangkan di akhirat dia berada di bawah masyi'ah (kehendak)
Allah, artinya jika Allah mengkehendaki, akan Dia ampuni dan jika Dia mengkehendaki maka Dia
akan menyiiksanya (sesuai dengan keadilan-Nya). Orang-orang yang bertauhid tempat kembalinya
adalah surga. Meskipun ada di antara mereka yang disiksa terlebih dulu tetapi tidak ada seorang
pun dari mereka yang kekal di dalam neraka.
6. Tidak boleh menyatakan pasti terhadap salah seorang Ahlul Qiblah, bahwa ia termasuk ahli surga
atau neraka, kecuali terhadap seseorang yang telah dinyatakan oleh nash demikian.

7. Kufur dalam bahasa syara/agama ada dua macam: pertama, kufur akbar, yaitu kufur yang
menyebabkan seseorang keluar dari agama. Kedua, kufur asghar, yaitu kufur yang tidak
menyebabkan seseorang keluar dari agama. Kufur semacam ini terkadang disebut dengan kufur
'amali.
8. Takfir (pernyataan atau penghukuman terhadap seseorang bahwa dia orang kafir) termasuk
hukum agama yang kembalinya adalah Al Qur’an dan As Sunnah. Oleh karena itu, kita tidak boleh
mengkafirkan seorang muslim karena suatu ucapan atau perbuatan jika tidak ada dalil syar'i yang
menyatakan demikian. Suatu ucapan atau perbuatan yang dinyatakan sebagai kufur tidak mesti
pelakunya pun menjadi kafir, kecuali jika syarat-syaratnya terpenuhi dan tidak ada hal-hal yang
menghalanginya. Takfir termasuk hukum paling serius. Oleh karena itu, kita harus berhati-hati dan
waspada dalam mentakfirkan seorang muslim.

3
Ahlul Qiblah adalah orang yang mengaku beragama Islam, melakukan shalat seperti kaum muslimin, menghadap ke
kiblat dan memakan sesembelihan mereka, meskipun termasuk orang yang menuruti hawa nafsunya atau berbuat dosa,
selama tidak mendustakan ajaran yang dibawa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam.

17
Kelima, Tentang Al Qur’anul Karim

4
5

1. Al Qur'an adalah firman Allah, baik huruf maupun maknanya. Turun dari sisi Allah dan bukan
makhluk. Al Qur'an berasal dari Allah dan akan kembali kepada-Nya. Al Qur'an adalah mukjizat yang
menunjukkan kebenaran Nabi yang membawanya (Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam),
Keasliannya akan tetap dijaga Allah sampai hari Kiamat.
2. Allah Ta'ala berfirman menurut apa yang Dia kehendaki, kapan saja Dia mengkehendaki dan
dengan cara yang Dia kehendaki. Firman Allah Ta'ala adalah hakiki (benar-benar), dengan lafaz dan
suara. Adapun bagaimana firman-Nya, maka kita tidak mengetahuinya dan tidak
mempermasalahkannya.
3. Pendapat yang mengatakan bahwa kalam Allah adalah makna spiritual, Al Qur'an adalah hikayah
(cerita) atau 'ibarah (terjemahan) dari firman Allah, dan mengatakan pula bahwa Al Qur'an adalah
majaz (kiasan) atau faidh (curahan) maka orang yang menyatakan demikian telah sesat dan
menyimpang. Bahkan bisa sebagai kekufuran. Dan bahwa mengatakan Al Qur’an adalah makhluk
adalah sebuah kekufuran.
4. Barang siapa yang mengingkari satu saja dari Al Qur’an atau mengatakan bahwa di dalamnya
terdapat kekurangan, tambahan atau penyelewengan, maka dia kafir.
5. Al Qur'an harus ditafsirkan menurut cara yang telah dikenal dalam metode salaf. Al Qur'an tidak
boleh ditafsirkan dengan hanya menggunakan akal saja. Hal ini termasuk berkata terhadap Allah
tanpa dasar ilmu, dan penafsiran Al Qur'an dengan cara seperti tafsiran kaum Bathiniyyah (aliran
kebatinan) dan semisalnya adalah kekufuran.

