Anda di halaman 1dari 139

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/372588604

23-05-15-EBOOK-Kurikulum Merdeka Belajar - Analisis, Implementasi,


Pengelolaan dan Evaluasi (1)

Book · July 2023

CITATIONS READS

0 7,349

3 authors, including:

Indri Lastriyani
Universitas Linggabuana PGRI Sukabumi
9 PUBLICATIONS 2 CITATIONS

SEE PROFILE

All content following this page was uploaded by Indri Lastriyani on 25 July 2023.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


KURIKULUM MERDEKA BELAJAR :
ANALISIS, IMPLEMENTASI,
PENGELOLAAN DAN EVALUASI

Penulis
Hj. Lidiawati, SE., M. Pd.
Indri Lastriyani, S. Pd , M.Pd.
Uce Gunawan, S.Ag, M.M.
Berliana, S.Pd., M.M.
Ida Farida Fitriyani, S.Ag. MM. M.Kes.
M. Asif Nur Fauzi
Margono, S.H, M.M.
Marup, M.Pd.
Muhammad Firman, S.Pd., M.Pd.
Moch. Apip, S.Pd.I., M.Pd.

Editor :
Prof. Ade Tuti Rochayati Rosa

PENERBIT CV.EUREKA MEDIA AKSARA

i
KURIKULUM MERDEKA BELAJAR : ANALISIS,
IMPLEMENTASI, PENGELOLAAN DAN EVALUASI

Penulis : Hj. Lidiawati, SE., M. Pd. ; Indri Lastriyani, S.


Pd , M.Pd. ; Uce Gunawan, S.Ag, M.M. ;
Berliana, S.Pd., M.M. ; Ida Farida Fitriyani,
S.Ag. MM. M.Kes. ; M. Asif Nur Fauzi ;
Margono, S.H, M.M. ; Marup, M.Pd. ;
Muhammad Firman, S.Pd., M.Pd. ; Moch. Apip,
S.Pd.I., M.Pd.
Editor : Prof. Ade Tuti Rochayati Rosa
Desain Sampul : Eri Setiawan
Tata Letak : Sakti Aditya, S.Pd., Gr.
ISBN : 978-623-151-037-2
No. HKI : EC00202349365

Diterbitkan oleh : EUREKA MEDIA AKSARA, MEI 2023


ANGGOTA IKAPI JAWA TENGAH
NO. 225/JTE/2021

Redaksi:
Jalan Banjaran, Desa Banjaran RT 20 RW 10 Kecamatan Bojongsari
Kabupaten Purbalingga Telp. 0858-5343-1992

Surel : eurekamediaaksara@gmail.com

Cetakan Pertama : 2023

All right reserved

Hak Cipta dilindungi undang-undang


Dilarang memperbanyak atau memindahkan sebagian atau
seluruh isi buku ini dalam bentuk apapun dan dengan cara
apapun, termasuk memfotokopi, merekam, atau dengan teknik
perekaman lainnya tanpa seizin tertulis dari penerbit.

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat ALLAH SWT atas


anugerah dan pertolongan-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan buku yang berjudul Kurikulum Merdeka Belajar :
Analisis, Implementasi, Pengelolaan, dan Evaluasi.
Buku ini diharapkan dapat membantu pembaca memahami
Kurikulum Merdeka Belajar Analisis, Implementasi, Pengelolaan,
dan Evaluasi, sehingga mereka dapat mengaplikasikan ilmunya.
semoga buku ini dapat memberikan sumbangsih bagi kepustakaan
di Indonesia dan bermanfaat bagi kita semua.
Kami menyadari bahwa buku yang kami buat masih tidak
belum bisa dikatakan sempurna. Maka dari itu, kami meminta
dukungan dan masukan dari para pembaca, agar kedepannya
kami bisa lebih baik lagi di dalam menulis sebuah buku.

Mei 2023
Penulis

iii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................ iii


DAFTAR ISI ....................................................................................... iv
BAB 1 PERAN KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH DALAM
PENERAPAN KURIKULUM MERDEKA PADA
SEKOLAH PENGGERAK .................................................... 1
A. Pendahuluan ...................................................................... 1
B. Kepemimpinan dalam Lembaga Pendidikan Formal .... 3
C. Penerapan Kurikulum Merdeka di Sekolah Penggerak 5
D. Kepemimpinan dalam Kurikulum Merdeka Belajar di
Sekolah Penggerak ............................................................ 7
E. Daftar Pustaka ................................................................. 10
BAB 2 MANAJEMEN KURIKULUM DALAM MERDEKA
BELAJAR............................................................................... 13
A. Pendahuluan .................................................................... 13
B. Manajemen Kurikulum ................................................... 14
C. Konsep Filosofis Penerapan Merdeka Belajar ............... 16
D. Tahap Perencanaan Pengelolaan Kurikulum Merdeka
Belajar ............................................................................... 17
E. Tahap Implementasi Pengelolaan Kurikulum Merdeka
Belajar ............................................................................... 20
F. Tahap Evaluasi Pengelolaan Kurikulum Merdeka
Belajar ............................................................................... 21
G. Kelebihan Dan Kekurangan Merdeka Belajar............... 23
H. Solusi Permasalahan Manajemen Kurikulum Merdeka
Belajar ............................................................................... 24
I. Daftar Pustaka ................................................................. 26
BAB 3 PROFESIONALISME GURU DALAM KURIKULUM
MERDEKA BELAJAR ......................................................... 28
A. Pendahuluan .................................................................... 28
B. Kesiapan Guru dalam Implementasi Kurikulum
Merdeka Belajar dari Perspektif Sistem Pembelajaran. 32
C. Profesionalisme Guru Dikaji dari Strategi Membangun
Karakter Siswa dalam Implementasi Kurikulum
Merdeka Belajar ............................................................... 35
D. Daftar Pustaka ................................................................. 44

iv
BAB 4 IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN PADA
KURIKULUM MERDEKA PADA SEKOLAH
PENGGERAK ...................................................................... 46
A. Pendahuluan ................................................................... 46
B. Konsep Merdeka Belajar dan Kurikulum Merdeka
Belajar ............................................................................... 48
C. Strategi Implementasi Kurikulum Merdeka Belajar di
Sekolah ............................................................................. 55
D. Proses Penerapan Pembelajaran pada Kurikulum
Merdeka ............................................................................ 60
E. Daftar Pustaka ................................................................. 62
BAB 5 PERAN STAKEHOLDER DALAM PENERAPAN
KURIKULUM MERDEKA PADA SEKOLAH
PENGGERAK ...................................................................... 64
A. Pendahuluan ................................................................... 64
B. Peran Pemerintah Pusat dalam Penerapan Kurikulum
Merdeka di Sekolah Penggerak ..................................... 65
C. Peran Pemerintah Daerah dalam Implementasi
Kurikulum Merdeka di Sekolah Penggerak ................. 70
D. Peran Komite Sekolah dalam Pelaksanaan Kurikulum
Merdeka di Sekolah Penggerak ..................................... 74
E. Daftar Pustaka ................................................................. 78
BAB 6 ANALISIS KESENJANGAN SEKOLAH DALAM
IMPLEMENTASI KURIKULUM MERDEKA ................. 80
A. Pendahuluan ................................................................... 80
B. Konsep Kurikulum Merdeka ......................................... 81
C. Analisis Kesenjangan Sekolah dalam Implementasi
Kurikulum Merdeka ....................................................... 89
D. Simpulan .......................................................................... 92
E. Daftar Pustaka ................................................................. 93
BAB 7 STRATEGI PERCEPATAN DALAM IMPLEMENTASI
KURIKULUM MERDEKA BELAJAR PADA SEKOLAH
PENGGERAK ...................................................................... 95
A. Pendahuluan ................................................................... 95
B. Strategi Percepatan dalam Implementasi Kurikulum
Merdeka Belajar pada 10 Sekolah Penggerak di
Kabupaten Sukabumi ..................................................... 98

v
C. Transformasi Kualitas Sekolah Penggerak.................... 99
D. Daftar Pustaka ............................................................... 112
BAB 8 PENERAPAN DIMENSI P5 DALAM MEMBANGUN
KARAKTER SISWA.......................................................... 114
A. Pendahuluan .................................................................. 114
B. Dimensi Proyek Penguatan Pancasila ......................... 117
C. Penerapan Dimensi Projek Penguatan Profil Pelajar
Pancasila ......................................................................... 120
D. Daftar Pustaka ............................................................... 123
TENTANG PENULIS...................................................................... 125

vi
BAB
PERAN KEPEMIMPINAN KEPALA

1
SEKOLAH DALAM PENERAPAN
KURIKULUM MERDEKA PADA
SEKOLAH PENGGERAK

Oleh : Hj. Lidiawati, SE., M.Pd.

A. Pendahuluan
Sangat disayangkan bahwa meskipun telah ada Undang-
undang Sisdiknas yang menyatakan tujuan pendidikan
nasional untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, masih
banyak ketertinggalan dalam sektor pendidikan di Indonesia.
(UU RI NO 20, 2003) Tersedianya sekolah dan guru sebagai
fasilitator pendidikan masih belum merata di seluruh wilayah
Indonesia, dan pendidikan masih belum mampu menghasilkan
generasi yang cerdas secara merata.
Selain itu, situasi saat ini menunjukkan bahwa peran
sekolah dan guru masih terlalu terfokus pada tugas
administratif dan pelaksanaan kurikulum, bukan sebagai
sumber pengetahuan dan fasilitator pembelajaran yang efektif.
Guru di sekolah seharusnya menjadi pembuat dan pemilik
kurikulum, bukan hanya pelaksana saja.
Perbaikan kualitas pendidikan di Indonesia memerlukan
upaya yang komprehensif dan terkoordinasi dari semua pihak
terkait, termasuk pemerintah, lembaga pendidikan, guru, orang
tua, dan masyarakat secara keseluruhan. Upaya ini harus
mengutamakan peningkatan kualitas guru dan ketersediaan
sekolah di seluruh wilayah Indonesia, serta memperbaiki
kurikulum yang memungkinkan peserta didik untuk
berkembang secara holistik dan mencapai potensinya secara
maksimal. (Fitria et al., 2019)

1
Saat ini sistem pendidikan di Indonesia masih memiliki
kekurangan, seperti pembelajaran yang terpusat pada
pengetahuan saja dan menggunakan pendekatan bermain dan
calistung. Pengajaran juga berdasarkan pada umur, bukan
kemampuan siswa, dan kurikulum hanya bersifat pada
pendekatan kegiatan akademik. Namun, Program Sekolah
Penggerak (PSP) yang diatur oleh Keputusan Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan nomor 1177/M/2020 dan
diperbarui oleh SK Menteri nomor 162/M/2021, diharapkan
dapat memajukan sekolah menjadi bermutu. PSP merupakan
program Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan
Teknologi yang bertujuan untuk memperbarui pembelajaran
sesuai dengan kebutuhan terbaru. Kepala sekolah diharapkan
dapat menjadi motor penggerak dalam memajukan sekolah dan
menjadi faktor penentu dalam keberhasilan dan kualitas
pendidikan di sekolah. (Vhalery et al., 2022)
Program Sekolah Penggerak (PSP) adalah sebuah
program yang digagas oleh Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan serta Teknologi dengan tujuan untuk menciptakan
sekolah-sekolah yang dapat meningkatkan hasil belajar siswa
secara menyeluruh, dengan fokus pada peningkatan
kompetensi dan karakter siswa. Program ini dijalankan melalui
kerja sama antara Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
serta Teknologi dengan pemerintah daerah, dan diikuti oleh
semua jenjang pendidikan dari PAUD hingga SLB, baik negeri
maupun swasta. Agar program ini berhasil, perlu ada upaya
untuk meningkatkan kualitas sekolah-sasaran PSP dengan
meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang ada,
terutama kepala sekolah dan guru. Tujuan akhir dari program
ini adalah menciptakan model sekolah yang bermutu dan
menghasilkan siswa-siswa yang memiliki profil kepribadian
yang sesuai dengan nilai-nilai Pancasila.
Sebagai seorang pemimpin di sekolah, kepala sekolah
memiliki peran dan tanggung jawab besar dalam
meningkatkan mutu pendidikan di sekolah. Selain tugas
manajerial dan pengembangan kewirausahaan, kepala sekolah

2
juga harus melakukan supervisi dan memberikan arahan
kepada guru dan tenaga kependidikan untuk meningkatkan
mutu sekolah. (Tri Rohayati, Sudjarwo, 2014)
Program Sekolah Penggerak (PSP) yang diselenggarakan
oleh Kemendikbudristek adalah salah satu program yang dapat
diikuti oleh kepala sekolah dan guru untuk meningkatkan
mutu pendidikan di sekolah. Namun, tidak semua sekolah
mampu mengikuti program ini dan masih banyak sekolah yang
kurang dalam mutu pendidikannya.
Untuk meningkatkan mutu pendidikan di sekolah,
perubahan di dalam sekolah perlu dilakukan. Sekolah
penggerak diharapkan dapat menjadi contoh dan teladan bagi
sekolah lain dalam meningkatkan kualitas pendidikan. Dengan
memberikan berbagai pembelajaran yang beragam, guru di
sekolah penggerak dapat memberikan inspirasi kepada kepala
sekolah dan guru lainnya untuk meningkatkan mutu
pendidikan di sekolah.
Berdasarkan hasil analisis situasi terhadap 10 sekolah
penggerak di kabupaten sukabumi baik negeri maupun swasta
terdapat kondisi terkait dengan kempemimpinan kepala
sekolah di sekolah penggerak dengan implementasi kurikulum
merdeka. Kondisi – kondisi tersebut menjadi perhatian peneliti.

B. Kepemimpinan dalam Lembaga Pendidikan Formal


Definisi kepemimpinan yang dikutip oleh Fred E.
Fieldler dan Martin M. Chemers dalam Saputro (2022) adalah
sebagai berikut:
"Kepemimpinan adalah aktivitas para pemegang
kekuasaan dan membuat keputusan. Kepemimpinan adalah
langkah pertama yang hasilnya berupa pola interaksi kelompok
yang konsisten dan bertujuan menyelesaikan problem-problem
yang saling berkaitan. Kepemimpinan adalah suatu proses
mempengaruhi aktivitas kelompok dalam rangka perumusan
dan pencapaian tujuan." (Saputro et al., 2022)

3
Definisi ini menyatakan bahwa kepemimpinan
melibatkan pemegang kekuasaan yang membuat keputusan
dan bertindak sebagai pengaruh dalam interaksi kelompok.
Kepemimpinan juga dilihat sebagai suatu proses
mempengaruhi kelompok dalam rangka perumusan dan
pencapaian tujuan. Dalam hal ini, kepemimpinan dapat dilihat
sebagai cara untuk membimbing kelompok dalam mencapai
tujuan yang telah ditetapkan..
Definisi kepemimpinan merupakan konsep manajemen
yang memiliki posisi strategis dalam kehidupan organisasi.
Kepemimpinan dapat diartikan sebagai aktivitas para
pemegang kekuasaan dan pembuat keputusan, langkah
pertama dalam menciptakan pola interaksi kelompok yang
konsisten dalam menyelesaikan masalah bersama, dan proses
mempengaruhi aktivitas kelompok dalam mencapai tujuan.
Para ahli manajemen berpendapat bahwa kepemimpinan selalu
diperlukan dalam kehidupan kelompok sebagai gejala sosial.
Oleh karena itu, kepemimpinan memainkan peran penting
dalam meningkatkan efektivitas dan efisiensi organisasi.”.
(Saputro et al., 2022)
Kepemimpinan kepala sekolah sangat luas dan
kompleks. Seorang kepala sekolah harus dapat mengelola
sumber daya manusia, keuangan, dan sarana prasarana sekolah
untuk mencapai tujuan dan visi yang telah ditetapkan. Sebagai
pemimpin, ia harus memiliki kemampuan untuk memimpin,
mengarahkan, dan memotivasi semua komponen sekolah
untuk bekerja sama mencapai tujuan bersama. Untuk itu,
dibutuhkan keterlibatan dan kerjasama semua pihak dalam
sekolah, termasuk guru, murid, dan staf dalam upaya
meningkatkan kualitas pendidikan di sekolah. Kesuksesan
kepemimpinan kepala sekolah diukur dari sejauh mana
kemampuan kepala sekolah dalam mempengaruhi dan
memotivasi semua komponen sekolah agar mau bekerja sama
dalam mencapai tujuan bersama.

4
C. Penerapan Kurikulum Merdeka di Sekolah Penggerak
Sistem pendidikan Indonesia telah mengalami berbagai
perubahan dan penyempurnaan kurikulum dari tahun ke
tahun. Kurikulum Merdeka adalah kurikulum terbaru yang
diperkenalkan pada tahun 2021 oleh Kementerian Pendidikan,
Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek).
Tujuan dari kurikulum merdeka adalah memberikan
kesempatan kepada siswa untuk belajar dengan lebih kreatif,
fleksibel, dan terlibat aktif dalam proses pembelajaran.
Kurikulum Merdeka memberikan kebebasan pada siswa
untuk menentukan jalur pembelajarannya, memilih bahan ajar,
dan menentukan cara evaluasi yang akan digunakan.
Kurikulum ini juga menekankan pentingnya pengembangan
soft skill dan keterampilan abad 21 seperti keterampilan
berpikir kritis, kolaborasi, komunikasi, kreativitas, dan karakter
yang baik.
Namun, implementasi Kurikulum Merdeka masih dalam
tahap awal dan masih perlu evaluasi dan perbaikan untuk
memastikan bahwa kurikulum ini benar-benar dapat
meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia. (Widodo,
2021)
Program Sekolah Penggerak dan Kurikulum Merdeka
adalah program pemerintah untuk meningkatkan kualitas
pendidikan di Indonesia. Dalam program ini, guru memiliki
peran yang sangat penting sebagai penggerak utama dalam
mengimplementasikan program tersebut. Guru diharapkan
dapat memberikan pengaruh positif pada peserta didik
sehingga dapat menciptakan siswa yang berkepribadian sesuai
dengan nilai-nilai Pancasila, serta menjadi pembelajar seumur
hidup. Kurikulum Merdeka juga menjadi upaya penataan
ulang dalam sistem pendidikan nasional di Indonesia agar
dapat mengikuti perkembangan zaman dan memenuhi
kebutuhan masyarakat yang semakin kompleks. Oleh karena
itu, peran guru dalam mengimplementasikan Kurikulum
Merdeka dan Program Sekolah Penggerak sangat penting
dalam mencapai tujuan yang diharapkan.. (Juli Iswanto, 2022)

5
Implementasi kurikulum merdeka membutuhkan
kerjasama dan komitmen dari semua pihak terutama guru dan
sekolah agar siswa dapat mendapatkan pembelajaran yang
berkualitas dan sesuai dengan potensi mereka. Dengan begitu,
diharapkan generasi muda Indonesia dapat menjadi manusia
yang berkualitas dan mampu bersaing di berbagai bidang
kehidupan.
Konsep Merdeka Belajar merupakan konsep yang
relevan mengingat visi dan misi Pendidikan Indonesia yang
ingin menciptakan manusia yang berkualitas dan mampu
bersaing di berbagai bidang kehidupan di masa depan. Dengan
adanya Kurikulum Merdeka, diharapkan siswa dapat
berkembang sesuai dengan potensi dan kemampuan yang
dimiliki karena mereka akan mendapatkan pembelajaran yang
kritis, berkualitas, ekspresif, aplikatif, variatif, dan progresif.
Namun, untuk mencapai tujuan ini, diperlukan kerjasama,
komitmen yang kuat, kesungguhan, dan implementasi yang
nyata dari semua pihak, sehingga profil pelajar Pancasila dapat
tertanam dengan baik pada peserta didik.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia
telah meluncurkan kurikulum baru yang disebut "Kurikulum
Merdeka" atau "Kurikulum Mandiri". Kurikulum baru ini
dirancang agar lebih fleksibel dan berpusat pada pengetahuan
dasar sambil mengembangkan kemampuan unik siswa. Itu
dibuat untuk mendukung pemulihan pembelajaran dari
pandemi COVID-19. Konsep "merdeka belajar" atau "belajar
mandiri" ditekankan dalam kurikulum baru ini, memberikan
kebebasan guru dan siswa untuk belajar di luar kelas dan
mengedepankan kemandirian, kompetensi, dan perilaku yang
baik.
Kurikulum baru mendukung program "merdeka belajar"
dengan empat gagasan utama yang terkait dengan Ujian
Berstandar Nasional, Ujian Nasional, RPP, dan Peraturan
Penerimaan Peserta Didik Baru (Zonasi). Artinya, perubahan
kurikulum ini dirancang untuk mengurangi beban ujian,
meningkatkan kreativitas guru dalam membuat RPP, dan

6
merubah sistem zonasi dalam penerimaan siswa baru agar
lebih adil dan merata. Hal ini akan memungkinkan siswa untuk
memiliki kebebasan dalam memilih mata pelajaran dan
mengejar minat mereka, sehingga dapat mengembangkan
potensi mereka secara maksimal dalam proses belajar-mengajar
(Juli Iswanto, 2022)
Program "Kurikulum Merdeka" memberikan tiga cara
untuk mengimplementasikannya di sekolah. Pertama, dengan
menerapkan beberapa prinsip "Kurikulum Merdeka" tanpa
mengganti kurikulum yang sudah ada. Kedua, menggunakan
"Kurikulum Merdeka" dengan materi pembelajaran yang sudah
ada. Ketiga, mengembangkan sendiri bahan ajar dan
menggunakan "Kurikulum Merdeka". Kelebihan "Kurikulum
Merdeka" adalah lebih sederhana dan fokus pada materi
esensial serta mengembangkan kompetensi siswa. Siswa lebih
mandiri dan tidak perlu memilih program peminatan di SMA.
Guru dapat mengajar sesuai dengan kemampuan dan tingkat
perkembangan siswa. Sekolah memiliki kebebasan untuk
mengembangkan kurikulum dan pengajaran sesuai dengan
karakteristiknya.
Secara keseluruhan, "Kurikulum Merdeka" adalah
kurikulum baru yang memprioritaskan pembelajaran mandiri
dan fleksibel. Tujuannya adalah untuk membantu pemulihan
pembelajaran di tengah pandemi COVID-19 dan memberikan
lebih banyak kebebasan bagi guru dan siswa dalam belajar.

D. Kepemimpinan dalam Kurikulum Merdeka Belajar di


Sekolah Penggerak
Sesuai dengan yang diamanahkan dalam permendikbud
nomor 6 tahun 2018, dimana dimensi kompetensi seorang
kepala sekolah meliputi kepribadian, manajerial,
kewirausahaan, supervisi dan sosial. Kepala Sekolah
merupakan sosok penting dalam kontek pendidikan, baik itu
transfer of knowledge maupun pembinaan dan pembimbingan
secara berkelanjutan. Untuk mewujudkan harapan tersebut,
maka setiap kepala sekolah harus memiliki lima kompetensi

7
sesuai permendikbud nomor 6 tahun 2018 di atas. Hasil
penelitian di 10 Sekolah Penggerak di Wilayah Kabupaten
Sukabumi telah peneliti telusuri bagaimana kepala sekolah
melaksanakan kepemimpinannya, sebagai berikut :
(Kementerian Pendidikan dan, 2018)
1. Kompetensi Kepribadian
Berdasarkan pengamatan peneliti bahwa
kepemimpinan kepala sekolah penelitian di 10 Sekolah
Penggerak di Wilayah Kabupaten Sukabumi sudah memiliki
kompetensi kepribadian yaitu berakhlak mulia, menjadi
teladan, memiliki integritas kepribadian sebagai pemimpin,
memiliki keinginan yang kuat dalam mengembangkan diri
sebagai kepala sekolah, bersikap terbuka dalam
melaksanakan tugas pokok, mengendalikan diri dalam
menghadapi masalah dalam pekerjaan dan memiliki bakat
dan minat jabatan sebagai pemimpin pendidikan. Sebagai
contoh di SMP N Cikembar dan SMPS Mardi Yuana, kepala
sekolah menjadi orang pertama yang melaksanakan
kegiatan ibadah dalam rangka memotivasi warga sekolah
untuk memiliki kepribadian yang lebih sesuai dengan
pancasila dan agama yang dianut masing – masing. (Zahro,
2018) Kepala sekolah memiliki kepribadian yang baik,
seperti memiliki integritas, disiplin, tanggung jawab, dan
kepemimpinan yang baik. Kepala sekolah juga harus
memiliki kemampuan untuk berkomunikasi dengan baik
dengan siswa, guru, dan orang tua siswa.
2. Kompetensi Manajerial
Berdasarkan pengamatan peneliti bahwa
kepemimpinan kepala sekolah di 10 Sekolah Penggerak di
Wilayah Kabupaten Sukabumi (Saputro et al., 2022) Dalam
hal manajerial, memiliki kemampuan untuk mengelola
anggaran sekolah, sumber daya manusia, dan sumber daya
fisik. Kepala sekolah dapat membuat rencana kerja sekolah
dan mengelola program-program pendidikan.

8
3. Kompetensi Kewirausahaan
Berdasarkan pengamatan peneliti bahwa
kepemimpinan kepala sekolah di 10 Sekolah Penggerak di
Wilayah Kabupaten Sukabumi sudah memiliki kompetensi
kewirausahaan yaitu menciptakan inovasi yang berguna
bagi sekolah dalam bidang kewirausahaan, =memiliki
motivasi yang kuat untuk sukses dan memiliki naluri
kewirausahaan dalam mengelola kegiatan produksi sebagai
sumber belajar peserta didik. Sebagai contoh SMP
Lukmanul Hakim telah membiasakan melakukan wirausaha
dengan berbagai macam produk yang dihasilkan
diantaranya produksi yoghurt dan pengelolaan tananam
secara aquaponik dan hidroponik. (Rahawarin & Arikunto,
2015) Kepala sekolah memiliki kewirausahaan, yaitu
kemampuan untuk mengembangkan inovasi dan kreativitas
dalam pembelajaran dan menghasilkan sumber daya
pendidikan yang berkualitas.
4. Kompetensi Supervisi
Berdasarkan pengamatan peneliti bahwa
kepemimpinan kepala sekolah di 10 Sekolah Penggerak di
Wilayah Kabupaten Sukabumi sudah memiliki kompetensi
supervisi yaitu merencanakan program supervisi akademik
dalam rangka meningkatkan profesionalisme guru,
melaksanakan supervisi dengan teknik yang tepat, dan
selalu menindaklanjuti hasil supervisi akademik terhadap
guru dalam rangka meningkatkan profesionalisme. Sebagai
contoh : SMP Al Kholifah menerapkan kegiatan supervisi
tambahan selain supervisi akademik bagi para guru dalam
bentuk mentoring guru kreatif yang dilaksanakan setiap
bulannya. Supervisi menjadi kompetensi yang sangat
penting bagi kepala sekolah. (M. Ariffin Zaidin, 2010)
Kepala sekolah melakukan pengawasan dan evaluasi
terhadap kinerja guru, siswa, dan staf sekolah untuk
memastikan kualitas pendidikan yang terus meningkat.

9
5. Kompetensi Sosial
Berdasarkan pengamatan peneliti bahwa
kepemimpinan kepala sekolah di 10 Sekolah Penggerak di
Wilayah Kabupaten Sukabumi sudah memiliki kompetensi
sosial yaitu bekerja sama dengan pihak yang
berkepentingan demi terwujudnya visi, misi dan tujuan
sekolah. (Ismail, 2010) Kepala sekolah memiliki kompetensi
sosial, yaitu kemampuan untuk bekerja sama dan
berkolaborasi dengan semua pihak yang terlibat dalam
proses pendidikan, seperti guru, siswa, orang tua siswa, dan
pemerintah setempat.

E. Daftar Pustaka
Fitria, H., Kristiawan, M., & Rahmat, N. (2019). Upaya
Meningkatkan Kompetensi Guru Melalui Pelatihan
Penelitian Tindakan Kelas. Abdimas Unwahas, 4(1), 14–25.
https://doi.org/10.31942/abd.v4i1.2690

Ismail, M. I. (2010). Kinerja Dan Kompetensi Guru Dalam


Pembelajaran. Lentera Pendidikan : Jurnal Ilmu Tarbiyah
Dan Keguruan, 13(1), 44–63.
https://doi.org/10.24252/lp.2010v13n1a4

Juli Iswanto, F. A. (2022). Merdeka Belajar. International Journal


of Islamic Education, Research and Multiculturalism
(IJIERM), 3(3), 157–171.
https://doi.org/10.47006/ijierm.v3i3.90

Kementerian Pendidikan dan. (2018). Peraturan Menteri


Pendidikan Dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor
6 Tahun 2018 Tentang Penugasan Guru Sebagai Kepala
Sekolah. Kemdikbud, 1–21.

M. Ariffin Zaidin. (2010). Akuntabilitas Profesional Guru


Membangun Masa Depan Anak Bangsa. Makalah
Presentasi Dalam Temu Ilmiah Nasional Guru FKIP.

10
Moleong, J. L. (2013). Metode Penelitian Kualitatif Edisi Revisi. 32–
36.

Rahawarin, C., & Arikunto, S. (2015). Pengaruh Komunikasi,


Iklim Organisasi Dan Gaya Kepemimpinan
Transformasional Kepala Sekolah Terhadap Kinerja Guru
Sma. Jurnal Akuntabilitas Manajemen Pendidikan, 3(2), 173–
188. https://doi.org/10.21831/amp.v3i2.6334

Saputro, Z. H., Mahmudah, F. N., & Hidayati, N. (2022).


Kepemimpinan kepala sekolah penggerak. Jurnal
Pendidikan Tambusai, 6(2), 16261–16266.

Tri Rohayati, Sudjarwo, R. R. (2014). Pengaruh Kepemimpinan


Kepala Sekolah dan Peran Komite Sekolah Terhadap
Kinerja Guru SMPN di Kecamatan Tulang Bawang
Tengah Kabupaten Tulang Bawang Barat. Jurnal
Manajemen Mutu Pendidikan, 2, 1–9.
http://jurnal.fkip.unila.ac.id/index.php/JMMP/article/
view/7588/4478

UU RI NO 20. (2003). Presiden republik indonesia. Undang-


Undang Tentang Sistem Pendidikan Nasional, 1, 1–5.
https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&s
ource=web&cd=1&cad=rja&uact=8&ved=2ahUKEwjWxr
Keif7eAhVYfysKHcHWAOwQFjAAegQICRAC&url=htt
ps%3A%2F%2Fwww.ojk.go.id%2Fid%2Fkanal%2Fpasar-
modal%2Fregulasi%2Fundang-
undang%2FDocuments%2FPages%2Fundang-undang-
nomo

Vhalery, R., Setyastanto, A. M., & Leksono, A. W. (2022).


Kurikulum Merdeka Belajar Kampus Merdeka: Sebuah
Kajian Literatur. Research and Development Journal of
Education, 8(1), 185.
https://doi.org/10.30998/rdje.v8i1.11718

11
Widodo, S. (2021). Implementasi Merdeka Belajar Di Era New
Normal Secara Daring Dengan Pembelajaran. Prosiding
Seminar Nasional, 412–421.

Zahro, A. M. (2018). Kepemimpinan Perubahan Kepala Sekolah


Dalam Peningkatan Mutu Pendidikan. Studi Islam, 10(2),
1–14.