18
Keenam, Tentang Qadar

3
4

5
6
7

1. Termasuk rukun iman adalah beriman kepada qadar (takdir), yang baik maupun yang buruk dari
Allah Ta'ala. Iman kepada qadar meliputi iman kepada setiap nash tentang qadar serta tingkatannya
(diketahui, dicatat, dikehendaki, dan diciptakan oleh Allah Ta’ala). Tidak ada seorang pun yang dapat
menolak ketetapan-Nya atau yang dapat membatalkan keputusan-Nya.
2. Iradah (kehendak) dan amr (perintah) yang tercantum dalam Al Qur'an dan As Sunnah ada dua
macam:

19
a. Iradah kauniyah qadariyah4 (kehendak yang berkenaan dengan takdir Allah di alam semesta) yang
pengertiannya sama dengan masyi'ah, dan amr kauny qadariy5.
b. Iradah syar'iyah6 (kehendak yang berkenaan dengan syariat) adalah iradah yang disenangi dan
dicintai Allah, dan amr syar'iy7.
Makhluk mempunyai keinginan dan kehendak, tetapi keinginan dan kehendaknya itu mengikuti
kehendak Allah Al Khaliq.
3. Mendapatkan petunjuk dan menjadi sesat seseorang ada di tangan Allah. Di antara makhluk ada
yang diberi Allah petunjuk karena karunia-Nya, dan ada pula yang sesat karena keadilan-Nya.
4. Makhluk dengan segala tingkah lakunya adalah ciptaan Allah Ta'ala. Hanya Dia-lah Yang
Mencipta. Allah-lah yang menciptakan tingkah laku makhluk dan makhluk melakukannya secara
hakiki.
5. Menetapkan hikmah (kebijaksanaan) terhadap semua yang dilakukan Allah, dan ‘sebab’ memiliki
pengaruh atas kehendak Allah Ta'ala.
6. Ajal telah ditulis, rezeki telah dibagi, dan kebahagiaan serta kesengsaraan telah dicatat oleh-Nya
untuk seluruh manusia sebelum mereka diciptakan.
7. Berdalih dengan takdir boleh dilakukan terhadap musibah dan cobaan, namun dosa dan
kesalahan tidak boleh berdalih dengan takdir, tetapi harus bertobat, dan pelakunya berhak
mendapatkan celaan.
8. Bersandar kepada sebab saja adalah syirik dalam tauhid, sedangkan meninggalkan sebab sama
sekali berarti menolak ajaran agama. Menyatakan bahwa sebab tidak ada pengaruh dan hasilnya,
bertentangan dengan ajaran agama dan akal. Dan bahwa tawakal tidak berarti meninggalkan sebab.

4
Iradah Kauniyah qadariyah ialah kehendak yang berkenaan dengan takdir Allah terhadap alam semesta.
5
Amr kauniy qadariy adalah perintah yang berkenaan dengan takdir Allah terhadap alam semesta. Contohnya, firman
Allah Subhaanahu wa Ta'aala dalam surat Yaasin ayat 82, "Sesungguhnya perintah Allah apabila Dia mengkehendaki
sesuatu hanyalah berkata kepadanya, “Jadilah!,” maka jadilah ia."
6
Iradah syar'iyah ialah kehendak yang berkenaan dengan syari'at atau apa yang dicintai Allah dalam agama.
7
Amr syar'i, yaitu perintah yang berhubungan dengan syari'at, seperti perintah tentang shalat, zakat, puasa, dan lain-
lain.

20
Ketujuh, Tentang Jamaah dan Imamah

21
9

1. Jamaah dalam masalah ini adalah para sahabat Nabi shalallahu 'alaihi wasallam dan orang- orang
yang mengikuti mereka dengan baik serta berpegang teguh dengan jejak mereka sampai hari
Kiamat. Merekalah yang dimaksud dengan Al Firqah An Najiyah (golongan yang selamat). Orang
yang senantiasa menerapkan manhaj mereka, maka dia termasuk dalam jamaah, sekali pun
melakukan kesalahan dalam sebagian masalah kecil.
2. Tidak boleh berselisih dalam agama, juga tidak boleh memfitnah (menguji) kaum muslimin.
Segala masalah yang mengandung perbedaan pendapat di antara umat Islam wajib dikembalikan
kepada Kitabullah, sunnah Rasulullah dan kesepakatan para Salafush Shalih.
3. Orang yang keluar dari jamaah wajib diberi nasehat. Kita wajib menyampaikan dakwah
kepadanya. Dia harus diajak berdiskusi dengan cara yang baik dan menjelaskan hujjah (dalil, bukti,
argumentasi) kepadanya. Apabila dia tidak mau bertobat, maka dia diberi hukuman yang layak
sesuai dengan syara'.
4. Wajib membawa umat Islam kepada ungkapan dan kalimat yang tersebut di dalam Al Qur'an, As
Sunnah dan Ijma'. Kita tidak boleh menguji orang-orang awam dari kaum muslimin dengan perkara-
perkara yang pelik dan pengertian-pengertian yang mendalam.
5. Pada dasarnya seluruh kaum muslimin mempunyai tujuan dan keyakinan yang baik, kecuali jika
tampak sesuatu yang bertentangan dengan hal tersebut. Pada dasarnya ucapan mereka pun harus
dipahami dengan pemahaman yang baik, tetapi barang siapa yang menampakkan kedurhakaan
dan tujuan jahatnya maka tidak boleh dicari penafsiran yang dibuat-buat terhadap dirinya.
6. Golongan-golongan lain dari Ahlul Qiblat (kaum muslimin) yang menyimpang dari Sunnah berhak
mendapatkan ancaman kebinasaan dan neraka. Hukum mereka adalah sebagaimana hukum orang-
orang yang berhak mendapatkan ancaman pada umumnya, kecuali mereka yang kafir dalam
batinnya atau menyelisihi dasar-dasar akidah yang telah disepakati kaum salaf. Golongan-golongan
yang keluar dari agama Islam secara umum adalah kafir, dan hukum bagi mereka adalah hukum bagi
orang-orang yang murtad.
7. Shalat Jum'at dan jamaah termasuk syi'ar Islam terpenting yang tampak dan shalat bermakmum
kepada seorang muslim yang tidak diketahui keadaannya adalah sah, sedangkan tidak bermakmum
kepadanya dengan dalih tidak mengetahui keadaannya adalah bid'ah.
8. Tidak boleh shalat bermakmum kepada orang yang menampakkan bid'ah atau kefasikan, selama
bisa bermakmum kepada yang lain. Akan tetapi jika hal itu terjadi, maka shalatnya sah dan berdosa
orang yang melakukannya, kecuali jika tujuannya adalah untuk menghindari mafsadah (bahaya)
yang lebih besar. Andaikan tidak ada orang lain kecuali dia atau ada yang lebih jahat lagi, maka boleh
shalat bermakmum kepadanya dan kita tidak boleh meninggalkannya. Barang siapa yang dihukumi
sebagai kafir maka tidak sah bermakmum kepadanya.
9. Imamah Kubra (pengangkatan khalifah atau pemimpin) terjadi dengan kesepakan umat atau
bai'at8 dari wakil-wakil umat yang disebut Ahlul halli wal 'Aqd9. Barang siapa yang memperoleh
8
Faedah: Syaikh Shalih Al Fauzan ditanya sebagai berikut:
“ Kita sering mendengar jama'ah-jama'ah kecil mengadakan bai'at kepada imam yang mereka tunjuk, masing-masing
jama'ah memiliki imam, sehingga terjadi banyak bai'at, lantas apakah yang demikian dibenarkan? »
22
kemenangan sehingga terjadilah kesepakatan terhadap dirinya, maka dia wajib ditaati dengan baik,
wajib dibela dan kita tidak boleh keluar dari kepemimpinannya, kecuali jika dia secara terang-
terangan menampakkan kekafiran dan terdapat bukti dari nash yang jelas dari Allah Ta'ala.