12
BAB
MANAJEMEN

2
KURIKULUM DALAM
MERDEKA BELAJAR

Oleh : Moch. Apip, S.Pd.I., M.Pd. & Marup, M.Pd

A. Pendahuluan
Sekolah adalah salah satu jenis pendidikan formal,
sedangkan sekolah nonformal adalah yang biasanya
diselenggarakan sendiri oleh masyarakat setempat. Apapun
jenis sekolahnya, pendidikan harus seumur hidup. Pemerintah
juga dapat mengelola jenis persekolahan ini, setidaknya dengan
bantuan pemerintah, selain pengawasan langsung masyarakat.
Sekolah dan lembaga yang menerima dana pemerintah pada
akhirnya dapat berdampak satu sama lain (Ary, 1986). Juga
telah dibuktikan bahwa lulusan dari lembaga pendidikan dapat
mempengaruhi kebijakan pemerintah, sedangkan tindakan
pemerintah mempengaruhi pendidikan. Dinamika politik yang
ditetapkan oleh pemerintah pada akhirnya menentukan sifat
dan corak pendidikan.
Dengan segala inisiatif yang dikedepankan untuk
meningkatkan standar pendidikan di seluruh negeri, kehadiran
pemerintah berdampak signifikan pada kondisi lanskap
pendidikan. Perubahan terbaru di dunia terjadi dengan cepat;
dunia saat ini ditandai dengan perubahan informasi dan
teknologi 4.0 yang juga memunculkan karakter pendidikan 4.0.
Hal ini dikarenakan perkembangan era society 4.0 mengubah
kriteria kemampuan dalam bidang keterampilan. Istilah
“student centered” menjadi ciri khas Education 4.0 yang disebut
sebagai langkah inovatif. Selain menghasilkan lulusan dengan

13
basis pengetahuan yang komprehensif, metode ini juga dapat
menghasilkan pola pikir yang mampu merespon setiap
persoalan yang muncul dalam kehidupan, mengarang, dan
menumbuhkan kreativitas (As'ad Muzammil, 2016).
Ada beberapa masalah pendidikan seperti anggaran
yang kecil. Selain itu, terdapat birokrasi yang berbelit-belit dan
administrasi kurikulum yang tidak terorganisir dengan baik,
sehingga sulit bagi satuan pendidikan untuk berinovasi pada
tingkat yang sesuai. Sebagai menteri pendidikan saat ini,
Nadiem Makarim berharap dapat menghidupkan kembali
reformasi Merdeka Belajar di bidang pendidikan di Indonesia.
Situasi ini memberikan harapan besar untuk meningkatkan
standar manajemen kurikulum karena berkonsentrasi pada
pemberian merdekai satuan pendidikan untuk berinovasi
dalam menanggapi kebutuhan yang tidak lagi hanya
ditetapkan oleh pusat. Terlepas dari kenyataan bahwa strategi
ini telah dikritik dan dipuji oleh berbagai kelompok dan ahli,
namun tetap berlaku di Indonesia.

B. Manajemen Kurikulum
Langkah pertama untuk lebih memahami manajemen
kurikulum adalah mengeksplorasi apa sebenarnya kurikulum
itu. Kita bisa mendidik diri sendiri dengan membaca beberapa
pendapat dari pakar pendidikan sebagai titik awal. Menurut
salah satu sudut pandang, manajemen kurikulum merupakan
fondasi keberlanjutan sekolah, dan ide dasarnya adalah upaya
untuk meningkatkan pembelajaran melalui penetapan
indikator, pencapaian tujuan siswa, dan penetapan tujuan serta
strategi pembelajaran oleh pendidik. Ada empat tahapan untuk
mengelola kurikulum di sekolah: perencanaan,
pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengendalian (Hasbullah,
1985). Pencapaian tujuan pendidikan merupakan masalah
utama yang harus dipecahkan oleh manajemen.
Akibatnya, manajemen menyelaraskan keefektifan
kelompok, keefektifan manajer, keefektifan individu (unit
tugas), dan keefektifan organisasi (keseluruhan sistem) untuk

14
mencapai tujuan akhir organisasi. Kegiatan produksi
berkualitas tinggi, kepuasan kerja karyawan, dan pelayanan
yang unggul adalah standar minimal yang harus dipenuhi.
Integrasi jangka panjang unit tugas dan sistem secara
keseluruhan mesti sudah diantisipasi. Oleh karena itu, berbagai
teknik harus mendorong keefektifan organisasi (keseluruhan
sistem), unit tugas, manajer, kelompok, dan individu
(kelompok) sebagai kelompok yang terkoordinasi (Zahara Idris,
1981). Organisasi seperti sistem sosial dan pengelompokan
global telah menunjukkan kemampuan mereka untuk
berkontribusi secara signifikan terhadap keberlanjutan
organisasi untuk memberi manfaat bagi umat manusia.
Menurut pakar manajemen lainnya, manajemen adalah proses
menggunakan empat tahap yaitu perencanaan,
pengorganisasian, pengarahan, dan pengelolaan sumber daya
organisasi untuk mencapai tujuan organisasi dengan sukses
dan efisien.
Tegasnya, manajemen mengacu pada distribusi dan
administrasi sumber daya keuangan, manusia, dan fisik untuk
mencapai tujuan. Dipercayai bahwa manajemen adalah ilmu
dengan pendekatan metodis untuk menyelesaikan setiap
masalah yang dihadapi perusahaan. Pemahaman tentang peran
dalam posisi manajemen secara umum, posisi di lembaga
tersebut, dan pengalaman hidup secara umum (Aji, 2021).
Kurikulum merupakan kumpulan disiplin ilmu
akademik bagi siswa, antara lain PAI, Ekonomi, dan Sejarah.
Dengan kata lain, kurikulum adalah daftar topik yang harus
dapat dipahami oleh siswa di ruang kelas. Ada yang
menyatakan bahwa kurikulum adalah informasi yang
diberikan oleh guru dalam RPP yang mencakup mata
pelajaran. Kurikulum adalah kumpulan pelajaran dan kegiatan
yang telah direncanakan oleh sekolah. Satu-satunya komponen
kurikulum saat ini adalah sekolah dan kesempatan belajar.
Sebenarnya, kurikulum terdiri dari semua pengalaman yang
dimiliki seorang anak selama dibimbing oleh seorang guru.
Menurut definisi di atas, kurikulum adalah rencana pendidikan

15
yang memuat kebijakan, aturan, teknik pengajaran, dan aspek
lain dari sekolah.
Ditinjau dari gagasan pendidikan, keberadaan
kurikulum merupakan rumusan tujuan pendidikan yang
memperhatikan perkembangan, tuntutan lingkungan, dan
perkembangan manusia pada umumnya. pada tingkat siswa
(Hamalik, 1995). Konsep kurikulum harus memuat tujuan
pendidikan agar program dapat dijadikan sasaran dan tujuan
pembelajarannya. Peneliti menarik kesimpulan bahwa
manajemen kurikulum terencana dalam pendidikan memegang
posisi yang sangat strategis dalam semua aspek proses
pendidikan berdasarkan fakta-fakta yang disajikan di atas.
Pengembangan kurikulum tidak dapat maju tanpa landasan
yang kuat dan kokoh karena peran kurikulum dalam setiap
perkembangan pendidikan dan kehidupan siswa sangat
mendesak (Uswatiyah, 2021).
Landasan yang menopang suatu kurikulum merupakan
salah satu landasan yang kuat bagi pelaksanaannya, sehingga
pengembangan kurikulum baru atau pengembangan
kurikulum yang sudah ada harus dilakukan dalam jangka
waktu tertentu. Peneliti menarik kesimpulan bahwa
manajemen kurikulum adalah praktik pendayagunaan semua
unsur manajemen untuk mengoptimalkan tujuan pendidikan
yang dapat dicapai dalam suatu lembaga pendidikan.

C. Konsep Filosofis Penerapan Merdeka Belajar


Setiap guru dan siswa memiliki kesempatan untuk
menggunakan kreativitas mereka secara maksimal dengan
kurikulum merdeka belajar. Sistem sekolah modern adalah
inspirasi di balik konsep ini. Nadiem Makarim, Menteri
Pendidikan Nasional, mengklaim kesempatan belajar pada
akhirnya adalah kesempatan berpikir. Fokus kerangka
pembelajaran adalah pada guru dan siswa. Akibatnya, guru
bukan satu-satunya yang dapat mengatakan kebenaran tentang
apa yang benar-benar diyakini murid, tetapi baik guru maupun
siswa bergulat dengan kenyataan.

16
Konsep pendidikan gratis biasanya menyiratkan bahwa
siswa tidak dibebani oleh semua masalah, biaya, dll. yang
ditimbulkan oleh sistem pendidikan. Rencana pendidikan
merdeka belajar dilaksanakan dengan alasan yang baik, yaitu
untuk memberikan kesempatan kepada siswa untuk mencari
informasi lebih jauh dan mengasah kemampuan teknologinya
dengan menggunakan salah satu sumber yang disediakan guru
di kelas (Dirjen Dikti, Kemendikbud RI, 2020 ).

D. Tahap Perencanaan Pengelolaan Kurikulum Merdeka Belajar


Prosedur perencanaan manajemen kurikulum merdeka
belajar dicakup dalam bagian ini. Perencanaan kurikulum
merdeka belajar yang tertuang dalam PP Mendikristek RI No.
16 Tahun 2022 berdampak pada tata cara PAUD, SD, dan SMP.
Pemahaman proses pembelajaran yang meliputi standar proses,
peserta didik, guru, dan satuan pendidikan disebut sebagai
desain pembelajaran kurikulum merdeka (Dirjen Dikti,
Kemendikbud RI, 2020).
1. Standar proses adalah persyaratan minimal pembelajaran
yang mempertimbangkan jalur pendidikan, jenjang, dan
jenis gelar untuk mencapai persyaratan kelulusan.
2. Orang yang berminat mengembangkan keterampilannya
melalui proses pembelajaran pada jalur, jenjang, atau
jenjang persekolahan tertentu dikatakan sebagai peserta
didik.
3. Guru yang cakap mengajar, disebut sebagai pendidik atau
dengan sebutan lain pada bagiannya, bekerja membantu
merencanakan kelas.
4. Penyelenggaraan pendidikan yang menyelenggarakan
pendidikan formal dan informal disebut satuan pendidikan
yang meliputi satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan
dasar, dan pendidikan menengah.

Desain administrasi kurikulum pembelajaran harus


mengikuti semua kriteria proses. Persyaratan tersebut menjadi
landasan pelaksanaan proses pembelajaran yang efektif untuk
memaksimalkan kapasitas dan kemerdekaan belajar siswa

17
(Dirjen Dikti, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Republik Indonesia, 2020);
1. Merencanakan pembelajaran,
2. Melakukan pembelajaran,
3. Dan mengevaluasi pembelajaran.

Tahapan perencanaan pembelajaran kurikulum merdeka


belajar setidaknya terdiri dari lima tahapan. Masing-masing
dari lima tingkatan tersebut memiliki mekanisme pertumbuhan
yang unik (Dirjen Dikti, Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan Republik Indonesia, 2020).
1. Menyusun dokumen Kurikulum Operasional Satuan
Pendidikan (KOSP).
Kompilasi dari semua RPP yang dilaksanakan selama
pelajaran, harus dibuat. Persiapan KOSP meliputi;
a. Menentukan organisasi pembelajaran,
b. Menyusun visi, misi, dan tujuan,
c. Mengkaji konteks keistimewaan satuan pendidikan,
d. Mengembangkan kurikulum,
e. Dan memberikan bantuan desain, evaluasi, dan
pengembangan.

2. Menentukan Alur Tujuan Pembelajaran


ATP berfungsi sebagai peta jalan bagi guru dan siswa
untuk mencapai CP pada fase akhir. ATP diproduksi secara
sistematis sepanjang waktu tergantung pada siklus
pembelajaran. Peninjauan dokumen CP; Deskripsi CP
menjadi kompetensi; dan seterusnya adalah tahapan
sistemik untuk mengembangkan ATP.

3. Pengembangan Kriteria Untuk Mencapai Tujuan


Pembelajaran
Prosedur tujuan pembelajaran dan modul pengajaran
yang berbeda digunakan saat mengembangkan standar
untuk mencapai tujuan pembelajaran dari unit
pembelajaran. Oleh karena itu, perhatikan ciri-ciri berikut

18
untuk mengkaji variasi pencapaian tujuan pembelajaran
antara pengajar yang satu dengan pengajar yang lain;
a. Tujuan pembelajaran
b. Pembelajaran
c. Evaluasi
d. Mengembangkan modul ajar

4. Mengembangkan Modul Ajar


Salah satu perangkat pembelajaran yang harus
dimiliki seorang guru untuk melaksanakan proses
pembelajaran dan mencapai Profil Pembelajaran dan Hasil
Belajar Pancasila adalah Modul Ajar. Alur tujuan
pembelajaran menjadi dasar modul pengajaran yang
disusun sesuai dengan tahapan perkembangan siswa.
Pembuatan modul pembelajaran memiliki tujuan sebagai
berikut:
a. Siswa dapat belajar secara merdeka belajar, baik dengan
atau tanpa pengawasan guru.
b. Peran pendidik dalam kegiatan pendidikan tidak terlalu
diktator atau mendominasi.
c. Meningkatnya kejujuran siswa.

5. Penyusunan Proyek Profil Pancasila


Inisiatif pembelajaran interdisipliner yang disebut
Proyek Penguatan Profil Siswa Pancasila meneliti masalah
lingkungan dan menyarankan solusi. Adapun Pedoman
Proyek Profil Siswa Pancasila adalah:
a. Holistik
b. Berpusat pada siswa.
c. Kontekstual.
d. Eksplorasi

19
E. Tahap Implementasi Pengelolaan Kurikulum Merdeka
Belajar
Secara alami, setiap satuan pendidikan yang menerapkan
kurikulum merdeka belajar ini akan melalui tahapan-tahapan
tersendiri. Namun, secara umum ada beberapa langkah yang
harus dilakukan untuk mempraktekkan program merdeka
belajar ini (Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik
Indonesia, 2020).
1. Merdeka Belajar Belajar
Kemampuan belajar memberikan kebebasan kepada
satuan pendidikan untuk menerapkan kurikulum secara
merdeka belajar untuk proses pembelajaran di sekolah.
Setiap lembaga pendidikan, mulai dari taman kanak-kanak
hingga sekolah menengah, diperbolehkan menggunakan
kurikulumnya sendiri tanpa harus mengubah kurikulum
yang sudah ada sebelumnya.
2. Merdeka Belajar Berubah
Semua satuan pendidikan dapat menggunakan
kurikulum merdeka belajar dan sumber belajar yang
disediakan oleh pada bagian ini.
3. Merdeka Belajar Berbagi
Untuk melaksanakan kurikulum merdeka belajar,
pemerintah memberikan kesempatan kepada setiap satuan
pendidikan untuk membuat bahan ajar sesuai dengan
kebutuhan sekolah masing-masing di daerah ini. Dalam
mengadopsi kurikulum merdeka belajar ini, beberapa
faktor perlu diperhatikan lebih lanjut, antara lain sebagai
berikut:
a. Tahapan implementasi kurikulum merdeka belajar ini
bukanlah suatu kebutuhan tersendiri. Setiap lembaga
pendidikan di beberapa tempat bebas membuat konsep
kurikulumnya sendiri sesuai dengan keunikannya.
b. Karena setiap sekolah atau guru memiliki tingkat
kesiapan dan keterampilan yang berbeda-beda,
kurikulum individual ini dapat dilaksanakan dalam
berbagai tahapan dan dengan proses yang berbeda-beda.

20
Akhirnya, pelaksanaannya dilakukan secara bertahap
sesuai dengan kapasitas masing-masing.
c. Penerapan kurikulum merdeka belajar lebih berfungsi
sebagai bahan refleksi kesiapan guru atau sekolah, bukan
sebagai tolak ukur keberhasilan guru atau sekolah.
d. Karena langkah-langkah penerapan kurikulum merdeka
belajar harus disepakati oleh kedua belah pihak, maka
tidak dapat digunakan untuk menilai keunggulan satu
sekolah atas sekolah lainnya.
e. Untuk mencegah sekolah dan guru dipaksa mengadopsi
kurikulum merdeka ini pada waktu tertentu, pemerintah
bekerja sama dengan lembaga pendidikan untuk
mendorong proses refleksi diri sekolah dan guru.
f. Guru dan sekolah menggunakan tahapan implementasi
kurikulum merdeka sebagai titik awal untuk percakapan.
Dimungkinkan untuk membahas persiapan yang perlu
dilakukan untuk mengimplementasikan kurikulum
merdeka sesuai dengan tahapannya masing-masing
dalam diskusi ini.

Kurikulum merdeka belajar ini untuk pertama


kalinya digunakan dalam dunia pendidikan di Indonesia.
Oleh karena itu, sangat wajar jika harus melakukan
beberapa modifikasi yang sulit. Untuk
mengimplementasikan kurikulum baru ini, semua
pemangku kepentingan harus bekerja sama, dan setiap guru
dan sekolah harus terus belajar. Tujuan utama dari
kurikulum ini adalah untuk meningkatkan standar
pendidikan di Indonesia yang sulit dilakukan dengan
implementasi yang efektif .

F. Tahap Evaluasi Pengelolaan Kurikulum Merdeka Belajar


Evaluasi pembelajaran merupakan langkah terakhir
dalam sebuah proses pembelajaran. Hal ini juga berlaku untuk
ide kurikulum merdeka. Tujuan utama evaluasi pembelajaran
adalah untuk meningkatkan standar pengajaran di kelas.

21
Menurut berbagai regulasi, kata “evaluasi pembelajaran”
dalam merdekai kurikulum dikenal dengan asesmen (Dirjen
Dikti, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik
Indonesia, 2020);
1. Kebijakan Kurikulum untuk Mendukung Pemulihan
Pembelajaran dari Kemendikbud Tahun 2021.
2. Program Penggerak Prestasi Belajar Program Sekolah di
PAUD, SD, SMP, dan SMA Surat Keputusan Kepala Badan
Litbang dan Pembukuan Nomor 033/H/Ku/2021.
3. Kemenbudpar RI (2022) Episode 15 MERDEKA BELAJAR
menampilkan Freedom Teaching Platform dan Freedom
Curriculum.
4. Pedoman Pengembangan Kurikulum Operasional pada
Satuan Pendidikan, diterbitkan oleh Kementerian
Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi pada tahun
2022.

Kurikulum yang merdeka berupaya menciptakan


evaluasi formatif. Bagian Tujuan, Isi, Metode, Strategi, dan
Evaluasi adalah tempat penilaian kurikulum dan pembelajaran
dilakukan. Kurikulum untuk merdeka belajar mencakup tiga
metode penilaian yang berbeda. (Dirjen Dikti, Kemendikbud,
Olah Raga, Iptek, 2020).
1. Penilaian formatif
2. Penilaian Sumatif
3. Penilaian Diagnostik

Penilaian formatif adalah demonstrasi penguasaan


tujuan pembelajaran yang tidak dapat dinilai secara kuantitatif.
Untuk mengetahui apakah tujuan pembelajaran telah tercapai
digunakan penilaian. Berikut ini adalah beberapa keuntungan
penilaian formatif:
a. Meningkatkan pengalaman belajar di kelas dan menilai
pencapaian tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.
b. Periksa persyaratan belajar siswa dan tantangan yang
mereka hadapi.

22
c. Memberikan umpan balik kepada guru dan siswa.

Adapun evaluasi diagnostik memberikan sejumlah


keuntungan, antara lain;
a. Memiliki kemampuan merencanakan pembelajaran yang
efisien dan efektif untuk kelompok siswa yang beragam.
b. Kumpulkan informasi menyeluruh tentang keadaan unik
setiap siswa.
c. Buat titik awal untuk penilaian pembelajaran masa depan.

G. Kelebihan Dan Kekurangan Merdeka Belajar


Kurikulum merdeka belajar yang dicanangkan
Mendikbud Nadiem Makarim memiliki kekuatan
mentransformasi yang dibuat lebih canggih. Kurikulum
merdeka belajar ini tentunya memiliki kelebihan dan
kekurangan, diantaranya kelebihan dan kekurangan sebagai
berikut (Anwar, 2021);
1. Kelebihan
a. Karena tidak dibatasi oleh satu mata pelajaran, siswa
dapat mengekspresikan diri dengan bebas. Siswa
diajarkan materi sesuai dengan kapasitas masing-masing.
b. Keefektifan siswa tidak semata-mata ditentukan oleh
prestasi akademik mereka tetapi juga oleh berbagai bakat
mereka.
c. Karena kurikulum ini mempertimbangkan potensi anak
yang beragam, maka RPP hanya 1 lembar. Dengan
adanya lembar RPP 1, beban administrasi guru menjadi
lebih ringan sehingga mereka dapat mencurahkan lebih
banyak waktu untuk membimbing dan mendukung
siswa.
2. Kekurangan
a. Kurikulum merdeka cukup padat waktu dan finansial.
Karena pengetahuan setiap siswa adalah unik selama
proses pembelajaran, jelas dibutuhkan banyak waktu
dan uang untuk mengakomodasi kebebasan ekspresi
siswa.

23
b. Tidak adanya kemerdekan belajaran guru; tentunya
guru harus dibebaskan sebelum membentuk siswa yang
merdeka belajar. Hanya dari pengalaman kuliah
sebelumnya seseorang dapat menentukan pengalaman
seorang guru merdeka belajar. Kurikulum merdeka baru
saja dirilis ketika ini terjadi.
c. Selain itu, program merdeka belajar kurang referensi.
Buku diperlukan untuk menyelesaikan studi lebih cepat
dan melaksanakan program merdeka belajar ini karena
peringkat buku yang ada rendah.

Merdeka Berajar adalah salah satu inisiatif sosialisasi


Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia
(Kemendikbud RI), dan diberikan kepada Dewan Pendidikan
Tinggi Indonesia oleh Kementerian. Nadiem menekankan, guru
harus mengutamakan konten kesempatan berpikir sebelum
mengajarkannya kepada siswa. Menurut Nadiem, tidak akan
pernah mungkin untuk menentukan kompetensi pendidik di
level mana pun tanpa interaksi interpretasi keterampilan dasar
dan program pendidikan kontemporer (As'ad Muzammil,
2016).
Selain membuat suasana belajar menjadi lebih
menyenangkan, dengan lebih banyak berdiskusi dengan guru
dan memperhatikan penjelasan mereka membuat siswa
menjadi berani, merdeka belajar, dan bersemangat belajar
bersama. Kepribadian anak-anak dapat dibentuk lebih lanjut.
didorong, penyayang, terampil, dan, seperti yang ditunjukkan
oleh banyak ulasan,

H. Solusi Permasalahan Manajemen Kurikulum Merdeka


Belajar
Kurikulum yang inovatif untuk mempersiapkan siswa
dan guru menerapkan pendekatan mutakhir di bidang
pendidikan adalah kurikulum merdeka belajar. Meski begitu,
ada sejumlah tantangan atau kesulitan dengan kurikulum ini,
beberapa di antaranya sulit untuk dipahami. Karena kurangnya

24
pemahaman antara guru, siswa, dan orang tua siswa, sulit bagi
guru, siswa, dan orang tua siswa untuk menerapkan kurikulum
merdeka belajar, yang memperumit proses dan menambah
kesulitannya (Zahara Idris, 1981). Temuan penelitian ini sejalan
dengan penelitian Asri Budiningsih tahun 2010.
Untuk mengatasi masalah ini, pemerintah telah
membentuk dan merekrut program guru atau sekolah
penggerak untuk membantu sekolah yang kesulitan
mengadopsi kurikulum merdeka belajar. Hal dilakukan karena
menyadari pentingnya menerapkan kurikulum merdeka ini,
yang dapat membantu siswa dan guru mencapai potensi penuh
mereka. Merdeka belajar meningkatkan kapasitas siswa untuk
pengembangan diri. Ini juga memungkinkan siswa untuk
memahami konsep lebih cepat karena memberi mereka rasa
kebebasan saat mereka belajar.
Temuan penelitian ini sependapat dengan penelitian
tahun 2020 oleh Yulius Obeta Pendi, yang temuannya
menunjukkan bahwa guru menggunakan teknik pembelajaran
media online sehingga siswa tidak hanya dapat mencari
sumber di buku pelajaran tetapi juga di media online, yang
merangsang minat siswa untuk belajar. Guru yang mengikuti
program merdeka belajar harus memiliki keluwesan mental
dan motivasi diri untuk mengatur pembelajarannya sendiri
sesuai dengan kebutuhan siswa. Sesuai dengan kebutuhan
siswanya, guru dapat memilih komponen kurikulum yang
dihasilkan melalui pembelajaran. Karena keleluasaan guru
dalam memilih komponen kurikulum, siswa ditantang untuk
menerapkan pemikiran kritis pada berbagai masalah dunia
nyata. Mereka juga didorong untuk menggunakan kreativitas
mereka untuk berinteraksi dengan orang lain dan
berkomunikasi. Bangsa harus mampu memberikan pendidikan
yang mengedepankan perilaku moral, maka menerapkan
implementasi merdeka belajar adalah jawabannya.

25
I. Daftar Pustaka
Aji, R. H. S., & Putra, M. H. I. (2021). Role Model Implementasi
Kurikulum Merdeka Belajar Kampus Merdeka Pada
Program Studi Non-Agama. Salam: Jurnal Sosial Dan
Budaya Syar-I.
Http://Journal.Uinjkt.Ac.Id/Index.Php/Salam/Article/
View/23821

Anwar, R. N. (2021). Pelaksanaan Kampus Mengajar Angkatan


1 Program Merdeka Belajar Kampus Merdeka Di Sekolah
Dasar. Jurnal Pendidikan Dan Kewirausahaan.
Https://Journalstkippgrisitubondo.Ac.Id/Index.Php/Pk
wu/Article/View/221

Ary H. Gunawan. 1986.Kebijakan-kebijakan Pendidikan di


Indonesia, Jakarta: Bina Aksara

As’ad Muzammil. 2016.Kebijakan Pemerintah dalam Bidang


Pendidikan 198 | POTENSIA: Jurnal Kependidikan
Islam, Vol. 2, No. 2, Desember 2016

Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kemendikbud RI. (2020).


Panduan Merdeka Belajar—Kampus Merdeka.
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kemendikbud
RI.

Hasbullah. 1985.Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia:


Lintasan Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan,
Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik


Indonesia. 2020. (n.d.). Salinan Permendikbud No 7
Tahun 2020 Tentang Pendirian, Perubahan,
Pembubaran Perguruan Tinggi Negeri, dan Pendirian,
Perubahan, Pencabutan Izin Perguruan Tinggi Swasta.
https://jdih.kemdikbud.go.id.

26
KumparanNews. (n.d.). Nadiem Luncurkan 4 Program
Merdeka BelajarPerguruan Tinggi. kumparan. Retrieved
May 4, 2020, from
https://kumparan.com/kumparannews/nadiem-
luncurkan-4-programmerdeka-belajar-perguruan-tinggi-
1shlB5gIfgs

Uswatiyah, W., Argaeni, N., Masrurah, M., & ... (2021).


Implikasi Kebijakan Kampus Merdeka Belajar Terhadap
Manajemen Kurikulum Dan Sistem Penilaian Pendidikan
Menengah Serta Pendidikan Tinggi. Jurnal Dirosah ….
Http://Journal.Laaroiba.Ac.Id/Index.Php/Jdi/Article/
View/299

Zahara Idris. 1981.Dasar-dasar Kependidikan, Bandung:


Angkasa

27
BAB PROFESIONALISME

3
GURU DALAM
KURIKULUM MERDEKA
BELAJAR

Oleh : Indri Lastriyani, S.Pd., M.Pd

A. Pendahuluan
Pendidikan abad 21 merupakan perkembangan isu
pendidikan yang diharapkan setiap satuan pendidikan mampu
beradaptasi dengan perkembangan zaman. Upaya menyikapi
perkembangan zaman yang sangat cepat tersebut harus
diimbangi dengan praktik pendidikan yang sesuai dengan
tuntutan zaman. Maka dari itu tuntutan kompetensi siswa
dalam upaya mengimbangi perkembangan zaman tersebut
menurut the partnership for 21st Century learning diantaranya
learning and innovative skills, knowledge, media and technology skill,
and life and career skill(battele for kids, 2019;gelen,2018).
Kemampuan learning and innovative skills merupakan
kemampuan yang meliputi Critical Thinking, Creative,
Communication, Cooperation. Sedangkan kemampuan knowledge,
media and technology skill merupakan kemampuan yang harus
dikuasai siswa dalam beradaptasi terhadap perkembangan
teknologi informasi. Kemampuan life and career skill
kemampuan siswa dalam mennetukan masa depannya dimasa
mendatang. Maka dari itu diperlukan peran guru yang
professional.
Guru professional di abad 21 perlu menyiapkan
kebutuhan yang diperlukan siswa di masa depan. Hasil
penelitian kebijakan dan kepemimpinan guru di era globalisasi
menyebutkan bahwa guru harus adaptif agar tidak ketinggalan

28
zaman, selain itu guru harus menguasai teknologi dalam
pendidikan (Sofiarini & Rosalina, 2021). Guru dituntut
menguasai literasi teknologi dan kecakapan digital sebagai
bagian yang terintegrasi dalam pembelajaran di abad 21.
Kegiatan belajar mengajar yang diselenggarakan oleh guru
harus memadukan penggunaan teknologi selain pengatahuan
dasar keilmuan dan kecakapan dalam mengajar. Kombinasi
antara pengetahuan materi, pedagogi dan kecakapan dan
menggunakan teknologi dikenal dengan istilah TPACK
(Technological Pedagogical Content Knowledge) (Mishra &
Koehler, 2006).
Guru merupakan suatu agen perubahan untuk dapat
menghasilkan pendidikan yang berkualitas. Tingkat
kompetensi guru sangat mempengaruhi seberapa baik
pembelajaran dilaksanakan di kelas. Indicator standarisasi
pendidikan yang berkualitas dipengaruhi oleh profesionalisme
guru. Guru professional dapat diklasifikasikan melalui
beberapa aspek. Aspek pertama, guru berperan sebagai
perancang intruksi. Perancangan intruksi yang dikembangkan
seorang guru adalah mampu menjalankan proses pembelajaran
secara terencana dan sistematis sesuai dengan perangkat
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Aspek kedua, guru
berfungsi sebagai instruktur atau disebut sebagai manajer
pembelajaran (manager of instruction). Kompetensi instruktur
merupakan kemampuan guru dalam melaksanakan
pembelajaran yang efisien dan menghasilkan pembelajaran
yang menyenangkan. Aspek ketiga, Guru berperan sebagai
evaluator merupakan kemampuan mengevaluasi hasil belajar
siswa (evaluator of student learning). Kemampuan guru dalam
melakukan evaluasi terhadap proses pembelajaran yang telah
dilakukan. Evaluasi pembelajaran tersebut meliputi unsur
sikap, pengetahuan, dan kemampuan(Miyarso, 2019).
Maka dari itu, seorang guru memiliki tugas dan
persoalan yang lebih menantang di era merdeka belajar
terutama pada pemanfaatan teknologi. Besarnya tantangan di
atas, maka seorang guru perlu mempersiapkan diri sebaik

29
mungkin untuk kinerja profesional. Profesionalitas guru dalam
pendidikan, pengajaran, bimbingan, pengarahan, pelatihan,
penilaian, dan evaluasi peserta didik pada berbagai jenjang
mulai dari pendidikan anak usia dini hingga pendidikan
formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah,
merupakan tugas pokok pengajar yang tergabung dalam
profesi pendidikan. Seorang guru harus mampu berkomunikasi
dengan siswa agar tercipta lingkungan yang mendukung
belajar mandiri dan pengarahan diri sendiri selain memiliki
keahlian materi pelajaran, metodologi pembelajaran, dan akses
ke materi dan model pembelajaran (Sjafriani, 2011).
Dalam fenomena empiris kemampuan komunikasi bagi
seorang guru dalam kegiatan pembelajaran masih lemah. Hal
ini di tunjukkan bahwa pemikiran seorang guru dalam
memaknai belajar mandiri adalah dimana siswa hanya
diberikan materi yang mereka butuhkan untuk dipelajari dan
dibiarkan mencari tahu sendiri. Terlepas dari kenyataan bahwa
setiap siswa memiliki tingkat pemahaman yang sangat
beragam, tidak semua anak dapat belajar tanpa bantuan guru.
Jika kinerja guru tidak membaik, guru daring dapat mengambil
peran yang berbeda dan mendukung mereka(Sugiman et al.,
2021). Sedangkan menurut Budiman Tambubolon (2020) makna
dari belajar mandiri merupakan salah satu kemampuan inisiatif
belajar seorang belajar dalam mengembangkan
pengetahuannya melalui beberapa sumber belajar dengan
tujuan pencapaian yang telah diharapkan seorang pelajar
tersebut . Namun belajar mandiri bukan diartikan sebagai
pelajar harus belajar sendiri tetapi perang seorang guru
diperlukan dalam proses pengembangan belajar siswa
(Tampubolon, 2020).
Salah satu pedoman belajar mandiri adalah membuat
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang jelas dan
bermanfaat. Agar RPP efektif dan efisien, hanya perlu memuat
tiga komponen utama meliputi tujuan pembelajaran, kegiatan
pembelajaran, dan penilaian beban (assessment). Kebijakan ini
berdasarkan Surat Edaran Mendikbud Nomor 14 Tahun 2019.

30
Pada abad ke-21, RPP yang mutakhir harus memiliki
kemampuan critical thinking, creativity, collaboration, and
communication (4C). Keempat kompetensi tersebut dapat
digunakan sebagai strategi pembelajaran yang dapat memicu
kompetensi siswa dalam melakukan aktivitas belajar mandiri.
Belajar mandiri merupakan salah satu strategi belajar
yang diharapkan dalam implementasi kurikulum merdeka
belajar. Hal ini dikarenakan pada proses pembelajaran pada
kurikulum merdeka berorientasi pada siswa (student center).
Orientasi tersebut diharapkan mampu memberikan rangsangan
dan kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan
pola dan strategi belajarnya dalam serta mampu menentukan
standart kemampuan yang akan dicapai secara mandiri.
Guna tercapainya pembelajaran yang berorientasi pada
siswa di atas kemampuan guru dalam memberikan gambaran
tentang sumber belajar, isu – isu factual yang relevan serta
merangsang nalar kritis siswa di kelas dalam proses
pembelajaran. Jika dikaji dari segi profesionalisme guru di era
implementasi kurikulum merdeka belajar kemampuan guru
dalam bidang digitalisasi informasi menjadi factor utama
dalam pembelajaran. Kemampuan tersebut diperlukan karena
sumber belajar dapat dikembangkan dengan media referensi
yang bersumber dari perpustakaan digital dalam
pengembangan teoritis pembelajaran. Berdasarkan observasi
yang dilakukan di sepuluh sekolah penggerak jenjang SMP di
Kabupaten sukabumi menunjukkan bahwa sebagian besar guru
telah memiliki kemampuan dalam memanfaatkan digitalisasi
informasi dalam pemenuhan sumber belajar peserta didik atau
disebut dengan literasi digital. Akan tetapi dari sepuluh
sekolah terdapat satu sekolah yang memiliki hambatan dalam
pemanfaatan media informasi karena managemen sekolahnya
berbentuk pesantren yang melarang penggunaan teknologi
informasi sehingga pembelajaran student center masih
mengoptimalkan media buku referensi sebagai bahan
bacaanya.

31
Selain kemampuan guru dalam penerapan teknologi
informasi implementasi kurikulum merdeka di kabupaten
Sukabumi sesuai dengan observasi yang dilakukan bahwa
factor professionalism guru dalam implementasi kurikulum
merdeka tidak hanya ditentukan dengan kemampuan guru
dalam IT saja melainkan focus penelitian ini mengkaji
profesionalisme guru dari 4 (empat) kompetensi inti sebagai
guru profesionalisme diantaranya pedagogic, kepribadian,
social, dan professional. Kompetensi inti tersebut dijadikan
indicator utama dalam mengkaji kesiapan sekolah penggerak
dalam implementasi kurikulum merdeka belajar.
Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan bahwa
kesiapan sekolah penggerak dalam implementasi kurikulum
merdeka belajar pada sekolah penggerak jenjang SMP di
kabupaten Sukabumi jika dikaji dari perspektif profesionalisme
guru menunjukkan bahwa terdapat kesenjangan yang menjadi
hambatan dalam implementasi tersebut. Beberapa kesenjangan
tersebut seperti ketidaksiapan guru dalam proses adaptasi dari
kurikulum 2013 ke kurikulum merdeka belajar. Ketidaksiapan
tersebut khususnya dalam hal administrasi pembelajaran.
Namun dalam proses pembelajaran beberapa sekolah sudah
terbiasa dengan model pembelajaran di kurikulum merdeka.
Sesuai dengan hambatan atau kesenjangan yang ada
dinas pendidikan kabupaten sukabumi telah menyikapi
kesenjangan yang terjadi di satuan pendidikan melalui
pelatihan calon guru penggerak dalam implementasi kurikum
merdeka belajar secara bertahap. Dengan adanya pelatihan
tersebut diharapkan percepatan adaptasi pembelajaran dari
kurikulum 2013 ke kurikulum merdeka dapat tercapai baik dari
segi administrasi maupun praktik pembelajaran.

B. Kesiapan Guru dalam Implementasi Kurikulum Merdeka


Belajar dari Perspektif Sistem Pembelajaran
Dinamika Perubahan kurikulum dalam pendidikan
merupakan salah satu ciri dari era globalisasi saat ini atau
dikenal juga dengan era keterbukaan yang ditandai dengan

32
pesatnya kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Era ini
sering disebut sebagai abad kedua puluh satu. Tantangan
Pendidikan harus mampu mengembangkan sumber daya
manusia (SDM) yang berkualitas di abad 21. pada Abad ke 21
terdapat empat kompetensi yang harus ditanamkan kepada
siswa (Sipayung, 2018). Kebijakan ini berdasarkan Surat Edaran
Mendikbud Nomor 14 Tahun 2019. Pada abad ke-21, RPP yang
mutakhir harus memiliki kemampuan critical thinking, creativity,
collaboration, and communication (4C). Keempat kompetensi
tersebut dapat digunakan sebagai strategi pembelajaran yang
dapat memicu kompetensi siswa dalam melakukan aktivitas
belajar mandiri.
Kesenjangan kualitas pendidikan menjadi problematika
hampir di semua satuan pendidikan di indonesia. hal ini
ditunjukkan dengan dinamika perubahan kurikulum pasca
pandemic covid 19 yang menunjukkan arah baru pendidikan
indonesia dengan kurikulum merdeka belajar. Maka dari itu
dibutuhkan perubahan yang sistemik dalam meningkatkan
kualitas guru, kepala sekolah yang menjadi factor utama dalam
upaya transformasi pembelajaran di era merdeka belajar ini.
Implementasi merdeka belajar ini dianggap sebagaian guru
sebagai implementasi kurikulum yang yang terintegrasi
dengan pembelajaran terbatas di masa pandemic. Sedangkan
kompetensi kurikulum 2013 ini masih melekat sebagai standart
pencapaian mutu siswa.
Sesuai dengan pandangan tersebut menunjukkan bahwa
satuan pendidikan masih belum semuanya siap dalam
implementasi kurikulum merdeka belajar ini. Fenomena
empiris ini juga sesuai dengan kondisi di sekolah penggerak di
kabupaten sukabumi. Berdasarkan penelitian yang dilakukan
terhdap sepuluh sekolah penggerak jenjang SMP dikabupaten
sukabumi menunjukan bahwa sebagian kecil sekolah
penggerak yang telah siap dalam implementasi kurikulum
merdeka belajar. Kesiapan yang dibangun oleh satuan
pendidikan tersebut diwujudkan dengan bentuk budaya
sekolah dalam pembelajaran.

33
Beberapa sekolah penggerak di sukabumi yang memiliki
standart mutu siap merdeka belajar diantaranya SMP
Luqmanul Hakim, SMPN 2 Cikembar, dan SMP Asy Syafiiyah.
Berdasarkan analisis data wawancara yang dilakukan bahwa di
SMP – SMP tersebut belum memiliki guru penggerak namun
karena budaya kerja yang dibentuk satuan pendidikannya
untuk membangun budaya mutu maka proses implementasi
merdeka belajar di sekolah penggerak dapat mudah diadopsi
dan diimplementasikan sesuai platform merdeka belajar. Pada
implementasi kurikulum 13 beberapa SMP tersebut
menggunakan strategi problem based learning merupakan
salah satu strategi pembelajaran yang digunakan untuk
membangun rangsangan berfikir kritis pada siswa. Budaya
membangun rangsangan yang dilakukan oleh seorang guru
pada setiap mata pelajaran memudahkan guru dalam
beradaptasi dengan siklus atau pola pembelajaran yang
diberlakukan dalam implementasi kurikulum merdeka.
Platform merdeka belajar memiliki tujuan mewujudkan
ekosistem kolaboratif dalam menumbuhkan keefektifan dalam
pembelajaran serta iklim kerja yang positif. Beberapa
komponen yang termuat dalam platform tersebut diantaranya
content crowdsourcing. Content crowdsourcing merupakan
pengembangan konten berdasarkan kontribusi yang dapat
dilakukan oleh khalayak luas. Maka dari itu kesiapan guru
dalam implementasi kurikulum merdeka sangat ditentukan
oleh kompetensi guru dalam proses pembelajaran dan
kemampunnya dalam hal pemanfaatan informasi dan
teknologi. hal ini sesuai dengan yang disampaikan oleh wakil
kepala sekolah bidang kurikulum SMPS Mardi Yuarna
Sukabumi menyampaikan bahwa kemampuan guru dalam It
sangat didorong terutama pada guru – guru millennial agar
mampu mengoperasikan aplikasi pembelajaran. Kemampuan
yang dikembangkan tersebut dapat memberikan transfer
knowledge kepada guru yang lain agar learning by doing yang
dilakukan dalam proses adaptasi implementasi kurikulum 2013
cepat tercapai.

34
Guna tercapainya pemerataan implementasi kurikulum
merdeka untuk semua satuan pendidikan di kabupaten
sukabumi, maka melalui dinas pendidikan terkait membangun
kontribusi yang bisa dilakukan oleh satuan pendidikan melalui
pendaftaran mandiri dalam penerapan kurikulum merdeka
belajar. Sebagai penunjnag kemampuan guru dalam
beradaptasi dengan implementasi kurikulum merdeka belajar
dinas pendidikan kabupaten sukabumi menggelar pendidikan
dan pelatihan implementasi tersebut secara berjenjang. Tujuan
dari pelatihan yang diselenggarakan agar semua guri yang
berada dalam naungan dinas pendidikan kabupaten sukabumi
dapat mengimplementasikan dan menerapkan iklim merdeka
belajar yang sesuai dengan platform merdeka belajar dan
mampu mengembangkan strategi pembelajaran yang relevan
dengan tujuan mutu implementasi tersebut.
Sesuai dengan gambaran di atas, maka untuk
meningkatkan kesiapan guru professional yang sesuai dengan
platform kurikulum merdeka belajar diantaranya pertama,
Pembelajaran berbasis proyek (Project based learning) untuk
pengembangan soft skills dan karakter yang meliputi iman,
taqwa, dan akhlak mulia, gotong royong, kebhinekaan global,
kemandirian, nalar kritis, dan kreativitas. Kedua, Fokus pada
materi-materi esensial yang diharapkan dapat memberikan
waktu cukup untuk pembelajaran secara mendalam pada
kompetensi dasar seperti literasi dan numerasi. Ketiga, Guru
memiliki fleksibilitas untuk melakukan pembelajaran yang
sesuai dengan kemampuan siswa (teaching at the right level) dan
juga melakukan penyesuaian dengan konteks dan muatan
lokal(Hattarina & Marga, 2022).

C. Profesionalisme Guru Dikaji dari Strategi Membangun


Karakter Siswa dalam Implementasi Kurikulum Merdeka
Belajar
Tuntutan pendidikan abad 21 meliputi kemampuan
berpikir lebih kritis, inventif, memahami teknologi dan
informasi, menerapkan pengetahuan pada skenario aktual, dan

35
mahir berbicara dan bekerja sama dengan orang lain. Tuntutan
pada kemampuan kognitif dan psikomotor siswa telah
meningkat pada abad kedua puluh satu. Anak-anak zaman
sekarang perlu ditanamkan pola berpikir konstruktif dan kritis.
pola pikir yang menghubungkan seluruh pengetahuan dan
memahami informasi dan teknologi serta mampu
berkomunikasi dan bekerja sama dalam kelompok belajar.
Pembelajaran yang komunikatif dan kolaboratif tersebut
merupakan strategi yang dilakukan guru dalam pengelolaan
pembelajaran didalam kelas. Hal ini diperlukan karena dalam
implementasi kurikulum merdeka mengedepankan strategi
pembelajaran yang mampu mensinergikan iso – isu factual
yang relevan dengan materi pembelajaran. Pentingnya strategi
pemebelajaran yang komunikatif dan kolaboratif tersebut
memberikan daya rangsangan dalam aktivitas belajar mandiri
siswa di kelas maupun diluar kelas. Dengan adanya aktivitas
belajar mandiri yang dimulai dengan proses rangsangan dari
isu yang dikaitkan memberikan pemikiran kreativitas dan
mempunyai daya cipta (creativity and innovation) dalam diskusi
kelompok belajar siswa.
Selain menumbuhkan pemikiran yang kreatif dan daya
cipta inovatif siswa, rangsangan yang diberikan seorang guru
professional dapat juga menumbuhkan proses berpikir kritis
(critical thinking) pada siswa. Proses berfikir kritis merupakan
kemampuan seorang siswa dalam memecahkan masalah
dengan menghubungkan perkembangan literasi yang relevan
sehingga pemikiran kritis bukan diartikan sebagai pemikiran
liar dalam mengkritik suatu isu permasalahan tetapi ada
keterkaitan dalam teori yang relevan. Maka dari itu integrasi
pengetahuan (integration of knowledge) dan kemudahan akses
informasi (ease of access to knowledge) serta menghargai
perbedaan pendapat merupakan aspek yang perlu ditanamkan
dalam proses pembelajaran kolaboratif yang telah disetting
oleh seorang guru dalam pembelajaran.

36
Dengan adanya proses belajar mengajar yang
komunikatif dan kolaboratif mencirikan pola belajar sepanjang
hayat (long life education) sebagai ciri utama pendidikan abad 21
(long life education). Maka dari itu, untuk mewujudkan
pembelajaran yang sesuai dengan pendidikan di abad 21
perencanaan yang sistematif diperlukan dan diwujudkan
dalam perangkat pembelajaran seorang guru.
Esensi Guru professional dalam pembelajaran abad ke-21
harus memiliki kemampuan critical thinking, creativity,
collaboration, and communication (4C). Keempat kompetensi
tersebut dapat digunakan sebagai strategi pembelajaran yang
dapat memicu kompetensi siswa dalam melakukan aktivitas
belajar mandiri. Pendeskripsian kompetensi belajar abad 21
diantaranya :
1. Berpikir Kritis (Critical Thinking).
Perkembangan literasi belajar di era digital dan dalam
lingkup implementasi kurikulum merdeka saat ini
pemanfaatan media digital sangat berperan dalam
menumbuhkan proses berpikir kritis dalam aktivitas belajar
siswa. Maka dari itu, kemampuan guru dalam membangun
budaya berfikir kritis siswa harus memanfaatkan
kesempatan ini untuk belajar lebih banyak tentang
bagaimana siswa memperoleh pengetahuan dan
mengelolanya. Hal ini dimaksudkan agar siswa mampu
menghubungkan teori dan penerapan praktisnya.
Budaya belajar yang sesuai dapat menciptakan
aktivitas belajar mandiri dan meningkatkan literasi. Maka
peran guru dalam pembelajaran adalah sebagai motivator
belajar siswa. Sikap tersebut sesuai dengan Sudriarja (2011)
bahwa guru adalah kunci keberhasilan karena dapat
menentukan arah kualitas pendidikan (Kartawagiran, 2011).
Guru sebagai motivator pembelajar sekaligus menjadi
pengarah pembelajaran agar proses belajar mengajar terarah
dan sesuai dengan tujuan yang akan dicapai oleh mata
pelajaran yang diampuh.

37
Kesesuaian case study yang ditawarkan kepada siswa
harus sesuai dengan materi pembelajaran. Suatu masalah
yang sulit dapat dipahami dapat dikaitkan dengan
informasi lain sehingga sudut pandang yang berbeda dapat
dilihat dan diselesaikan dengan menggunakan keterampilan
berpikir kritis siswa baik dalam kelompok maupun secara
individu. Kapasitas untuk bernalar, memahami, dan
membuat keputusan yang kompleks serta menyusun,
mengungkapkan, menganalisis, dan menyelesaikan masalah
merupakan capaian dalam pembelajaran.
Pengembangan keterampilan berpikir kritis siswa
memungkinkan mereka untuk menyempurnakan semua
pengalaman yang mereka temukan sendiri. Dengan kata
lain, kedudukan guru tidak dapat dihapus begitu saja
karena siswa tidak dapat mencapai keterampilan berpikir
kritis tanpa pendampingan seorang guru. Hal ini sesuai
dengan hasil penelitian yang dilakukan pada sekolah
penggerak di kabupaten sukabumi bahwa kehadiran guru
dalam pembelajaran yang memiliki pencapaian berfikir
kritis sebagai output pembelajaran, maka peran guru dalam
kelas sangat diperlukan.
Akan tetapi di terapkannya implementasi kurikulum
merdeka saat ini, managemen sekolah menyikapi aktivitas
belajar mandiri yang berorientasi pada menumbuhkan
karakter berpikir kritis melalui model pembelajaran blended
learning. Blended learning merupakan model pembelajaran
yang mengkombinasikan strategi belajar di kelas dengan
secara tatap muka dengan pembelajaran online atau
elearning. Sesuai dengan pengertian di atas bentuk interaksi
yang diwujudkan adalah interasi secara tatap muka dengan
interaksi virtual. Maka dari itu pembelajaran blended
learning merupakan upaya menggabubgkan inovasi
pembelajaran berbasis elektronik dengan partisipasi
pembelajaran tatap muka.

38
Model pembelajaran blended learning yang dilakukan
oleh beberapa sekolah penggerak di kabuaten sukabumi
adalah memberikan prosentasi tatap muka sebagai
penguatan materi pembelajaran dan observasi lapangan
serta demonstrasi hasil dilakukan dengan virtual
interaction. Sesuai dengan hasil pembelajaran dengan model
blended learning tersebut peningkatan kompetensi guru
dibidang informasi dan teknologi menjadi perhatian oleh
managemen satuan pendidikan.
Salah satu hambatan yang dialami satuan pendidikan
dalam implementasi pembelajaran blended learning adalah
adanya budaya pesantren yang tidak memperbolehkan
penggunaan gadget dan internet sebagai media belajar.
Upaya menumbuhkan karakter berfikir kritis siswa, seorang
guru penggerak di sukabumi menggunakan media video
sebagai alat merangsang berfikir siswa dalam proses belajar
mengajar.

2. Kreatif dan Inovatif (Creative and Innovative).


Guru hendaknya tidak memandang kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi di abad ke-21 sebagai tantangan
melainkan sebagai peluang untuk tumbuh sebagai pendidik
dan mempersiapkan siswanya dengan lebih baik untuk
abad ke-21. Guru harus dapat lebih mudah menjelaskan isi
sehingga sejalan dengan gagasan pendidikan abad 21 yaitu
pembelajaran yang berpusat pada siswa berkat kemajuan
teknologi dan kemudahan akses informasi.
Kreativitas adalah kapasitas untuk menghasilkan,
melaksanakan, dan berbagi ide-ide baru dengan orang lain
serta untuk menerima mereka. Seorang guru dituntut untuk
dapat berkontribusi lebih dalam menciptakan lingkungan
belajar yang kreatif dan memiliki modifikasi atau sifat yang
positif agar siswa tidak bosan dan senang belajar. Untuk
memaksimalkan proses belajar mengajar dalam suatu
pembelajaran sekaligus menjadi panutan atau pembimbing

39
bagi siswa dalam proses pembelajaran, maka pendidik
harus memiliki sikap kreatif dan inovatif.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada
sepuluh sekolah penggerak jenjang SMP dikabupaten
sukabumi menunjukkan bahwa untuk menumbuhkan
karakter kreatif dan inovatif pada siswa model
pembelajaran kolaboratif menjadi salah satu alternative
yang digunakan. Pembelajaran kolaboratif merupakan
pembelajaran yang bertujuan untuk menumbuhkan karakter
kerjasama, saling bersinergi, beradaptasi dalam berbagai
peran dan tanggungjawab siswa. Hal ini sesuai dengan
pendapat Jansen (2018) bahwa model pembelajaran
kolaborasi dapat menumbuhkan sikap tanggungjawab yang
fleksibel terhadap pribadi, institusi, dan hubungan
masuatakat. Tujuan utama dari penggunaan model
pembelajaran kolabratif adalah siswa mampu menentukan
dan menetapkan ketercapaian standart dan tujuan yang
tinggi untuk diri sendiri dan orang lain.
Sesuai dengan proses penelitian yang dilakukan
bahwa model pembelajaran tersebut telah digunakan oleh
sebagian besar sekolah penggerak di kabupaten sukabumi.
Menurut salah satu sekolah penggerak model pembelajaran
kolaboratif diterapkan dengan tujuan agar siswa tidak
hanya belajar dikelas. Upaya mengoptimalkan sarana
penunjang yang relevan diharapkan siswa mampu
menumbuhkan sikap dan pola pikir yang luas dan kreatif.
Salah satu pembelajaran yang menggunakan model
pembelajaran kolaboratif adalah mata pelajaran biologi dan
mata pelajaran PAI. Pada mata pelajaran tersebut seorang
guru memberikan wawasan awal atau materi pengenalan
secara global yang selanjutnya guru mendampingi siswa
dalam proses explorasi pengetahuan baik dilakukan di
laboratorium sekolah maupun dilingkungan sekitar.
Tujuannya adalah siswa mengetahui secara factual yang
dikaitkan dengan teori yang relevan. Dengan mengetahui
empirisme teoritis tersebut siswa dapat mempresentasikan

40
hasil temuannya dihadapan guru dan teman kelasnya secara
kreatif dan inovatif.

3. Model Pembelajaran Kolaborasi (Collaboration Learning)


Kurikulum Merdeka merupakan gagasan dalam
transformasi pendidikan Indonesia untuk mencetak generasi
masa depan yang unggul. Hal tersebut sejalan dengan apa
yang diutarakan oleh Saleh (2020) bahwa Merdeka Belajar
merupakan program untuk menggali potensi para pendidik
dan peserta didik dalam berinovasi meningkatkan kualitas
pembelajaran di kelas. Kurikulum Merdeka dikembangkan
untuk diterapkan di semua sekolah sesuai dengan kesiapan
dan kondisi sekolahnya masing-masing.
Platform merdeka belajar memiliki tujuan
mewujudkan ekosistem kolaboratif dalam menumbuhkan
keefektifan dalam pembelajaran serta iklim kerja yang
positif. Beberapa komponen yang termuat dalam platform
tersebut diantaranya content crowdsourcing. Content
crowdsourcing merupakan pengembangan konten
berdasarkan kontribusi yang dapat dilakukan oleh khalayak
luas. Maka dari itu kesiapan guru dalam implementasi
kurikulum merdeka sangat ditentukan oleh kompetensi
guru dalam proses pembelajaran dan kemampunnya dalam
hal pemanfaatan informasi dan teknologi. hal ini sesuai
dengan yang disampaikan oleh wakil kepala sekolah bidang
kurikulum SMPS Mardi Yuarna Sukabumi menyampaikan
bahwa kemampuan guru dalam It sangat didorong
terutama pada guru – guru millennial agar mampu
mengoperasikan aplikasi pembelajaran. Kemampuan yang
dikembangkan tersebut dapat memberikan transfer
knowledge kepada guru yang lain agar learning by doing yang
dilakukan dalam proses adaptasi implementasi kurikulum
2013 cepat tercapai.
Model pembelejaran kolaboratif ini menunjukkan
bahwa tugas seorang guru adalah melakukan lebih dari
sekedar memberikan pengetahuan. Peran guru dikelas juga

41
berfungsi sebagai menjadi fasilitator terampil yang dapat
menumbuhkan lingkungan pembelajaran agar siswa dapat
belajar secara mandiri dan berinisiatif dalam pemecahan
masalah. Hal ini dapat menunjang aktivitas belajar mandiri
siswa dengan rangsangan yang dimunculkan oleh seorang
guru baik dalam bentuk konsep dan sumber yang relevan.
Pemilihan media dan model pembelajaran yang lebih
bervariasi, menarik, praktis, dan berbasis teknologi
informasi mampu membangun suasana belajar (joyful
learning).
Perkembangan informasi dan teknologi dapat dilihat
sebagai ciri khas abad ke-21. Pada abad kedua puluh satu,
sistem, atau teknologi seperti internet yang sering
digunakan dalam aktivitas sehari-hari, diperkenalkan
kepada manusia. Orang sekarang jauh lebih mungkin
menggunakan internet untuk mencari informasi, khususnya
di Indonesia. Teknologi harus dimanfaatkan secara etis jika
ingin membantu orang belajar (Sjafriani, 2011). Untuk
menerapkan lebih dari sekadar pendekatan konvensional di
kelas, seorang guru harus mampu mengkolaborasikan
teknologi sebagai media pembelajarannya. Adanya
keseimbangan yang diciptakan dalam pembelajaran
menunjukkan bahwa esensi implementasi kurikulum
merdeka belajar di satuan pendidikan dapat diterapkan
dengan baik.
Model pembelajaran kolaboratif ini telah disikapi
dengan baik oleh sekolah penggerak jenjang SMP
dikabupaten sukabumi sebagai model pembelajaran yang
merdeka bagi siswa dan guru. Orientasi pembelajaran
berbasis student center tersebut dapat diwujudkan dengan
adanya budaya belajar yang aktif dan kolaboratif baik secara
individu maupun dalam kelompok belajar. Upaya
membangun strategi belajar kolaboratif juga dapat
memberikan kesempatan siswa dalam menumbuhkan
karakter menghargai perbedaan pendapat antar siswa
maupun kelompok belajar. Hal ini menunjukkan bahwa

42
output yang diwujudkan dalam pembelajaran ini adalah
berfikir kritis dalam sudut pandang yang berbeda sehingga
harmonisasi dalam pembelajaran yang diterapkan dapat
memunculkan khazanah keilmuan yang beragam. Maka
dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran kolaboratif
tersebut merupakan strategi pembelajaran yang menjadi
implikasi menumbuhkan karakter kebhinekaan dalam
penguatan pelajar pancasila.

4. Komunikatif (Communicative)
Membangun kerjasama membutuhkan komunikasi
yang efektif. Komunikasi yang efektif seharusnya
menambah wawasan. Bahasa Inggris adalah bahasa
komunikasi utama di abad kedua puluh satu. Paparan awal
terhadap pengajaran bahasa Inggris diperlukan untuk
mempersiapkan anak-anak untuk komunikasi antar budaya
di kemudian hari. Setelah mampu berkomunikasi
diharapkan mampu mengembangkan jaringan (networking)
atau aliansi yang saling menguntungkan agar dapat
bersaing dengan negara lain.
Ketidaksepakatan pendapat tidak bisa dihindari
tetapi para guru harus menanggapinya kemampuan
komunikasi yang rasional agar perbedaan tersebut menjadi
bagian dari kajjian dari sudut pandang lain dalam proses
pembelajaran. Oleh karena itu, kompetensi guru dalam
literasi dalam suatu materi ajar harus kuat agar mampu
mensikapi proses pembelajaran yang memiliki luaran
bernalar kritis. selain itu, pembelajaran dalam implementasi
kurikulum merdeka peran guru dalam membangun budaya
mutu pembelajaran dikelas harus mampu ditunjang dengan
intruksi yang jelas dalam proses belajar mengajar agar
tujuan yang akan dicapai oleh sisiwa dalam aktivitas
belajarnya sesuai dengan yang diharapkan.
Pentingnya komunikasi dalam pembelajaran
sangatlah utama, kehadiran guru dalam pembeajaran di era
merdeka belajar ini sangat diperlukan sebagai mediator,

43
fasilitator, dan motivator dalam mewujudkan siswa
berkarakter sesuai dengan project penguatan pelajar
pancasila. Kemampuan guru professional tersebut dalam
implementasi kurikulum merdeka jika dikaji dari
kemampuan praktik mengajar sangat mampu namun
apersepsi yang sesuai dengan platform merdeka belajar
terkadang masih menjadi penghambat dalam implementasi
di sekolah.
Hal ini disampaikan oleh salah satu kepala sekolah
penggerak yakni SMP Bantar Gadung bahwa kecukupan
guru penggerak di sekolah masih menjadi hambatan dalam
implementasinya. Sebagai upaya meningkatkan persepsi
dalam pencapaian implementasi kurikulum merdeka ini
sekolah penggerak di kabupaten sukabumi mengadakan
percepatan pemahaman sekolah penggerak baik melalui
MGMP, KKG maupun pelatihan yang diadakan oleh dinas
pendidikan. Pentingnya percepatan dalam pemahaman
implementasi ini agar menunjang kemampuan guru dalam
pembelajaran tercapai baik dari segi implementasi
kurikulum maupun dalam praktik pengembangan
pembelajaranya. Jika kemampuan guru di kabupaten
sukabumi mampu tetapi untuk menyeragamkan pencapaian
yang sesuai dengan platform merdeka belajar masih perlu
ditingkatkan.

D. Daftar Pustaka
Fonseca, L & Arezes, S. (2017). A Didactic Proposal to Develop
Critical Thinking in Mathematics: The Case of Tomás.
Journal of the European Teacher Education Network,
Vol. 12,37-48.

Hasibuan, A. T., & Prastowo, A. (2019). Konsep Pendidikan


Abad 21: Kepemimpinan dan Pengembangan Sumber
Daya Manusia SD/MI.MAGISTRA: Media
Pengembangan Ilmu Pendidikan Dasar dan
Keislaman,10(1).

44
Hattarina, S., & Marga, U. P. (2022). Implementasi Kurikulum
Medeka Belajar Di Lembaga Pendidikan. 1, 181–192.

Kartowagiran, B. (2011). Kinerja guru profesional (Guru


pasca sertifikasi).Jurnal Cakrawala Pendidikan,3(3).