10
11

12

13

14
15

10. Shalat, haji dan jihad wajib dilaksanakan bersama imam kaum muslimin meskipun dia orang
yang zalim.
11. Tidak boleh berperang dengan sesama muslim karena suatu kepentingan duniawi atau
fanatisme jahiliyah (adat kebiasaan atau pandangan yang bertentangan dengan Islam). Ini adalah
dosa yang sangat besar. Tetapi, kaum muslimin dibolehkan memerangin ahli bid'ah, para
pemberontak dan sejenisnya jika mereka tidak dapat dicegah dengan cara lain yang lebih kecil
resikonya. Bahkan terkadang hukumnya wajib sesuai dengan maslahat dan situasinya.

Syaikh Shalih Al Fauzan berkata, "Bai'at hanya boleh diberikan kepada penguasa (pemerintah) kaum muslimin. Bai'at-
bai'at yang berbilang-bilang dan bid'ah itu merupakan akibat perpecahan. Setiap kaum muslimin yang berada dalam
satu pemerintahan dan satu kekuasaan wajib memberikan satu bai'at kepada satu orang pemimpin. Tidak dibenarkan
memunculkan bai'at-bai'at yang lain. Bai'at-bai'at tersebut merupakan hasil perpecahan kaum muslimin pada zaman ini
dan akibat kejahilan terhadap agama.”
9
Ahlu al hal wal 'aqd adalah dewan yang mewakili kaum muslimin yang berhak mengeluarkan keputusan, tentunya
keputusan yang tidak menyimpang dari Al-Qur'an dan Sunnah.

23
12. Para sahabat yang mulia seluruhnya adalah adil dan terpercaya. Mereka adalah generasiterbaik
dari umat ini. Mempersaksikan keimanan dan keutamaan mereka adalah prinsip asasi yang tidak
dapat ditawar lagi dalam agama. Mencintai mereka adalah agama dan keimanan, sedangkan
membenci mereka adalah kekafiran dan kemunafikan. Hendaklah kita menahan diri dari
membicarakan pertentangan yang terjadi di antara mereka. Jangan memperdebatkannya sehingga
mengurangi dan menjelek-jelekkan kehormatan mereka. Yang paling mulia di antara mereka adalah
Abu Bakar, kemudian Umar, Utsman dan Ali. Mereka adalah Al khulafa'ur Rasyidin (para pemimpin
yang berjalan di atas kebenaran). Khilafah (kepemimpinan) mereka terjadi berdasarkan urutan
mereka.
13. Termasuk bagian agama, mencintai dan membela ahlul bait (keluarga) Rasulullah, serta
menghargai kehormatan istri-istri Beliau yang merupakan ibu kaum mukminin. Juga termasuk
agama mengetahui keutamaan mereka, begitu pula dengan mencintai para imam salaf, ulama
sunnah dan orang-orang yang mengikuti jejak mereka dengan baik serta menjauhi ahli bid'ah dan
orang-orang yang menuruti hawa nafsu.
14. Jihad fi sabilillah (berjuang di jalan Allah) adalah puncak kejayaan Islam, dan ini tetap berlaku
sampai hari kiamat.
15. Amar ma'ruf dan nahi munkar (menyeru kepada kebaikan dan melarang kemungkaran)
termasuk syi’ar Islam yang sangat penting dan merupakan actor pemelihara keutuhan Islam.Kedua
perkara ini wajib dilaksanakan menurut kemampuan, dan dalam hal ini memperhatikan maslahat
menjadi bahan pertimbangan.