Kemdikbud, (2019). Surat Edaran Menteri Pendidikan dan


Kebudayaan Nomor 14 tahun 2019Tentang Merdeka
Belajar, Jakarta: Kemdikbud

McLoughlin, C., & Lee, M. J. (2008). The three p's of pedagogy


for the networked society: Personalization, participation,
and productivity.International Journal of Teaching
and Learning in Higher Education,20(1), 10-27.

Miyarso, E. (2019). Perancangan pembelajaran inovatif.


Perancangan Pembelajaran Inovatif. Jakarta.

Sjafriani, R. (2011). Pendidikan Global: Menggunakan


Teknologi untuk Memperkenalkan Dunia Global kepada
Para Siswa. Kanisius: Indeks.

Sugiman, S., Suyitno, A., Pujiastuti, E., Masrukan, M., &


Hidayah, I. (2021). Penguatan Pembelajaran dan
Penilaian yang Bermuatan 4C Competence in
Mathematics di Era †œMerdeka Belajar†pada Guru-
guru SMPN 24 Semarang. PRISMA, Prosiding Seminar
Nasional Matematika, 4, 487–492.

Tampubolon, B. (2020). Motivasi belajar dan tingkat belajar


mandiri dalam kaitannya dengan prestasi belajar
mahasiswa. Jurnal PIPSI (Jurnal Pendidikan Ilmu
Pengetahuan Sosial Indonesia), 5(2), 34–41.

45
BAB
IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN

4
PADA KURIKULUM MERDEKA
PADA SEKOLAH PENGGERAK

Oleh : Berliana, S.Pd.,M.M.

A. Pendahuluan
Kurikulum merdeka merupakan suatu upaya dari
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia
(Kemendikbud RI) untuk memulihkan pembelajaran di masa
pandemi Covid-19. Salah satu bentuk penyesuaian kurikulum
adalah diluncurkannya kurikulum darurat yang merupakan
penyederhanaan dari kurikulum 2013. Selain itu, ada juga
kurikulum merdeka yang merupakan penyempurnaan dari
Kurikulum 2013 yang diterapkan di beberapa sekolah.
(Kementerian Pendidikan dan Kebudayaaan, 2020)
Kurikulum merdeka menekankan pada esensi merdeka
belajar, di mana peserta didik diberikan kebebasan untuk
belajar sesuai dengan minat dan potensi yang dimiliki.
Kurikulum harus relevan dengan tujuan pendidikan yang
hendak dicapai, sehingga perangkat pelajaran yang disajikan
dapat memenuhi kebutuhan peserta didik dalam
mengembangkan kompetensi.
Dalam menghadapi pandemi Covid-19, penyesuaian
kurikulum sangat penting dilakukan untuk meminimalkan
dampak kehilangan pembelajaran pada peserta didik.
Kurikulum merdeka dan kurikulum darurat menjadi salah satu
bentuk penyesuaian kurikulum yang diharapkan dapat
membantu dalam memulihkan dunia pendidikan di masa
pandemi Covid-19. (Widodo, 2021)

46
Meskipun pengimplementasian merdeka belajar masih
menuai pro dan kontra, namun ada beberapa manfaat yang
bisa didapatkan dari program ini. Pertama, program merdeka
belajar memungkinkan setiap siswa untuk belajar sesuai
dengan minat dan bakatnya. Dengan memperhatikan minat
dan bakat siswa, diharapkan siswa lebih termotivasi dan
terlibat dalam proses pembelajaran. Kedua, program ini juga
memungkinkan siswa untuk mengembangkan kemampuan
mandiri, kreativitas, dan inovasi. Dalam merdeka belajar, siswa
diberi kebebasan untuk menentukan cara belajar dan
mengeksplorasi materi pembelajaran. (Sherly et al., 2020) Hal
ini dapat membantu siswa untuk mengembangkan
kemampuan mandiri dan kreativitasnya. Ketiga, program
merdeka belajar juga dapat mengurangi beban siswa. Siswa
tidak lagi harus terbebani dengan target pencapaian yang
tinggi dan standar nilai yang sulit dicapai. Sebaliknya, siswa
dapat belajar dengan nyaman dan menyenangkan, tanpa
terbebani oleh tekanan yang berlebihan. Keempat, program
merdeka belajar juga dapat membantu mengurangi
ketimpangan pendidikan di Indonesia. Dalam program ini,
setiap siswa memiliki kesempatan yang sama untuk belajar dan
berkembang sesuai dengan potensi yang dimiliki. Hal ini dapat
membantu mengurangi kesenjangan pendidikan dan
meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia secara
keseluruhan.
Dalam pengimplementasiannya, perlu dilakukan
persiapan dan pembenahan sistem pendidikan yang
komprehensif. Selain itu, diperlukan kerjasama yang baik
antara guru, siswa, orang tua, dan pemerintah untuk
mengoptimalkan program merdeka belajar ini. Dengan
kerjasama yang baik, diharapkan program ini dapat
memberikan dampak yang positif dan signifikan dalam
memajukan dunia pendidikan di Indonesia.
Dari penjelasan di atas, dapat dipahami bahwa
penerapan kurikulum merdeka belajar merupakan sebuah
inovasi baru dalam proses pembelajaran yang lebih terbuka

47
dan memberikan pengalaman belajar yang lebih fleksibel tanpa
adanya target standar ketuntasan dan kelulusan yang kaku
(Sherly et al., 2020). Oleh karena itu, penelitian ini akan
membahas lebih rinci tentang struktur kurikulum merdeka
belajar dan bagaimana implementasinya di lembaga
pendidikan.

B. Konsep Merdeka Belajar dan Kurikulum Merdeka Belajar


Konsep merdeka belajar merupakan suatu inovasi dalam
dunia pendidikan yang memungkinkan siswa untuk memiliki
kontrol penuh terhadap proses pembelajaran yang mereka
lakukan. Pada dasarnya, konsep ini bertujuan untuk
memberikan kebebasan dan kemandirian pada siswa dalam
menentukan jalannya proses belajar yang mereka lakukan,
sehingga mereka dapat mencapai potensi diri yang terbaik.
Adapun beberapa poin penting yang mendasari konsep
merdeka belajar adalah sebagai berikut (Alawi et al., 2022):
1. Kontrol penuh pada siswa
Konsep merdeka belajar memberikan kontrol penuh pada
siswa dalam menentukan jalannya proses pembelajaran
yang mereka lakukan. Artinya, siswa dapat menentukan
kapan dan di mana mereka akan belajar, materi apa yang
mereka pelajari, serta bagaimana cara mereka belajar.
2. Fokus pada pembelajaran yang relevan
Dalam konsep merdeka belajar, fokus diberikan pada
pembelajaran yang relevan dengan kebutuhan dan minat
siswa. Dalam hal ini, siswa dapat menentukan bidang
studi yang mereka minati dan lebih memfokuskan
pembelajaran pada bidang tersebut, sehingga mereka
dapat mengembangkan potensi diri dengan lebih optimal.
3. Pembelajaran kolaboratif
Dalam konsep merdeka belajar, siswa didorong untuk
melakukan pembelajaran secara kolaboratif. Artinya, siswa
dapat belajar dengan cara berdiskusi, saling membantu,
dan saling memberikan masukan dalam kelompok-
kelompok kecil. Hal ini dapat membantu meningkatkan

48
kemampuan sosial siswa serta memperkaya pemahaman
mereka terhadap materi yang dipelajari.
4. Penilaian yang fleksibel
Dalam konsep merdeka belajar, penilaian yang dilakukan
lebih bersifat fleksibel. Artinya, siswa tidak hanya dinilai
berdasarkan hasil ujian atau tes tertulis, tetapi juga dinilai
berdasarkan hasil karya, proyek, dan presentasi yang
mereka hasilkan. Hal ini dapat membantu siswa untuk
menunjukkan potensi diri mereka yang sebenarnya dan
memberikan pengalaman belajar yang lebih holistik.
5. Kemandirian dan tanggung jawab
Dalam konsep merdeka belajar, siswa didorong untuk
menjadi mandiri dan bertanggung jawab terhadap proses
pembelajaran yang mereka lakukan. Artinya, siswa harus
dapat mengatur waktu belajar mereka sendiri, mengambil
keputusan sendiri, dan bertanggung jawab atas hasil yang
mereka peroleh. Hal ini dapat membantu siswa untuk
meningkatkan kemampuan kepemimpinan dan
kemandirian mereka.

Secara keseluruhan, konsep merdeka belajar bertujuan


untuk memberikan pengalaman belajar yang lebih
menyenangkan, bermakna, dan memberdayakan bagi siswa.
Dalam penerapannya, konsep ini dapat membantu siswa untuk
mencapai potensi diri mereka yang sebenarnya dan meraih
kesuksesan di masa depan.
Konsep merdeka belajar adalah sebuah konsep
pendidikan yang memberikan kebebasan kepada peserta didik
untuk memilih sendiri program belajar yang diinginkan, serta
menyesuaikan waktu, tempat, dan metode belajar yang paling
efektif bagi mereka. (Angga et al., 2022) Konsep ini didasarkan
pada keyakinan bahwa setiap individu memiliki potensi yang
unik dan cara belajar yang berbeda-beda. Oleh karena itu,
merdeka belajar berusaha untuk memfasilitasi proses belajar
yang sesuai dengan kebutuhan dan minat peserta didik.

49
Merdeka belajar juga mencakup aspek pengembangan
karakter peserta didik, seperti kemandirian, tanggung jawab,
kreativitas, dan inovasi. Dalam konsep merdeka belajar, peserta
didik juga diharapkan dapat mengambil inisiatif dalam proses
belajar, bertanggung jawab atas hasil belajar mereka, dan
berpartisipasi aktif dalam proses pembelajaran.(Ihsan, 2022).
Konsep merdeka belajar merupakan salah satu upaya
untuk memberikan ruang yang lebih luas bagi peserta didik
dalam proses belajar, sehingga diharapkan dapat
meningkatkan kualitas pendidikan. Namun,
pengimplementasiannya tetap memerlukan peran penting dari
guru dan lembaga pendidikan untuk memfasilitasi dan
mengawasi proses belajar peserta didik.
Mengalami keadaan yang menyenangkan saat belajar
diyakini dapat memberikan dampak positif bagi peserta didik
dalam berbagai aspek. Hal tersebut akan memicu timbulnya
perasaan senang dalam diri anak, yang kemudian dapat
menjadi dasar penting dalam membangun kecintaan pada
belajar serta meningkatkan ketahanan belajar. Anak yang
belajar dalam keadaan yang menyenangkan akan lebih
termotivasi untuk mempelajari semua materi yang ada dan
mampu menghabiskan waktu belajar dalam jangka waktu yang
lebih lama. Mereka tidak mudah merasa bosan atau putus asa
ketika menghadapi materi yang menantang, dan dapat
menghasilkan ide-ide yang kreatif. Proses pembelajaran yang
dilakukan dengan cara yang menyenangkan juga
memungkinkan siswa untuk mengingat materi lebih banyak
dan lebih kuat.
Selain itu, dalam konsep merdeka belajar, peserta didik
juga diberikan kebebasan untuk mengatur waktu belajarnya
sendiri. Peserta didik dapat mengatur jadwal belajarnya sendiri
sehingga bisa beradaptasi dengan aktivitas dan minatnya. Hal
ini tentu saja akan meningkatkan motivasi dan kemandirian
peserta didik dalam belajar, serta mengurangi tekanan yang
dirasakan oleh peserta didik dalam mengikuti kegiatan belajar.
Konsep merdeka belajar juga menekankan pada pentingnya

50
pendekatan yang bersifat holistik dalam pembelajaran. Artinya,
pembelajaran tidak hanya berfokus pada aspek kognitif atau
intelektual peserta didik, tetapi juga memperhatikan aspek
emosional, sosial, dan spiritual peserta didik. Hal ini bertujuan
untuk membangun peserta didik yang berkarakter, memiliki
kepekaan sosial, dan siap menghadapi tantangan di masa
depan.
Dalam konsep merdeka belajar, guru juga memiliki
peran yang berbeda dari konsep pembelajaran tradisional.
Guru tidak lagi berperan sebagai satu-satunya sumber
pengetahuan, tetapi sebagai fasilitator atau pemandu dalam
proses belajar peserta didik. Guru berperan membantu peserta
didik dalam menemukan sumber belajar dan memfasilitasi
peserta didik dalam mencapai tujuan belajarnya.
Pada intinya, konsep merdeka belajar memungkinkan
peserta didik untuk memiliki pengalaman belajar yang lebih
menyenangkan, bermakna, dan relevan dengan kebutuhan
mereka. Konsep ini bertujuan untuk membentuk peserta didik
yang mandiri, berkarakter, dan siap menghadapi tantangan di
masa depan.
Konsep Merdeka Belajar menekankan pentingnya
memberikan kemerdekaan pada guru untuk mengajar pada
level yang sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan siswa,
sehingga guru dapat menentukan sendiri level kurikulum yang
sesuai untuk siswa. Hal ini memungkinkan setiap siswa
mendapatkan pengalaman belajar yang optimal sesuai dengan
kemampuan dan minatnya. Dalam Merdeka Belajar, guru harus
berfungsi sebagai fasilitator yang menciptakan kondisi
menyenangkan bagi siswa untuk belajar. Guru harus memilih
metode dan media pembelajaran yang cocok untuk
menciptakan kegiatan belajar yang menyenangkan dan
terbebas dari perasaan tertekan.
Ada tiga prinsip utama Merdeka Belajar, yaitu: 1)
berpusat pada siswa, dimana siswa menjadi fokus utama dari
proses pembelajaran; 2) proses pembelajaran bersifat literasi,
artinya siswa didorong untuk menjadi lebih aktif dan kreatif

51
dalam memahami dan memanfaatkan informasi; dan 3) cita,
cara, dan cakupan belajar, artinya siswa didorong untuk
memiliki cita-cita dan tujuan belajar yang jelas, serta memilih
cara dan cakupan belajar yang sesuai untuk mencapai tujuan
tersebut.(Nofri Hendri, 2017).
Dengan menerapkan konsep Merdeka Belajar,
diharapkan siswa dapat belajar dengan lebih menyenangkan
dan efektif, serta dapat berkembang sesuai dengan potensi
masing-masing. Selain itu, Merdeka Belajar juga diharapkan
dapat mendorong terjadinya reformasi pendidikan yang lebih
menyeluruh.
Konsep Merdeka Belajar memberikan kebebasan pada
guru untuk mengajar pada level yang sesuai dengan murid,
termasuk kebebasan dalam memilih cara penyampaian
kurikulum atau cara mengajar. Dalam konsep Merdeka Belajar,
guru dianggap sebagai fasilitator yang menciptakan kondisi
menyenangkan bagi belajar siswa, sehingga guru harus
memiliki kemerdekaan berpikir terlebih dahulu agar bisa
menerapkan konsep Merdeka Belajar pada murid. Beberapa
kebebasan guru dalam Merdeka Belajar antara lain:
1. Kebebasan berinovasi: Guru memiliki kebebasan untuk
menggunakan model pembelajaran aktif, efektif, dan
efisien dalam mencapai tujuan pembelajaran.
2. Belajar dan mandiri: Guru diharapkan mampu
mengembangkan kreativitas dalam menyiapkan desain
pembelajaran, terampil dalam setiap keadaan, memiliki
sikap mandiri yang tidak hanya berbasis pada peraturan
yang berlaku, dan mampu menerjemahkan kurikulum
sebelum diajarkan ke siswa.
3. Kreatif: Guru diharapkan mampu menciptakan sesuatu
yang unik, menciptakan ide baru, fleksibel, mudah
bergaul, menyenangkan, dan suka melakukan eksperimen.
(Saleh, 2020)

52
Semua kebebasan yang diberikan pada guru dalam
Merdeka Belajar bertujuan untuk menciptakan kondisi
pembelajaran yang menyenangkan bagi murid, sehingga
mereka bisa belajar dengan lebih baik dan hasil belajar yang
dicapai lebih optimal.

Tabel 1. Kebijakan pendidikan nasional merdeka


(Kementerian Pendidikan dan Kebudayaaan, 2020)

Selain itu, terdapat empat upaya yang dilakukan oleh


Kemendikbudristek bersama masyarakat untuk memperbaiki
dan memajukan pendidikan Indonesia dalam waktu dekat agar
dapat mengejar ketertinggalan bangsa Indonesia dari negara
maju, yaitu:(Sudaryanto et al., 2020)
1 . Perbaikan infrastruktur dan teknologi: Upaya ini meliputi
perbaikan fasilitas fisik seperti gedung sekolah,
laboratorium, perpustakaan, dan sarana pendukung

53
lainnya. Selain itu, upaya ini juga mencakup pengembangan
teknologi informasi dan komunikasi (TIK) yang dapat
dimanfaatkan dalam pembelajaran, seperti penggunaan
komputer, internet, dan perangkat digital lainnya.
2 . Perbaikan kebijakan, prosedur, dan pendanaan serta
pemberian otonomi yang lebih luas bagi satuan pendidikan:
Upaya ini meliputi perbaikan kebijakan, prosedur, dan
pendanaan yang mendukung peningkatan kualitas
pendidikan. Selain itu, upaya ini juga meliputi pemberian
otonomi yang lebih luas bagi satuan pendidikan dalam
pengambilan keputusan yang berkaitan dengan
pembelajaran.
3 . Perbaikan kepemimpinan, masyarakat, dan budaya: Upaya
ini meliputi perbaikan kepemimpinan di lembaga
pendidikan, penguatan peran masyarakat dalam
pengembangan pendidikan, dan perbaikan budaya
pembelajaran. Dalam hal ini, kepemimpinan di lembaga
pendidikan perlu ditingkatkan agar dapat memimpin
dengan efektif dan mendorong inovasi. Selain itu, peran
masyarakat dalam pengembangan pendidikan perlu
ditingkatkan agar dapat mendukung proses pembelajaran
dan memperkuat hubungan antara lembaga pendidikan dan
masyarakat. Sementara itu, perbaikan budaya pembelajaran
meliputi pengembangan sikap belajar yang aktif, kreatif,
dan mandiri serta peningkatan kesadaran akan pentingnya
pendidikan.
4 . Perbaikan kurikulum, pedagogi, dan asesmen: Upaya ini
meliputi perbaikan kurikulum yang lebih relevan dengan
kebutuhan dunia kerja dan kebutuhan peserta didik,
pengembangan pedagogi yang lebih inovatif dan
berorientasi pada pembelajaran aktif dan kreatif, serta
pengembangan sistem asesmen yang lebih baik dan objektif
dalam menilai hasil belajar peserta didik.

54
Semua upaya ini harus dilakukan secara bersama-sama
oleh Kemendikbudristek, lembaga pendidikan, masyarakat,
dan pihak-pihak terkait lainnya agar dapat memperbaiki dan
memajukan pendidikan Indonesia dan mengejar ketertinggalan
dari negara maju.

C. Strategi Implementasi Kurikulum Merdeka Belajar di


Sekolah
Untuk memastikan keberhasilan program Merdeka
Belajar, perlu dilakukan langkah-langkah tertentu. Pertama,
diperlukan kebijakan yang terkait dengan proses belajar
mengajar, kebijakan guru berkualitas Merdeka, peningkatan
pembiayaan program pendidikan, dan kebijakan kurikulum
Merdeka Belajar. Kurikulum Merdeka Belajar diorientasikan
pada proses dan hasil yang berfokus pada konten dan sumber
belajar yang bersifat terbuka, namun tetap mempertahankan
tujuan nasional pendidikan. Langkah-langkah ini harus
dilakukan agar program Merdeka Belajar dapat berjalan
dengan baik. Zaharah dalam widodo (Widodo, 2021)
menjelaskan bahwa Merdeka Belajar membutuhkan
transformasi kurikulum sekolah yang lebih terdiversifikasi. Hal
ini dapat dicapai melalui beberapa cara, seperti:Penetapan
standar nasional oleh pemerintah yang kemudian dijabarkan
menjadi standar provinsi dan kabupaten/kota, serta perlu
diperbarui secara teratur.Program pendidikan harus beragam
untuk memenuhi kebutuhan nasional, seperti PPKN,
Pendidikan Agama, Bahasa Indonesia, Matematika, dan
Pendidikan Global, yang dapat menjadi alat pemersatu
bangsa.Literasi dan numerasi dasar harus menjadi inti dari
kurikulum sekolah untuk membangun kemampuan belajar
sepanjang hayat.Beban pelajaran dasar harus dikurangi
sebanyak mungkin dan dilakukan melalui pembelajaran
tematik.
Sebagian besar konten kurikulum sekolah harus terdiri
dari aplikasi literasi dalam kecakapan hidup (life skills) yang
sesuai dengan kebutuhan wilayah. Pemerintah daerah harus

55
diberikan wewenang dan kemampuan untuk menyusun
kurikulum tersebut. Sekolah harus diberikan kewenangan
untuk membuat menu pendidikan kecakapan hidup yang
dipilih secara individual dan harus dapat menjamin
pelaksanaannya.
Implementasi Kurikulum Merdeka harus didesain
dengan strategi yang baik, yang didasarkan pada pengalaman
dari implementasi kurikulum sebelumnya di Indonesia dan
negara lain. Strategi implementasi harus mempertimbangkan
kompleksitas konteks yang sistemik dan berfokus pada
kompetensi dan karakter peserta didik. Kurikulum Merdeka
juga harus mudah dipahami dan diimplementasikan, fleksibel,
selaras, bergotong royong, dan memperhatikan hasil kajian
serta umpan balik.
Karakteristik utama dari Kurikulum Merdeka Belajar
mencakup pembelajaran berbasis proyek, fokus pada materi
esensial, dan fleksibilitas guru dalam mengajar sesuai
kemampuan siswa dan muatan lokal. Kurikulum ini juga
mendukung pengembangan soft skills dan karakter peserta
didik seperti iman, taqwa, akhlak mulia, gotong royong,
kebhinekaan global, kemandirian, nalar kritis, dan kreativitas.
Semua ini dapat membantu memulihkan pembelajaran saat ini.
Selain itu Kurikulum Meredeka Belajar juga mempunyai
ciri-ciri berikut: (Kementerian Pendidikan dan Kebudayaaan,
2020).
1. Struktur Kurikulum
Profil Pelajar Pancasila (PPP) adalah konsep atau
gambaran tentang karakteristik siswa yang diharapkan
setelah menempuh pendidikan di sekolah. Konsep PPP ini
menjadi dasar atau pijakan dalam pengembangan
kurikulum yang meliputi Standar Isi, Standar Proses,
Standar Penilaian, Struktur Kurikulum, Capaian
Pembelajaran (CP), Prinsip Pembelajaran, dan Asesmen
Pembelajaran.

56
Ada tujuh tema utama yang menjadi fokus dalam
pengembangan profil pelajar Pancasila, yaitu pembangunan
diri, pemanfaatan kreativitas dan teknologi untuk
memajukan Negara Kesatuan Republik Indonesia,
keragaman yang disatukan dalam kesatuan, gaya hidup
yang berkelanjutan, kearifan lokal, kewirausahaan, dan
suara demokrasi.
Struktur Kurikulum baru yang diimplementasikan
berbasis PPP ini terdiri dari pembelajaran tatap muka
dengan guru dan kegiatan proyek yang bertujuan untuk
mengembangkan kompetensi siswa secara lebih baik. Setiap
sekolah diberikan kebebasan untuk mengembangkan
program kerja tambahan sesuai dengan visi misi dan
sumber daya yang dimiliki. Dengan demikian, diharapkan
setiap siswa dapat mencapai Capaian Pembelajaran (CP)
yang ditetapkan dalam profil pelajar Pancasila.

2. Capaian Pembelajaran (CP)


Kurikulum 2013 dan kurikulum darurat
menggunakan istilah KI (Kompetensi Inti) dan KD
(Kompetensi Dasar) sebagai kemampuan yang harus
dimiliki siswa setelah proses pembelajaran. Sedangkan pada
Kurikulum Paradigma Baru atau kurikulum merdeka
belajar, istilah yang digunakan adalah Capaian
Pembelajaran (CP). Capaian Pembelajaran terdiri dari
serangkaian pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang
membentuk kompetensi yang utuh dan terus berkembang.
Oleh karena itu, setiap penilaian atau asesmen yang
dilakukan oleh guru harus merujuk pada Capaian
Pembelajaran yang telah ditetapkan. Implementasi Capaian
Pembelajaran dapat dijelaskan melalui skema atau diagram
yang tersedia. Dengan mengadopsi konsep Capaian
Pembelajaran, diharapkan proses pembelajaran lebih fokus
pada pengembangan kompetensi siswa yang utuh dan terus
berkembang, serta memungkinkan guru untuk merancang
penilaian atau asesmen yang sesuai dan objektif.

57
Gambar 2. Alur Capaian Pembelajaran

3. Pelaksanaan proses pembelajaran


Pendekatan tematik pada Kurikulum prototipe tidak
hanya terbatas pada jenjang SD, tetapi juga bisa diterapkan
pada jenjang pendidikan lainnya. Namun, untuk kelas IV, V,
dan VI SD, pilihan untuk menggunakan pendekatan tematik
atau berbasis mata pelajaran terserah pada masing-masing
sekolah. Dalam hal ini, sekolah diberikan kebebasan untuk
menentukan metode pembelajaran yang paling sesuai untuk
siswa mereka di tingkat ini.

4. Jumlah Jam Pelajaran


Kurikulum Merdeka Belajar atau Kurikulum
Prototipe memperkenalkan fleksibilitas dalam pengaturan
jam pelajaran. Berbeda dengan Kurikulum 2013 yang
menetapkan jumlah jam pelajaran per minggu, Kurikulum
Merdeka Belajar menetapkan jumlah jam pelajaran per
tahun. Dengan demikian, setiap sekolah memiliki kebebasan
untuk menentukan waktu dan frekuensi pelaksanaan
kegiatan pembelajaran sesuai dengan kebutuhan dan
kondisi lokal di sekolah. Hal ini memberikan kesempatan
bagi setiap sekolah untuk menyesuaikan kurikulum dengan
kebutuhan siswa dan memaksimalkan sumber daya yang

58
tersedia. Misalnya, jika ada keterbatasan dalam jumlah guru
atau sarana dan prasarana, sekolah dapat mengatur waktu
dan cara mengajar mata pelajaran tertentu agar tetap
memenuhi standar yang ditetapkan.

5. Model Pembelajaran Kolaboratif


Kurikulum Prototipe memberikan kebebasan bagi
sekolah untuk mengembangkan model pembelajaran
kolaboratif antar mata pelajaran. Ini memungkinkan siswa
untuk mengintegrasikan pengetahuan dari berbagai disiplin
ilmu, dan mengembangkan kemampuan untuk berpikir
secara lintas disiplin. Selain itu, asesmen lintas mata
pelajaran juga didorong dalam kurikulum ini, dengan salah
satu contohnya adalah penilaian proyek sebagai bentuk
asesmen sumatif. Sekolah diharapkan untuk memberikan
kesempatan kepada siswa untuk melaksanakan penilaian
proyek minimal 2 kali dalam setahun di SD dan minimal 3
kali dalam setahun di SMP, SMA, dan SMK. Hal ini
bertujuan untuk menguatkan Profil Pelajar Pancasila, dan
membantu siswa mengembangkan kemampuan dalam
berkolaborasi, berpikir kritis, dan berinovasi.

6. Pelajaran Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK)


Kurikulum 2013 tidak lagi menempatkan TIK sebagai
mata pelajaran terpisah, tetapi memasukkan unsur-unsur
TIK ke dalam seluruh mata pelajaran. Namun, pada
Kurikulum prototipe, TIK kembali dijadikan sebagai mata
pelajaran tersendiri dan diajarkan mulai dari jenjang SMP.
Hal ini dikarenakan pentingnya kemampuan siswa dalam
memahami teknologi dan informasi di era digital saat ini.
Untuk guru yang tidak memiliki latar belakang TIK, mereka
dapat dilatih atau ditugaskan untuk mengajar Informatika
dengan bantuan buku panduan yang telah disediakan oleh
pemerintah. Diharapkan, dengan adanya mata pelajaran
Informatika ini, siswa dapat memiliki kemampuan yang

59
lebih baik dalam memanfaatkan teknologi dan informasi
secara efektif dan efisien.

7. Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam Sosial (IPAS)


Dalam Kurikulum baru, mata pelajaran IPA dan IPS
pada jenjang Sekolah Dasar Kelas IV,V, dan VI akan
digabung menjadi satu dan dinamai Mata Pelajaran Ilmu
Pengetahuan Alam Sosial (IPAS). Tujuan dari
penggabungan ini adalah agar siswa lebih siap dalam
mengikuti pembelajaran IPA dan IPS yang terpisah pada
jenjang SMP di masa depan. Sedangkan pada jenjang SMA,
peminatan atau penjurusan akan dilakukan kembali pada
kelas XI dan XII dengan memilih antara IPA, IPS, dan
Bahasa.
Dalam Kurikulum prototype ini, Kementerian
Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi memberikan
dukungan kepada sekolah berupa buku guru, modul ajar,
asesmen formatif, dan contoh pengembangan kurikulum
satuan pendidikan. Ini bertujuan untuk membantu guru dan
siswa dalam pelaksanaan pembelajaran. Modul ajar lebih
baik disiapkan oleh guru mata pelajaran masing-masing,
tetapi jika guru belum bisa menyusun modul sendiri,
mereka dapat menggunakan modul yang disiapkan oleh
Kementerian. Kurikulum ini akan dievaluasi pada tahun
2024 berdasarkan hasil pemulihan pembelajaran.

D. Proses Penerapan Pembelajaran pada Kurikulum Merdeka


Proses implementasi Kurikulum Merdeka Belajar di 10
sekolah penggerak di Kabupaten Sukabumi jika diringkas
meliputi beberapa tahapan, yaitu:
1. Penetapan Visi, Misi, dan Tujuan Pembelajaran
Tahapan ini bertujuan untuk menentukan arah dan
tujuan pembelajaran yang ingin dicapai oleh sekolah. Visi,
misi, dan tujuan pembelajaran yang jelas dan terukur akan
membantu sekolah dalam merencanakan kegiatan

60
pembelajaran yang efektif dan sesuai dengan kebutuhan
siswa.

2. Pengembangan Kurikulum
Setelah visi, misi, dan tujuan pembelajaran
ditetapkan, langkah selanjutnya adalah mengembangkan
kurikulum yang sesuai dengan karakteristik siswa dan
potensi yang dimiliki oleh sekolah. Pengembangan
kurikulum harus dilakukan dengan melibatkan seluruh
stakeholder, baik guru, siswa, maupun orang tua.

3. Pelatihan Guru
Pelatihan guru sangat penting dalam proses
implementasi Kurikulum Merdeka Belajar. Guru harus
memahami dengan baik kurikulum baru dan cara mengajar
yang efektif. Pada tahap ini, guru juga harus dilatih untuk
membuat rencana pembelajaran yang berorientasi pada
siswa dan berbasis pada kebutuhan pembelajaran.

4. Pelaksanaan Pembelajaran
Setelah semua persiapan dilakukan, kurikulum
merdeka belajar dapat diimplementasikan secara penuh di
sekolah. Pelaksanaan pembelajaran harus berfokus pada
siswa dan memungkinkan mereka untuk berpartisipasi aktif
dalam proses pembelajaran. Selain itu, guru juga harus
mampu menggunakan berbagai teknologi dan inovasi
dalam pembelajaran.

5. Evaluasi dan Pemantauan


Evaluasi dan pemantauan berkala sangat penting
dalam proses implementasi Kurikulum Merdeka Belajar.
Evaluasi dilakukan untuk mengevaluasi pencapaian
kompetensi siswa, sementara pemantauan dilakukan untuk
memastikan bahwa kurikulum dan metode pengajaran yang
diterapkan masih sesuai dengan kebutuhan siswa dan
sekolah.

61
Contoh Implementasi Kurikulum Merdeka Belajar di
Sekolah Penggerak di SMP Mardi Yuana Kabupaten
Sukabumi :
SMP Mardi Yuana Kabupaten Sukabumi
mengimplementasikan Kurikulum Merdeka Belajar dengan
fokus pada peningkatan keterampilan berbahasa Inggris
dan keterampilan teknologi informasi dan komunikasi
(TIK). Visi sekolah adalah menghasilkan siswa yang
memiliki keterampilan bahasa Inggris dan TIK yang tinggi
dan mampu bersaing di dunia global.
Setelah penetapan visi dan misi, sekolah
mengembangkan kurikulum yang berorientasi pada siswa
dan berbasis pada kebutuhan siswa. Guru-guru dilatih
untuk menggunakan berbagai teknologi dan inovasi dalam
pengajaran dan menggunakan buku-buku Informatika yang
disediakan oleh pemerintah untuk mengajar TIK.
Selain itu, sekolah juga memberikan pelatihan bahasa
Inggris yang intensif bagi siswa untuk meningkatkan
keterampilan bahasa Inggris mereka. Pada tahap
pelaksanaan pembelajaran, guru-guru menggunakan
pendekatan pembelajaran kolaboratif antara mata pelajaran,
dengan mengintegrasikan.

E. Daftar Pustaka
Alawi, D., Sumpena, A., Supiana, S., & Zaqiah, Q. Y. (2022).
Implementasi Kurikulum Merdeka Belajar Kampus
Merdeka Pasca Pandemi Covid-19. Edukatif : Jurnal Ilmu
Pendidikan, 4(4), 5863–5873.
https://doi.org/10.31004/edukatif.v4i4.3531

Angga, A., Suryana, C., Nurwahidah, I., Hernawan, A. H., &


Prihantini, P. (2022). Komparasi Implementasi
Kurikulum 2013 dan Kurikulum Merdeka di Sekolah
Dasar Kabupaten Garut. Jurnal Basicedu, 6(4), 5877–5889.
https://doi.org/10.31004/basicedu.v6i4.3149

62
Ihsan, M. (2022). Kesiapan Guru dalam Implementasi
Kurikulum Merdeka Belajar. Seri Publikasi Pembelajaran, 1,
37.
https://www.kompasiana.com/aufazakian0630/62a1bd
252098ab6c3265f015/kesiapan-guru-dalam-
implementasi-kurikulum-merdeka-belajar

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaaan. (2020). Buku Saku


Merdeka Belajar. 21(1), 1–9. http://journal.um-
surabaya.ac.id/index.php/JKM/article/view/2203

Moleong, J. L. (2013). Metode Penelitian Kualitatif Edisi Revisi. 32–


36.

Nofri Hendri. (2017). MERDEKA BELAJAR; ANTARA


RETORIKA DAN APLIKASI. Seminar Nasional: Jambore
Konseling 3, 00(00), XX–XX.
https://doi.org/10.1007/XXXXXX-XX-0000-00

Saleh, M. (2020). Merdeka Belajar di Tengah Pandemi Covid-19.


Prosiding Seminar Nasional Hardiknas, 1, 51–56.

Sherly, Dharma, E., & Sihombing, B. H. (2020). Merdeka Belajar


di Era Pendidikan 4.0. Merdeka Belajar: Kajian Literatur,
184–187.

Sudaryanto, S., Widayati, W., & Amalia, R. (2020). Konsep


Merdeka Belajar-Kampus Merdeka dan Aplikasinya
dalam Pendidikan Bahasa (dan Sastra) Indonesia. Kode:
Jurnal Bahasa, 9(2), 78–93.
https://doi.org/10.24114/kjb.v9i2.18379

Widodo, S. (2021). Implementasi Merdeka Belajar Di Era New


Normal Secara Daring Dengan Pembelajaran. Prosiding
Seminar Nasional, 412–421.

63
BAB
PERAN STAKEHOLDER DALAM

5
PENERAPAN KURIKULUM
MERDEKA PADA SEKOLAH
PENGGERAK

Oleh : Uce Gunawan, S.Ag, M.M

A. Pendahuluan
Tujuan nasional Negara Kesatuan Republik Indonesia
adalah untuk menyediakan sistem yang efektif dan efisien serta
meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pengambilan
keputusan. Pembagian kekuasaan dan urusan diarahkan
dengan undang-undang pemerintahan daerah di seluruh
wilayah Indonesia. Sinergi antara pemerintah pusat dan daerah
semakin meningkat, terutama dalam bidang pendidikan.
Pemerintah daerah dengan otonomi daerah memikul tanggung
jawab penuh atas pengelolaan sistem pendidikan dan politik
kabupaten/kota. (UUD 1945, 1945)
Kurikulum merdeka harus diadopsi oleh pemerintah
daerah baik provinsi maupun kabupaten atau kota dalam
bentuk pedoman agar daerah memiliki kesiapan dan
menjalankan sistem pendidikannya secara utuh. Kurikulum
harus dilaksanakan oleh guru yang berkualitas. Pemerintah
daerah bertanggung jawab untuk memandu penyiapan guru
yang lebih profesional untuk memimpin kurikulum merdeka.
(Vhalery et al., 2022)
Undang-undang menyatakan bahwa pemerintah dan
pemerintah daerah berkewajiban memberikan pelayanan dan
kemudahan serta menjamin pendidikan yang bermutu bagi
setiap warga negara tanpa diskriminasi. Instruktur dan guru
memiliki hak untuk pendapatan dan jaminan sosial yang

64
memadai, penghargaan berdasarkan tugas dan kinerja kerja,
pengembangan karir sesuai dengan persyaratan
pengembangan mutu, perlindungan hukum dalam pemenuhan
kewajiban dan hak atas hasil kekayaan intelektual, dan
kemampuan menggunakan sarana, prasarana, dan fasilitas
Instrukturan untuk mendukung kelancaran pelaksanaan tugas.
(UU RI NO 20, 2003)
Pemerintah kota bertanggung jawab atas kompetensi
bidang pendidikan, meliputi pendidikan usia dini, pendidikan
non formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Ada
enam bidang keahlian di bidang pendidikan, yaitu
Administrasi Pendidikan, Kurikulum, Akreditasi, Guru dan
Tenaga Kependidikan, Perizinan Pendidikan, serta Bahasa dan
Sastra. Pemerintah pusat bertanggung jawab sepenuhnya
untuk akreditas.

B. Peran Pemerintah Pusat dalam Penerapan Kurikulum


Merdeka di Sekolah Penggerak
Kurikulum mandiri adalah kebijakan pemerintah yang
disediakan oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset
dan Teknologi (Kemendikburistek) untuk mensinkronisasikan
arah politik sistem pendidikan dan dapat merespon tuntutan
zaman dengan lebih cepat. Kebijakan pengembangan
kurikulum mandiri ini memberikan opsi tambahan kepada
satuan pendidikan dan dikaitkan dengan implementasi learning
feedback tahun 2022-2024.
Kebijakan Kurikulum Nasional Kemendikbud bukanlah
harga mati untuk diterapkan pada sistem pendidikan
Indonesia, tetapi akan dievaluasi dan direvisi pada tahun 2024
berdasarkan penilaian learning recovery. Pada prinsipnya
pengembangan kurikulum dan pembaharuan isi dan arah
kurikulum sangat dinamis dalam kaitannya dengan
monitoring, perubahan dan respon. tantangan dan orientasi
pendidikan, serta aktivitas dan kekuatan Kurikulum
diprakarsai oleh Alexander Inglis dalam bukunya tahun
Principle of Secondary Education, yang menurutnya kurikulum

65
berfungsi sebagai bagian dari sistem penyampaian pendidikan
untuk mencapai tujuan pendidikan (Inglis, 2012):
1. Fungsi Integrasi
Kurikulum berperan sebagai perancang yang efektif untuk
menyatukan siswa menjadi individu yang utuh, dengan
fokus pada pemenuhan kehidupan sosial melalui
pendidikan.
2. Fungsi Persiapan
Kurikulum harus mempersiapkan siswa dengan modal atau
persiapan yang cukup untuk menghadapi tantangan hidup
yang lebih realistis dan persiapan menuju pendidikan
tinggi.
3. Fungsi Konfigurasi
Kurikulum harus dapat beradaptasi dengan perubahan di
lingkungan masyarakat, bersifat dinamis, dan berkaitan erat
dengan gagasan dan pedoman yang diterapkan dalam
kurikulum itu sendiri, sehingga memungkinkan anak-anak
Indonesia belajar dengan cepat dan menjawab tantangan
perkembangan zaman ilmiah yang pesat.
4. Fungsi Diferensiasi
Kurikulum harus mampu membedakan dan
mempersiapkan peserta didik yang kuat, dengan mengakui
perbedaan yang ada di antara siswa sebagai realitas
kehidupan.
5. Fungsi Diagnostik
Kurikulum harus memungkinkan setiap siswa memahami
dan mengontrol potensi dirinya sendiri, sehingga siswa
dapat terus menggali dan meningkatkan potensi diri
mereka, serta memperbaiki kerentanan mereka.
6. Fungsi Pemilihan
Kurikulum harus memberikan kesempatan bagi siswa untuk
memilih program pembelajaran yang sesuai dengan minat
dan kemampuan mereka masing-masing.

66
Dalam teks di atas, dijelaskan bahwa kegiatan kurikulum
sangat penting untuk diterapkan dalam akses terhadap sistem
politik dan kewenangan pemerintah daerah. Hal ini disebabkan
oleh kekuasaan dan potensi sumber daya serta personel,
struktur, dan infrastruktur yang dimiliki oleh pemerintah
daerah. Selain itu, pendanaan untuk kegiatan kurikulum juga
diwajibkan oleh hukum dan peraturan yang berlaku.
Dikatakan bahwa Kurikulum Mandiri lahir sebagai
jawaban atas salah satu kondisi yang dihadapi selama pandemi
COVID-19 yang menimbulkan banyak kendala dalam
pembelajaran di satuan pendidikan. Sebelum pandemi,
Kurikulum 2013 adalah satu-satunya kurikulum yang
digunakan di satuan pengajaran. (Widodo, 2021).
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan
Teknologi menerbitkan pedoman penggunaan kurikulum 2013,
kurikulum mendesak, dan kurikulum merdeka untuk
menggerakkan sekolah dan SMK satuan atas. Pada masa pra
pandemi, Kemendikbud mengeluarkan pedoman cara
penggunaan kurikulum 2013, kemudian kurikulum 2013
disederhanakan menjadi kurikulum darurat untuk lebih mudah
mengelola satuan pengajaran dengan materi yang diperlukan.
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan
Teknologi mengeluarkan arahan bahwa sekolah yang belum
siap menggunakan kurikulum merdeka dapat tetap
menggunakan kurikulum 2013 sebagai dasar pengelolaan
pembelajaran. Namun, kurikulum merdeka tetap menjadi
pilihan bagi semua satuan pendidikan yang siap
menerapkannya.
Kurikulum merdeka tidak dilaksanakan secara serentak
dan massal, yang sejalan dengan kebijakan Kementerian
Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi.
(Kemendikburistek), yang menawarkan fleksibilitas dalam sesi
Latihan mengimplementasikan kurikulum. Beberapa program
yang mendukung implementasi Kurikulum Merdeka (IKM)
adalah Program Sekolah Penggerak (SP) dan Sekolah
Menengah Kejuruan Pusat Kompetensi (SMK-PK), dimana

67
Kemendikbud mendukung implementasi Kurikulum Merdeka
(KM) . dalam program Pengalaman dari kedua kegiatan ini
yang baik untuk implementasi WM, sehingga menjadi praktik
yang baik dan konten pembelajaran tentang implementasi WM
di SP/SMK-PK diketahui dengan baik dan dapat menjadi
pelajaran bagi satuan pendidikan lainnya. (Vhalery et al., 2022)
Dukungan dari Kemendikbud dalam pelaksanaan KM
adalah memberikan dukungan untuk pembelajaran dan
pendataan pelaksanaan KM jalur mandiri. Dukungan ini
menarik minat dari satuan pendidikan yang ingin melakukan
KM mandiri dan mendapatkan dukungan pembelajaran dari
Kemendikbud. Hal ini memungkinkan guru, kepala sekolah,
pengawas sekolah, dan pemangku kepentingan lainnya untuk
secara mandiri menyelenggarakan kegiatan pertukaran praktik
baik dalam bentuk seminar atau workshop.
Informasi ini diperoleh dari hasil pendataan yang
dilakukan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
tentang kesiapan instruktur dan cara implementasi KM
mandiri. Pendidikan didukung dengan baik oleh Kemendikbud
di bidang riset dan teknologi dalam mengimplementasikan KM
jalur mandiri.
Selain peran pemerintah pusat dan daerah, komite
sekolah sebagai pemangku kepentingan secara positif
memajukan sekolah Indonesia dengan memperkuat dan
mengembangkan partisipasi masyarakat dalam pendidikan dan
membangun pendidikan di satuan pendidikan (Juli Iswanto,
2022).
Komite sekolah sebagai wujud keterlibatan masyarakat
dalam pendidikan sangat besar pengaruhnya dalam
pengelolaan lembaga pendidikan. Peran komite sekolah dapat
berimplikasi pada terjaminnya eksistensi dan keberlangsungan
lembaga sekolah karena masyarakat melalui komite sekolah
dapat mengevaluasi dan mengontrol dengan lebih baik
program-program yang dilaksanakan oleh sekolah. Kemudian
masyarakat juga akan lebih peduli dan mendukung program
sekolah agar lebih bermanfaat bagi masyarakat, termasuk

68
mendukung sumber daya keuangan dan pembangunan fisik
sekolah. Peran komite sekolah sebagai pembayar diwujudkan
dalam bentuk mempertimbangkan penyediaan dan
penggunaan sarana dan prasarana yang dibutuhkan oleh
sekolah. Komite sekolah juga meninjau penggunaan dan
peruntukan anggaran sekolah atau dana yang diperoleh dan
memberikan masukan terhadap Rancangan Anggaran
Pendapatan dan Belanja (RAPBS) sekolah.
Peran kepala sekolah dalam mengontrol alokasi
anggaran untuk pelaksanaan program sekolah dan mengontrol
partisipasi sekolah dalam program sekolah. Sebagai bagian dari
transparansi, komite sekolah juga berpartisipasi dalam
pemanfaatan sumber daya pendidikan pusat agar lebih
bertanggung jawab. (Tri Rohayati, Sudjarwo, 2014).
Anggota masyarakat dapat mengontrol partisipasi
masyarakat secara langsung melalui lembaga seperti komite
sekolah sebagai badan mandiri yang dibentuk dan berperan
dalam peningkatan mutu layanan pendidikan dengan
mempertimbangkan, mengarahkan dan mendukung tenaga,
sarana dan prasarana serta pengawasan pendidikan. Keduanya
tentu dapat mendukung terciptanya layanan pembelajaran
yang berkualitas optimal dan berpengaruh terhadap
pencapaian hasil belajar siswa sebagai hasil dari persekolahan.
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa organisasi
pendidikan dapat berfungsi dengan baik dan lancar dalam
mencapai tujuan pendidikan bila masyarakat mendukungnya.
Dukungan masyarakat melalui komite sekolah
memberikan dampak penting bagi peningkatan mutu
pendidikan, karena komite sekolah dapat memberikan
masukan dan memantau pelaksanaan pendidikan di sekolah.

69
C. Peran Pemerintah Daerah dalam Implementasi Kurikulum
Merdeka di Sekolah Penggerak
Bidang pendidikan termasuk dalam mata pelajaran
pemerintahan serentak. Artinya kewenangan itu berlaku hal-
hal yang berkaitan dengan pendidikan dibagi antara negara
dan ketatanegaraan, keberadaan peraturan tersebut tentunya
harus dilaksanakan dan dilaksanakan dilaksanakan sesuai
dengan prinsip tanggung jawab, efisiensi, dan kepentingan
nasional, khususnya penyelenggaraan sistem pendidikan di
negara dan kabupaten/kota. Masalah kurikulum yang
termasuk dalam penelitian kebijakan pendidikan adalah hasil
kebijakan turunan dari penyelenggaraan negara di bidang
pendidikan meningkatkan keterampilan siswa dan sekolah
untuk mencapai pendidikan termasuk salah satu masalah wajib
pemerintah diselenggarakan oleh pemerintah daerah yang akan
dijelaskan kemudian keterikatan peruntukan usaha melalui
peruntukan usaha bidang administrasi. (Juli Iswanto, 2022).
Dalam bidang pendidikan terdapat hubungan yang
berkompeten antara pusat dan daerah, yang dalam hal ini
adalah pembagian tugas di bidang pendidikan, yang tujuannya
tentu untuk meningkatkan mutu pendidikan di daerah,
misalnya. Penguasaan kearifan lokal serta pelaksanaan
pendidikan diharapkan merata di daerah terpencil. Untuk
mendukung hal tersebut, perlu dibangun suatu hubungan
pemerintah pusat dengan pemerintah daerah, dengan daerah
provinsi memiliki kewenangan untuk melaksanakan
manajemen pendidikan menengah. Dalam hubungan
ini diketahui bahwa dalam UU Pemda Tahun 2004,
penyelenggaraan pendidikan menengah dikelola oleh
pemerintah kota atau pemerintah provinsi kota, namun saat ini
berdasarkanUU Pemda tahun 2014, pengelolaan pendidikan
menengah menjadi tanggung jawab. dari pemerintah daerah
provinsi.
Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan (SPMP) adalah
upaya pemerintah untuk meningkatkan kualitas layanan
pendidikan. SPMP melibatkan berbagai pihak, seperti satuan

70
pendidikan, pengelola pendidikan, pemerintah daerah, badan,
dan masyarakat, yang bekerja secara terpadu dan sistematis
untuk mencerdaskan kehidupan bangsa melalui pendidikan.
Dalam Permendiknas No. 63 Tahun 2009, disebutkan bahwa
Penjaminan Mutu Pendidikan meliputi kegiatan
pengembangan standar pendidikan, penilaian dan evaluasi,
pemantauan dan pengawasan, serta tindak lanjut dan
perbaikan. SPMP bertujuan untuk meningkatkan kualitas
pendidikan melalui peningkatan kualitas proses pembelajaran,
kualitas lulusan, dan kualitas pengelolaan satuan pendidikan.
Menurut UU Sistem Pendidikan 20 tahun 2003, negara
bagian dan kotamadya memiliki beberapa tanggung jawab
kebijakan pendidikan. Oleh karena itu pemerintah negara dan
administrasi negara memiliki tugas dan tanggung jawab yang
jelas di bidang pendidikan. Fokus pemerintah daerah dalam hal
yang berkaitan dengan kurikulum gratis dapat digambarkan
sebagai berikut (UU RI NO 20, 2003):
1. Pendanaan Kurikulum Merdeka
Pendidikan memiliki peran penting dalam
menciptakan sumber daya manusia yang unggul dan
berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi dan perbaikan
sistem sosial dan kehidupan masyarakat. Teori modal
manusia menjelaskan bahwa investasi pada pendidikan
akan meningkatkan kemampuan individu dan pada
gilirannya akan berdampak positif pada pertumbuhan
ekonomi.
Dalam hal pembiayaan pendidikan, prinsip keadilan,
kesesuaian, dan keberlanjutan harus diperhatikan. Pasal 47
ayat 1 dan 2 UU Sisdiknas menegaskan bahwa sumber daya
yang ada harus digunakan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Sementara Pasal 49
ayat 1, 2, 3, dan 4 UU Sisdiknas menetapkan alokasi dana
pendidikan minimal 20% dari APBN dan anggaran
pendapatan dan belanja daerah.

71
Dalam pelaksanaan kurikulum merdeka, pemerintah
negara bagian harus melakukan perencanaan dan
pencatatan yang sistematis dan komprehensif tentang
penilaian kebutuhan sekolah, staf guru, peserta Instruktur,
dan pembiayaan infrastruktur pendukungnya. Ini akan
memastikan pengembangan kurikulum mandiri yang efektif
dan berhasil dalam mencapai tujuan pendidikan yang
diinginkan.

2. Memfasilitasi guru dan tenaga kependidikan dalam


kurikulum merdeka
IImplementasi kurikulum mandiri di Indonesia tidak
dilaksanakan secara serentak dan massal, melainkan
memberikan fleksibilitas kepada satuan pendidikan untuk
menyesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan lokal. Hal ini
sesuai dengan kebijakan Kementerian Pendidikan,
Kebudayaan, Riset, dan Teknologi yang mendorong adanya
pengembangan kurikulum yang berbasis pada karakteristik
dan potensi daerah setempat. Kurikulum mandiri bukanlah
satu-satunya solusi untuk meningkatkan kualitas
pendidikan, namun dapat menjadi salah satu cara untuk
menyesuaikan pendidikan dengan kondisi dan kebutuhan
lokal, serta menyiapkan siswa untuk menghadapi tuntutan
dan tantangan globalisasi sistem pendidikan.

3. Pengembangan kurikulum mandiri berbasis kearifan


lokal
Kebijakan pendidikan harus berbasis pada kearifan
lokal yang sesuai dengan kemajuan daerah dan otonomi
daerah. Pemerintah daerah memiliki kewenangan untuk
mengatur urusan pendidikan di daerah, termasuk arah
pembangunan kurikulum yang berbasis keunggulan lokal.
Muatan lokal juga harus dimasukkan ke dalam kurikulum
untuk pendidikan dasar dan menengah, sesuai dengan Pasal
37(1)(j). (UU RI NO 20, 2003)

72
Penyelenggaraan satuan pendidikan informal juga
menjadi tanggung jawab DPR, pemerintah daerah, dan/atau
pemerintah kota, sesuai dengan Pasal 50(6) UU RI No. 20
tahun 2003. Penyusunan rencana pembangunan jangka
menengah oleh pemerintah pusat dan daerah juga harus
memperhatikan kebijakan dan arah pembangunan
kurikulum yang berbasis kearifan lokal.
Dengan mengembangkan dan memajukan kemajuan
daerah melalui potensi sumber daya lokal, konsep
pembangunan sumber daya lokal dapat ditransformasikan
menjadi kerangka konseptual dan kebijakan arah kurikulum
yang sesuai dengan amanat pemerintah daerah. Sehingga,
pengembangan kurikulum berbasis kearifan lokal yang
mampu mengembangkan dan memajukan kemajuan daerah
dapat tercapai.
Sebagai contoh, SMP AL-HUSNA Sukabumi bekerja
sama dengan pemerintah setempat dalam proyek
pembangunan rumah adat sebagai pengenalan budaya
setempat.

4. Kebijakan guru untuk menerapkan kurikulum merdeka


Pemerintah pusat dan daerah mempunyai kewajiban
untuk melatih dan mengembangkan staf pengajar di unit
pendidikan yang diselenggarakan oleh negara bagian dan
masyarakat. Hal ini sangat penting karena guru merupakan
faktor utama dalam pelaksanaan kurikulum dan
peningkatan mutu pendidikan.
Guru sebagai pelaksana kurikulum memiliki peran
yang sangat penting dalam mengembangkan dan
mengimplementasikan kurikulum mandiri. Guru harus
memiliki kompetensi dan kemampuan yang memadai
dalam mengimplementasikan kurikulum mandiri, sehingga
kurikulum yang disusun dapat dilaksanakan dengan baik
dan mencapai tujuan yang diharapkan.

73
Selain itu, pemerintah dan pemerintah daerah juga
harus memastikan bahwa guru terus menerus diberikan
pelatihan dan pengembangan agar mereka terus
meningkatkan kompetensi dan kualitas dalam
mengimplementasikan kurikulum. Dengan demikian,
kurikulum mandiri dapat terus ditingkatkan dan mampu
mencapai tujuan pendidikan yang bermutu.

D. Peran Komite Sekolah dalam Pelaksanaan Kurikulum


Merdeka di Sekolah Penggerak
Sebelum adanya reformasi, kerjasama antara orang tua
dan sekolah digabungkan dalam lembaga POMG (Parents-
Students-Teachers-Association). Pada tahun 1993, POMG
menjadi Badan Penunjang Penyelenggaraan Pendidikan (BP3).
Kemudian BP3 lebih berperan dan menjalankan tugasnya
dalam bentuk penggalangan dana untuk sekolah atau
perspektif keuangan. (Tri Rohayati, Sudjarwo, 2014)
Konsep komite sekolah telah diluncurkan secara resmi
sejak tahun 2002 oleh menteri pendidikan. Proses pembentukan
Komite Pendidikan dan Komite Sekolah adalah nomor
Kepmendikna 044/U/2002 tentang Komite Pendidikan dan
Komite Sekolah. Salah satu landasan hukum pengangkatan
Mendiknas adalah Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2000
tentang Program Pembangunan Nasional 2001-2005 (Mulyono,
Wahyu, 2014) . Komite sekolah sebagai lembaga mandiri di luar
struktur organisasi sekolah, sering disebut sebagai organisasi
non struktural, tetapi sebagai mitra sekolah merupakan bagian
yang tidak terpisahkan dari sekolah (Sukirno, 2006). Komite
sekolah berkedudukan pada satuan pendidikan sekolah pada
semua jenjang pendidikan, mulai dari pendidikan dasar sampai
pendidikan menengah, pada lembaga pendidikan negeri dan
swasta, dengan tujuan (1) akomodatif. Menyalurkan upaya
dan inisiatif masyarakat untuk membuat kebijakan dan
program Instrukturan ke dalam sesi Instrukturan; (2)
memperkuat tanggung jawab dan peran masyarakat dalam
penyelenggaraan pendidikan; (3). Mewujudkan suasana dan

74
kondisi penyelenggaraan dan penyelenggaraan pendidikan
yang transparan, akuntabel, dan demokratis di satuan
pendidikan. (Nilawati, 2014).
Sebagai lembaga yang terlibat dalam partisipasi dan
kegiatan Pengelolaan sekolah sesuai dengan tugas dan
tanggung jawabnya, yaitu. perencanaan, pelaksanaan dan
evaluasi program sekolah. Dengan partisipasi tersebut, komite
sekolah dapat berkontribusi dalam peningkatan manajemen
pendidikan yang transparan dan bertanggung jawab.
(Maryono, 2018).
Komite sekolah sebagai lembaga independen dan non-
hierarkis secara struktural tidak berada di bawah orang-orang
yang memiliki tugas struktural di luar dirinya. Komite sekolah
merupakan subyek manusia yang mandiri hanya terhadap
peraturan dan ketentuan yang dikembangkan sendiri (Irawan
et al., 2021). Oleh karena itu, peran strategis komite sekolah
adalah ikut serta dalam pembangunan pendidikan sekolah
dengan berperan sebagai organisasi yang benar-benar dapat
mengadaptasi dan menyalurkan keinginan dan prakarsa
masyarakat untuk membuat kebijakan dan program
pendidikan sekolah, serta menciptakan suasana. . dan kondisi
menciptakan. yang transparan, akuntabel, dan demokratis
dalam penyelenggaraan dan pengawasan pendidikan
berkualitas di sekolah.
Partisipasi masyarakat sangat penting dalam
penyelenggaraan pendidikan. Melibatkan masyarakat dalam
perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi program
pendidikan dapat meningkatkan kualitas dan relevansi
pendidikan yang diselenggarakan. Komite Sekolah merupakan
salah satu cara untuk melibatkan masyarakat dalam
pengelolaan dan pengembangan sekolah. Sebagai lembaga
mandiri, komite sekolah memiliki tugas dan tanggung jawab
untuk mendukung pengembangan mutu sekolah melalui
partisipasi dan kolaborasi dengan pimpinan sekolah. Dengan
demikian, peran masyarakat dalam pendidikan tidak hanya

75
terbatas pada memperoleh layanan pendidikan, tetapi juga
berperan dalam memajukan pendidikan secara keseluruhan.
Melalui partisipasi aktif dan terlibat dalam komite
sekolah, masyarakat dapat memberikan masukan dan
kontribusi yang berharga dalam perencanaan, pelaksanaan,
dan evaluasi program pendidikan. Dengan demikian, komite
sekolah menjadi salah satu wadah penting dalam mendorong
partisipasi masyarakat dalam pendidikan, sehingga tujuan
pendidikan yang lebih baik dapat dicapai dengan dukungan
dari semua pihak. (Irawan et al., 2021).
Pasal 54 dan 56 UU Sisdiknas No. 20 Tahun 2003 secara
jelas menegaskan peran serta masyarakat dalam pendidikan,
terutama dalam hal partisipasi dalam penyelenggaraan dan
pengendalian mutu layanan pendidikan. Masyarakat dapat
berperan sebagai sumber, pelaksana, dan pengguna hasil
instruksi, serta berpartisipasi dalam perencanaan, pemantauan,
dan evaluasi program pendidikan melalui komite pendidikan
dan komite sekolah. Melalui partisipasi aktif masyarakat,
diharapkan dapat tercipta sinergi dalam meningkatkan kualitas
layanan pendidikan dan mencapai tujuan pendidikan nasional..
(UU RI NO 20, 2003)
Selain itu, keterlibatan masyarakat dalam pendidikan
juga dapat dilakukan melalui partisipasi dalam pembuatan
kebijakan pendidikan. Pasal 23 UU Sisdiknas No. 20 Tahun
2003 menyatakan bahwa kebijakan pendidikan nasional
ditetapkan dengan memperhatikan pendapat dan aspirasi
masyarakat, dan selanjutnya diimplementasikan oleh
pemerintah dan lembaga pendidikan. Masyarakat dapat
memberikan masukan dan saran dalam proses pembuatan
kebijakan pendidikan melalui berbagai mekanisme partisipatif
seperti rapat konsultasi, diskusi publik, survei, dan lain-lain.
Melalui partisipasi yang aktif, masyarakat dapat membantu
pemerintah dan lembaga pendidikan dalam menyusun
kebijakan pendidikan yang lebih responsif terhadap kebutuhan
masyarakat dan meningkatkan mutu layanan pendidikan
secara keseluruhan.

76
Nilawati (2014) mengemukakan bahwa komite sekolah
bertanggung jawab sekurang-kurangnya pada 5 (lima) tugas
pokok dalam mewujudkan sekolah bermutu sebagai bagian
dari pendidikan sekolah, yaitu (1) komite sekolah berkomitmen
untuk bekerjasama. dan kemitraan dengan berbagai pemangku
kepentingan, baik industri, dunia usaha maupun pemerintah;
(2) dalam pengembangan komite sekolah, semua bagiannya
harus peka untuk mempertimbangkan aspirasi, gagasan, dan
tuntutan yang disampaikan oleh masyarakat, terutama dalam
rangka peningkatan mutu pendidikan; (3) Panitia Sekolah
bersama orang tua, masyarakat menjadi garda terdepan dalam
mendukung program peningkatan mutu pendidikan yang
dijalankan oleh kepala sekolah dan jajarannya; (4) Dalam
penyelenggaraan pendidikan sekolah, peran komite sekolah
sebagai penggalang dana sangat sentral dalam jalannya
pembelajaran. Pembiayaan merupakan salah satu faktor
penunjang peningkatan mutu pendidikan; dan (5) otoritas
sekolah sebagai mitra sejajar sekolah harus mengevaluasi dan
mengontrol jalannya program pembelajaran dan
pengembangan sekolah. (Nilawati, 2014).
Sebagai contoh program pengelolaan sampah dengan
tema zero waste di sekolah didukung penuh oleh komite sekolah
seperti yang telah dilaksanakan di SMPN 2 Cikembar, SMPN 1
Bantar Gadung dan SMP Mardi Yuana.
Selain itu ada program hidroponik dan aquaponik serta
pengolahan hasil pertanian sekitar yang juga didukung penuh
oleh komite sekolah seperti yang telah dilakukan di SMPN 1
Bantar Gadung, SMP AL-Husna, SMP AL-Kholifah, dan SMP
Asy-Syafiiyah.