24
Ciri Khusus dan Tanda Ahlussunnah wal Jamaah

3
4

25
9

10
11
12

Ahlussunnah wal Jamaah sebagai Al Firqatun Najiyah (Golongan yang selamat) dan Ath Thaifah Al
Manshurah (Kelompok yang ditolong Allah) meskipun tingkatan mereka berbeda-bena, namun
mereka memiliki ciri khusus dan tanda yang membedakan mereka dengan yang lain, yaitu:
1. Memberikan perhatian kepada Kitab Allah dengan menghapal, membaca, dan mengkaji
tafsirnya. Di samping itu juga memberikan perhatian kepada hadits dengan mengetahui, memahami
dan memilah antara yang shahih dengan yang dha'if, karena keduanya (Al Qur’an dan Hadits)
merupakan sumber utama pengambilan, dan tentunya dengan disertai pengamalan terhadap ilmu
yang diketahuinya.
2. Masuk ke dalam Islam secara kaffah (menyeluruh) dan beriman kepada semua isi Kitabullah. Oleh
karena itu, mereka mengimani seluruh nash yang berkenaan dengan janji maupun ancaman Allah,
nash yang berkenaan dengan penetapan asma dan sifat Allah maupun yang berkenaan dengan
penolakan hal-hal yang tidak patut bagi-Nya. Mereka menggabung antara beriman kepada takdir
Allah dan menetapkan adanya keinginan dan kehendak bagi hamba, sebagaimana mereka
memadukan antara ilmu dengan ibadah, kekuatan dengan kasih sayang, berusaha dengan
menjalankan sebab dan sikap zuhud (sederhana).
3. Mengikuti sunnah, meninggalkan bid'ah, bersatu dan menjauhkan diri dari perpecahan serta
perselisihan dalam agama.
4. Mencontoh dan mengikuti jejak para pemimpin dalam kebenaran yang dapat dipercaya. Yang
dicontoh dalam hal ilmu, amal dan dakwah. Yang terdiri dari para shahabat serta orang-orang yang
mengikuti manhajnya. Di samping itu juga menjauhi orang-orang yang menyalahi jalan mereka.
5. Mengambil jalan tengah, baik dalam akidah maupun dalam amal serta dalam perilaku. Mereka
dalam berakidah berada di antara golongan yang berlebihan dan golongan yang meremehkan;
berada di antara orang-orang yang melampau batas dan orang-orang yang bermalas-malasan.
6. Senantiasa menjaga kesatuan kaum muslimin di atas hak (kebenaran) dan mempersatukan
barisannya di atas tauhid dan ittiba' (mengikuti sunnah). Di samping itu, mereka juga menjauhkan
setiap faktor yang dapat menyebabkan pertentangan dan perselisihan di antara umat.
Oleh karena itu, mereka tidak memiliki keistimewaan atas umat dalam prinsip-prinsip agama,
kecuali dengan sebutan Sunnah wal Jama'ah. Tidak memihak serta tidak memusuhi selain atas
ikatan Islam dan Sunnah.

26
7. Berdakwah kepada Allah, beramar ma'ruf dan bernahi munkar, berjihad, menghidupkan Sunnah,
berusaha untuk tajdid10 (pembaharuan) terhadap kehidupan beragama kaum muslimin (agar sesuai
ajaran Islam) serta menegakkan syari'at dan hukum Allah dalam segala urusan; yang kecil maupun
yang besar.
8. Bersikap adil dan bijaksana dan senantiasa memperhatikan hak Allah Ta'ala, bukan hak pribadi
atau golongan. Oleh karena itu, mereka tidak bersikap berlebihan terhadap orang yang memihak
dan tidak pula berlaku zalim terhadap orang yang memusuhinya. Mereka tidak mengingkari
kelebihan yang ada pada orang lain siapa pun dia.
9. Kesatuan dalam pemahaman dan kesamaan dalam sikap dan pandangan, sekalipun berjauhan
tempat dan berbeda zaman. Inilah salah satu hasil dari kesatuan sumber dan pengambilan.
10. Berbuat baik, berkasih sayang, dan berakhlak mulia kepada seluruh umat manusia.
11. Ikhlas dan setia kepada Allah, Kitabullah, Rasulullah, pemimpin umat Islam dan seluruh kaum
muslimin.
12. Memperhatikan urusan umat Islam, membela kepentingannya dan melaksanakan hak-haknya.
Mereka juga tidak melakukan tindakan yang mengganggu umat Islam.
Selesai walhamdulillahi rabbil ‘alamin.

10
Tajdid, yaitu pembaharuan tentang pemahaman dan pengamalan Islam dengan cara kembali kepada ajaran Al
Qur'an dan Sunnah seperti yang dipahami dan diamalkan para sahabat radhiyallahu 'anhum.

27

Anda mungkin juga menyukai