77
E. Daftar Pustaka
Inglis, A. (2012). Principle of Secondary Education.

Irawan, E., Nurhadi, N., & Yuhastina, Y. (2021). Peran komite


sekolah dalam meningkatkan mutu pendidikan: Studi
pada SMP Negeri 1 Surakarta. Jipsindo, 8(1), 15–28.
https://doi.org/10.21831/jipsindo.v8i1.38533

Juli Iswanto, F. A. (2022). Merdeka Belajar. International Journal


of Islamic Education, Research and Multiculturalism
(IJIERM), 3(3), 157–171.
https://doi.org/10.47006/ijierm.v3i3.90

Maryono, M. (2018). Akuntabilitas Sekolah; Suatu Upaya


Meningkatkan Mutu Pendidikan Madrasah. Paramurobi:
Jurnal Pendidikan Agama Islam, 1(1), 29–41.
https://doi.org/10.32699/paramurobi.v1i1.176

Moleong, J. L. (2013). Metode Penelitian Kualitatif Edisi Revisi. 32–


36.

Mulyono, Wahyu, P. (2014). Peran komite sekolah dalam


penyelenggaraan pendidikan SMK di Kabupaten
Lamongan, Jawa Timur. Jurnal Pendidikan Vokasi, 4(3),
391–404. https://doi.org/10.21831/jpv.v4i3.2562

Nilawati, N. (2014). KOMITE SEKOLAH DAN MUTU


PENDIDIKAN (Mewujudkan Pendidikan Berbasis Sekolah).
April.

Tri Rohayati, Sudjarwo, R. R. (2014). Pengaruh Kepemimpinan


Kepala Sekolah dan Peran Komite Sekolah Terhadap
Kinerja Guru SMPN di Kecamatan Tulang Bawang
Tengah Kabupaten Tulang Bawang Barat. Jurnal
Manajemen Mutu Pendidikan, 2, 1–9.
http://jurnal.fkip.unila.ac.id/index.php/JMMP/article/
view/7588/4478

78
UU RI NO 20. (2003). Presiden republik indonesia. Undang-
Undang Tentang Sistem Pendidikan Nasional, 1, 1–5.
https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&s
ource=web&cd=1&cad=rja&uact=8&ved=2ahUKEwjWxr
Keif7eAhVYfysKHcHWAOwQFjAAegQICRAC&url=htt
ps%3A%2F%2Fwww.ojk.go.id%2Fid%2Fkanal%2Fpasar-
modal%2Fregulasi%2Fundang-
undang%2FDocuments%2FPages%2Fundang-undang-
nomo

UUD 1945. (1945). Undang - Undang Dasar RI 1945. 105(3), 129–


133.
https://webcache.googleusercontent.com/search?q=cac
he:BDsuQOHoCi4J:https://media.neliti.com/media/pu
blications/9138-ID-perlindungan-hukum-terhadap-anak-
dari-konten-berbahaya-dalam-media-cetak-dan-
ele.pdf+&cd=3&hl=id&ct=clnk&gl=id

Vhalery, R., Setyastanto, A. M., & Leksono, A. W. (2022).


Kurikulum Merdeka Belajar Kampus Merdeka: Sebuah
Kajian Literatur. Research and Development Journal of
Education, 8(1), 185.
https://doi.org/10.30998/rdje.v8i1.11718

Widodo, S. (2021). Implementasi Merdeka Belajar Di Era New


Normal Secara Daring Dengan Pembelajaran. Prosiding
Seminar Nasional, 412–421.

79
BAB ANALISIS KESENJANGAN

6
SEKOLAH DALAM
IMPLEMENTASI
KURIKULUM MERDEKA

Oleh : Margono, S.H, M.M & Ida Farida Fitriyani, S.Ag. MM.
M.Kes.

A. Pendahuluan
Secara umum, teks tersebut menjelaskan perubahan
fungsi sekolah dari awalnya sebagai tempat anak-anak bermain
dan bersenang-senang menjadi lembaga pendidikan yang
penuh dengan kegiatan belajar mengajar yang berkarakter.
Dalam perkembangannya, kata "sekolah" kini memiliki arti
sebagai bangunan atau lembaga belajar mengajar dan tempat
memberi serta menerima pelajaran. (Abdul hakim, 2020),
Dalam kebanyakan kasus, setiap sekolah dipimpin oleh
seorang kepala sekolah dan dibantu oleh wakil kepala sekolah.
Bangunan sekolah dibangun di atas lahan yang tersedia untuk
memanfaatkan ruangan lain yang diperlukan untuk proses
belajar mengajar. Ketersediaan fasilitas sekolah juga
memainkan peran penting dalam pelaksanaan proses
pendidikan, karena fasilitas yang memadai dapat membantu
memperbaiki kualitas pengajaran dan pembelajaran.
Setelah rumah, sekolah juga bisa dikatakan sebagai
rumah kedua bagi keluarga. Kenapa disebut rumah kedua?
Karena, hal-hal positif yang selalu diharapkan di rumah
ditarnsmisikan di sekolah melalui harapan orangtua dari pihak
sekolah, dimana mereka percaya dapat membantu orangtua
membentuk putra putrinya.

80
Pada tataran implementasi, sekolah harus memiliki
kurikulum yang memandu bagaimana berproses agar siswa
berkembang, berkualitas, berwawasan luas, berkompeten
pemahaman, dan berkarakter berdasarkan profil siswa
pancasila. Pada fase kurikulum saat ini, Nadiem Makarim
menawarkan ide baru yaitu Kurikulum Merdeka yang
menganalisis imlementasi Kurikulum 2013. Karena kekurangan
dalam pelaksanaan kurikulum sebelumnya, maka dibuatlah
Kurikulum Merdeka. Dengan harapan, kurikulum ini dapat
menjawab tantangan zaman dan kebutuhan siswa saat ini dan
yang akan datang.(Sherly et al., 2020)
Setelah kurang lebih satu tahun menerapkan kurikulum
merdeka disekolah yang berbeda, terlihat bahwa sekolah-
sekolah penggerak yang menerapkan kurikulum merdeka
masih memiliki kekurangan dan kelebihan tiap sekolah. Oleh
karena itu, perlu dilakukan Analisa perbedaan antara sekolah
penggerak saat menerapkan kurikulum merdeka.

B. Konsep Kurikulum Merdeka


Kurikulum Merdeka Belajar adalah suatu program yang
dikembangkan oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan,
Riset, dan Teknologi untuk mengatasi krisis belajar yang telah
lama terjadi dan semakin memburuk akibat pandemi. Krisis ini
ditandai dengan rendahnya hasil belajar siswa, terutama pada
keterampilan dasar seperti membaca, dan adanya perbedaan
kualitas belajar yang lebar antara wilayah dan kelompok sosial-
ekonomi. (Widodo, 2021)
Meskipun memperbaiki kurikulum tidak akan cukup
untuk memulihkan sistem pendidikan dari krisis belajar,
namun kurikulum masih memainkan peran penting.
Kurikulum memiliki dampak besar pada apa yang guru
ajarkan dan bagaimana materi disampaikan. Oleh karena itu,
kurikulum yang dirancang dengan baik dapat memotivasi dan
memfasilitasi guru untuk mengajar dengan lebih baik.

81
Namun, pemulihan sistem pendidikan juga memerlukan
upaya lain seperti peningkatan kapasitas guru dan kepala
sekolah, pendampingan bagi pemerintah daerah, perbaikan
sistem penilaian, peningkatan infrastruktur, dan pemerataan
keuangan.
Oleh karena itu, Kurikulum Merdeka Belajar adalah
salah satu langkah yang penting dalam rangka memperbaiki
pendidikan di Indonesia, namun tidak cukup sendirian dan
harus dikombinasikan dengan berbagai upaya lain untuk
mencapai tujuan yang diinginkan.
1. Konsep Kurikulum Merdeka Belajar
Kurikulum Merdeka Belajar mengutamakan
pembelajaran yang berbasis proyek untuk mengembangkan
keterampilan interpersonal dan karakter yang sesuai dengan
nilai-nilai Pancasila.
Kurikulum ini memprioritaskan hal-hal yang penting
sehingga siswa memiliki waktu untuk meningkatkan
pemahaman pada keterampilan dasar seperti membaca dan
berhitung.(Sudaryanto et al., 2020)
Dalam Kurikulum Merdeka Belajar, guru memiliki
fleksibilitas untuk menciptakan pembelajaran yang
disesuaikan dengan kemampuan siswa, sehingga dapat
memaksimalkan potensi belajar setiap siswa.

2. Kelebihan Kurikulum Merdeka


Kurikulum Merdeka Belajar adalah suatu inovasi
dalam sistem pendidikan Indonesia yang memiliki beberapa
keunggulan dan kelebihan yang bisa dijelaskan secara
terperinci, antara lain (Sherly et al., 2020) :
a. Mendorong Pembelajaran Aktif
Kurikulum Merdeka Belajar didesain untuk
mempromosikan pembelajaran aktif dan
mengembangkan keterampilan siswa secara kreatif dan
inovatif. Dalam pembelajaran berbasis proyek, siswa
diharapkan dapat memahami konsep-konsep dan
menerapkannya dalam situasi nyata sehingga dapat

82
meningkatkan kemampuan pemecahan masalah,
keterampilan komunikasi, dan kolaborasi.
b. Menumbuhkan Karakter yang Berkualitas
Kurikulum Merdeka Belajar juga menekankan
pengembangan karakter siswa yang berkualitas. Hal ini
tercermin dari pengintegrasian nilai-nilai Pancasila
dalam proses pembelajaran, sehingga siswa dapat
memahami nilai-nilai yang penting dan menerapkannya
dalam kehidupan sehari-hari.
c. Mengembangkan Keterampilan Soft Skill
Kurikulum Merdeka Belajar mengintegrasikan
pengembangan keterampilan soft skill seperti kreativitas,
kritis, dan kolaborasi pada pembelajaran. Dalam
pembelajaran berbasis proyek, siswa diharapkan dapat
mengembangkan keterampilan tersebut sehingga dapat
mempersiapkan diri menghadapi tuntutan dunia kerja di
masa depan.
d. Meningkatkan Kualitas Pembelajaran
Kurikulum Merdeka Belajar memberikan
fleksibilitas bagi guru untuk menciptakan pembelajaran
yang berdiferensiasi sesuai dengan kemampuan siswa.
Hal ini dapat membantu guru memahami perbedaan
kemampuan siswa dan memberikan materi yang tepat
sehingga kualitas pembelajaran dapat meningkat.
e. Memberikan Fokus pada Keterampilan Dasar
Kurikulum Merdeka Belajar memprioritaskan
keterampilan dasar seperti literasi dan numerasi sebagai
fondasi bagi pembelajaran yang lebih kompleks. Dengan
memfokuskan pada keterampilan dasar, siswa dapat
membangun fondasi yang kuat untuk mengembangkan
keterampilan yang lebih kompleks di masa depan.
f. Mendorong Kreativitas dan Inovasi
Kurikulum Merdeka Belajar mendorong
kreativitas dan inovasi dalam pembelajaran.
Pembelajaran berbasis proyek memberikan kesempatan
bagi siswa untuk berkreasi, mencari solusi dan ide-ide

83
baru, serta meningkatkan kepercayaan diri dalam
menghadapi berbagai tantangan.

Secara keseluruhan, Kurikulum Merdeka Belajar


memiliki beberapa keunggulan dan kelebihan yang dapat
membantu memperbaiki sistem pendidikan Indonesia.
Dengan pengembangan keterampilan, karakter, dan
kemampuan soft skill yang lebih baik, diharapkan siswa
dapat mempersiapkan diri menghadapi tantangan di masa
depan. Selain itu, fokus pada keterampilan dasar dan
pembelajaran aktif dapat membantu siswa membangun
fondasi yang kuat dan memperoleh pemahaman yang lebih
baik dalam memecahkan masalah secara kreatif dan
inovatif.

3. Apa dan Bagaimana Implementasinya?


Implementasi kurikulum Merdeka Belajar dilakukan
secara bertahap dan melibatkan seluruh stakeholder di
dalam dunia pendidikan, seperti guru, siswa, orang tua, dan
lembaga pendidikan. Berikut adalah langkah-langkah
implementasi Kurikulum Merdeka Belajar (A. Angga et al.,
2022):
a. Sosialisasi
Sosialisasi kurikulum merdeka belajar dilakukan
dengan memperkenalkan konsep dan nilai-nilai yang
diusung pada kurikulum tersebut kepada seluruh
stakeholder. Sosialisasi dilakukan secara online maupun
offline, misalnya melalui seminar atau workshop.
b. Penyusunan rencana pelaksanaan
Setelah semua pihak memahami konsep dan nilai-
nilai kurikulum Merdeka Belajar, pihak sekolah mulai
menyusun rencana pelaksanaan kurikulum ini. Rencana
tersebut harus memuat detail langkah-langkah yang
akan dilakukan dalam mengimplementasikan kurikulum
Merdeka Belajar, termasuk jenis pembelajaran, metode,
sumber daya, dan evaluasi.

84
c. Pelatihan bagi guru
Guru perlu dilatih dan dibekali dengan
pengetahuan dan keterampilan dalam mengaplikasikan
kurikulum Merdeka Belajar. Pelatihan tersebut meliputi
bagaimana mengintegrasikan materi pelajaran ke dalam
pembelajaran berbasis proyek, memfasilitasi siswa dalam
pembelajaran mandiri, mengembangkan karakter siswa,
serta bagaimana mengevaluasi hasil pembelajaran.
d. Penerapan pembelajaran berbasis proyek
Penerapan pembelajaran berbasis proyek menjadi
fokus utama dalam kurikulum Merdeka Belajar. Pihak
sekolah memberikan tugas proyek kepada siswa untuk
menyelesaikan tugas yang terintegrasi dengan semua
mata pelajaran yang diberikan. Tugas proyek ini
dirancang untuk mengembangkan soft skill dan karakter
siswa, seperti kreativitas, kritis, kolaboratif, dan berpikir
sistemik.
e. Pengembangan karakter siswa
Selain keterampilan akademik, kurikulum
Merdeka Belajar juga menekankan pengembangan
karakter siswa yang sesuai dengan nilai-nilai Pancasila,
seperti integritas, nasionalisme, demokrasi, gotong
royong, dan toleransi. Pengembangan karakter siswa
dilakukan melalui pendekatan pembelajaran berbasis
pengalaman dan praktik.
f. Evaluasi
Evaluasi dilakukan secara berkelanjutan untuk
mengevaluasi kemajuan siswa dalam mencapai tujuan
pembelajaran. Evaluasi dilakukan secara formatif dan
sumatif, dengan fokus pada peningkatan kualitas
pembelajaran, pengembangan karakter siswa, dan
peningkatan hasil belajar. Evaluasi juga digunakan untuk
mengidentifikasi kelemahan dalam kurikulum Merdeka
Belajar dan mencari solusi yang tepat untuk perbaikan.

85
Dalam implementasi kurikulum Merdeka Belajar,
kolaborasi antara guru, siswa, orang tua, dan lembaga
pendidikan sangat penting untuk mencapai tujuan
pembelajaran yang optimal.

4. Tahapan Implementasi Kurikulum Merdeka


Tahapan implementasi Kurikulum Merdeka Belajar
(KMB) yang disusun oleh Kementerian Pendidikan,
Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek)
terdiri dari empat tahapan, yaitu sebagai berikut (C. Angga,
2022)
a. Persiapan
Tahap pertama adalah persiapan, yang bertujuan
untuk mempersiapkan seluruh elemen yang terkait
dengan implementasi KMB, termasuk guru, kepala
sekolah, pemerintah daerah, serta stakeholder
pendidikan lainnya. Pada tahap ini, dilakukan sosialisasi
tentang KMB, pelatihan bagi guru dan kepala sekolah,
serta pemetaan kondisi wilayah dan masing-masing
sekolah untuk menentukan kebutuhan dan strategi
implementasi yang tepat.
b. Pelaksanaan
Setelah tahap persiapan selesai, maka dilanjutkan
dengan tahap pelaksanaan. Tahap ini mencakup
perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pembelajaran
dengan mengacu pada prinsip-prinsip KMB. Prinsip-
prinsip tersebut antara lain pembelajaran berbasis
proyek, diferenisasi, kolaborasi, dan penilaian holistik.
Guru juga diberi kebebasan untuk mengembangkan dan
menerapkan metode dan strategi pembelajaran yang
sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik siswa.
c. Pemantauan dan Evaluasi
Tahap ini dilakukan untuk memantau dan
mengevaluasi hasil implementasi KMB pada masing-
masing sekolah. Evaluasi dilakukan untuk menilai sejauh
mana KMB dapat meningkatkan hasil belajar siswa, serta

86
memperbaiki kualitas dan efektivitas pembelajaran.
Evaluasi dilakukan secara berkelanjutan untuk
memastikan implementasi KMB terus berjalan sesuai
dengan tujuan yang diinginkan.
d. Penyempurnaan
Tahap terakhir adalah penyempurnaan, yang
bertujuan untuk melakukan perbaikan dan
pengembangan terhadap implementasi KMB. Evaluasi
yang dilakukan pada tahap sebelumnya akan menjadi
acuan bagi penyempurnaan program KMB. Selain itu,
berbagai masukan dan saran dari seluruh stakeholder
pendidikan juga akan menjadi bahan pertimbangan
dalam penyempurnaan KMB. Tujuan akhir dari tahap ini
adalah untuk menciptakan program pembelajaran yang
lebih baik dan sesuai dengan kebutuhan pendidikan di
Indonesia.

Secara keseluruhan, implementasi KMB memerlukan


kerjasama dan partisipasi dari semua pihak, baik guru,
kepala sekolah, pemerintah daerah, maupun stakeholder
pendidikan lainnya. Hanya dengan kerjasama dan
partisipasi yang baik, implementasi KMB dapat berhasil dan
memberikan dampak positif bagi peningkatan kualitas dan
efektivitas pembelajaran di Indonesia.
Kurikulum Merdeka Belajar membagi sekolah-
sekolah menjadi tiga kategori, tergantung pada kondisi
masing-masing diantaranya (Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaaan, 2020):
a. Mandiri Belajar, di mana sekolah menerapkan beberapa
bagian atau prinsip Kurikulum Merdeka tanpa
mengubah kurikulum yang telah ada.
b. Mandiri Berubah, di mana sekolah dapat menerapkan
Kurikulum Merdeka dengan menggunakan bahan ajar
yang telah disediakan untuk satuan PAUD, kelas 1, kelas
7, dan kelas 10.

87
c. Mandiri Berbagi, di mana sekolah dapat
mengembangkan bahan ajar sendiri dalam menerapkan
Kurikulum Merdeka

Kurikulum Merdeka Belajar memberikan keleluasaan


kepada setiap sekolah dan guru untuk memilih tahapan dan
langkah dalam penerapannya. Namun, terdapat beberapa
hal yang perlu diperhatikan dalam penggunaan tahapan
implementasi Kurikulum Merdeka, antara lain:
a. Tahapan pelaksanaan Kurikulum Merdeka tidaklah
baku, sehingga setiap sekolah dan daerah dapat
mengembangkan tahapan pelaksanaannya sesuai dengan
keadaan dan karakteristiknya masing-masing.
b. Guru dan sekolah memiliki keterampilan dan
kemampuan yang berbeda dalam memulai menerapkan
Kurikulum Merdeka pada tahapan yang berbeda,
sehingga Kurikulum Merdeka dapat diberlakukan sesuai
dengan kemampuan masing-masing sekolah.
c. Tahapan pelaksanaan Kurikulum Merdeka tidak boleh
digunakan sebagai alat untuk mengukur kinerja guru
dan sekolah, melainkan sebagai bahan untuk
merefleksikan kesiapan guru dan sekolah dalam
menerapkan kurikulum tersebut.
d. Pelaksanaan Kurikulum Merdeka dibuat sesuai tahap
yang disepakati bersama, dan tidak sepatutnya
memberikan dampak apa pun terhadap guru dan satuan
sekolah. Oleh karena itu, tahapan ini bukanlah alat untuk
membandingkan kualitas sekolah dan guru.
e. Kepala sekolah dan pemerintah daerah harus
mendukung proses refleksi diri guru dan sekolah,
sehingga tidak mengarahkan untuk menerapkan
Kurikulum Merdeka pada tahap tertentu.
f. Tahapan implementasi Kurikulum Merdeka digunakan
sebagai bahan diskusi antar guru di sekolah dan di
komunitas belajar guru. Diskusi difokuskan pada apa

88
yang perlu dilakukan untuk menerapkan Kurikulum
Merdeka sesuai tahap masing-masing.
g. Kepala sekolah dan pemerintah daerah perlu
mendukung guru untuk mengimplementasikan
Kurikulum Merdeka sesuai dengan tingkat kematangan
pendidik, sehingga guru dapat memperbaiki tahap
implementasi secara bertahap.

Kurikulum Merdeka merupakan kurikulum baru,


sehingga penyesuaian diperlukan dalam tahap awal.
Namun, dengan belajar lebih lanjut dan kerjasama antara
semua pihak pendidikan, implementasi Kurikulum
Merdeka dapat dilaksanakan dengan baik untuk mencapai
tujuan besar, yaitu meningkatkan mutu pendidikan di
Indonesia.

C. Analisis Kesenjangan Sekolah dalam Implementasi


Kurikulum Merdeka
1. Implementasi Kurikulum Merdeka di SMPN 1
Bantargadung dan SMP Al-Husna
Ada berbagai kekurangan dalam implemntasi
kurikulum merdeka di sekolah. pada kesempatan ini
penulis akan menyajikan perbandingan penerapan
kurikulum merdeka di SMPN 1 Bantargadung Kab.
Sukabumi dan SMP Al-Husna Kab Sukabumi.
a. Kepemimpinan
Kepemimpinan Kepala SMPN 1 Bantargadung
menyambut baik, melakukan sosialisasi dan
mengimplementasikan kurikulum merdeka sesuai
dengan analisis kondisi dan kebutuhan sekolah,
sedangkan Kepala SMP Al-Husna mendorong semua
warga menyamakan persepsi tentang Kurikulum
Merdeka, pelaksanaan kurikulum merdeka sesuai arahan
pemerintah.

89
b. Manajemen
Dalam mengelola kurikulum merdeka, baik SMPN
1 Bantargadung maupun SMP Al-Husna sudah
mengatur pelaksanaan kurikulum merdeka dengan
mengikuti aturan yang telah ditetapkan seperti dasar
penyusunan kurikulum merdeka, pelaksana kurikulum
merdeka, monitoring implementasi dan peningkatan
Sumber Daya Manusia.

c. Profesionalisme Guru
Dengan keterlibatan sebagai Sekolah Penggerak,
kedua sekolah tersebut masih belum memiliki guru
penggerak. Namun SMP Al-Husna menambahkan
bahwa semua guru di sekolahnya menguasai IT.
Guru di sekolah penggerak memainkan peran
penting dalam keberhasilan implementasi Kurikulum
Merdeka di sekolah. Mereka harus mampu menjadi
tutor, fasilitator, dan inspirator bagi siswa untuk
mendorong mereka menjadi pembelajar yang aktif,
kreatif, dan inovatif. Konsep kebijakan Merdeka Belajar
menempatkan guru sebagai pendidik yang mampu
menciptakan suasana belajar yang nyaman dan
membangkitkan semangat belajar. Untuk mencapai
tujuan ini, guru harus berinteraksi dengan bahan ajar
dalam suasana yang menyenangkan dan menggunakan
teknologi sebagai alat pembelajaran.
Di sekolah penggerak, guru dibimbing oleh kepala
sekolah dan diawasi oleh guru lainnya untuk
meningkatkan kualitas pengajaran mereka. Tantangan
bagi guru dalam menerapkan Kurikulum Merdeka di
sekolah penggerak adalah mereka harus menyisihkan
waktu setiap hari untuk mempersiapkan pembelajaran
yang kreatif, inovatif, dan menantang. Keterlibatan guru
dalam pengembangan kurikulum sangat penting untuk
menyesuaikan isi kurikulum dengan kebutuhan siswa di
kelas. Bahkan guru yang akan purna bakti bersedia

90
untuk terus belajar bagaimana meningkatkan kinerjanya
dan melatih penjaga sekolah dalam menggunakan
teknologi informasi. Dalam rangka mewujudkan konsep
Merdeka Belajar, guru di sekolah penggerak harus dapat
menciptakan suasana belajar yang kondusif dan
membangkitkan semangat belajar siswa.

d. Proses Belajar Mengajar


Dalam proses pembelajaran, metode pembelajaran
yang digunakan di SMPN 1 Bantargadung adalah
ceramah singkat, diskusi, demontrasi, pembelajaran
kontekstual. Program unggulannya Projek Penguatan
Profil Pelajar Pancasila, sedangkan di SMP Al-Husna
menggunakan metode demontrasi, diskusi, pembelajaran
berbasis proyek, pembelajaran berbasis masalah, jigsaw
dan studi kasus. Program utamanya adalah P5 dan
Digitalisasi.

e. Peran Stakeholder
Peran pemangku kepentingan di SMPN 1 Bantar
gadung dan SMP AL-Husna, menjadi penting karena
mendukung pelaksanaan kurikulum merdeka.
Projek yang dihasilkan di SMPN 1 Bantargadung
adalah pengelolaan sampah, pengolahan sawo menjadi
dodol, sedangkan di SMP Al-Husna adalah miniatur
rumah adat, pengolahan sampah dan hidroponik.

2. Analisis Kesenjangan sekolah dalam implementasi


kurikulum merdeka antara SMPN 1 Bantargadung dan
SMP Al-Husna dinataranya:
a. Jenis sekolah menjadi salah satu kesenjangan yang cukup
berpengaruh dalam implementasi kurikulum merdeka.
SMPN 1 Bantargadung sebagai sekolah negeri di satu sisi
dapat mengoptimalkan anggaran yang ada serta
kebijakan sesuai dengan aturan dari pemerintah serta
kesepakatan warga sekolah. Sedangkan SMP Al-Husna
yang berstatus sekolah swasta di satu sisi dapat

91
mengoptimalkan anggaran yang ad ajika seluruh bagian
mulai Yayasan, kepala sekolah dan smeua warga sekolah
memiliki visi jauh ke depan dan ingin lebih baik
mencetak siswa yang berkualitas. Namun, terkadang, di
beberapa sekoalh swasta ada budaya yang kurang baik
dari Yayasan maupun kepala sekolah dalam hal
kurangnya memahami penggunaan anggaran yang baik.
b. Sarana Prasarana yang dimiliki beroengaruh juga dalam
implementasi kurikulum merdeka. Di sekolah negeri
biasanya anggaran dioptimalkan sesuai pagu untuk
mendukung implementasi kurikulum merdeka, namun
di sekolah swasta terkadang optimalisasi anggaran untuk
penyediaan sarana prasarana pendukung implementasi
kurikulum merdeka masih kurang.
c. Profesionalisme Guru, Kedua sekolah sudah memiliki
guru-guru yang profesional dibuktikan dengan adanya
guru yang tersertifikasi. Namun dalam hal keikutsertaan
Program Guru Penggerak, kedua sekolah belum
memilikinya. Namun semua guru di SMP Al-Husna
sudah menguasai IT untuk menunjang proses
Pembelajaran.
d. Proses Pembelajaran, kedua sekolah sudah
menggunakan berbagai macam metode yang
mendukung keberhasilan siswa. Namun proses
pembelajaran di SMP Al-Husna sudah sering melakukan
Metode Digitalisasi.

Demikian beberapa kesenjangan implementasi


kurikulum merdeka yang penulis peroleh dari hasil
penelitian yang sudah dilakukan.

D. Simpulan
Berdasarkan analisis kesenjangan sekolah dalam
implementasi kurikulum merdeka di SMPN 1 Bantargadung
dan SMP Al-Husna diperoleh bahwa kedua sekolah sudah
melaksanakan kurikulum merdeka dengan cukup baik hal ini

92
dibuktikan dengan terlaksananya tahapan pelaksanaan
kurikulum merdeka mulai dari penyusunan dokumen
kurikulum, pembagian tugas mengajar, pemetaan program
pendukung, penentuan Projek penguatan profil pelajar
Pancasila (P5), pelaksaaan P5, adanya monitoring implementasi
Kurikulum Merdeka, optimalisasi penggunaan Platform
Mengajar. Menurut penulis kedua sekolah memiliki
kesenjangan yang cukup tajam dalah hal penguasaan
digitalisasi.

E. Daftar Pustaka
Abdul hakim, H. S. (2020). Sekolah Sebagai Intstrumen
Konstruksi Sosial di Masyarakat (School As a Social
Construction Instrument In The Community). Istiqra’:
Jurnal Pendidikan Dan Pemikiran Islam, 7(2), 1–9.

Abdullah. 2011. Sosiologi Pendidikan. Jakarta: PT Raja Grafindo


Persada

Angga, A., Suryana, C., Nurwahidah, I., Hernawan, A. H., &


Prihantini, P. (2022). Komparasi Implementasi
Kurikulum 2013 dan Kurikulum Merdeka di Sekolah
Dasar Kabupaten Garut. Jurnal Basicedu, 6(4), 5877–5889.
https://doi.org/10.31004/basicedu.v6i4.3149

Angga, C. (2022). Implementasi Kurikulum Merdeka Belajar di


Sekolah Penggerak. Jurnal Basicedu, 6(4), 5877–5889.
https://doi.org/10.31004/basicedu.v5i4.1230

E-Modul Tahapan Implementasi Kurikulum Merdeka di Satuan


Pendidikan,

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaaan. (2020). Buku Saku


Merdeka Belajar. 21(1), 1–9. http://journal.um-
surabaya.ac.id/index.php/JKM/article/view/2203

Moleong, J. L. (2013). Metode Penelitian Kualitatif Edisi Revisi. 32–


36.

93
Savitri, D. I. (2020). Peran Guru SD di Kawasan Perbatasan
Pada Era Pembelajaran 5.0 dan Merdeka Belajar.
Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Dasar Vol 2,
274–279. http://eproceedings.umpwr.ac.id/index.
php/semnaspgsd/article/view/1392

Sherly, Dharma, E., & Sihombing, B. H. (2020). Merdeka Belajar


di Era Pendidikan 4.0. Merdeka Belajar: Kajian Literatur,
184–187.

Sudaryanto, S., Widayati, W., & Amalia, R. (2020). Konsep


Merdeka Belajar-Kampus Merdeka dan Aplikasinya
dalam Pendidikan Bahasa (dan Sastra) Indonesia. Kode:
Jurnal Bahasa, 9(2), 78–93.
https://doi.org/10.24114/kjb.v9i2.18379

Yusuf, M., & Arfiansyah, W. (2021). Konsep “Merdeka Belajar”


dalam Pandangan Filsafat Konstruktivisme. AL-
MURABBI: Jurnal Studi Kependidikan dan Keislaman,
7(2), 120–133. https://doi.org/10.53627/ jam.v7i2.3996

Widodo, S. (2021). Implementasi Merdeka Belajar Di Era New


Normal Secara Daring Dengan Pembelajaran. Prosiding
Seminar Nasional, 412–421.

94
BAB
STRATEGI PERCEPATAN DALAM

7
IMPLEMENTASI KURIKULUM
MERDEKA BELAJAR PADA
SEKOLAH PENGGERAK

Oleh : M. Asif Nur Fauzi, S. Sos, M. Si

A. Pendahuluan
Kurikulum Merdeka Belajar merupakan program
kebijakan yang bertujuan meningkatkan kualitas pendidikan
dengan pembelajaran yang fleksibel dan berorientasi pada
siswa. Implementasi tersebut diharapkan mampu mewujudkan
sumber daya yang unggul dan berdaya saing dalam tantangan
era society 5.0. Program tersebut terdiri dari empat perubahan
penting, termasuk penilaian ujian nasional sekolah yang lebih
komprehensif, transisi ujian nasional ke penilaian internal,
rencana pelajaran yang disederhanakan menjadi modul
pengajaran, dan sistem zonasi yang fleksibel untuk penerimaan
siswa (Rahayu.et.al, 2022). .
Salah satu faktor yang menyebabkan kegagalan dalam
aktivitas belajar adalah kurangnya kemampuan siswa untuk
mencapai kompetensi yang diperlukan. Maka dari itu
diperlukan suatu strategi dalam mengatasi kegagalan dalam
pembelajaran tersebut. Salah satu strategi tersebut adalah
perbaikan prosedur pembelajaran pada setiap satuan
pendidikan (Wijaya et al., 2022). Sekolah dapat menyesuaikan
penggunaan kurikulum yang memperhatikan kompetensi
siswa yang digunakan sebagai strategi meningkatkan kualitas
pengajaran.
Hakikat merdeka belajar merupakan proses menemukan
potensi maksimal guru dan siswa dalam berinovasi dalam
aktivitas belajar mandirinya. Aktivitas belajar mandiri

95
merupakan langkah inovatif dalam implementasi kurikulum
merdeka sebagai bentuk perubahan pada system pembelajaran
yang ada sebagai bagian dari pengembangan kebijakan dalam
pendidikan (Saleh, 2020). Tujuan kurikulum merdeka
merupakan mewujudkan proses belajar mengajar yang mampu
diaktualisasikan dikehidupan bermasyarakat. Maka dari itu
didalam kurikulum merdeka dirancang dalam bentuk
sederhana dalam mengimplmentasikannya. Kesederhanaan
dalam implementasi kurikulum tersebut digambarkan dari
aspek fleksibilitas pembelajaran dikelas yaitu guru diberi
kebebasan dalam berinovasi, siswa diberikan kebebasan dalam
melaksanakan aktivitas belajar mandiri dan satuan pendidikan
memiliki wewenang dalam mempersiapkan sarana penunjang
belajar siswa dan guru dengan harapan kualitas pendidika
ditentukan oleh sekolah masing-masing dengan monitoring
dan indicator ketercapaian sesuai dengan peraturan yang telah
ditetapkan (Sugiri & Priatmoko, 2020).
Sejak tahun 2020, kurikulum darurat yang dikenal
sebagai Kurikulum Merdeka telah digunakan, dan di
Kabupaten Sukabumi, pelaksanaannya dimulai pada tahun
ajaran 2021-2022. Menurut Ade Suryaman (2022) selaku
Sekretaris Daerah Kabupaten Sukabumi menyampaikan
bahwa Kurikulum Merdeka merupakan paradigma baru dalam
sistem pembelajaran dan akan diterapkan di semua satuan
pendidikan mulai tahun 2022, meskipun tidak semua sekolah
menjadi sekolah penggerak. Terdapat tiga opsi penerapan
kurikulum tersebut diantaranya mandiri belajar, mandiri
berubah, dan mandiri berbagi.
Kurikulum merdeka merupakan sebuah konsep
pendidikan yang memberikan kebebasan pada sekolah dalam
merancang kurikulumnya sendiri, dengan mempertimbangkan
kebutuhan dan kondisi lingkungan serta potensi siswa. Konsep
ini menciptakan suasana belajar yang lebih kreatif dan inovatif,
sekaligus memberikan ruang bagi siswa untuk berkembang
secara holistik dan menerapkan nilai-nilai Pancasila dalam
kehidupan sehari-hari. Sedangkan Program Sekolah Penggerak

96
adalah sebuah program pemerintah yang bertujuan untuk
meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia, terutama di
daerah-daerah yang masih tertinggal. Program ini berfokus
pada pengembangan kepala sekolah dan guru sebagai SDM
yang unggul dalam pengembangan kurikulum yang relevan
dengan kebutuhan siswa dan lingkungan sekitar (Astini, 2022).
Hal ini menunjukkan bahwa terdapat relevansi dengan
implementasi kurikulum merdeka yang memberikan
kebebasan kepada satuan pendidikan dalam berinovasi dalam
meningkatkan kualitas pembelajaran yang dapat
diaktualisasikan dalam kehidupan bermasyarakat. Dalam
konteks ini, kurikulum merdeka dan Program Sekolah
Penggerak saling melengkapi. Kurikulum merdeka
memberikan kebebasan pada sekolah untuk merancang
kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan dan potensi siswa,
sementara Program Sekolah Penggerak memberikan dukungan
dan bimbingan bagi sekolah dalam merancang kurikulum yang
relevan dan efektif. Dengan demikian, kedua konsep ini dapat
bekerja bersama untuk meningkatkan kualitas pendidikan
secara menyeluruh.
Dalam rangka optimalisasi implementasi kurikulum
merdeka, penulis tertarik untuk meneliti mengenai strategi
percepatan dalam implementasi kurikulum merdeka pada 10
sekolah penggerak yang ada di Kabupaten Sukabumi. Setelah
menganalisis beberapa literature menujukkan bahwa terdapat
berbagai macam upaya strategis dalam rangka mempercepat
implementasi kurikulum merdeka. Salah satu upaya untuk
memperkuat konsep merdeka belajar adalah dengan
meningkatkan peran guru dalam menerapkannya. Seorang
guru bertanggung jawab dalam menyusun pembelajaran yang
dapat memberikan pengalaman belajar kepada peserta
didiknya untuk berpartisipasi dalam proses belajar mengajar
tersebut (Syarif, 2020). Selain itu, menurut Sastra Wijaya (2022)
bahwa Diperlukan pengembangan berkesinambungan dalam
strategi pembelajaran yang menggunakan pendekatan
terdiferensiasi dengan ketepatan dalam memilih metode dan

97
model pembelajaran yang sesuai dengan indokator
pencapaiaan dalam penguatan proyek profil pelajar pancasila
tersebut (Wijaya et al., 2022).
Berdasarkan beberapa hal tersebut menunjukkan bahwa
terdapat beberapa kesenjangan yang harus dijadikan sebagai
bahan evaluasi yang harus dilakukan untuk digunakan sebagai
dasar dari percepatan implementasi kurikulum merdeka.

B. Strategi Percepatan dalam Implementasi Kurikulum Merdeka


Belajar pada 10 Sekolah Penggerak di Kabupaten Sukabumi
Strategi percepatan Kurikulum Merdeka bertujuan untuk
meningkatkan kualitas dan relevansi pendidikan dengan
mempercepat proses pengembangan kurikulum di seluruh
sekolah di Indonesia. Beberapa strategi dalam percepatan
kurikulum merdeka diantaranya pelatihan dan pendampingan
guru dan kepala sekolah, ketersediaan sumber daya yang
relevan, pengembangan kurikulum yang sesuai, kolaborasi
horizontal dan vertical, dan pemanfaatan teknologi informasi
digital. Dengan adanya konsep pengembangan yang
menyeluruh tersebut dapat digunakan sebagai aktualisasi
pemahaman atas dinamika perubahan kurikulum secara
menyeluruh pada aspek managemen pendidikan.
Sesuai dengan pemahaman tentang implementasi
kurikulum merdeka di setiap daerah memiliki langkah dan
upaya yang berbeda dari masing-masing satuan pendidikan.
Hal ini dikarenakan keragaman dari potensi setiap satuan
pendidikan yang beragam baik dari segi potensi daerah,
kemampuan guru, dan kondisi kompetensi peserta didik serta
fasilitas belajar yang dimiliki.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan ada 10
sekolah penggerak di kabupaten sukabumi juga menunjukkan
bahwa kesiapan satuan pendidikan dalam
mengimplementasikan kurikulum merdeka sangat beragam.
Keberagaman tersebut menyangkut kesiapan baik secara
administrative, proses belajar mengajar, sarana dan prasarana
dan monitoring dan evaluasinya. Berdasarkan analisa dan

98
wawancara yang dilakukan bahwa sekolah penggerak di
kabupaten sukabumi masih sangat membutuhkan monitoring
yag berkelanjutan dalam percepatan implementasi tersebut.
Hal ini dikarenakan dalam implementasinya masih
banyak satuan pendidikan atau sekolah penggerak yang
memiliki hambatan dalam implementasinya. Hambatan
tersebut seperti kurangnya sarana penunjang belajar siswa,
pengetahuan guru terkait capaian pembelajaran dalam
kurikulum merdeka belajar, dan inovasi pembelajaran berbasis
project. Namun untuk menunjang percepatan tersebut dinas
pendidikan bersama dengan pemerintah kabuapaten sukabumi
telah menerapkan beberapa langkah strategis untuk menunjang
percepatan implementasi tersebut.

C. Transformasi Kualitas Sekolah Penggerak


Transformasi Sekolah Penggerak menempatkan
pengembangan sumber daya manusia (SDM) di sekolah
sebagai prioritas utama. Hal ini dilakukan dengan cara
memberikan pelatihan dan bimbingan kepada kepala sekolah
dan guru untuk meningkatkan kemampuan mereka dalam
mengelola sekolah dan mengajar. pendekatan berbasis
kompetensi dalam pengajaran di sekolah. Pendekatan ini
menekankan pada pengembangan keterampilan, pengetahuan,
dan sikap siswa yang relevan dengan tuntutan dunia kerja dan
kebutuhan masyarakat.
Maka dari itu, pengembangan sekolah model yang dapat
dijadikan contoh bagi sekolah lain dalam
mengimplementasikan praktik-praktik terbaik dalam
pengajaran dan manajemen sekolah. Program Sekolah
Penggerak merupakan inisiatif yang bertujuan untuk
mewujudkan visi Pendidikan Indonesia yang mengarah pada
Indonesia maju, mandiri, dan berprestasi melalui penciptaan
Pelajar Pancasila. Program ini fokus pada pengembangan
kompetensi dan karakter siswa secara holistik, dengan
mengutamakan SDM yang unggul seperti kepala sekolah dan
guru.

99
Program ini akan dilakukan secara bertahap dan
terintegrasi dengan ekosistem pendidikan, sehingga
diharapkan seluruh sekolah di Indonesia dapat menjadi bagian
dari Program Sekolah Penggerak. Beberapa inisiasi dalam
program sekolah penggerah tersebut digambarkan sebagai
berikut :
1. Kerja sama antara Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan dengan Pemerintah Daerah, di mana
dukungan dari Pemerintah Daerah menjadi kunci utama
kesuksesan program ini.
2. Program ini mencakup seluruh kondisi sekolah, baik itu
sekolah unggulan maupun sekolah negeri dan swasta
lainnya.
3. Program ini akan dijalankan secara terintegrasi dengan
ekosistem sehingga semua sekolah di Indonesia dapat
menjadi Sekolah Penggerak.
4. Intervensi dalam program ini dilakukan secara menyeluruh,
mulai dari pengembangan SDM sekolah, pengembangan
pembelajaran, perencanaan, digitalisasi, dan pendampingan
dari Pemerintah Daerah.
5. Pendampingan dalam program ini akan dilakukan selama 3
tahun ajaran, dan setelah itu sekolah akan melanjutkan
upaya transformasi secara mandiri.

Untuk mempercepat transformasi kualitas sekolah


penggerak tersebut diperlukan 4 tahapan proses transformasi
sekolah Indonesia melalui Program Sekolah Penggerak.
Tahapan tersebut meliputi :

100
Tahap 4

Di atas level yang


Tahap 3
diharapkan

Di level yang Aman, nyaman, inklusif,


Tahap 2
diharapkan dan menyenangkan

1 - 2 tingkat
Perundungan Pembelajaran berorientasi
Tahap 1 dibawah level yang
tidak terjadi pada siswa (student center)
diharapkan

Sesuai dengan Otonomi satuan


Perundungan
≤ 3 tingkat di kebutuhan pendidikan dalam
masih terjadi
Hasil Belajar bawah level yg dan tingkat menyelenggarakan
namun tidak
diharapkan kemampuan sekolah didasari oleh
menjadi norma
siswa evaluasi kinerja satuan
kinerja sebelumnya.
Lingkungan Perundungan Belum Perencanaan Tujuannya adalah
Belajar menjadi norma memperhatikan program dan terwujudnya program

101
kebutuhan dan anggaran sekolah yang efektif
tingkat berbasis
kemampuan murid refleksi diri
Guru mulai
Secara rutin melakukan
Pembelajaran mengalami refleksi dan
gangguan perbaikan
pembelajaran
-
Refleksi diri
dan -
pengimbasan

102
Sesuai dengan gambaran dalam tahapan di atas dapat
ditunjukkan bahwa langkah – langkah tersebut dilakukan
secara komprehensif dan menyeluruh. Hal ini bertujuan untuk
percepatan implementasi kurikulum merdeka pada sekolah
penggerak tidak dilakukan secara instan karena nanti
berdampak pada tidak tercapainya suatu tujuan dari
implementasi kurikulum merdeka baik secara satuan
pendidikan, kabupaten, bahkan nasional. Maka dari itu
diperlukan suatu intervensi yang dilakukan dinas pendidikan
untuk dapat memonitor kemajuan implementasi kurikulum
merdeka yang dilaksanakan. Dengan adanya monitoring
tersebut dapat memebrikan dasar evaluasi yang dapat
digunakan untuk tahapan berikutnya dan juga merencanakan
program percepatan implementasi tersebut.
Beberapa langkah strategis ini yang dilakukan oleh 10
sekolah penggerak di kabupaten sukabumi terkait strategi
dinas pendidikan dalam meningkatkan percepatan
implementasi kurikulum merdeka. Beberapa program yang
dilakukan sebagai strategi percepatan sekolah penggerak di
kabupaten sukabumi dalam implementasi kurikulum tersebut
diantaranya :
1. Pendampingan Konsultatif dan Asimetris
Sosialisasi menjadi strategi yang penting untuk
dilkukan secara massif oleh semua pihak merupakan
informasi mengenai Kurikulum Merdeka bukan hanya
tugas dari Pemerintah Daerah saja akan tetapi menjadi tugas
Bersama. Salah satu garda terdepan sebagai pelaku
sosialisasi adalah di sekolah, sekolah dapat melakukan
sosialisasi kepada semua warga sekolah termasuk orang tua
melalui rapat tatap muka maupun daring. Dengan
Sosialisasi yang berkelanjutan, diharapkan implementasi
Kurikulum Merdeka dapat berjalan dengan lancar. Selain itu
Program kemitraan antara Kemendikbud dan pemerintah
daerah melalui dinas pendidikan kabupaten sukabumi.
Pendampingan konsultatif dan asimetris adalah
langkah strategis dalam rangka mempercepat implementasi

103
kurikulum merdeka. Pendampingan konsultatif merujuk
pada proses di mana seorang pendamping atau mentor
membantu seorang guru atau sekolah untuk
mengembangkan dan menerapkan kurikulum merdeka.
Pendampingan ini dilakukan dengan cara memberikan
saran, umpan balik, dan dukungan teknis kepada guru atau
sekolah yang membutuhkannya.
Pendampingan konsultatif dapat membantu guru dan
sekolah dalam berbagai hal, seperti memahami dan
mengimplementasikan kurikulum merdeka,
mengembangkan strategi pembelajaran yang efektif,
mengevaluasi dan memperbaiki praktik pengajaran mereka,
serta mengatasi hambatan yang mungkin terjadi selama
proses implementasi. Sedangkan pendampingan asimetris
adalah pendampingan yang dilakukan oleh orang yang
memiliki kompetensi dan keterampilan yang lebih tinggi
daripada guru atau sekolah yang didampingi.
Pendampingan ini bertujuan untuk membantu guru atau
sekolah untuk meningkatkan kualitas pengajaran mereka
dan menerapkan praktik-praktik terbaik dalam kurikulum
merdeka.
Pendampingan asimetris biasanya dilakukan oleh
para ahli atau praktisi yang memiliki pengalaman dan
pengetahuan yang luas dalam kurikulum merdeka. Mereka
dapat memberikan dukungan teknis dan pengembangan
profesional kepada guru dan sekolah dalam hal yang lebih
spesifik dan mendalam. Kombinasi dari kedua jenis
pendampingan ini dapat memberikan dukungan yang
efektif dalam percepatan implementasi kurikulum merdeka.
Dengan bantuan pendamping yang berkualitas, guru dan
sekolah dapat meningkatkan kompetensi mereka dalam
menerapkan kurikulum merdeka, sehingga dapat mencapai
tujuan pendidikan yang lebih baik bagi siswa

104
2. Penguatan Sumber Daya Manusia di Sekolah
Implementasi kurikulum merdeka Penguatan Kepala
Sekolah, Pengawas Sekolah, Penilik, dan Guru melalui
program pelatihan dan pendampingan intensif (coaching)
one to one dengan pelatih ahli yang disediakan oleh
Kemdikbud. Penguatan sumber daya manusia di sekolah
merupakan suatu proses yang bertujuan untuk
meningkatkan kemampuan dan kualitas sumber daya
manusia yang ada di lingkungan sekolah. Penguatan
sumber daya manusia di sekolah sangat penting dilakukan
dalam rangka percepatan implementasi kurikulum merdeka
karena kurikulum merdeka memerlukan guru-guru yang
memiliki kompetensi yang baik dan mampu
mengimplementasikan kurikulum tersebut dengan baik.
Beberapa langkah strategis yang dapat dilakukan
untuk penguatan sumber daya manusia di dalam satuan
pendidikan dalam rangka percepatan implementasi
kurikulum merdeka pada 10 sekolah penggerak di
kabupaten sukabumi antara lain :
a. Pelatihan dan pembinaan
Para kepala sekolah melakukan upaya dalam
peningkatan kompetensi sumber daya sekolah melalui
mengikutkan pelatihan dan pembinaan kepada guru
agar memiliki kompetensi yang cukup untuk mengajar
dengan kurikulum merdeka. Pelatihan dapat dilakukan
melalui berbagai macam program seperti workshop,
seminar, dan pelatihan intensif. Selain itu peran
pengawas sekolah dalam mengupayakan peningkatan
kompetensi guru dan tenaga kependidikan di sekolah.
b. Pengembangan kurikulum
Pelibatan guru dalam pengembangan kurikulum
merdeka sehingga mereka dapat memahami dan
mengimplementasikan kurikulum tersebut dengan lebih
baik. Dengan adanya keterlibatan guru dalam
pengembangan kurikulum tersebut, selain memberikan
kesempatan kepada guru dapat memberikan evaluasi

105
yang transparan terhadap ketercapaian tahun
sebelumnya dan pengembangan kurikulum yang
berkesinambungan tantangan masa depan lulusan.
c. Penyediaan sarana dan prasarana
Sekolah dapat menyediakan sarana dan prasarana
yang memadai untuk mendukung kegiatan pembelajaran
dengan kurikulum merdeka seperti buku-buku
pelajaran, perangkat komputer, dan fasilitas
laboratorium.
d. Kolaborasi dan sharing
Mendorong kolaborasi antara guru-guru dan
sharing pengalaman dalam mengimplementasikan
kurikulum merdeka. Hal ini dapat dilakukan melalui
forum diskusi atau kegiatan yang mengundang guru
dari berbagai sekolah untuk bertukar pengalaman.
e. Evaluasi dan monitoring
Melakukan evaluasi dan monitoring secara berkala
terhadap kinerja guru-guru dalam
mengimplementasikan kurikulum merdeka. Hal ini
dilakukan untuk mengidentifikasi kelemahan dan
kekuatan dalam pelaksanaan kurikulum merdeka
sehingga dapat diambil langkah perbaikan yang tepat.

Dengan melakukan penguatan sumber daya manusia


di sekolah dalam rangka percepatan implementasi
kurikulum merdeka, diharapkan dapat meningkatkan
kualitas pembelajaran di sekolah dan mendorong siswa
untuk memiliki kemampuan yang lebih baik dalam
menghadapi tantangan di masa depan.

3. Pembelajaran dengan Paragidma Baru


Pembelajaran yang berorientasi pada penguatan
kompetensi dan pengembangan karakter yang sesuai nilai-
nilai Pancasila melalui kegiatan pembelajaran di dalam dan
luar kelas. Hal ini dapat memberikan pengalaman belajar
yang baik dalam pembelajaran sehingga keterlibatan siswa

106
secara aktif dalam proses pembelajaran menjadi bagian
penting dalam pembelajaran dengan paradigm baru ini
yaitu berpusat pada siswa (student center). Pengembangan
pembelajaran dengan paradigma baru adalah suatu
pendekatan dalam pengajaran yang bertujuan untuk
menghasilkan hasil belajar yang lebih baik dan lebih efektif.
Dalam konteks implementasi kurikulum merdeka di SMP.
Sekolah penggerak di jenjang SMP di kabupaten Sukabumi
menuntut pengembangan pembelajaran dengan paradigma
baru menjadi penting karena kurikulum merdeka
memerlukan pendekatan pembelajaran yang lebih kreatif,
inovatif, dan kolaboratif.
Beberapa aspek dalam pengembangan pembelajaran
dengan paradigma baru dikembangkan secara bertahap
dengan penguatan sebagai berikut :
a. Pembelajaran berbasis proyek
Guru dapat mengembangkan pembelajaran
berbasis proyek yang mengarahkan siswa untuk
melakukan penemuan sendiri dan mengembangkan
kreativitas. Dalam pembelajaran berbasis proyek, siswa
dituntut untuk mengembangkan kemampuan berpikir
kritis, berkolaborasi, dan memecahkan masalah yang
relevan dengan kehidupan sehari-hari.
b. Pembelajaran berbasis teknologi
Dalam era digital saat ini, pembelajaran berbasis
teknologi menjadi semakin penting. Guru dapat
mengembangkan pembelajaran berbasis teknologi
dengan menggunakan media pembelajaran yang lebih
interaktif dan menarik, seperti video pembelajaran,
animasi, dan game-based learning. Pembelajaran
berbasis teknologi juga dapat meningkatkan
keterampilan literasi digital siswa.
c. Pembelajaran berbasis masalah
Pembelajaran berbasis masalah memungkinkan
siswa belajar dengan cara memecahkan masalah yang
ada di sekitar mereka. Guru dapat mengembangkan

107
pembelajaran berbasis masalah dengan memberikan
tantangan atau masalah yang harus diselesaikan siswa.
Siswa dituntut untuk mengidentifikasi, menganalisis,
dan mencari solusi atas masalah yang dihadapi.
d. Pembelajaran kolaboratif
Pembelajaran kolaboratif mendorong siswa untuk
berkolaborasi dalam kelompok untuk memecahkan
masalah dan mencapai tujuan pembelajaran.
Pembelajaran kolaboratif dapat meningkatkan
keterampilan sosial dan interpersonal siswa serta
mengembangkan kemampuan berkomunikasi dan
bekerja sama.

Sesuai dengan gambaran di atas menunjukkan bahwa


keseriusan pemerintah kabupaten sukabumi dalam
meningkatkan percepatan implementasi kurikulum
merdeka pada sekolah penggerak disemua jenjang
pendidikan khususnya SMP. Namun dalam praktiknya
masih belum optimal dalam implementasi yang
didalakukan oleh satuan pendidikan.
Belum optimalnya implementasi kurikulum merdeka
tersebut disebabkan masih belum siapnya sarana penunjang
belajar siswa dalam menunjang literasi dan numerasi.
Namun dari 10 sekolah tersebut ada beberapa sekolah yang
sudah terbiasa dengan pembelajaran dengan kompetensi
abad 21 yang berpusat pada capaian critical thingking,
creative, communication, and collaborative (4C).
Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan pada
sekolah yang memiliki budaya belajar 4 C tersebut bahwa
kehadiran kurikulum merdeka telah menjadi budaya belajar
yang telah dilakukan saat masih menggunakan kurikulum
2013. Hal ini dikarenakan tantangan lomba yang berpusat
pada akademik menuntuk kreatifitas berfikir siswa sehingga
pola belajar mengajar di sekolah kami (SMP Cikembar)
dimodifikasi dengan berpusat pada siswa.

108
Dalam pengembangan pembelajaran dengan
paradigma baru, penting bagi guru untuk melibatkan siswa
secara aktif dalam proses pembelajaran. Guru harus menjadi
fasilitator dan pemandu dalam pembelajaran, bukan sebagai
satu-satunya sumber informasi. Dalam hal ini,
pengembangan pembelajaran dengan paradigma baru
diimplementasikan dalam kurikulum merdeka di SMP
dapat memberikan peluang bagi siswa untuk belajar dengan
lebih baik dan efektif.

4. Perencanaan Berbasis Data


Perencanaan berbasis data adalah sebuah pendekatan
yang memanfaatkan data dan analisisnya untuk membantu
pengambilan keputusan dalam perencanaan dan
pelaksanaan program atau kegiatan. Dalam hal ini,
perencanaan berbasis data dapat membantu percepatan
implementasi kurikulum merdeka dengan cara sebagai
berikut:
a. Menganalisis kebutuhan dan tantangan
Analisis kebutuhan dan tantangan dalam
kurikulum merdeka memerlukan perencanaan yang
berbasis data sebagai langkah pertama yang dilakukan
adalah melakukan analisis kebutuhan dan tantangan
yang perlu diatasi dalam implementasi kurikulum
merdeka. Hal ini dapat dilakukan dengan memperoleh
data mengenai kondisi pendidikan di wilayah yang akan
diterapkan kurikulum merdeka, seperti jumlah siswa,
guru, fasilitas pendidikan, dan lain-lain. Data tersebut
dapat memberikan gambaran yang lebih jelas mengenai
kebutuhan dan tantangan yang harus dihadapi dalam
implementasi kurikulum merdeka.
b. Menentukan Tujuan dan Sasaran
Setelah menganalisis kebutuhan dan tantangan,
langkah selanjutnya adalah menentukan tujuan dan
sasaran yang ingin dicapai dalam implementasi
kurikulum merdeka. Hal ini dapat dilakukan dengan

109
mempertimbangkan data yang telah dikumpulkan
sebelumnya, serta memperhitungkan faktor-faktor lain
yang dapat mempengaruhi keberhasilan implementasi
kurikulum merdeka.
c. Membuat Rencana Tindakan
Setelah menentukan tujuan dan sasaran, langkah
berikutnya adalah membuat rencana tindakan yang
terperinci untuk mencapai tujuan dan sasaran tersebut.
Rencana tindakan ini harus didasarkan pada data dan
analisis yang telah dilakukan sebelumnya. Selain itu,
rencana tindakan juga harus mempertimbangkan
berbagai faktor yang dapat memengaruhi keberhasilan
implementasi kurikulum merdeka, seperti sumber daya
manusia, teknologi, dan anggaran.
d. Memonitor dan Evaluasi Implementasi
Langkah terakhir dalam perencanaan berbasis data
adalah memonitor dan evaluasi implementasi kurikulum
merdeka. Dalam hal ini, data dan analisis yang telah
dikumpulkan sebelumnya dapat digunakan untuk
memantau kemajuan implementasi dan memperbaiki
rencana tindakan yang telah dibuat jika diperlukan.
Evaluasi juga dapat membantu untuk menentukan
apakah tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan telah
tercapai atau tidak.

Dalam keseluruhan proses perencanaan berbasis data,


penting untuk memastikan bahwa data yang digunakan
akurat dan relevan. Selain itu, perencanaan berbasis data
juga harus melibatkan berbagai pihak yang terkait dengan
implementasi kurikulum merdeka, seperti guru, siswa,
orang tua, dan stakeholder lainnya, agar dapat mencapai
tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan.

110
5. Digitalisasi Sekolah
Digitalisasi sekolah dapat menjadi strategi yang
efektif dalam implementasi kurikulum merdeka. Berikut
adalah penjelasannya:
a. Meningkatkan Akses dan Fleksibilitas Belajar Dengan
digitalisasi sekolah, siswa dapat mengakses berbagai
sumber belajar secara online, baik dalam bentuk materi
pelajaran, video, maupun berbagai aplikasi pendidikan.
Hal ini memungkinkan siswa untuk belajar secara
mandiri, fleksibel, dan tanpa terbatas oleh waktu dan
tempat. Sehingga, kurikulum merdeka yang
menekankan pada pembelajaran mandiri dan penemuan
ilmu pengetahuan dapat lebih efektif dilaksanakan.
b. Mendukung Kegiatan Kreatif dan Kolaboratif Digitalisasi
sekolah juga memungkinkan siswa untuk melakukan
kegiatan kreatif dan kolaboratif, seperti membuat
presentasi, memproduksi video, atau berkolaborasi
dengan teman sekelas melalui platform e-learning.
Dengan begitu, kurikulum merdeka yang menekankan
pada pengembangan kreativitas, keterampilan, dan
kolaborasi siswa dapat lebih terwujud.
c. Memfasilitasi Evaluasi dan Monitoring Digitalisasi
sekolah juga memudahkan penggunaan sistem evaluasi
dan monitoring yang terkomputerisasi, sehingga dapat
membantu guru dalam memantau perkembangan siswa
secara lebih terperinci dan akurat. Guru dapat dengan
mudah mengukur pencapaian tujuan belajar siswa,
memberikan umpan balik secara real-time, dan
memberikan bantuan lebih cepat ketika diperlukan.
d. Meningkatkan Efisiensi Administrasi Sekolah Digitalisasi
sekolah juga dapat membantu meningkatkan efisiensi
administrasi sekolah, seperti pengelolaan jadwal
pelajaran, absensi siswa, dan manajemen data siswa.
Dengan efisiensi administrasi yang lebih baik, guru
dapat fokus pada pengembangan materi pelajaran dan

111
interaksi dengan siswa, sehingga kurikulum merdeka
dapat lebih terlaksana dengan lebih baik.

Namun, digitalisasi sekolah juga memiliki tantangan


tersendiri, seperti ketersediaan infrastruktur dan
ketersediaan sumber daya manusia yang handal dan
kompeten dalam pemanfaatan teknologi digital. Oleh
karena itu, perlu adanya upaya pengembangan
infrastruktur digital di sekolah-sekolah serta peningkatan
kemampuan guru dalam memanfaatkan teknologi digital
sebagai alat bantu dalam pembelajaran.
Hingga saat ini, sekolah di Kabupaten Sukabumi
khususnya sekolah penggerak didorong agar selalu update
menggunakan Platform Merdeka Mengajar. Namun, karena
masih adanya akses internet yang terbatas di kabupaten
Sukabumi terutama di daerah yang termasuk tertinggal dan
terpencil. Disamping itu, adanya temuan bahwa di sekolah
yang akses internetnya bagus pun kurang begitu greget
dalam mengoptimalkan Platform Merdeka Mengajar.
Sehingga Pemerintah Daerah Kabupaten Sukabumi melalui
Dinas Pendidikan diharapkan dapat terus mendorong
secara berkesinambungan agar semua sekolah terfasilitasi
akses internet dan menggunakan Platform Merdeka
Mengajar.

D. Daftar Pustaka
Albi Anggito, J. S. (2018). Metodologi penelitian kualitatif. Suka
Bumi Jawa Barat: CV Jejak; 2018:214. In CV . Jejak.

Astini, N. K. S. (2022). TANTANGAN IMPLEMENTASI


MERDEKA BELAJAR PADA ERA NEW NORMAL
COVID-19 DAN ERA SOCIETY 5.0. LAMPUHYANG,
13(1).
https://doi.org/10.47730/jurnallampuhyang.v13i1.298

Rahayu.et.al. (2022). Implementasi Kurikulum Merdeka Belajar


di Sekolah Penggerak. Jurnal Basicedu, 6(4), 6313–6319.

112
Saleh, M. (2020). Merdeka belajar di tengah pandemi Covid-19.
Prosiding Seminar Nasional Hardiknas, 1, 51–56.

Sugiri, W. A., & Priatmoko, S. (2020). Persprektif asesmen


autentik sebagai alat evaluasi dalam merdeka belajar. At-
Thullab: Jurnal Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah, 4(1),
53–61.

Wijaya, S., Sumantri, M. S., & Nurhasanah, N. (2022).


IMPLEMENTASI MERDEKA BELAJAR MELALUI
STRATEGI PEMBELAJARAN TERDIFERENSIASI DI
SEKOLAH DASAR. Didaktik: Jurnal Ilmiah PGSD STKIP
Subang, 8(2), 1495–1506.

113
BAB PENERAPAN DIMENSI

8
P5 DALAM
MEMBANGUN
KARAKTER SISWA

Oleh : Muhammad Firman, S.Pd.,M.Pd.

A. Pendahuluan
Dimensi Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila dalam
membangun karakter siswa adalah karena perkembangan
teknologi dan globalisasi yang semakin pesat. Hal ini
menyebabkan anak-anak menjadi lebih mudah terpengaruh
oleh budaya luar dan meninggalkan nilai-nilai lokal. Oleh
karena itu, diperlukan upaya untuk menanamkan nilai-nilai
Pancasila kepada anak-anak agar mereka dapat menjadi
generasi yang bermoral dan berkarakter. Projek Penguatan
Profil Pelajar Pancasila merupakan salah satu upaya untuk
meningkatkan karakter siswa melalui penerapan dimensi-
dimensi yang terkait.
Dalam beberapa dekade terakhir, para pendidik dan ahli
pendidikan di seluruh dunia menyadari bahwa memahami hal-
hal diluar kelas bisa membantu siswa memahami bagaimana
belajar di sekolah berkaitan dengan kehidupan sehari-hari. Ki
Hajar Dewantara sebelumnya sudah menekankan pentingnya
siswa mempelajari hal-hal diluar kelas, meskipun
pelaksanaannya belum optimal. Projek penguatan profil pelajar
pancasila merupakan salah satu cara untuk memberikan
kesempatan bagi siswa sebagai proses penguatan karakter dan
belajar dari lingkungan sekitarnya.

114
Dalam proyek ini, siswa akan diberikan kesempatan
untuk mempelajari topik-topik penting seperti perubahan
iklim, anti-radikalisme, kesehatan mental, budaya,
kewirausahaan, teknologi, dan demokrasi. Hal ini bertujuan
untuk membekali siswa dengan kemampuan untuk mengatasi
masalah-masalah tersebut sesuai dengan tahap belajar dan
kebutuhan mereka. Dengan demikian, diharapkan siswa dapat
mengambil tindakan nyata dalam menangani masalah-masalah
tersebut dan menginspirasi siswa lainnya untuk turut
berkontribusi pada lingkungan sekitarnya. Proyek penguatan
profil pelajar Pancasila diharapkan akan menjadi sebuah
pencapaian yang membanggakan bagi para pekerja di era
modern.
Menurut Kepmendikbudristek No.56/M/2022 tentang
Pedoman Penerapan Kurikulum, pelaksanaan projek
penguatan profil pelajar Pancasila telah dimasukkan ke dalam
skema kurikulum untuk jenjang PAUD, Pendidikan Dasar, dan
Menengah. Struktur Kurikulum tersebut terdiri dari kegiatan
pembelajaran intrakurikuler serta projek penguatan profil
pelajar Pancasila. Sedangkan untuk Pendidikan Kesetaraan,
struktur kurikulum terdiri dari mata pelajaran kelompok
umum dan pemberdayaan serta keterampilan yang berbasis
pada profil pelajar Pancasila. Harapan dari pelaksanaan projek
penguatan profil pelajar Pancasila adalah menjadi sarana yang
optimal dalam membantu siswa menjadi pelajar seumur hidup
yang kompeten, berperilaku sesuai dengan nilai-nilai Pancasila
dan berkarakter.
Profil pelajar Pancasila memiliki definisi kompetensi
yang memperkuat pencapaian Standar Kompetensi Lulusan di
setiap tingkat pendidikan dengan memberikan penekanan
pada pembentukan karakter yang sesuai dengan nilai-nilai
Pancasila. Kompetensi yang ditentukan untuk profil pelajar
Pancasila memperhatikan faktor internal seperti jati diri,
ideologi dan cita-cita bangsa Indonesia, serta faktor eksternal
seperti lingkungan hidup dan tantangan yang dihadapi bangsa
Indonesia dalam era revolusi industri 4.0.

115
Harapannya adalah bahwa pelajar Indonesia dapat
memiliki kompetensi yang cukup untuk menjadi warga negara
yang demokratis serta manusia yang berkualitas tinggi dan
produktif di era Abad ke-21. Oleh karena itu, para pelajar di
Indonesia diharapkan dapat aktif dalam berpartisipasi dalam
pembangunan global yang berkelanjutan dan mampu
menghadapi tantangan yang beragam dengan daya tahan yang
tinggi. Selain itu, para pelajar juga diharapkan memiliki sikap
dan perilaku yang positif sebagai warga negara maupun warga
dunia.
Beberapa dimensi kompetensi profil pelajar Pancasila
antara lain beriman, berkebinekaan global, bergotong-royong,
mandiri, bernalar kritis, dan kreatif. Dimensi-dimensi tersebut
menunjukkan bahwa profil pelajar Pancasila tidak hanya
memfokuskan pada kemampuan intelektual, tetapi juga sikap
dan perilaku yang sesuai dengan jati diri sebagai bangsa
Indonesia dan warga dunia(Suryaman, 2020).
Dimensi Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila adalah
sebuah proyek yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran
dan pemahaman siswa tentang nilai-nilai Pancasila. Proyek ini
memiliki beberapa dimensi yang berbeda, yang meliputi:
1. Pengetahuan Pancasila: Proyek ini akan meningkatkan
pengetahuan siswa tentang Pancasila melalui berbagai
kegiatan seperti diskusi, presentasi, dan pelatihan.
2. Keterampilan Pancasila: Proyek ini akan meningkatkan
keterampilan siswa dalam mengaplikasikan nilai-nilai
Pancasila dalam kehidupan sehari-hari.
3. Sikap Pancasila: Proyek ini akan membantu siswa untuk
membangun sikap yang positif terhadap nilai-nilai
Pancasila.
4. Praktek Pancasila: Proyek ini akan membantu siswa untuk
mengaplikasikan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan
mereka.
5. Kepedulian Pancasila: Proyek ini akan membantu siswa
untuk mengembangkan rasa peduli terhadap nilai-nilai
Pancasila dan menjadi warga yang bertanggung jawab.

116
Siswa adalah orang yang sedang belajar di sekolah atau
universitas. Karakter siswa dapat berbeda-beda tergantung
pada usia, latar belakang, dan lingkungannya. Karakter umum
yang dimiliki siswa adalah antusiasme, keinginan untuk
belajar, komitmen, dan keterampilan berpikir kritis. Siswa juga
dapat memiliki keterampilan sosial yang baik, yang membantu
mereka dalam menjalin hubungan dengan orang lain. Siswa
juga harus memiliki kemampuan untuk mengatur waktu,
mengatur prioritas, dan mengatur diri sendiri. Siswa yang
berhasil dapat mencapai tujuan mereka dengan menggunakan
keterampilan ini.
Tujuan dari penerapan dimensi Projek Penguatan Profil
Pelajar Pancasila dalam membangun karakter siswa adalah
untuk membantu siswa membangun karakter yang kuat dan
bermoral melalui penerapan dimensi-dimensi yang terkait,
yaitu dimensi Pendidikan Karakter, Pendidikan Kepribadian,
dan Pendidikan Sosial. Dengan demikian, diharapkan siswa
dapat mengembangkan karakter yang kuat dan bermoral serta
meningkatkan keterampilan sosialnya(RAHAYUNINGSIH,
2022).
“...Diperlukan agar anak-anak kita yang bersekolah
di Taman Siswa dapat merasakan kehidupan rakyat
yang dekat dengan mereka, sehingga mereka tidak
hanya memiliki pengetahuan tentang kehidupan
rakyat, tetapi juga dapat mengalaminya secara
langsung. Hal ini penting agar mereka tidak hidup
terpisah dari rakyat..” Ki Hadjar Dewantara.

B. Dimensi Proyek Penguatan Pancasila


Dimensi proyek penguatan profil pelajar Pancasila meliputi
beberapa hal, di antaranya:
1. Dimensi Pendidikan Karakter
Dimensi Pendidikan Karakter adalah salah satu
dimensi dari Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila yang
bertujuan untuk membantu siswa membangun karakter
yang kuat dan bermoral. Dimensi ini menekankan pada

117
pengembangan nilai-nilai Pancasila seperti kejujuran,
kesetiaan, keadilan, kepedulian, dan lain-lain. Dimensi ini
juga menekankan pada pengembangan keterampilan sosial
seperti keterampilan komunikasi, keterampilan
bernegosiasi, dan lain-lain. Dimensi ini juga menekankan
pada pengembangan keterampilan kepemimpinan seperti
memotivasi, memimpin, dan lain-lain. Dengan demikian,
diharapkan siswa dapat membangun karakter yang kuat
dan bermoral(Rizal, 2014).
Karakter siswa adalah kumpulan sifat, sikap, dan
perilaku yang menentukan bagaimana seseorang menjalani
kehidupannya dan berinteraksi dengan lingkungan
sekitarnya. Karakter siswa dapat diukur dengan
menggunakan kriteria seperti kejujuran, kepercayaan,
tanggung jawab, dan toleransi. Pendidikan karakter sangat
penting dalam membentuk siswa menjadi individu yang
berkualitas dan bertanggung jawab(Pradita Sari, 2017).
Membangun karakter siswa merupakan salah satu tujuan
utama pendidikan. Karakter siswa dibangun melalui proses
pembelajaran yang terintegrasi dan menyeluruh, yang
meliputi aspek intelektual, emosional, dan spiritual.
Beberapa cara untuk membangun karakter siswa
diantaranya:
a. Menyediakan program pembelajaran yang
mengutamakan nilai-nilai moral dan etika.
b. Menciptakan lingkungan belajar yang positif dan
menghormati perbedaan.
c. Melakukan aktivitas ekstrakurikuler yang
mengembangkan kemampuan siswa dan meningkatkan
kesadaran sosial.
d. Memberikan contoh yang baik dan menanamkan sikap
positif kepada siswa melalui tindakan yang konsisten.
e. Mengembangkan kemampuan siswa untuk berpikir
kritis dan membuat keputusan yang bijak.

118
Sebagai catatan, membentuk karakter siswa bukan
hanya beban guru saja, tetapi juga merupakan tanggung
jawab orang tua dan masyarakat. Kerjasama yang efektif
antara sekolah, orang tua, dan lingkungan dapat membantu
dalam proses pembentukan karakter siswa yang positif.

2. Dimensi Pendidikan Kepribadian


Dimensi pendidikan kepribadian adalah pendekatan
pendidikan yang berfokus pada pembentukan dan
pengembangan karakter dan kepribadian siswa. Pendekatan
ini memandang bahwa pendidikan bukan hanya tentang
mendapatkan pengetahuan dan keterampilan, tetapi juga
tentang membentuk sifat dan perilaku yang positif.
Pendekatan ini menekankan bahwa pendidikan harus
mencakup pengembangan moral dan spiritual siswa, serta
pembentukan nilai-nilai yang diperlukan untuk menjadi
orang yang bermoral dan bertanggung jawab(Abdillah,
2021). Pendekatan ini juga menekankan pentingnya
pengembangan keterampilan sosial dan keterampilan
komunikasi yang diperlukan untuk menjadi anggota
masyarakat yang produktif. Pendekatan ini menekankan
bahwa pendidikan harus mencakup pengembangan
karakter, yang meliputi kesadaran tentang nilai-nilai dan
norma-norma sosial, serta kesadaran tentang pentingnya
berpartisipasi dalam kehidupan masyarakat.

3. Dimensi Pendidikan Sosial


Pendidikan sosial memiliki dimensi tersendiri yang
berkaitan dengan pendidikan. Ini menekankan pada aspek
sosial yang terkait dengan pendidikan, termasuk sosial dan
budaya. Dimensi ini fokus pada pengembangan
keterampilan sosial, budaya dan nilai yang penting bagi
individu untuk berkontribusi secara produktif dalam
masyarakat. Selain itu, dimensi ini juga menekankan pada
pembelajaran tentang hak dan tanggung jawab sebagai
warga negara, serta pengembangan keterampilan

119
komunikasi dan interaksi sosial untuk berpartisipasi secara
efektif dalam masyarakat.

C. Penerapan Dimensi Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila


Implementasi Dimensi Proyek Penguatan Profil Pelajar
Pancasila bertujuan untuk memperkuat kualitas sumber daya
manusia dengan kepribadian dan karakter yang baik yang
berdasar pada Pancasila. Melalui hal ini, diharapkan dapat
membentuk generasi penerus bangsa yang memiliki komitmen
yang kuat terhadap Pancasila sebagai fondasi negara(Syafi’i,
2021).
Penguatan profil pelajar pancasila jika dikaji dari aspek
karakter dan kemampuan Profil Pelajar Pancasila dibentuk dan
diakui dalam kehidupan sehari-hari serta diterapkan dalam diri
setiap individu peserta didik melalui budaya sekolah,
pembelajaran dalam kurikulum, program penguatan profil
pelajar Pancasila, dan aktivitas ekstrakurikuler. Oleh karena itu
ada beberapa cara untuk menerapkan karatkter pada siswa :
1. Penuh Tanggung Jawab - Siswa memahami bahwa mereka
bertanggung jawab untuk memenuhi tanggung jawab
mereka, termasuk mengikuti kewajiban belajar dan tugas-
tugas yang diberikan oleh guru.
2. Keterampilan Sosial - Siswa mampu berkomunikasi dengan
orang lain dengan cara yang tepat dan efektif, membangun
hubungan yang positif, dan menjaga komunikasi yang baik.
3. Inisiatif - Siswa menunjukkan inisiatif dalam mengerjakan
tugas dan mencari cara untuk memecahkan masalah.
4. Disiplin - Siswa mengikuti aturan dan menunjukkan
perilaku yang mematuhi.
5. Etika Kerja - Siswa memahami pentingnya mengerjakan
pekerjaan dengan benar dan tepat waktu, serta
menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan.
6. Kreativitas - Siswa memiliki kemampuan untuk
mengembangkan ide-ide baru dan mencari solusi yang
kreatif untuk masalah.

120
7. Kemampuan Berpikir Kritis - Siswa memiliki kemampuan
untuk berpikir secara kritis dan menganalisis informasi
yang diterimanya.
8. Kepercayaan Diri - Siswa memiliki kepercayaan diri yang
kuat dan mampu mengekspresikan pendapat dan ide
mereka.
9. Integritas - Siswa memiliki integritas yang tinggi dan
mampu membuat keputusan yang etis.
10. Penguasaan Materi - Siswa memahami materi yang
diajarkan dengan baik dan mampu mengaplikasikannya
dalam situasi nyata.

Berdasarkan kajian di atas penguatan profil pelajar


pancasila dalam implementasi kurikulum merdeka di sekolah
dapat meningkatkan kompetensi karakter peserta didik tidak
hanya dari aspek kognitifnya saja melainkan self branding dan
kompetensi sosial siswa dapat ditingkatkan sehingga
kolaborasi capaian dalam profil pelajar pancasila tidak hanya
sekedar tahu tetapi bagaimana mengaplikasikan
pengetahunanya ke dalam sikap dan motoriknya. Dengan
adanya capaian tersebut kompetensi lulusan dalam satuan
pendidikan dapat menjadi pegangan dalam kehidupan
bermasyarakat dan tuntutan zaman.
Penguatan dimensi profil pelajar pancasila tersebut jika
dikaji dari aspek peningkatan Kepribadian Siswa dapat
dilakukan melalui beberapa langkah yang dilakukan agar sikap
profil pelajar pancasila dapat dicapai secara efektif sesuai yang
diharapkan.
Beberapa bentuk penanaman kepribadian yang dapat
dilakukan oleh guru atau satuan pendidikan tersebut
diantaranya :
1. Berikan pujian dan motivasi kepada siswa ketika mereka
mencapai hasil yang baik.
2. Berikan peluang kepada siswa untuk mengambil inisiatif
dan mengajukan ide-ide mereka.

121
3. Berikan peluang kepada siswa untuk menjadi pemimpin
dalam kelompok dan memegang tanggung jawab.
4. Berikan peluang kepada siswa untuk belajar dari kesalahan
dan mengambil pelajaran darinya.
5. Ajarkan siswa untuk menghargai berbagai perbedaan dan
menghormati orang lain.
6. Ajarkan siswa untuk menghargai diri mereka sendiri dan
orang lain.
7. Berikan peluang kepada siswa untuk memecahkan masalah
dan mengambil keputusan.
8. Ajarkan siswa untuk berpikir secara kritis dan kreatif.
9. Ajarkan siswa untuk mengembangkan keterampilan
komunikasi yang baik.
10. Ajarkan siswa untuk menjadi pribadi yang tangguh dan
berani.

Dengan adanya pola penanaman sikap oleh pendidik


terhadap siswanya di atas diharapkan mampu diaplikasikan
sebagai tauladan dalam pendidikan. Pentingnya penanaman
nilai sikap dalam pembelajaran adalah untuk memupuk nilai –
nilai budaya ke dalam diri siswa dalam hal menghargai dan
bertoleransi. Dengan adanya nilai – nilai yang dimiliki seorang
siswa, dapat memberikan rangsangan dalam upaya
meningkatkan pemikiran kreatif yang menunjang
kompetensinya dalam bertahan hidup dalam dinamika
perubahan zaman saat ini.
Salah satunya adalah melalui peningkatan keterampilan
sosial siswa dapat dilakukan dengan berbagai cara, termasuk
melalui:
1. Memperkenalkan pelajaran keterampilan sosial.
Mengajarkan siswa tentang keterampilan sosial, seperti
komunikasi, konflik dan resolusi, dan kemampuan
bernegosiasi, dapat membantu mereka mengembangkan
keterampilan sosial yang dibutuhkan untuk berinteraksi
dengan orang lain secara efektif.
2. Memberikan peluang untuk berlatih. Memberikan siswa
kesempatan untuk berlatih keterampilan sosial dalam

122
lingkungan sekolah, seperti dalam kelompok kecil atau
diskusi kelas, dapat membantu mereka lebih memahami
cara berinteraksi dengan orang lain.
3. Menciptakan lingkungan yang aman. Membangun
lingkungan sekolah yang aman dan mendukung, di mana
semua siswa merasa nyaman, dapat membantu mereka
mengembangkan keterampilan sosial mereka.
4. Mengaktifkan siswa. Memperkenalkan aktivitas yang
menyenangkan dan menarik, seperti permainan
keterampilan sosial, dapat membantu siswa memahami dan
mengembangkan keterampilan sosial mereka.
5. Memfasilitasi diskusi. Memberikan siswa kesempatan untuk
berbicara dan berdiskusi tentang topik yang berhubungan
dengan keterampilan sosial, seperti bagaimana
menyelesaikan konflik, dapat membantu mereka
mengembangkan keterampilan sosial mereka.
6. Modelling perilaku positif dapat membantu siswa
memantau dan mengikuti perilaku sosial yang positif dari
orang lain di sekitarnya, termasuk para guru dan orang tua,
dapat membantu mereka mengembangkan keterampilan
sosial mereka.

D. Daftar Pustaka
Abdillah, F. (2021). Tracing ’ Profil Pelajar Pancasila ’ Within
The Civic Education Textbook : Mapping Values For
Adequacy. Jurnal Moral Kemasyarakatan, 6(2).

Fajri, K. N. (2019). Proses Pengembangan Kurikulum. Islamika,


1(2), 35–48. https://doi.org/10.36088/islamika.v1i2.193

Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, Dan


Teknologi Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2022
Tentang Standar Penilaian Pendidikan Pada Pendidikan Anak
Usia Dini, Jenjang Pendidikan Dasar, Dan Jenjang Pendidikan
Menengah

123
Pradita Sari, D. (2017). PENANAMAN KARAKTER
TOLERANSI PADA SISWA REGULER DAN SISWA
BERKEBUTUHAN KHUSUS MELALUI
PEMBELAJARAN PPKn DI SMPN 4 SIDOARJO. Kajian
Moral Dan Kewarganegaraan, 5(02).

RAHAYUNINGSIH, F. (2022). INTERNALISASI FILOSOFI


PENDIDIKAN KI HAJAR DEWANTARA DALAM
MEWUJUDKAN PROFIL PELAJAR PANCASILA.
SOCIAL : Jurnal Inovasi Pendidikan IPS, 1(3).
https://doi.org/10.51878/social.v1i3.925

Rizky Satria,(2022) Panduan Pengembangan Projek Penguatan


Profil Pelajar Pancasila ; Badan Standar, Kurikulum, Dan
Asesmen Pendidikan Kementerian Pendidikan,
Kebudayaan, Riset, Dan Teknologi Republik Indonesia

Rizal, A. S. (2014). Filsafat Pendidikan Islam Sebagai Landasan


Membangun Sistem Pendidikan Islami. Jurnal Pendidikan
Agama Islam - Ta’lim, 12(1).

Suryaman, M. (2020). Orientasi Pengembangan Kurikulum


Merdeka Belajar, 13–28.

Syafi’i, F. F. (2021). Merdeka belajar: sekolah penggerak.


PROSIDING SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN
DASAR “Merdeka Belajar Dalam Menyambut Era
Masyarakat 5.0,” (November).

124
TENTANG PENULIS

Indri Lastriyani, S.Pd.,M.Pd. Lulus S1


di Program Studi Pendidikan Ekonomi
Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu
Pendidikan (STKIP PGRI Sukabumi) tahun
2010. Lulus S2 di program Magister
Administrasi Pendidikan Universitas
Pendidikan Indonesia Bandung (UPI) tahun
2012. Saat ini menjadi dosen tetap di
Universitas Linggabuana PGRI Sukabumi, Program Studi
Pendidikan Ekonomi. Mengampu Matakuliah Pengelolaan
Pendidikan, Landasan Pendidikan, Evaluasi Pendidikan di
program Pendidikan Ekonomi Universitas Linggabuana PGRI
Sukabumi. Aktif menulis di artikel dan pernah menulis buku
dengan judul Manajemen Kurikulum dan Evaluasi Pendidikan.

Hj. Lidiawati, S.E.,M.Pd. Lulus S1 di


Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi
Universitas Ibn Kholdun Bogor (UIKA)
tahun 1999. Lulus S2 di program Magister
Manajemen Pendidikan Universitas
Muhammadiyah Prof. Hamka Jakarta
(UHAMKA) tahun 2003. Saat ini menjadi
dosen tetap di Institut Agama Islam
Sukabumi (IAIS), Program Studi Ekonomi
Syariah. Aktif sebagai Sekretaris Dewan Pendidikan Kabupaten
Sukabumi dan Kepala Pengawas Kependidikan di Yaspida
Sukabumi dan Kobiro Humas dan Hubungan antar Lembaga
(IAIS). Aktif menulis di artikel dan pernah menulis buku dengan
judul Manajemen Kurikulum dan Evaluasi Pendidikan.

125
M. Asif Nur Fauzi, S.Sos, M.Si Lulus
S1 di Ilmu Administrasi Negara Universitas
Negeri Surabaya pada tahun 2012. Lulus S2
di Program Magister Ilmu Administrasi
Negara Universitas Dr. Soetomo Surabaya
tahun 2015. Saat ini menjadi dosen tetap di
Stebi Syaikhona Kholil Sidogiri Pasuruan,
Program Studi Ekonomi Syariah. Mengampu
Matakuliah Perilaku Organisasi, Ekonomi
Mikro Syariah, Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif, dan
Managemen Sumber Daya Insani (MSDI) di program Ekonomi
Syariah Stebi Syaikhona Kholil Sidogiri. Aktif menulis artikel di
Jurnal Bereputasi Nasional dan pernah menulis buku dengan judul
Menulis Karya Tulis Ilmiah (KTI) bagi Pemula dan Manajemen
Kurikulum dan Evaluasi Pendidikan Suatu Paradigma
Implementasi.

Muhammad Firman, S.Pd., M.Pd.


Lulusan S1 di Program Studi Pendidikan
Bahasa dan Sastra Arab Universitas
Pendidikan Indonesia Bandung (UPI
Bandung) tahun 2009. Lulusan S2 di Program
Studi Pendidikan Umum/Nilai Konsentrasi
Pendidikan Agama di Universitas
Pendidikan Indonesia Bandung (UPI
Bandung) tahun 2013. Saat ini menjadi dosen
tetap di Universitas Linggabuana PGRI Sukabumi, Program Studi
Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan. Mengampu
Matakuliah Pendidikan Agama Islam, Hukum Islam, Dasar
Konsep Pendidikan Moral dan Pendidikan Nilai dan Moral di
program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan
Universitas Linggabuana PGRI Sukabumi.

126
Berliana, S.Pd.,M.M. Lulus S1 di
Program Studi Pendidikan Ekonomi Sekolah
Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan
(STKIP PGRI Sukabumi) tahun 2005. Lulus S2
di program Magister Manajemen di STIE Tri
Dharma Widya Jakarta tahun 2009. Saat ini
menjadi dosen tetap di Universitas
Linggabuana PGRI Sukabumi, Program Studi
Pendidikan Ekonomi. Mengampu Mata
kuliah Pengantar Bisnis, Kewirausahaan, Sistem Informasi
Manajemen, Manajemen Usaha Kecil, di program Studi
Pendidikan Ekonomi Universitas Linggabuana PGRI Sukabumi.
Aktif menulis di artikel dan pernah menulis buku dengan judul
Manajemen Kurikulum dan Evaluasi Pendidikan.

Margono, SH, MM, Lulus S1 di


program study Hukum Tata Negara (HTN)
UNTAG Semarang Lulus tahun 1991, Lulus
S2 Diprogram study Magister Manajemen
SDM, Institut Global Internasional (IGI)
Jakarta lulus tahun 2013

Ida Farida Fitriyani,


S.Ag.,S.Kep.MM.,M.Kes. Lulus S1 Program
Study Pendidikan Agama Islam. STAI
(Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah) Ma’had
Baitul Arqom Al-Islami Bandung Tahun
1999. Lulus S1 Pendidikan Ilmu
Keperawatan. Universitas Muhamadiah
Tangerang Tahun 2022. Lulus S2
Manajemen SDM (Sumber Daya Manusia)
STIE IPWIJA Jakarta Tahun 2003. Lulus S2 Manajemen Kesehatan
Masyarakat (Kesehatan Refroduksi) Universitas Respati Indonesi
(URINDO) Jakarta Tahun 2010. Saat ini menjadi Kepala Seksi

127
Pelayanan Umum di Kantor Kecamatan Sajira Kabupaten Lebak
Banten. Ketua PMI (Palang Merah Indonesia) Kecamatan Sajira
Periode 2022-2025. Pengurus Kwarran (Kwartir Ranting)
Kecamatan Cipanas Periode 2022-2025. Anggota PPNI (Persatuan
Perawat Nasional Indonesia) sejak Tahun 1990.

Moch. Apip, S.Pd.I,M.Pd. Lulus S1 di


Program Studi Pendidikan Islam Sekolah
Tinggi Al-Aqidah Jakarta tahun 2007. Lulus
S2 di program Magister Pendidikan STAI Al-
Hikmah Jakarta pada tahun 2021. Saat ini
menjadi salah satu pengurus Yayasan Amin
Syarbini di Tangerang selatan. Aktif menulis
di artikel dan pernah menulis buku dengan
judul Manajemen Kurikulum dan Evaluasi Pendidikan.

H. UCE GUNAWAN, S.Ag, MM.


Sukabumi, 18 Juni 1976. S1 di Fakultas
Syari’ah Jurusan Jinayah Siyasah IAIN Sunan
Ampel Surabaya Lulus Tahun 2000, S1 di
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Jurusan Pendidikan Kewarganegaraan
Universitas Islam Nusantara Bandung Lulus
Tahun 2010, S2 di Sekolah Tinggi Ilmu
Ekonomi “ IGI” Jakarta, Program Studi /
Konsentrasi Manajemen Pendidikan Lulus Tahun 2014. Saat ini
menjadi Kepala SMA PLUS YASPIDA Sukabumi Jawa Barat, dan
Dosen di IAIS Sukabumi. Pernah menulis di artikel Judul
Pendidikan berbasis Agama, Filsafat Psikologi dan Sosiologi, dan
pernah menulis buku denga judul Manajemen Kurikulum dan
Evaluasi Pendidikan (Implementasi dan Evaluasi Kurikulum),

128
Marup, S.Hum.,M.Pd. Lahir di
Cianjur pada tanggal 28 November 1993,
Penulis pernah menyelesaikan pendidikan
Jenjang Strata Satu (S1) di Fakultas Adab dan
Humaniora, Jurusan Bahasa dan Sastra, UIN
Sunan Gunung Djati Bandung dan Lulus
pada Tahun 2015, Strata Dua (S2) Program
Pascasarjana, Prodi Pendidikan Bahasa UIN
Sunan Gunung Djati Bandung Lulus pada
Tahun 2018. Saat ini Penulis sedang Studi Lanjut pada Sekolah
Pascasarjana, Program Doktoral (S3) Prodi Ilmu Pendidikan,
Universitas Islam Nusantara (UNINUS) Bandung. Pernah menjadi
Dosen di UIN Sulthan Maulana Hasanudin Banten, Universitas
Muhammadiyah Banten (UMB), Universitas Muhammadiyah
Tangerang (UMT) dan Universitas Mathla’ul Anwar Banten
(UNMA). Saat ini menjadi Kepala Biro Akademik, Administrasi
Umum dan Dosen di Institut Agama Islam Sukabumi Perguruan
Islam Yaspida Sukabumi Jawa Barat. Penulis pernah menulis
salahsatunya pada artikel dengan Judul Kata Cinta dan
Padanannya dalam Novel laila Majnun Karya Nizami, dan pernah
menulis buku denga judul Kata Qawl, Kalam dan Derivasinya
dalam Terjemah Ta’lim Al-Muta’allim Karya Ali As’ad.

129
130

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai