Anda di halaman 1dari 154

Menjadi Guru Profesional

dan Beretika

AHMAD SURYADI

CV Jejak, 2022

2 Ahmad Suryadi
Menjadi Guru Profesional dan Beretika
Copyright ©, 2022

Penulis:
Ahmad Suryadi, S.Pd., M.Pd.

ISBN: 978-623-338-866-5
ISBN: 978-623-338-867-2 (PDF) ; Edisi Digital, 2022

Editor: Ahmad Suryadi, S.Pd., M.Pd.


Penyunting/Penata Letak:
Desain Cover:

Penerbit:
CV Jejak, anggota IKAPI
Redaksi:
Jln. Bojonggenteng Nomor 18, Kec. Bojonggenteng
Kab. Sukabumi, Jawa Barat 43353
Web : www.jejakpublisher.com
E-mail : publisherjejak@gmail.com
Facebook : Jejak Publisher
Twitter : @JejakPublisher
WhatsApp : +6281774845134

Cetakan Pertama, April 2022


121 halaman; 14 x 20 cm

Hak cipta dilindungi undang-undang


Dilarang memperbanyak maupun mengedarkan buku dalam
bentuk dan dengan cara apapun tanpa izin tertulis dari
penerbit
Menjadi maupun penulis dan Beretika 3
Guru Profesional
Kata Pengantar
Puji syukur hanya berhak disampaikan kepada Allah
Swt. yang telah memberikan ridho dan kekuatan kepada
penulis, sehingga dapat menyelesaikan buku yang berjudul:
‚Menjadi Guru Profesional dan Beretika‛.
Shalawat dan salam semoga tetap terlimpahkan
kepada junjungan kita Nabi besar Muhammad Saw. yang
menjadi uswatun hasanah bagi kita semua.
Selanjutnya, dengan memanfaatkan kemudahan yang
ada secara optimal, kesulitan dan keterbatasan yang
menghambat proses penyusunan buku ini dapat diatasi
dengan bantuan dari berbagai pihak baik secara langsung
maupun tidak langsung. Sehubungan dengan ini penulis ingin
menyampaikan penghargaan terima kasih yang seluas-
luasnya kepada semua pihak yang telah membantu penulis,
sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan buku ini.
Akhirnya tiada gading yang tak retak, penulis
sadar buku ini sangat jauh dari kesempurnan dan harapan.
Oleh sebab itu, koreksi, kritik, dan saran yang membangun
dari semua pihak sangat penulis harapkan, teriring harapan
semoga karya ini bermanfaat untuk menambah khazanah
ilmu pengetahuan.
April 2022

4 Ahmad Suryadi
Penulis

Daftar Isi
KATA PENGANTAR ........................................................................... 3
DAFTAR ISI .......................................................................................... 4
BAB I KONSEP ETIKA DAN PROFESI KEGURUAN ................. 7
A. Pengertian Etika, Profesi dan Guru ......................................... 7
B. Tujuan Kode Etik ......................................................................... 13
C. Kode Etik Profesi Keguruan ....................................................... 15
D. Kode Etik Guru pada Perundang-Undangan ........................... 16
BAB II TUGAS DAN TANGGUNG JAWAB GURU
SEBAGAI PENDIDIK PROFESIONAL ............................................ 21
A. Peran dan Fungsi Guru ................................................................ 21
B. Tugas Guru sebagai Pendidik Profesional ............................... 28
C. Tanggung Jawab Guru Sebagai Pendidik
Profesional ..................................................................................... 30
BAB III KEPEMIMPINAN GURU DALAM
PENDIDIKAN .................................................................... 34
A. Pengertian Kepemimpinan Guru .............................................. 34
B. Gaya Kepemimpinan Guru ......................................................... 37
C. Fungsi Kepemimpinan Guru ...................................................... 40
Menjadi Guru Profesional dan Beretika 5
BAB IV KOMPETENSI GURU DALAM PERSPEKTIF
TEORI DAN PERUNDANG-UNDANGAN ................................... 43
A. Kompetensi Guru dalam Perspektif Teori ................................ 43
B. Kompetensi Guru dalam Perspektif Perundang-
undangan ....................................................................................... 48
BAB V KEDUDUKAN GURU DALAM MANAJEMEN
SEKOLAH .............................................................................................. 53
A. Pengertian Guru dan Manajemen Sekolah ............................... 53
B. Kedudukan Guru Sebagai Manajemen Sekolah ...................... 55
BAB VI PENGHARGAAN PROFESI GURU ................................... 60
A. Pengertian dan Penghargaan Profesi Guru .............................. 60
B. Penghargaan Guru Sebagai Agen Perubahan .......................... 63
C. Jenis-jenis Penghargaan dan Kesejahteraan Profesi
Guru ............................................................................................... 65
D. Manfaat Penghargaan Kepada Guru ......................................... 71
BAB VII SIKAP GURU ........................................................................ 73
A. Definis Sikap ................................................................................. 73
B. Sikap Guru .................................................................................... 77
BAB VIII PARADIGMA BARU TERHADAP PROFESI
GURU ................................................................................................. 93
A. Paradigma dan Model Pembinaan Profesi Guru ..................... 93

6 Ahmad Suryadi
B. Tugas dan Tanggung Jawab Guru ............................................. 97
C. Peran Guru dalam Proses Pembelajaran ................................... 101
D. Model Pengembangan Profesi Guru .......................................... 104
BAB IX GURU SEBAGAI PILAR UTAMA
PEMBENTUKAN PENDIDIKAN KARAKTER DI
SEKOLAH ............................................................................................... 106
A. Pendidikan Karakter .................................................................... 106
B. Guru sebagai Pilar Utama Pembentukan Karakter
di Sekolah ...................................................................................... 109
BAB X KOMPETENSI, KEPRIBADIAN DAN PERAN
GURU .................................................................................................. 114
A. Kompetensi Guru ......................................................................... 114
B. Pengukuran Kompetensi Guru ................................................... 116
C. Peran Guru .................................................................................... 118
BAB XI HARAPAN GURU MASA DEPAN ..................................... 122
A. Paradigma Masyarakat tentang Pendidikan dan
Guru ............................................................................................... 122
B. Permasalahan-permasalahan yang dihadapi Guru ................. 124
C. Harapan Guru Masa Depan ........................................................ 131
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................ 139
TENTANG PENULIS ........................................................................... 146

Menjadi Guru Profesional dan Beretika 7


BAB I
KONSEP ETIKA DAN
PROFESI KEGURUAN
A. Pengertian Etika, Profesi, dan Guru
1. Etika
a. Pengertian Etika
Etika (Etimologi), berasal dari bahasa Yunani adalah
‚Ethos‛, yang berarti, karakter, watak, kesusilaan atau adat
kebiasaan (custom). Sebagai suatu subyek, etika akan berkaitan
dengan konsep yang dimiliki oleh individu ataupun
kelompok untuk menilai apakah tindakan-tindakan yang
telah dikerjakannya itu salah atau benar, buruk atau baik.1
Etika, pada hakikatnya merupakan dasar
pertimbangan dalam pembuatan keputusan tentang moral
manusia dalam interaksi dengan lingkungannya. Secara
umum etika dapat diartikan sebagai suatu disiplin filosofis
yang sangat diperlukan dalam interaksi sesama manusia
dalam memilih dan memutuskan pola-pola perilaku yang

Umar Sulaiman, Etika Profesi Keguruan (Makassar,


1

Alauddin University Press, 2021) h. 1.

8 Ahmad Suryadi
sebaik-baiknya berdasarkan timbangan moral-moral yang
berlaku. Dengan adanya etika, manusia dapat memilih dan
memutuskan perilaku yang paling baik sesuai dengan norma-
norma moral yang berlaku. Dengan demikian akan
terciptanya suatu pola-pola hubungan antar manusia yang
baik dan harmonis, seperti saling menghormati, saling
menghargai, tolong menolong, dsb.
Sebagai acuan pilihan perilaku, etika bersumber pada
norma-norma moral yang berlaku.2Sumber yang paling
mendasar adalah agama sebagai sumber keyakinan yang
paling asasi, filsafat hidup (di negara kita adalah Pancasila),
budaya masyarakat, disiplin keilmuan dan profesi. Dalam
dunia pekerjaan, etika sangat diperlukan sebagai landasan
perilaku kerja para guru dan tenaga kependidikan lainnya.
Dengan etika kerja itu, maka suasana dan kualitas kerja dapat
diwujudkan sehingga menghasilkan kualitas pribadi dan
kinerja yang efektif, efisien, dan produktif.
Menurut KBBI Etika dirumuskan dalam 3 arti yaitu
tentang apa yang baik dan apa yang buruk, nilai yang
berkenaan dengan akhlak, dan nilai mengenai benar dan salah
yang dianut suatu golongan atau masyarakat. 3
Menurut Sumaryono Etika berkembang menjadi studi
tentang manusia berdasarkan kesepakatan menurut ruang

2Abd. Rahman Getteng, Menuju Guru Professional Dan


Ber-Etika (Cet. 9 Yogyakarta: Grha Guru, 2014) h. 55
3Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar
Bahasa Indonesia Pusat Bahasa, Edisi Ke Empat (Cet I, Jakarta: PT
Gramedia Pustaka Utama, 2008) h. 600.
Menjadi Guru Profesional dan Beretika 9
dan waktu yang berbeda, yang menggambarkan perangai
manusia dalam kehidupan manusia pada umumnya. Selain
itu etika juga berkembang menjadi studi tentang kebenaran
dan ketidakbenaran berdasarkan kodrat manusia yang
diwujudkan melalui kehendak manusia.
b. Macam-Macam Etika
Ada dua macam etika yang harus kita pahami
bersama dalam menentukan baik dan buruknya prilaku
manusia:4
1) Etika Deskriptif, yaitu etika yang berusaha meneropong
secara kritis dan rasional sikap dan prilaku manusia dan
apa yang dikejar oleh manusia dalam hidup ini sebagai
sesuatu yang bernilai. Etika deskriptif memberikan fakta
sebagai dasar untuk mengambil keputusan tentang
prilaku atau sikap yang mau diambil.
2) Etika Normatif, yaitu etika yang berusaha menetapkan
berbagai sikap dan pola prilaku ideal yang seharusnya
dimiliki oleh manusia dalam hidup ini sebagai sesuatu
yang bernilai. Etika normatif memberi penilaian sekaligus
memberi norma sebagai dasar dan kerangka tindakan
yang akan diputuskan.
Etika secara umum dapat dibagi menjadi:

4Umar Sulaiman, Etika Profesi Keguruan, h. 3.

10 Ahmad Suryadi
1) Etika Umum, berbicara mengenai kondisi-kondisi dasar
bagaimana manusia bertindak secara etis, bagaimana
manusia mengambil keputusan etis, teori-teori etika dan
prinsip-prinsip moral dasar yang menjadi pegangan bagi
manusia dalam bertindak serta tolak ukur dalam menilai
baik atau buruknya suatu tindakan. Etika umum dapat di
analogkan dengan ilmu pengetahuan, yang membahas
mengenai pengertian umum dan teori-teori.
2) Etika Khusus, merupakan penerapan prinsip-prinsip
moral dasar dalam bidang kehidupan yang khusus.
Penerapan ini bisa berwujud: Bagaimana saya mengambil
keputusan dan bertindak dalam bidang kehidupan dan
kegiatan khusus yang saya lakukan, yang didasari oleh
cara, teori dan prinsip-prinsip moral dasar. Namun,
penerapan itu dapat juga berwujud: Bagaimana saya
menilai perilaku saya dan orang lain dalam bidang
kegiatan dan kehidupan khusus yang dilatarbelakangi
oleh kondisi yang memungkinkan manusia bertindak etis:
cara bagaimana manusia mengambil suatu keputusan
atau tidanakn, dan teori serta prinsip moral dasar yang
ada dibaliknya. Etika Khusus dibagi lagi menjadi dua
bagian:
a) Etika individual, yaitu menyangkut kewajiban dan sikap
manusia terhadap dirinya sendiri.
b) Etika sosial, yaitu berbicara mengenai kewajiban, sikap
dan pola perilaku manusia sebagai anggota umat
manusia.

Menjadi Guru Profesional dan Beretika 11


Perlu diperhatikan bahwa etika individual dan etika
sosial tidak dapat dipisahkan satu sama lain dengan tajam,
karena kewajiban manusia terhadap diri sendiri dan sebagai
anggota umat manusia saling berkaitan. Etika sosial
menyangkut hubungan manusia dengan manusia baik secara
langsung maupun secara kelembagaan (keluarga, masyarakat,
negara), sikap kritis terhadap pandangan-pandangan dunia
dan idiologi-idiologi maupun tanggung jawab umat manusia
terhadap lingkungan hidup.
2. Pengertian Profesi
Secara etimologi, istilah profesi berasal dari bahasa
Inggris yaitu profession atau bahasa latin, profecus, yang
artinya mengakui, adanya pengakuan, menyatakan mampu,
atau ahli dalam melakukan suatu pekerjaan. Sedangkan secara
terminologi, profesi berarti suatu pekerjaan yang mem-
persyaratkan pendidikan tinggi bagi pelakunya yang
ditekankan pada pekerjaan mental; yaitu adanya persyaratan
pengetahuan teoritis sebagai instrumen untuk melakukan
perbuatan praktis, bukan pekerjaan manual. 5 Jadi suatu
profesi harus memiliki tiga pilar pokok, yaitu pengetahuan,
keahlian, dan persiapan akademik.
Profesi adalah suatu pekerjaan yang dalam
melaksanakan tugasnya memerlukan atau menuntut keahlian
(expertise), menggunakan teknik-teknik ilmiah, serta dedikasi

5Umar Sulaiman, Etika Profesi Keguruan, h. 14.

12 Ahmad Suryadi
yang tinggi. Keahlian diperoleh dari lembaga pendidikan
yang khusus diperuntukkan untuk itu dengan kurikulum
yang dapat dipertanggung jawabkan.
Dari pengertian tersebut dapat ditarik kesimpulan
bahwa profesi merupakan pekerjaan yang tidak sembarang
orang bisa melakukannya dan dari pengertian tersebut dapat
dilihat syarat-syarat suatu pekerjaan dapat dikatakan profesi,
yakni :
a. Adanya ilmu pengetahuan yang mendasari teknik dan
prosedur kerja yang diperoleh melalui pendidikan dan
latihan khusus.
b. Adanya kode etik profesi.
c. Adanya pengakuan Formal Legalistik dari masyarakat
dan pemerintah.
d. Adanya organisasi yang memayungi pelaku profesi
serta melindungi masyarakat dari layanan yang tidak
semestinya.
Pekerjaan tidak sama dengan profesi. Istilah yang
mudah dimengerti oleh masyarakat awam adalah: sebuah
profesi sudah pasti menjadi sebuah pekerjaan, namun sebuah
pekerjaan belum tentu menjadi sebuah profesi. Profesi
memiliki mekanisme serta aturan yang harus dipenuhi
sebagai suatu ketentuan, sedangkan kebalikannya, pekerjaan
tidak memiliki aturan yang rumit seperti itu. Hal inilah yang
harus diluruskan di masyarakat, karena hampir semua orang
menganggap bahwa pekerjaan dan profesi adalah sama.

Menjadi Guru Profesional dan Beretika 13


3. Pengertian Guru
Kata guru menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia
berbunyi: Guru adalah orang yang kerjanya mengajar seperti
guru agama, guru bantu, guru besar, maha guru, guru kepala
dan guru mengaji. Pengertian guru seperti disebutkan pada
defenisi menurut kamus di atas, sebenarnya merupakan
pengertian yang global.6 Namun untuk lebih mengkhususkan
pengertian kita tentang guru secara rinci, berikut disajikan
defenisinya. Guru adalah:
a. Seorang anggota masyarakat yang berkompeten dan
memperoleh kepercayaan untuk melaksanakan tugas
pengajaran transfer nilai kepada murid.
b. Suatu jabatan profesional melaksanakan atas dasar kode
etik profesi.
c. Suatu kedudukan fungsional melaksanakan tugas atau
tanggung jawab sebagai pengajar, pemimpin dan orang
tua.
B. Tujuan Kode Etik
Pada dasarnya tujuan merumuskan kode etik dalam
suatu profesi adalah untuk kepentingan anggota dan

6Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa


Indonesia Pusat Bahasa, Edisi Ke Empat, h. 917.

14 Ahmad Suryadi
kepentingan organisasi profesi itu sendiri. Secara umum
tujuan kode etik adalah sebagai berikut: 7

1. Untuk Menjunjung Tinggi Martabat Profesi


Dalam hal ini kode etik dapat menjaga pandangan
dan kesan dari pihak luar atau masyarakat, agar mereka tidak
memandang rendah atau remeh terhadap profesi yang
bersangkutan. Dari segi ini, kode etik juga seringkali disebut
Kode Kehormatan.
2. Untuk Menjaga dan Memelihara Kesejahteraan
para Anggotanya
Dalam hal kesejahteraan lahir para anggota profesi,
kode etik umumnya memuat larangan-larangan kepada para
anggotanya untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang
merugikan kesejahteraan para anggotanya. Dalam hal ke-
sejahteraan batin para anggota pofesi, kode etik umumnya
memberi petunjuk-petunjuk kepada para anggotanya untuk
melaksanakan profesinya. Kode etik juga mengandung per-
aturan-peaturan yang bertujuan membatasi tingkah laku yang
tidak pantas atau tidak jujur bagi para anggota profesi dalam
berinteraksi dengan sesama rekan anggota pofesi.
3. Untuk Meningkatkan Pengabdian para Anggota
Profesi
Tujuan kode etik dapat juga berkaitan dengan pe-
ningkatan kegiatan pengabdian profesi, sehingga bagi para

7Umar Sulaiman, Etika Profesi Keguruan, h. 29.


Menjadi Guru Profesional dan Beretika 15
anggota profesi dapat dengan mudah mengetahui tugas dan
tanggung jawab pengabdiannya dalam melaksanakan
tugasnya.
4. Untuk Meningkatkan Mutu Profesi
Untuk meningkatkan mutu profesi kode etik memuat
norma-norma dan anjuran agar para anggota profesi selalu
berusaha untuk meningkatkan mutu pengabdian para
anggotanya.
5. Untuk Meningkatkan Mutu Organisasi Profesi
Untuk meningkatkan mutu oganisasi profesi, maka
diwajibkan kepada setiap anggota untuk secara aktif
berpartisipasi dalam membina organisasi profesi dan
kegiatan-kegiatan yang dirancang organisasi.
C. Kode Etik Profesi Keguruan
Kode etik merupakan norma dan asas yang disepakati
dan diterima oleh guru-guru Indonesia sebagai pedoman
sikap dan perilaku dalam melaksanakan tugas profesi sebagai
pendidik, anggota masyarakat, dan warg negara.
Sebagai pedoman sikap dan perilaku kode etik ini
bertujuan menempatkan guru sebagai profesi terhormat,
mulia, dan bermartabat yang dilindungi undang-undang.
Kode etik dimaksud berfungsi sebagai seperangkat prinsip
dan norma moral yang melandasi pelaksanaan tugas dan
layanan profesional guru dalam hubungannya dengan peserta

16 Ahmad Suryadi
didik, orang tua/wali siswa, sekolah dan rekan seprofesi,
organisasi profesi, dan pemerintah sesuai dengan nilai-nilai
agama, pendidikan, sosial, etika, dan kemanusiaan.
Bagi guru komitmen terhadap kode etik adalah kode
etik tidak boleh dilanggar, baik disengaja maupun tidak.
Setiap pelanggaran adalah perilaku menyimpang dan/atau
tidak melaksanakan Kode Etik Guru Indonesia dan ketentuan
perundangan yang berlaku yang berkaitan dengan profesi
guru. Guru yang melanggar Kode Etik Guru Indonesia
dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan yang
berlaku pada organisasi profesi atau menurut aturan negara.
Jenis pelanggaran meliputi pelanggaran ringan, sedang, dan
berat.
Pemberian rekomendasi sanksi terhadap guru yang
melakukan pelanggaran terhadap Kode Etik Guru Indonesia
merupakan wewenang Dewan Kehormatan Guru Indonesia
(DKGI) dan wajib dilaksanakan oleh organisasi profesi guru.
Pemberian sanksi oleh DKGI sebagaimana harus objektif,
tidak diskriminatif, dan tidak bertentangan dengan anggaran
dasar organisasi profesi serta peraturan perundang-undangan.
Sanksi dimaksud merupakan upaya pembinaan kepada guru
yang melakukan pelanggaran dan untuk menjaga harkat dan
martabat profesi guru.8
D. Kode Etik Guru Pada Peraturan Perundang-Undangan
Menurut undang-undang Nomor 8 Tahun 1974
tentang Pokok-Pokok Kepegawaian. Pasal 28 Undang-Undang

8Umar Sulaiman, Etika Profesi Keguruan, h. 70.


Menjadi Guru Profesional dan Beretika 17
ini dengan jelas menyatakan bahwa ‚Pegawai Negeri Sipil
mempunyai Kode Etik sebagai pedoman sikap, tingkah laku,
dan perbuatan di dalam dan di luar kedinasan.‛ Dalam
penjelasan Undang-Undang tersebut dinyatakan bahwa
dengan adanya Kode Etik ini, Pegawai Negeri Sipil sebagai
aparatur negara, abdi negara, dan abdi masyarakat
mempunyai pedoman sikap, tingkah laku, dan perbuatan
dalam melaksanakan tugasnya dan dalam pergaulan hidup
sehari-hari. Selanjutnya, dalam Kode Etik Pegawai Negeri
Sipil itu digariskan pula prinsip-prinsip pokok tentang
pelaksanaan tugas dan tanggung jawab pegawai negeri. Dari
uraian ini dapat kita simpulkan, bahwa kode etik merupakan
pedoman sikap, tingkah laku, dan perbuatan didalam
melaksanakan tugas dan dalam hidup sehari-hari.
Pada butir kesembilan Kode Etik Guru Indonesia
disebutkan bahwa ‚Guru melaksanakan segala kebijakan
pemerintah dalam bidang pendidikan‛. Dengan jelas bahwa
dalam kode etik tersebut diatur bahwa guru di Indonesia
harus taat akan peraturan perundang-undangan yang di buat
oleh pemerintah dalam hal ini Departemen Pendidikan
Nasonal.
Guru merupakan aparatur negara dan abdi negara
dalam bidang pendidikan. Oleh karena itu, guru mutlak harus
mengetahui kebijaksanaan-kebijaksanaan pemerintah dalam
bidang pendidikan dan melaksanakannya sebagaimana
aturan yang berlaku. Sebagai contoh pemerintah
mengeluarkan kebijakan yaitu mengubah kurikulum dari

18 Ahmad Suryadi
kurikulum 1994 menjadi kurikulum 2004 atau kurikulum
berbasis kompetensi dan kemudian diubah lagi menjadi KTSP
dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan.
Dalam kurikulum tersebut, secara eksplisit bahwa
hendaknya guru menggunakan pendekatan kontekstual
dalam pembelajarannya. Seorang guru yang profesional taat
akan peraturan yang berlaku dengan cara menerapkan
kebijakan pendidikan yangbaru tersebut dan akan menerima
tantangan baru tersebut, yang nantinya diharapkan akan
dapat memacu produktivitas guru dalam rangka
meningkatkan mutu pendidikan nasional.
Kode Etik Guru Indonesia dapat dirumuskan sebagai
himpunan nilai-nilai dan norma-norma profesi guru yang ter-
susun dengan baik dan sistematik dalam suatu sistem yang
utuh dan bulat. Fungsi Kode Etik Guru Indonesia adalah
sebagai landasan moral dan pedoman tingkah laku setiap
guru dalam menunaikan tugas pengabdiannya sebagai guru,
baik di dalam maupun di luar sekolah serta dalam kehidupan
sehari-hari di masyarakat. Dengan demikian maka Kode Etik
Guru Indonesia merupakan alat yang amat penting untuk
pembentukan sikap profesional para anggota profesi
keguruan.
Sebagaimana halnya dengan profesi lainnya, Kode Etik
Guru Indonesia ditetapkan dalam suatu kongres yang dihadiri
oleh seluruh utusan Cabang dan Pengurus Daerah PGRI dari
seluruh penjuru tanah air, pertama dalam Kongres XIII di
Jakarta tahun 1973, dan kemudian disempunakan dalam

Menjadi Guru Profesional dan Beretika 19


kongres PGRI XVI tahun 1989 juga di Jakarta. Adapun teks
Kode Etik Guru Indonesia yang telah disempurnakan.
Guru Indonesia menyadari, bahwa pendidikan adalah
bidang pengadian terhadap Tuhan Yang Maha Esa, bangsa,
dan negara, serta kemanusaan pada umumnya. Guru
Indonesia yang berjiwa Pancasila dan setiap pada Undang-
Undang Dasar 1945, turut bertanggung jawab atas terwujudny
cita-cita Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia 17
Agustus 1945. Oleh sebab itu, Guru Indonesia terpanggil
untuk menunaikan karyanya memedomani dasar-dasar
sebagai berikut:9
1. Guru berbakti membimbing peserta didik untuk
membentuk manusia Indonesia seutuhnya yang
berjiwa Pancasila.
2. Guru memiliki dan melaksanakan kejujuran
profesional.
3. Guru berusaha memperoleh informasi tentang
peserta didik sebagai bahan melakukan bimbingan
dan pembinaan.
4. Guru menciptakan suasana sekolah sebaik-baiknya
yang menunjang berhasilnya proses belajar-
mengajar.

Abd. Rahman Getteng, Menuju Guru Professional Dan


9

Ber-Etika. h. 55

20 Ahmad Suryadi
5. Guru memelihara hubungan baik dengan orang tua
murid dan masyarakat sekitarnya untuk membina
peran serta dan rasa tanggung jawab bersama
terhadap pendidik.
6. Guru secara pribadi dan bersama-sama me-
ngembangkan dan meningkatkan mutu dan
martabat profesinya.
7. Guru memelihara hubungan seprofesi, semangat
kekeluargaan, dan kesetiakawanan sosial.
8. Guru secara bersama-sama memelihara dan me-
ningkatkan mutu organisasi PGRI sebagai sarana
perjuangan dan pengabdian.
9. Guru melaksanakan segala kebijaksanaan pe-
merintah dalam bidang pendidikan.

Menjadi Guru Profesional dan Beretika 21


BAB II
PERAN, FUNGSI, DAN
TANGGUNG JAWAB GURU
SEBAGAI PENDIDIK
PROFESIONAL
A. Peran dan Fungsi Guru
1. Peran Guru
Seorang guru memegang peran yang sangat penting
dalam proses belajar mengajar. Dipundaknya terpikul
tanggung jawab utama keefektifan seluruh usaha
kependidikan dalam rangka membentuk manusia yang
terampil dan berbudi luhur. Sekalipun banyak Negara maju
media elektronik sebagai alat pengajaran sudah dipergunakan
dan kemampuannya untuk membawa bahan pengajaran
kepada para pelajar telah dibuktikan. Namun keberadaannya
tetap tidak dapat sepenuhnya menggantikan kedudukan
guru, sebagai subjek yang paling berperan dalam proses
pembentukan kepribadian seseorang.

22 Ahmad Suryadi
Masyarakat dari paling terbelakang sampai yang paling
maju, mengakui bahwa guru merupakan satu diantara sekian
banyak unsur pembentukan utama calon anggota
masyarakat10
Penjelasan di atas mengistilahkan bahwa guru me-
rupakan subjek yang paling memegang peranan utama dalam
membentuk kepribadian seseorang. Walaupun wujud
pengakuan ini berbeda-berbeda antara satu masyarakat dan
masyarakat lain. Sebagian mengakui pentingnya peran guru
itu dengan cara yang lebih kongkrit, sementara yang lain
masih menyaksikan besarnya tanggung jawab seorang guru.
Menurut Hamalik, Guru dapat melaksanakan perannya,
yaitu:11
a. Sebagai fasilitator, yang menyediakan kemudahan-
kemudahan bagi siswa untuk melakukan kegiatan belajar.
b. Sebagai pembimbing, yang membantu siswa mengatasi
kesulitan dalam proses belajar.
c. Sebagai penyedia lingkungan, yang berupaya menciptakan
lingkungan yang menantang siswa agar melakukan
kegiatan belajar.
d. Sebagai komunikator, yang melakukan komunikasi
dengan siswa dan masyarakat.

1 Departemen Agama RI, Dirjen Kelembagaan Agama


Islam, (Metodologi Pendidikan Agama Islam, Jakarta: 2002), h.
1.
11Oemar, Hamalik, Kurikulum dan Pembelajaran,
(Jakarta : Sinar Grafika, 2008), h. 9.
Menjadi Guru Profesional dan Beretika 23
e. Sebagai model, yang mampu memberikan contoh yang
baik kepada siswanya agar berprilaku yang baik.
f. Sebagai evaluator, yang melakukan penilaian terhadap ke-
majuan belajar siswa.
g. Sebagai inovator, yang turut menyebarluaskan usaha-
usaha pembaruan kepada masyarakat.
h. Sebagai motivator, yang meningkatkan kegairahan dan
pengembangan kegiatan belajar siswa.
i. Sebagai agen kognitif, yang menyebarkan ilmu
pengetahuan kepada peserta didik dan masyarakat.
j. Sebagai penilaian atau evalusi, merupakan aspek pem-
belajaran yang paling kompleks, karena melibatkan banyak
latar belakang dan hubungan, serta variabel lain yang
mempunyai arti apabila berhubungan dengan konteks
yang hampir tidak mungkin dapat dipisahkan dengan
setiap segi penilaian.
Dari penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
peran guru sangatlah penting dalam pendidikan, karena yang
membantu siswa mengatasi kesulitan dalam proses belajar,
yang berupaya menciptakan lingkungan yang menantang
siswa agar melakukan kegiatan belajar adalah guru.
Guru karena posisinya yang begitu berat sebagian
subjek pendidikan dalam proses belajar mengajar, maka
seorang guru harus memilki sejumlah persyaratan yang

24 Ahmad Suryadi
berhubungan dengan tugas dan tanggung jawabnya
Persyaratan guru berkenaan dengan dirinya , yaitu: 12
a. Hendaknya guru senantiasa insyaf akan pengawasan Allah
terhadap segala perkataan dan perbuatan bahwa ia
memegang amanat ilmiah yang diberikan Allah
kepadanya. Karenanya ia tidak mengkhianati amanat itu,
malah ia tunduk dan merendahkan diri kepada Allah.
b. Hendaknya guru memelihara kemuliaan ilmu, salah satu
bentuk pemeliharaannya ialah tidak mengajarkannya
kepada orang yang tidak berhak menerimanya, yaitu
orang-orang yang mencari ilmu untuk kepentingan dunia
semeta.
c. Hendaknya guru berzuhud, artinya: ia mengambl dari
rizki dunia banyak sekedar memenuhi kebuthan pokok dri
dan keluarganya secara sederhana. Ia hendaknya tidak
tamak terhadap kesenangan dunia.
d. Hendaknya guru tidak berorientasi duniawi dengan
menjadikan ilmunya sebagai alat untuk mencapai
kedudukan, harta, prestasi, atau kebanggaan atas orang
lain.
e. Hendaknya guru menjauhi mata pencarian yang hina
dalam pandangan syarak, menjauhi segala sesuatu yang

12 Suharsimi Arikunto, Metodologi Penelitian Agama


Islam, (Jakarta: Buku Kedua, Dirjen Kelembagaan Agama
Islam, 2002), h. 130

Menjadi Guru Profesional dan Beretika 25


mengdatangkan fitnah yang dapat menjauhkan dirinya
(harga dirinya) dimata orang banyak.
f. Hendaknya guru memelihara syiar-syiar islam.
g. Hendaknya guru rajin melakukan hal-hal yang disunatkan
oleh agama.
h. Hendaknya guru mengisi waktu-waktu luangnya dengan
hal-hal yang bermanfaat.
i. Hendaknya guru selalu belajar dan tidak merasa malu
untuk menerima ilmu dari orang yang lebih rendah dari
padanya, baik kedudukan, keturunan atau usianya.
Seorang guru idealnya memiliki persyaratan tersebut
kelihatannya terlalu jarang ditemui dan memiliki bagi guru
kebanyakan, karena profesi guru banyak yang melihat lebih
kepada kerjaan rutin untuk memperoleh imbalan gaji semata,
sedangkan jiwa sebagai pendidiknya cenderung tidak terlihat
sama sekali.
Peran guru memang tidak mudah, karena segudang
tanggung jawab harus dipikulnya. Ia bertanggung jawab
terhadap tugasnya, dan ia juga harus memiliki pesan moral
yang mampu dan pantas diteladani oleh orang lain. Dan yang
lebih penting dari semua itu adalah guru pemegang amanah
yang harus dipikulnya dan bertanggung jawab atas segala
yang diamanatkan kepadanya, dan berarti apabila ia menyia-
nyiakan amanah itu sama artinya dengan penghianat,
menghianati profesinya, tanggung jawabnya dan menghianati

26 Ahmad Suryadi
Allah SWT.13
2. Fungsi Guru
Undang-Undang Guru dan Dosen menyatakan bahwa: 14
Guru sebagai tenaga profesional sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 2 ayat 1 berfungsi untuk meningkatkan
martabat dan peran guru sebagai agen pembelajaran
untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional
Pendidikan agama Islam mempunyai fungsi sebagai
media untuk meningkatkan iman dan taqwa kepada Allah
SWT, serta sebagai wahana pengembangan sikap keagamaan
dengan mengamalkan apa yang telah didapat dari proses
pembelajaran Pendidikan Agama Islam.
Dzakiyah daradjat berpendapat dalam bukunya
Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam bahwa : 15
Sebagai sebuah bidang study di sekolah, pengajaran
agama Islam mempunyai tiga fungsi, yaitu: pertama
menanam tumbuhkan rasa keimanan yang kuat,
kedua, menanamkembangkan kebiasaan (habit
vorming) dalam melakukan amal ibadah, amal saleh
dan akhlak yang mulia, dan ketiga, menumbuh-
kembangkan semangat untuk mengolah alam sekitar

Suharsimi Arikunto, Metodologi Penelitian Agama


13

Islam,h. 132
14UU RI No. 14 Thn 2005, Tentang Guru dan dosen,

(Jakarta: Sinar Grafika, 2014).


15Zakiah Daradjat, Metodik Khusus Pengajaran Agama

Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1995), h.169


Menjadi Guru Profesional dan Beretika 27
sebagai anugerah Allah SWT kepada manusia.
Dari pendapat di atas dapat diambil beberapa hal
tentang fungsi dari Pendidikan Agama Islam yang dapat
dirumuskan sebagai berikut:16
a. Pengembangan, yaitu meningkatkan keimanan dan
ketaqwaan siswa kepada Allah SWT yang ditanamkan
dalam lingkup pendidikan keluarga.
b. Pengajaran, yaitu unutuk menyampaikan pengetahuan ke-
agamaan yang fungsional.
c. Penyesuaian, yaitu untuk menyesuaikan diri dengan
lingkungan, baik lingkungan fisik maupun lingkungan
sosial dan dapat bersosialisasi dengan lingkungannya
sesuai dengan ajaran Islam.
d. Pembiasaan, yaitu melatih siswa untuk selalu
mengamalkan ajaran Islam, menjalankan ibadah dan
berbuat baik.
Disamping fungsi-fungsi yang tersebut diatas, hal
yang sangat perlu di ingatkan bahwa Pendidikan Agama
Islam merupakan sumber nilai, yaitu memberikan pedoman
hidup bagi peserta didik untuk mencapai kehidupan yang

16 Zakiah Daradjat, Metodik Khusus Pengajaran Agama


Islam, h.172

28 Ahmad Suryadi
bahagia di dunia dan di akhirat17
Dari penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan
bahwa fungsi guru pendidikan agama Islam adalah sebagai
agen pembelajaran bagi siswa demi meningkatkan iman dan
taqwa kepada Allah SWT serta dapat mencapai kehidupan
bahagia di dunia dan akhirat.
B. Tugas Guru Sebagai Pendidik Profesional
Guru adalah figur seorang pemimpin. Guru
mempunyai kekuasaan untuk membentuk dan membangun
kepribadian anak didik menjadi seorang yang berguna bagi
agama, nusa, dan bangsa. Pendidik guru sebagai suatu profesi
menuntut kepada guru untuk mengembangkan profesio-
nalitas diri sesuai perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi. Mendidik, mengajar, dan melatih anak didik
adalah tugas guru sebagai suatu profesi. Tugas guru sebagai
pendidik berarti meneruskan dan mengembangkan niali-nilai
hidup kepada anak didik. tugas guru sebagai pengajar berarti
meneruskan dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan
teknologi kepada anak didik. tugas guru sebagai pelatih
berarti mengembangkan keterampilan dan menerapkannya
dalam kehidupan demi masa depan anak didik18
Guru harus dapat menempatkan diri sebagai orang
tua kedua, dengan mengemban tugas yang dipercayakan

17 Zakiah Daradjat, Metodik Khusus Pengajaran Agama


Islam, h.172
18Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik,

(Jakarta: Rineka Cipta, 2010), h. 36


Menjadi Guru Profesional dan Beretika 29
orang tua kandung/ wali anak didik dalam jangka waktu
tertentu. Untuk itu pemahaman terhadap jiwa dan watak anak
didik diperlukan agar dapat dengan mudah memahami jiwa
dan watak anak didik. Begitulah tugas guru sebagai orang tua
kedua , setelah orang tua anak didik di dalam keluarga di
rumah.19
Berdasarkan penjelasan di atas, bahwa tugas guru
tidaknya mudah. Guru harus melaksanakan tugasnya secara
profesional, agar anak didiknya dapat mengembangkan
keterampilan dan menerapkannya dalam kehidupan demi
masa depan.
Sebagai pengajar, guru mempunyai tugas
menyelenggarakan proses belajar mengajar. Tugas guru ini
memiliki porsi terbesar dari prosesi keguruan, dan pada porsi
ini garis besarnya meliputi empat pokok yaitu:20
1. Menguasai bahan pelajaran
2. Merencanakan program belajar mengajar
3. Melaksanakan, memimpin, dan mengelola proses belajar
mengajar, serta

19 Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik,


(Jakarta: Rineka Cipta, 2010), h. 32.
20Fadhila, Nissa. Peran Guru Pendidikan Agama Islam

Sebagai Motivator Belajar Siswa Di Sma Negeri 8 Bandar


Lampung. Diss. UIN Raden Intan Lampung, 2017.

30 Ahmad Suryadi
4. Menilai kegiatan belajar mengajar.
Disamping tugas pokok guru sebagai pengajar,
seorang guru memiliki tugas sebagai administrator yang
mencakup ketatalaksanaan bidang pengajaran dan
ketatalaksanaan pada umumnya seperti mengelola sekolah,
memanfaatkan prosedur dan mekanisme pengelolaan tersebut
untuk melancarkan tugasnya, serta bertindak sesuai etika
pendidik.
Selain tugas-tugas di atas, guru juga mempunyai
tugas sebagai pembimbing. Tugas memberikan bimbingan
kepada pelajar dalam memecahkan masalah yang
dihadapinya, sebab proses belajar mengajar berkaitan erat
dengan berbagai masalah diluar kelas yang sifatnya non
akademis.21
C. Tanggung Jawab Guru Sebagai Pendidik Profesional
Guru adalah orang yang bertanggung jawab men-
cerdaskan kehidupan anak didik. tidak ada seorang guru pun
yang mengharapkan anak didiknya menjadi sampah
masyarakat. Setiap hari guru meluangkan waktu demi
kepentingan anak didik. bila suatu ketika ada anak didik
yang tidak hadir di sekolah, guru menanyakan kepada anak-
anak yang hadir di sekolah, apa sebabnya ia tidak hadir ke
sekolah. Anak didik yang sakit, tidak bergairah belajar,
terlambat masuk ke sekolah, belum menguasai bahan

Fadhila, Nissa. Peran Guru Pendidikan Agama Islam


21

Sebagai Motivator Belajar Siswa Di Sma Negeri 8 Bandar


Lampung. Diss. UIN Raden Intan Lampung, 2017.
Menjadi Guru Profesional dan Beretika 31
pelajaran, berpakaian sembarangan, berbuat yang tidak baik,
terlambat membayar uang sekolah, tidak punya pakaian
seragam, dan sebagainya,semuanya menjadi perhatian guru.
Karena besarnya tanggung jawab guru terhadap anak
didiknya hujan dan panas bukanlah menjadi penghalang bagi
guru untuk selalu hadir di tengah-tengah anak didiknya.
Guru tidak pernah memusuhi anak didiknya meskipun suatu
ketika ada anak didiknya yang berbuat kurang sopan pada
orang lain. Bahkan dengan sabar dan bijaksana guru
memberikan nasihat bagaimana cara bertingkah laku yang
sopan pada orang lain22
Berdasarkan profesinya sebagai guru adalah
berdasarkan panggilan jiwa, maka bila guru melihat anak
didiknya senang berkelahi, meminum minuman keras,
menghisap ganja, datang ke rumah-rumah bordil, dan
sebagainya, guru merasa sakit hati. Siang atau malam selalu
memikirkan bagaimana caranaya agar anak didiknya itu
dapat dicegah dari perbuatan yang kurang baik, asusila, dan
moral.
Guru seperti itulah yang diharapkan untuk
mengabdikan diri di lembaga pendidikan. Bukan guru yang
hanya menuangkan ilmu pengetahuan ke dalam otak anak
didik. sementara jiwa, dan wataknya tidak dibina. Mem-
berikan ilmu pengetahuan kepada anak didik adalah suatu

22Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik h. 33

32 Ahmad Suryadi
perbuatan yang mudah, tetapi untuk membentuk jiwa dan
watak anak didik itulah yang sukar, sebab anak didik yang
dihadapi adalah makhluk hidup yang memiliki otak potensi
yang perlu dipengaruhi dengan sejumlah norma hidup sesuai
ideologi falsafah dan bahkan agama.
Sesungguhnya guru yang bertanggung jawab
memiliki beberapa sifat, yang menurut Wens Tanlain dan
kawan-kawan yaitu:23
1. Menerima dan mematuhi norma, nilai-nilai
kemanusiaan.
2. Memikul tugas mendidik dengan bebas, berani
gembira (tugas bukan menjadi beban baginya).
3. Sadar akan nilai-nilai yang berkaitan dengan
perbuatannya serta akibatakibat yang timbul (kata
hati).
4. Menghargai orang lain, termasuk anak didik.
5. Bijaksana dan hati-hati (tidak nekad, tidak sembrono,
tidak singkat akal) dan
6. Takwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
Tanggung jawab seorang guru dalam
mengembangkan profesi merupakan tuntutan dan panggilan
untuk selalu mencintai, menghargai, menjaga danb
meningkatkan tugas dan tanggung jawab profesinya. Guru
harus sadar bahwa tugas dan tanggung jawab tidak dapat

23Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik, h. 34


Menjadi Guru Profesional dan Beretika 33
dilaksanakan oleh orang lain..24
Dalam hal ini, Soewarno menjelaskan bahwa dengan
melihat tugas-tugas yang dibebankan oleh guru, kiranya tidak
ada pejabat lain dalam masyarakat yang memikul tanggung
jawab moral begitu besar dan berat, selain guru dan para
pendidik umumnya. Sebab, baik buruknya moral masyarakat
yang akan datang terletak dipundak para guru dan pendidik
lainya25
Dari penjelasan dia atas, dapat disimpulkan bahwa
tugas guru memberikan ilmu pengetahuan kepada anak didik
adalah suatu perbuatan yang mudah, tetapi untuk
membentuk jiwa dan watak anak didik itulah yang sukar,
sebab anak didik yang dihadapi mempunyai beragam sifat,
dan potensi masing-m

24Suriyati, Suriyati. "Guru Sebagai Jabatan Karir Dan


Profesional." Jurnal Al-Qalam: Jurnal Kajian Islam Pendidikan 11.2 (2019):
52-62.
25Suriyati, Suriyati. "Guru Sebagai Jabatan Karir Dan

Profesional." Jurnal Al-Qalam: Jurnal Kajian Islam & Pendidikan,


52-62.

34 Ahmad Suryadi
BAB III
KEPEMIMPINAN GURU
DALAM PENDIDIKAN
A. Pengertian Kepemimpinan Guru
Kepemimpinan guru secara umum dibagi atas dua
kata yaitu kepemimpinan dan guru. Tim dosen Administrasi
Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia kepemimpian
berarti kemampuan dan kesiapan yang mengajak, menuntun,
menggerakkan, mengarahkan, dan kalau perlu memaksa
orang atau kelompok agar mereka menerima pengaruh
tersebut dan selanjutnya berbuat sesuatu yang dapat
membantu tercapainya suatu tujuan tertentu yang telah
ditetapkan. Sedangkan yang dimaksud dengan guru menurut
Mulyasa adalah pendidik, yang menjadi tokoh, panutan, dan
identifikasi bagi para peserta didik, dan lingkungannya‛. 26
Selanjutnya Abdul Aziz mengatakan yang dimaksud dengan
guru adalah tenaga terdepan yang membuka cakrawala
peserta didik memasuki dunia ilmu pengetahuan dan dunia

Ermita, Kepemimpinan Guru dalam Pelaksanaan


26

Tugasnya di Kelas‛ Jurnal Pedagogi, Vol. 17 No. 2 (2015), h. 32.


Menjadi Guru Profesional dan Beretika 35
masyarakat dimana mereka akan mengimplementasikan apa
yang didapatkan dari gurunya dan pengamalannya. 27
Guru sebagai pemimpin pendidikan harus sering
memberikan contoh kepada peserta didik bukan hanya
penjelasan. Guru harus membentuk generasi muda yang telah
dididik dalam keluarga sebagai unsur pokok masyarakat.
Keterlibatan guru dalam pembelajaran memberi pengaruh
yang besar terhadap proses dan prestasi belajar peserta
didik.28
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa
kepemimpinan guru adalah suatu proses untuk
mempengaruhi peserta didik yang di dalamnya berisi
serangkaian tindakan atau perilaku tertentu terhadap
invididu yang dipengaruhinya. Kepemimpinan guru tidak
hanya sebatas pada peran guru dalam konteks kelas pada saat
berinteraksi dengan peserta didik, tetapi juga menjangkau
pula peran guru dalam berinteraksi dengan kepala sekolah
dan rekan sejawat, dengan tetap mengacu pada tujuan akhir
yang sama yaitu terjadinya peningkatan proses dan hasil
pembelajaran peserta didik.

27Abdul Aziz, Anatomi Organisasi dan Kepemimpinan

Pendidikan (Bandung: Alfabeta, 2006), h. 45.


28Imas Srinana Wardani, “Guru Sebagai Pemimpin
Pendidikan”, Jurnal Buana Pendidikan, Vol. 10 No. 18 (2014), h. 2.

36 Ahmad Suryadi
Keberhasilan sekolah dalam mencapai tujuan
pendidikan sangat ditentukan oleh seorang guru sebagai
pemimpin dalam kegiatan pendidikan. Guru sebagai orang
yang memiliki harapan tinggi bagi peserta didik terhadap
tugas dan fungsinya dalam menentukan tujuan pembelajaran
yang dipimpinnya. Sebagai seorang pemimpin, guru harus
dapat mempengaruhi aktivitas siswanya dalam rangka
pencapaian tujuan sekolah. Kepemimpinan merupakan aspek
yang sangat penting dalam suatu organisasi karena
keberhasilan tujuan pendidikan sangat ditentukan oleh
keandalan seorang guru sebagai pemimpin dalam kegiatan
pembelajaran. Guru sebagai orang yang memiliki harapan
tinggi bagi siswa terhadap tugas dan fungsinya dalam
menentukan tujuan pembelajaran yang dipimpinnya. Sebagai
seorang pemimpin, guru harus dapat mempengaruhi aktivitas
peserta didiknya, dalam rangka pencapaian tujuan sekolah. 29
Kepemimpinan guru memfokuskan pada 3 dimensi
pengembangan, yaitu: (1) pengembangan individu; (2) pe-
ngembangan tim; dan (3) pengembangan organisasi.
1. Dimensi pengembangan individu merupakan dimensi
utama yang berkaitan dengan peran dan tugas guru
dalam memanfaatkan waktu di kelas bersama siswa, di
sini guru dituntut untuk menunjukkan keterampilan
kepemimpinannya dalam membantu siswa agar dapat
mengembangkan segenap potensi yang dimilikinya,
sejalan dengan tahapan dan tugas-tugas

29Ermita, Kepemimpinan Guru dalam Pelaksanaan Tugasnya


di Kelas” Jurnal Pedagogi, Vol. 17 No. 2 (2015), h. 33
Menjadi Guru Profesional dan Beretika 37
perkembangannya. Melalui keterampilan
kepemimpinan yang dimilkinya, diharapkan dapat
menghasilkan berbagai inovasi pembelajaran, sehingga
pada gilirannya dapat tercipta peningkatan kualitas
prestasi belajar siswa.
2. Dimensi pengembangan tim menunjuk pada upaya
kolaboratif untuk membantu rekan sejawat dalam
mengeksplorasi dan mencobakan gagasan-gagasan baru
dalam rangka meningkatkan mutu pembelajaran,
melalui kegiatan mentoring, coaching, pengamatan,
diskusi, dan pemberian umpan balik yang konstruktif.
Dimensi yang kedua ini berkaitan upaya pengembangan
profesi guru.
3. Dimensi organisasi menunjuk pada peran guru untuk
mendukung kebijakan dan program pendidikan di
sekolah (dinas pendidikan), mendukung kepemimpinan
kepala sekolah (administrative leadership) dalam
melakukan reformasi pendidikan di sekolah serta bagian
dari peran serta guru dalam upaya mempertahankan
keberlanjutan (sustanability) sekolah.
Ketiga dimensi di atas memberikan gambaran
tentang: (1) peran guru dalam memimpin siswanya, (2) peran
guru dalam memimpin rekan sejawatnya; dan (3) peran guru
dalam memimpin komunitas pendidikan yang lebih luas.
B. Gaya Kepemimpinan Guru

38 Ahmad Suryadi
Gaya kepemimpinan adalah sekumpulan ciri yang
digunakan pimpinan untuk memengaruhi bawahan agar
sasaran organisasi tercapai atau dapat pula dikatakan bahwa
gaya kepemimpinan guru adalah pola perilaku dan strategi
yang sering disukai dan sering diterapkan oleh seorang
guru.30 Terdapat beberapa gaya atau sering dikenal dengan
tipe kepemimpinan sebagai berikut:
1. Otokrasi
Pemimpin otokrasi yaitu perilaku atau sikap yang
ditampilkan pemimpin ingin menang sendiri. Kepemimpinan
ini mendasarkan diri pada kekuasaan dan paksaan yang
mutlak harus dipenuhi. Ia berasumsi bahwa maju mundurnya
organisasi hanya tergantung pada dirinya, di samping
mempunyai sikap tertutup ide dari luar, dan menganggap
idenya yang dianggap akurat.31
2. Demokratis
Pemimpin demokratis yaitu pemimpin yang
mempunyai sikap/perilaku keterbukaan dan berkeinginan
memosisikan pekerjaan dari, oleh, dan untuk bersama. 32 Guru

30 Didin Kurniadi dan Imam Machali, Manajemen


Pendidikan: Konsep dan Prinsip Pengelolaan Pendidikan
(Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2016), h. 301.
31Sudarwan Danim, Visi Baru Manajeman Sekolah dari

Unit Birokrasi ke Lembaga Akademik (Jakarta: Bumi Aksara,


2006), h. 212.
32Sudarwan Danim, Visi Baru Manajeman Sekolah dari

Unit Birokrasi ke Lembaga Akademik (Jakarta: Bumi Aksara,


2006), h. 213.
Menjadi Guru Profesional dan Beretika 39
sebagai pemimpin suatu proses kelas dalam kegiatan
pembelajaran menerapkan sistem dimana dalam mengambil
suatu keputusan, guru meminta kepada peserta didik untuk
mengeluarkan pendapatnya.33 Kekuatan kepemimpinan
demokratis ini bukan terletak pada individu pemimpin,
melainkan kekuatan justru terletak pada partisipasi aktif dari
setiap kelompok.34
3. Laisser Faire
Pemimpin tipe laisser faire adalah pemimpin yang
memberikan kebebasan kepada bawahannya untuk mengatur
segala kegiatan. Gaya kepemimpinan yang digunakan guru
disini adalah dengan memberikan kebebasan kepada peserta
didik untuk membuat peraturan sendiri tentang segala
sesuatu yang berhubungan dengan pembelajaran. Biasanya
gaya ini diterapkan oleh guru yang kurang peduli dengan
tugasnya. Misalkan saat guru memberikan tugas atau materi
pelajaran bagi peserta didik, dan yang tidak mendengarkan
guru tersebut tidak peduli apakah peserta didik sudah paham
atau belum.35

33 Ermita, Kepemimpinan Guru dalam Pelaksanaan


Tugasnya di Kelas‛ Jurnal Pedagogi, Vol. 17 No. 2 (2015), h. 33-
34.
34Sudarwan Danim, Visi Baru Manajeman Sekolah dari

Unit Birokrasi ke Lembaga Akademik (Jakarta: Bumi Aksara,


2006), h. 213.
35Ermita, Kepemimpinan Guru dalam Pelaksanaan

Tugasnya di Kelas‛ Jurnal Pedagogi, Vol. 17 No. 2 (2015), h. 34.

40 Ahmad Suryadi
C. Fungsi Kepemimpinan Guru
Fungsi kepemimpinan berhubungan langsung dengan
situasi sosial dalam kehidupan kelompok/organisasi masing-
masing yang mengisyaratkan bahwa setiap pemimpin berada
di dalam dan bukan di luar situasi itu. Fungsi kepemimpinan
merupakan gejala sosial karena harus diwujudkan dalam
interaksi antar-individu di dalam situasi sosial suatu
kelompok atau organisasi.36
Ada beberapa fungsi kepemimpinan guru
diantaranya:
1. Perencanaan
Seorang guru sangat berperan dalam merencanakan
segala kegiatan-kegiatan yang menyangkut tentang
pembelajaran Pendidikan sebagai bentuk pengalaman materi
belajar. Guru dan pihak sekolah yang terkait membuat
perencanaan yang terimplementasi dalam wujud
pembudayaan pengamalan ajaran agama dan perilaku akhlak
mulia. Perencanaan ialah sejumlah kegiatan yang akan
dilakukan dalam suatu periode waktu dan memilki tujuan.
2. Pengorganisasi
Guru berfungsi untuk mendukung dan melaksanakan
pembudayaan pengamalan ajaran agama Islam dalam
lingkungan sekolah dengan cara melibatkan seluruh warga

Veitzhal Rivai, Manajemen Sumber Daya Manusia


36

untuk Perusahaan (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2005), h. 53.


Menjadi Guru Profesional dan Beretika 41
sekolah. Hal ini dimaksudkan agar pengamalan pembelajaran
mampu berjalan secara optimal.
3. Inovator
Seorang guru mampu berinovasi dalam pendidikan
yang diarahkan untuk meningkatkan mutu dan kualitas
pendidikan. Pada seorang guru, inovasi yang dilakukan
berupa penemuan yang dimanfaatkan untuk membuat
sesuatu lebih efektif dan efisien dalam rangka mencapai
tujuan pendidikan. Inovasi yang dimaksud dapat dibuat
dalam bentuk produk maupun sistem. Produk misalnya
seorang guru menciptakan media pembelajaran. Sistem
misalnya cara penyampaian materi di kelas yang bervariasi
dan mudah dipahami oleh peserta didik.37
4. Motivator
Motivasi merupakan keinginan yang terdapat pada
seorang individu untuk melakukan tindakan-tindakan atau
sesuatu yang menjadi landasan seseorang berperilaku. Guru
berfungsi sebagai motivator bagi seluruh warga sekolah
dengan cara yang berbeda-beda sesuai dengan prilaku dan ciri
yang dimiliki oleh masing-masing individu.38
5. Fasilitator

37Rusdiana, Konsep Inovasi Pendidikan (Bandung:


Pustaka Setia, 2014), h. 46.
38Husaini Usman, Manajemen, Teori, Praktik dan Riset

Pendidikan (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), h 301.

42 Ahmad Suryadi
Guru juga harus berfungsi sebagai pemberi fasilitas.
Sebagai seorang fasilitator, guru dituntut untuk mampu
menyediakan kemudahan-kemudahan belajar bagi peserta
didik, hal ini dapat diwujudkan seperti memberikan informasi
tentang cara belajar yang efektif, menyediakan buku sumber
yang cocok, memberikan pengarahan dalam pemecahan
masalah pengembangan diri penambahan wawasan,
peningkatan kreativitas, pengembangan skill dan sebagainya.
Peran guru sebagai fasilitator sangat dibutuhkan karena
sebagai fasilitator guru memfasilitasi peserta didik sehingga
peserta didik memperoleh pengalaman belajar yang baik. 39
6. Pembimbing serta Konselor
Bimbingan dan konseling dapat didefinisikan sebagai
salah satu bidang dan program dari pendidikan yang
ditujukan untuk membantu mengoptimalkan perkembangan
peserta didik. Tanggung jawab guru adalah membantu
peserta didik agar dapat mengembangkan potensi yang
dimilikinya secara maksimal. Potensi yang dikembangkan
berkaitan dengan seluruh aspek dimulai dari kecerdasan,
keterampilan termasuk kepribadian. Sebagai pendidik, guru
memiliki banyak tugas selain mengajar salah satunya adalah
memberikan bimbingan.

BAB IV

Hamzah B. Uno, Profesi Kependidikan (Jakarta: Sinar


39

Grafika Offset, 2008), h. 18.


Menjadi Guru Profesional dan Beretika 43
KOMPETENSI GURU
DALAM PERSPEKTIF TEORI
DAN PERUNDANG-
UNDANGAN
A. Kompetensi Guru dalam Pespektif Teori
1. Pengertian Kompetensi
Kompetensi berarti (kewenangan) kekuasaan untuk
menentukan atau memutuskan segala hal. Pengertian dasar
kompetensi (competency) yakni kemampuan atau kecakapan.
Istilah kompetensi sebenarnya memiliki banyak makna
sebagaimana yang dikemukakan berikut. 40
Kompetensi merupakan perilaku rasional guna
mencapai tujuan yang dipersyaratkan sesuai dengan kondisi
yang diharapkan. Dengan demikian, suatu kompetensi
ditujukan oleh penampilan atau unjuk kerja yang dapat
dipertanggungjawabkan (rasional) dalam upaya mencapai
tujuan.41

40 Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional


(Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009) h. 14
41H. Abd. Rahman Getteng, Menuju Guru Profesional

dan Ber-Etika (Yogyakarta: Grha guru, 2014) h. 29-30

44 Ahmad Suryadi
Di dalam bahasa Inggris terdapat minimal tiga
peristilahan yang mengandung makna apa yang
dimaksudkan dengan perkataan kompetensi itu, yaitu:
a. “competence (n) is being competent, ability (to do work)”.
b. “competence (adj) refers to (persons) having ability, power,
authority, skill, knowledge, etc. (to do what is needed)”
c. “competency is rational performance which satisfactorily meets
the objectives for a desired condition”
Definisi pertama menunjukkan bahwa kompetensi itu
pada dasarnya menunjukkan kepada kecakapan atau ke-
mampuan untuk mengerjakan sesuatu pekerjaan. Sedangkan
definisi kedua menunjukkan lebih lanjut bahwa kompetensi
itu pada dasarnya merupakan suatu sifat (karakteristik)
orang-orang (kompeten) ialah memiliki kecakapan, daya
(kemampuan), otoritas (kewenangan), kemahiran
(keterampilan), pengetahuan, dan sebagainya untuk
mengerjakan apa yang diperlukan. Kemudian definisi ketiga
lebih jauh lagi, ialah bahwa kompetensi itu menunjukkan
kepada tindakan (kinerja) rasional yang dapat mencapai
tujuan-tujuannya secara memuaskan berdasarkan kondisi
(prasyarat) yang diharapkan.42
Adapun kompetensi guru (teacher competency) the
ability of a teacher to responsibibly perform has or her duties
appropriately. Kompetensi guru merupakan kemampuan
seorang guru dalam melaksanakan kewajiban-kewajiban

42Ali mudlofir, Pendidik Profesional, h. 69.


Menjadi Guru Profesional dan Beretika 45
secara bertanggung jawab dan layak. Dengan gambaran
pengertian tersebut, dapatlah disimpulkan bahwa kompetensi
merupakan kemampuan dan kewenangan guru dalam
melaksanakan profesi keguruannya.43 Setelah menyimak
makna kompetensi tersebut di atas, maka dapat disimpulkan
bahwa kompetensi itu dapat dipandang sebagai pilarnya atau
teras kinerja dari suatu profesi. Artinya orang yang
menyandang suatu profesi maka perlu memiliki kemampuan
dasar untuk mencapai tujuan.
2. Kompetensi Guru dalam perspektif teori
Barlow mengemukakan bahwa kompetensi guru
adalah kemampuan seorang guru dalam melaksanakan
kewajiban-kewajibannya secara bertanggung jawab dan layak.
Cooper dalam Sudjana, mengemukakan empat kompetensi
guru, yakni (a) mempunyai pengetahuan tentang belajar dan
tingkah laku manusia, (b) mempunyai pengetahuan dan
menguasai bidang studi yang dibinanya, (c) mempunyai sikap
yang tepat tentang diri sendiri, sekolah, teman sejawat, dan
bidang studi yang dibinanya, serta (d) kemampuan mengukur
hasil belajar siswa. Nana Sudjana telah membagi kompetensi
guru dalam tiga bagian, yakni kompetensi bidang kognitif,
kompetensi bidang sikap, dan kompetensi
perilaku/performance. Menurut Crow dan Crow, kompetensi
guru dalam melaksanakan pembelajaran meliputi:

43Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional , h. 14.

46 Ahmad Suryadi
a. Penguasaan subjectmatter yang akan diajarkan;
b. Keadaan fisik dan kesehatannya;
c. Sifat-sifat pribadi dan kontrol emosinya;
d. Memahami sifat-hakikat dan perkembangan manusia;
e. Pengetahuan dan kemampuannya untuk menerapkan
prinsip-prinsip belajar;
f. Kepekaan dan aspirasinya terhadap perbedaan-perbedaan
kebudayaan, agama, dan etnis; serta
g. Minatnya terhadap perbaikan profesional dan pengayaan
kultural yang terus menerus dilakukan. 44
Secara umum Dede Rosyada menjelaskan bahwa
secara umum guru harus memenuhi dua kategori yaitu
pertama memiliki capability dan loyality, yakni guru itu harus
memiliki kemampuan dalam bidang ilmu yang diajarkannya,
memiliki kemampuan teoritik tentang mengajar yang baik,
dari mulai perencanaan, implementasi sampai evaluasi.
Kedua, memiliki loyalitas keguruan, yakni terhadap tugas-
tugas keguruan yang tidak sematamata di dalam kelas, tapi
sebelum dan sesudah di kelas. Di samping itu seorang guru
harus memiliki kemampuan memadai dalam bidang ilmu
yang diajarkannya, yakni memiliki penguasaan bidang ilmu
dan loyal dengan ilmu tersebut, yakni terus mengikuti
perkembangan dengan senantiasa meningkatkan
keilmuannya lewat bacaan, menulis, serta mengikuti

Hamzah B Uno, Profesi Kependidikan, (Jakarta: Bumi


44

Aksara, 2014), h. 67.


Menjadi Guru Profesional dan Beretika 47
tulisantulisan dalam jurnal.45 Berdasarkan kajian teori serta be-
berapa pendapat di atas dapat didefinisikan secara konseptual
bahwa kompetensi guru adalah kecakapan atau kemampuan
yang dimiliki oleh guru yang diindikasikan dalam tiga
kompetensi, yaitu kompetensi yang berhubungan dengan
profesionalnya sebagai guru (profesional), kompetensi yang
berhubungan dengan keadaan pribadinya (personal), dan
kompetensi yang berhubungan dengan masyarakat atau
lingkungannya (sosial).46 Adapun kompetensi guru meng-
gambarkan kemampuan berperilaku guru yang didasari ilmu
pengetahuan dari perilaku yang dapat bermanfaat bagi
seorang guru maupun murid atau bermanfaat bagi diri sendiri
maupun orang lain. Hal ini telah dijabarkan pada SK
MENDIKNAS RI No. 045/U/2002 menyatakan elemen
kompetensi terdiri dari:
a. Landasan kepribadian,
b. Penguasaan ilmu dan keterampilan,
c. Kemampuan berkarya,
d. Sikap dan berperilaku dalam berkarya,
e. Pemahaman kaidah kehidupan bermasyarakat. 47

45Soleha dan Rada, Ilmu Pendidikan Islam, (Bandung:


Alfabeta, 2011) h.66-67
46Hamzah B Uno, Profesi Kependidikan, h. 72.

47Siti Suwadah Rimang, Meraih Predikat Guru dan

Dosen Paripurna (Bandung: ALFABETA, 2011) h. 18

48 Ahmad Suryadi
B. Kompetensi Guru dalam Pespektif Perundang-
Undangan
Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 19 tahun 2005
tentang Standar Nasional Pendidikan pasal 28 ayatt 3
menyebutkan bahwa ada (4) empat kompetensi guru yaitu:
1. Kompetensi Pedagogik. Kompetensi pedagogik adalah
kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik yang
meliputi pemahaman terhadap peserta didik,
perancangan, dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi
hasil belajar, dan pengembangan peserta didik untuk
mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya.
2. Kompetensi Kepribadian. Kompetensi kepribadian
adalah kemampuan kepribadian yang mantap, stabil,
dewasa, arif dan berwibawa menjadi teladan bagi
peserta didik dan berakhlak mulia.
3. Kompetensi Profesional. Kompetensi profesional adalah
kemampuan penguasaan materi pembelajaran secara
luas dan mendalam yang memungkinkannya
membimbing peserta didik memenuhi standar
kompetensi yang ditetapkan dalam standar
kependidikan.
4. Kompetensi Sosial. Kompetensi sosial adalah ke-
mampuan pendidik sebagai bagian dari masyarakat
untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan

Menjadi Guru Profesional dan Beretika 49


peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan,
orangtua/wali, peserta didik dan masyarakat sekitar. 48
Selain itu, berdasarkan UU Nomor 14 Tahun 2005
tentang Guru dan Dosen, juga Permendiknas Nomor 16
Tahun 2007 dan Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008,
standar kompetensi guru merupakan seperangkat
pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki,
dihayati, dikuasai, dan diaktualisasikan oleh guru dalam
melaksanakan tugas keprofesionalan. Kompetensi guru
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) PP 74/2008 meliputi
kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi
sosial, dan kompetensi profesional yang diperoleh melalui
pendidikan profesi. Empat kompetensi guru tersebut bersifat
holistik, artinya merupakan satu kesatuan utuh yang saling
terkait. Khusus untuk guru PAI berdasar Permenag Nomor
16/ 2010 Pasal 16 ditambah satu kompetensi lagi yaitu
kompetensi kepemimpinan.
1. Kompetensi Pedagogik
Kompotensi pedagogik sebagaimana dimaksud pada
Permenag Nomor 16/2010 ayat (1) meliputi:
a. Pemahaman karakteristik peserta didik dari aspek fisik,
moral, sosial, kultural, emosinal, da intelektual;
b. Penguasaan teori dan prinsip belajar pendidikan agama;

H. Abd. Rahman Getteng, Menuju Guru Profesional


48

dan Ber-Etika, h.33.

50 Ahmad Suryadi
c. Pengembangan kurikulum pendidikan agama;
d. Penyelenggaraan kegiatan pengembangan pendidikan
agama;
e. Pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi untuk
kepentingan penyelenggaraan dan pengembangan
pendidikan agama;
f. Pengembangan potensi peserta didik untuk
mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimiliki dalam
bidang pendidikan agama;
g. Komunikasi secara efektif, empatik, dan santun dengan
peserta didik;
h. Penyelenggaraan penilaian dan evaluasi proses dan hasil
belajar pendidikan agama;
i. Pemanfaatan hasil penilaian dan evaluasi untuk
kepentigan pembelajaran pendidikan agama; dan
j. Tindakan refektif untuk peningkatan kualitas
pembelajaran pendidikan agama.
2. Kompetensi Kepribadian
Kompetensi kepribadian sebagaimana dimaksud pada
Permenag Nomor 16/2010 ayat (1) meliputi:
a. Tindakan yang sesuai dengan norma agama, hukum,
sosial, dan kebudayaan Indonesia;
b. Penampilan diri sebagai pribadi yang jujur, berakhlak
mulia, dan teladan bagi peserta didik dan masyarakat;

Menjadi Guru Profesional dan Beretika 51


c. Penampilan diri sebagai pribadi yang mantap, stabil,
dewasa, arif, dan berwibawa;
d. Kepemilikan etos kerja, tanggung jawab yang tinggi, rasa
bangga menjadi guru, dan rasa percaya diri; serta
e. Penghormatan terhadap kode etik profesi guru.
3. Kompetensi Sosial
Kompetensi sosial sebagaimana dimaksud pada
Permenag Nomor 16/2010 ayat (1) meliputi:
a. Sikap inklusif, bertindak objektif, serta tidak diskriminatif
berdasarkan jenis kelamin, agama, ras, kondisi fisik, latar
belakang keluarga, dan status sosial ekonomi;
b. Sikap adaptif dengan lingkungan sosial budaya tempat
bertugas; dan
c. Sikap komunikatif dengan komunitas guru, warga
sekolah, dan warga masyarakat.
4. Kompetensi Professional
Kompetensi profesional sebagaimana dimaksud pada
Permenag Nomor 16/2010 ayat (1) meliputi:
a. Penguasaan materi, struktur, konsep, dan pola pikir
keilmuan yang mendukung mata pelajaran pendidikan
agama;
b. Penguasaan standar kompetensi dan kompetensi dasar
mata pelajaran pendidikan agama;

52 Ahmad Suryadi
c. Pengembangan materi pembelajaran mata pelajaran
pendidikan agama secara kreatif;
d. Pengembangan profesionalitas secara berkelanjutan
dengan melakukan tindakan reflektif; dan
e. Pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi untuk
berkomunikasi dan mengembangkan diri.
5. Kompetensi Kepemimpinan
Kompetensi kepemimpinan sebagaimana dimaksud
pada Permenag Nomor 16 Tahun 2010 ayat (1) meliputi:
a. Kemampuan membuat perencanaan pembudayaan pe-
ngalaman ajaran agama dan perilaku akhlak mulia pada
komunitas sekolah sebagai bagian dari proses
pembelajaran agama;
b. Kemampuan mengorganisasikan potensi unsur sekolah
secara sistematis untuk mendukung pembudayaan peng-
amalan ajaran agama pada komunitas sekolah;
c. Kemampuan menjadi inovator, motivator, fasilitator,
pembimbing, dan konselor dalam pembudayaan
pengamalan ajaran agama pada komunitas sekolah; serta
d. Kemampuan menjaga, mengendalikan, dan mengarahkan
pembudayaan pengamalan ajaran agama pada komunitas
sekolah dan menjaga keharmonisan hubungan antara
pemeluk agama dalam bingkai Negara Kesatuan Republik
Indonesia.

Menjadi Guru Profesional dan Beretika 53


BAB V
KEDUDUKAN GURU DALAM
MANAJEMEN SEKOLAH
A. Pengertian Guru dan Manajemen Sekolah
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia. Guru adalah
orang yang pekerjaannya mengajar. Kata guru dalam bahasa
arab disebut mu’allim dan dalam bahasa inggris dikenal
dengan teacher yang dalam pengertian yang sederhana
merupakan seseorang yang pekerjaannya mengajar orang lain.
Menurut Annisa Anita guru merupakan seorang pendidik
yang digugu dan ditiru, dalam hal ini guru menjadi teladan
bagi anak didiknya.49
Sejak dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 14
Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, guru memiliki
tambahan status sebagai profesi, bukan sekedar pendidik.
Dalam Pasal 1 (1) dijelaskan bahwa guru adalah pendidik
yang professional dengan tugas utama mendidik, mengajar,
membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan
mengevauasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini

49Dea Kiki Yestiani & Nabila Zahwa, Peran Guru


Dalam Pembelajaran Pada Siswa Sekolah Dasar, Jurnal
Pendidikan 4, no. 1 (2020), h.1.

54 Ahmad Suryadi
jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan menengah.
Penambahan status sebagai profesi (semoga bukan
penggantian istilah pendidik) jelas membawa implikasi secara
ekonomis. Sebab, profesi adalah pekerjaan yang dilakukan
sebagai kegiatan pokok untuk menghasilkan nafkah hidup
dan yang mengandalkan suatu keahlian. Oleh karena itu,
seorang guru yang professional akan memperoleh pendapatan
yang lebih jika dibanding dengan guru yang tidak
professional.50
Secara harfia kata menajemen terjemahan dari Bahasa
Inggris management dan berasal dari kata to mage jika
diterjemahkan kedalam Bahasa Indonesia berarti menglolah,
menata, atau mengatur. Kata management merupakan kata
benda yang diterjemahkan menjadi pengelolaan dan akhirnya
diadopsi kedalam Bahasa Indonesia menjadi manejemen.
Manajemen sekolah merupakan proses mengelola
sekolah melalui perencanaan, pengorganisasian, pengarahan
dan pengawasan sekolah agar mencapai tujuan pendidikan
yang telah ditetapkan.51

50Warsono, Guru: Antara Pendidik, ProfesiI, dan

Aktor Sosial. Jurnal Masyarakat dan Media 1, no. 1 (2017), h. 4-5.


Muhammad Nur dkk, Manajemen Sekolah Dalam
51

Meningkatkan Mutu Pendidikan Pada SDN Daya Guci


Kabupaten Pidie. Jurnal Administrasi Pendidikan 4, no 1 (2016),
h. 95.
Menjadi Guru Profesional dan Beretika 55
B. Kedudukan Guru Sebagai Manajemen Sekolah
Adapun kedudukan guru sebagai manajemen sekolah
adalah sebagai berikut.
1. Guru Sebagai Profesi
Tugas guru sebagai profesi meliputi mendidik,
mengajar dan melatih.Mendidik berarti menerusksn dan
mengembangkan nilai-nilai hidup. Maksudnya,seorang guru
harus bisa memberikan contoh yang baik kepada anak
didiknya.Mengajar berarti mengembangkan ilmu
pengetahuan dan teknologi.Seorang guru harus bisa
memberikan ilmu yang sudah didapatnya selama sekolah
kepada anak didiknya.Jangan sampai seorang guru
mengajarkan ilmu yang tidak semestinya kepada anak didik-
nya.Melatih berarti mengembangkan ketrampilan-ke-
terampilan pada siswa.Seperti mengajarkan hal-hal yang
sifatnya memberikan ketrampilan lain selain mata kuliah yang
diampunya.
Tugas guru sebagai seorang pengajar memiliki
konsekuensi untuk memiliki peran-peran tertentu dalam
kaitannya dengan manajemen sekolah.Peran tersebut meliputi
peran guru dalam proses belajar mengajar yang sering disebut
dengan manajemen kelas,peran guru dalam

56 Ahmad Suryadi
pengadministrasian,peran guru secara pribadi dan peran guru
secara psikologis.52
2. Guru Dalam Manajemen Kelas
Peranan dan kompetensi guru dalam proses
pembelajaran meliputi banyak hal.Seperti yang dikemukakan
oleh Adam and Decey dalam Basic Principles of Student
Teaching,antara lain guru sebagai pengajar, pemimpin kelas,
pembimbing, pengatur lingkungan, partisipan, perencana,
supervisor, motivator, dan konselor. Kinerja manajemen kelas
yang efektif antara lain tercermin dalam bentuk keberhasilan
guru dalam mengkreasi lingkungan belajar secara positif dan
memberdayakan siswa untuk memahami dan menjadikan
efektif dalam melibatkan diri pada proses pengelolaan kelas
dan proses pembelajaran
Peningkatan kemampuan dan keahlian guru dalam
bidang subject matter dan metodologi pembelajaran adalah
esensial.Ketika kondisi sekolah semakin kompleks seperti
ukuran rombongan belajar semakin membengkak,beban
mengajar dan belajar semakin intensif dan ekstensif,sumber
dan fasilitas pembelajaran semakin modern,tingkat stress dan
terelienasian siswa semakin menggejala,dan prosedur kerja
semakin perlu dipercanggih,terminologi metodologi
pengajaran yang dikenal selama ini mengalami perluasan

52http://tikaristia.blogspot.com/2012/06/tugas-dan-

peran-guru-dalam-manajemen.html ( Di Akses pada hari


Rabu 10 Nopember 2021 pukul 17.49)

Menjadi Guru Profesional dan Beretika 57


makna yaitu makin lazim disebut manajemen sekolah.Sejalan
dengan itu,penelitian mengenai bagaimana kelas dapat
dikelola secara efektif semakin mendukung bagaimana peran
guru yang efektif lebih dominan dari sekedar terfokus pada
perilaku siswa dan proses belajarnya.Perilaku siswa dalam
belajar dan proses pembelajaran itu sendiri adalah
penting.Namun tidak kalah pentingnya adalah bagaimana
guru dapat mengelola kelas secara efektif dan efisien,antara
lain bagi penciptaan metode untuk memfasilitasi siswa agar
berperilaku positif dan berprestasi tinggi.53
3. Guru Dalam Manajemen Perilaku Siswa
Dalam tugas kesehariannya,guru berhadapan dengan
berbagai siswa dan hal yang bersangkutan dengan siswa,
baik prestasi akademik,ekonomi,kultur,agama,atau bahkan
siswa yang melakukan tindakan criminal.Siswa yang
bermasalah biasanya menjadi beban tambahan dan
kepedulian utama bagi guru.Guru seringkali merasa jengkel
melihat anak didiknya tampil jauh dari norma-norma
keterpelajaran.Tetapi kondisi anak seperti inilah yang akan
menjadi peluang bagi guru untuk mengelola kelasnya secara
efektif bagi penciptaan factor yang mempengaruhi
prestasi,motivasi,serta perilaku siswa.Dan disini pula

http://tikaristia.blogspot.com/2012/06/tugas-dan-
53

peran-guru-dalam-manajemen.html ( Di Akses pada hari


Rabu 10 Nopember 2021 pukul 17.49)

58 Ahmad Suryadi
manajemen kelas yang menduduki posisi mayor dalam
keseluruhan spectrum kegiatan pembelajaran.54
4. Guru Dalam Pengadministrasian
Dalam hubungannya dengan kegiatan peng-
administrasian,seorang guru dapat berperan sebagai berikut:
a. Pengambilan inisiatif,pengarah dan penilaian kegiatan-
kegiatan pendidikan.Hal ini berarti guru turut serta
memikirkan kegiatan-kegiatan pendidikan yang
direncanakan serta nilainya.
b. Wakil masyarakat,yang berarti dalam lingkungan sekolah
guru menjadi anggota masyarakat.Guru harus men-
cerminkan suasana dan kemauan masyarakat dalam arti
yang baik.
c. Orang yang ahli dalam mata pelajaran.Guru ber-
tanggungjawab untuk mewariskan kebudayaan kepada
generasi muda yang berupa pengetahuan.
d. Penegak disiplin,guru harus menjaga agar tercapai suatu
disiplin.
e. Pelaksana administrasi pendidikan,disamping menjadi
pengajar,gurupun bertanggung jawab akan kelancaran

54http://tikaristia.blogspot.com/2012/06/tugas-dan-

peran-guru-dalam-manajemen.html ( Di Akses pada hari


Rabu 10 Nopember 2021 pukul 17.49)

Menjadi Guru Profesional dan Beretika 59


pendidikan dan harus mampu melaksanakan kegiatan-
kegiatan administrasi.
f. Pemimpin generasi muda,masa depan generasi muda
terletak ditangan guru. Guru berperan sebagai pemimpin
mereka dalam mempersiapkan diri untuk menjadi
anggota masyarakat yang dewasa.
g. Penerjemah kepada masyarakat,artinya guru berperan
untuk menyampaikan segala perkembangan kemajuan
dunia sekitar pada masyarakat, khususnya masalah-
masalah kependidikan.55

55http://tikaristia.blogspot.com/2012/06/tugas-dan-

peran-guru-dalam-manajemen.html ( Di Akses pada hari


Rabu 10 Nopember 2021 pukul 17.49)

60 Ahmad Suryadi
BAB VI
PENGHARGAAN PROFESI
GURU
A. Pengertian Penghargaan Profesi Guru
Penghargaan pada profesi guru adalah perbuatan
menghargai atau pemberian pujian kepada pegawai. Dengan
demikian maka penghargaan profesi guru dapat diartikan
suatu penghargaan yang diberikan kepada guru dan
memberikan jaminan kepada guru untuk dilindungi dari hal-
hal menjadi penghalang dari aktifitasnya.56 Pada saat ini
kesulitan pilihan hidup menjadi pendidik lebih berat dari
masa sebelumnya. Di luar tantangan masalah ekonomi dan
gaya hidup materialistis, hanya seorang guru yang
mempertahankan idealisme memfasilitasi anak didiknya

56Depertemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus


Besar Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2011)

Menjadi Guru Profesional dan Beretika 61


menumbuh kembangkan jati diri yang berkarakter yang bisa
mempertahankan kehormatan sebagai pendidik. Artinya
seorang guru harus memberikan dirinya secara total bagi
dunia pendidikan, sebuah keadaan yang berat di tengah
semua persoalan hidup yang harus dihadapi seorang guru.
Maka perlu ada strategi untuk menyiasati beban-beban
struktural administratif kependidikan agar tidak menjerat
guru ke dalam perangkap yang melelahkan sehingga mereka
melepaskan idealisme dan semangat yang dibutuhkan.
Strategi ini antara lain adalah menciptakan kondisi yang
memacu untuk terus-menerus belajar.
Guru yang berkualitas selalu mengembangkan
profesionalismenya secara penuh. Dia tak akan merengek-
rengek meminta diangkat sebagai pegawai Negeri atau guru
tetap sebab pekerjaannya telah membuktikan, kinerjanya
layak dihargai. Mungkin ini salah satu alternatif yang bisa
dilakukan guru untuk mengembangkan dan
mempertahankan idealismenya pada masa sulit. Namun,
idealisme ini akan kian tumbuh jika ada kebijakan politik
pendidikan yang mengayomi, melindungi, dan menghargai
profesi guru. Pemerintah sudah seharusnya menggagas
peraturan perundang-undangan yang melindungi profesi
guru, tidak peduli apakah itu guru negeri atau swasta, dengan

62 Ahmad Suryadi
memberi jaminan minimal yang diperlukan agar
kesejahteraan dan martabat guru terjaga. 57

Visi guru sebagai pelaku perubahan dan pendidik


karakter. Menjadi pelaku perubahan, perubahan itu harus
tampil pertama-tama dalam diri guru. Hal inilah yang
menjadi pemikiran dan strategi utama bagi para guru agar
mampu menjadi pelaku perubahan dan pendidik karakter
yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat kita dewasa ini.58
Di zaman persaingan ketat seperti sekarang, kinerja
menjadi satu-satunya cara untuk mengukur mutu seorang
guru. Karena itu, status pegawai Negeri, swasta, tetap, atau
honorer tidak terlalu relevan dikaitkan gagasan tentang
profesionalisme kinerja seorang guru. Banyak tempat lembaga
swasta yang besar dan maju, status pegawai tetap malah
membuat lembaga pendidikan swasta tidak mampu
mengembangkan gurunya secara profesional sebab mereka
telah merasa mapan. Demikian juga yang menjadi pegawai
Negeri, banyak yang telah merasa nyaman sehingga lalai
mengembangkan dirinya. Oleh karena itu guru harus kembali
pada jati dirinya yaitu memiliki sifat-sifat tertentu, yaitu
ramah, terbuka, akrab, mau mengerti, dan mau belajar terus-
menerus agar semakin menunjukkan jati diri keguruannya.

57Endang Komara, Perlindungan Profesi Guru di


Indonesia. MIMBAR PENDIDIKAN:Jurnal Indonesia Untuk
Kajian Pendidikan, Vol. 1(2) September, Bandung, Indonesia:
UPI, Jakarta: Bumi Aksara, 2020 h.155.
58Imron, Ali, Kebijakan Pendidikan di Indonesia, (Jakarta:

Bumi Aksara, 2016), h. 21


Menjadi Guru Profesional dan Beretika 63
Situasi ini tidak dapat diatasi dengan mengangkat seluruh
guru honorer menjadi pegawai negeri, seperti tuntutan
beberapa kelompok guru honorer maupun mengangkat guru
tidak tetap menjadi guru tetap yayasan. Masalah ini hanya
bisa diatasi jika pemerintah dan masyarakat memberi prioritas
untuk menjaga, melindungi, dan menghormati profesi guru.
Secara khusus, pemerintah harus memberi jaminan finansial
secara minimal kepada tiap guru agar mereka dapat hidup
layak dan bermartabat sebagai guru. Jaminan seperti ini hanya
bisa muncul jika ada perlindungan hukum berupa peraturan
perundang-undangan yang benar-benar memihak dan
berpihak kepada guru.
B. Penghargaan Guru Sebagai Agen Perubahan
Sebagai tenaga profesional, guru memiliki hak yang
sama untuk mendapatkan penghargaan, penghargaan
diberikan kepada guru yang berprestasi, berprestasi luar
biasa, berdedikasi luar biasa, atau tugas didaerah khusus.
Penghargaan kepada guru dapat diberikan pada tingkat
satuan pendidikan, desa atau kelurahan, kecamatan,
kabupaten atau kota, provinsi, nasional atau internasional.
Penghargaan itu beragam jenisnya, seperti tanda jasa, bintang
jasa, kenaikan pangkat istimewa, finansial, piagam, jabatan
fungsional, jabatan struktural, bintang jasa pendidikan, atau
bentuk penghargaan lain sesuai dengan peraturan perundang-
undangan. Pada sisi lain, peraturan perundang-undangan
mengamanatkan bahwa pemerintah kabupaten wajib
menyediakan biaya pemakaman atau biaya perjalanan untuk

64 Ahmad Suryadi
guru yang gugur dalam melaksanakan pendidikan
pembelajaran di daerah khusus, putra atau putrinya berhak
mendapatkan beasiswa sampai ke perguruan tinggi dari
pemerintah pusat dan pemerintah daerah.
Sebagai tenaga profesional, guru memiliki hak yang
sama untuk mendapatkan penghargaan Dan kesejahteraan.
Penghargaan diberikan kepada guru yang berprestasi,
berprestasi luar biasa, berdedikasi luar biasa atau bertugas di
daerah khusus. Penghargaan kepada guru dapat diberikan
pada tingkat satuan pendidikan, desa atau kelurahan,
kecamatan, kabupaten/kota, provinsi, nasional, dan/atau
internasional. Penghargaan itu beragam jenisnya, seperti
tanda jasa, bintang jasa, kenaikan pangkat istimewa, finansial,
piagam, jabatan fungsional, jabatan struktural, bintang jasa
pendidikan, dan/atau bentuk penghargaan lain sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan
PSDMPK-PMP 65 Pada sisi lain, peraturan perundang-
undangan mengamanatkan bahwa pemerintah kabupaten
wajib menyediakan biaya pemakaman dan/atau biaya
perjalanan untuk pemakaman guru yang gugur di daerah
khusus. Guru yang gugur dalam melaksanakan pendidikan
dan pembelajaran di daerah khusus, putera dan/atau
puterinya berhak mendapatkan beasiswa sampai ke
perguruan tinggi dari Pemerintah dan Pemerintah Daerah.
Kesejahteraan guru menjadi perhatian khusus pemeritah, baik
berupagaji maupun penghasilan lainnya. Guru memiliki hak
atas gaji dan penghasilan lainya.

Menjadi Guru Profesional dan Beretika 65


Gaji adalah hak yang diterima oleh guru atas pe-
kerjaannya dari penyelenggara pendidikan atau satuan
pendidikan dalam bentuk finansial secara berkala sesuai
dengan peraturan perundang-undangan. Di luar gaji pokok,
guru pun berhak atas tunjangan yang melekat pada gaji. Gaji
pokok dan tunjangan yang melekat pada gaji bagi guru yang
diangkat oleh pemerintah dan pemerintah daerah diberikan
oleh pemerintah dan pemerintah daerah sesuai dengan
peraturan penggajian yang berlaku. Gaji pokok dan tunjangan
yang melekat pada gaji bagi guru yang diangkat oleh satuan
pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat diberikan
berdasarkan perjanjian kerja dan/atau kesepakatan kerja
bersama.
Penghasilan adalah hak yang diterima oleh guru
dalam bentuk finansial sebagai imbalan melaksanakan tugas
keprofesian yang ditetapkan dengan prinsip penghargaan atas
dasar prestasi dan mencerminkan martabat guru sebagai
pendidik profesional. Ringkasnya, guru yang memenuhi per-
syaratan sebagaimana diamanatkan dalam UU No. 14 Tahun
2005 dan PP No. 74 Tahun 2008, serta peraturan lain yang
menjadi ikutannya, memiliki hak atas aneka tunjangan dan
kesejahteraan lainnya. Tunjangan dan kesejahteraan
dimaksud mencakup tunjangan profesi, tunjangan khusus,
tunjangan fungsional, subsidi tunjangan fungsional, dan
maslahat tambahan.
C. Jenis-jenis Penghargaan dan Kesejahteraan Profesi
Guru

66 Ahmad Suryadi
1. Penghargaan Guru Berprestasi
Pemberian penghargaan kepada guru berprestasi
dilakukan melalui proses pemilihan yang ketat secara
berjenjang, mulai dari tingkat satuan pendidikan, kecamatan
atau kabupaten /kota, provinsi, maupun nasional. Pemilihan
guru berprestasi dimaksudkan antara lain untuk mendorong
motivasi, dedikasi, loyalitas dan profesionalisme guru, yang
diharapkan akan berpengaruh positif pada kinerja dan
prestasi kerjanya. Prestasi kerja tersebut akan terlihat dari
kualitas lulusan satuan pendidi dikan sebagai SDM yang
berkualitas, produktif, dan kompetitif.
2. Penghargaan bagi Guru Berdedikasi di Daerah
Khusus atau Terpencil
Guru yang bertugas di daerah khusus, mendapat
perhatian serius dari pemerintah. Oleh karena itu, sejak be-
berapa tahun terakhir ini, pemberian penghargaan kepada
mereka dilakukan secara rutin baik pada peringatan Hari
Pendidikan Nasional maupun pada peringatan lainnya.
Tujuan penghargaan ini antara lain, pertama, mengangkat
harkat dan martabat guru atas dedikasi, prestasi, dan
pengabdian profesionalitasnya sebagai pendidik bangsa
dihormati dan dihargai oleh masyarakat, pemerintah dan
seluruh lapisan masyarakat Indonesia. Kedua, memberikan
motivasi pada guru untuk meningkatkan prestasi,
pengabdian, loyalitas dan dedikasi serta darma baktinya pada
bangsa dan negara melalui pelaksanaan kompetensinya secara
profesional sesuai kualifikasi masing-masing. Ketiga,
meningkatkan kesetiaan dan loyalitas guru dalam

Menjadi Guru Profesional dan Beretika 67


melaksanakan pekerjaan/jabatannya sebagai sebuah profesi,
meskipun bekerja di daerah yang terpencil atau terbelakang;
daerah dengan kondisi masyarakat adat yang terpencil;
daerah perbatasan dengan negara lain; daerah yang
mengalami bencana alam; bencana sosial; atau daerah berada
dalam keadaan darurat lain yang mengharuskan menjalani
kehidupan secara prihatin.59
3. Penghargaan Tanda Kehormatan Satyalancana
Pendidikan
Sejalan dengan disahkannya Undang–Undang Nomor
14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, guru berprestasi dan
berdedikasi memiliki hak atas penghargaan sesuai dengan
prestasi dan dedikasinya. Penghargaan tersebut diberikan
kepada guru pada satuan pendidikan atas dasar pengabdian,
kesetiaan pada lembaga, berjasa pada negara, maupun
menciptakan Karya yang luar biasa. Kebijakan Pengembangan
Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP 69 Kriteria guru yang
berhak menerima penghargaan Satyalancana Pendidikan,
meliputi persyaratan umum dan persyaratan khusus.
Persyaratan umum antara lain warga negara Indonesia,
berakhlak dan berbudi pekerti baik, serta mempunyai nilai
dalam DP3 amat baik untuk unsur kesetiaan dan sekurang-
kurangnya bernilai baik untuk unsur lainnya. Persyaratan
khusus meliputi, pertama, diutamakan yang bertugas/pernah

59Momon Sudarma, Profesi Guru:Dipuji, Dikritisi, Dan


Dicaci (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2013), h.272

68 Ahmad Suryadi
bertugas di tempat terpencil atau tertinggal sekurang-
kurangnya selama lima tahun terus menerus atau selama
delapan tahun terputus-putus. Kedua, diutamakan yang
bertugas pernah bertugas di daerah perbatasan, konflik, dan
bencana sekurang- kurangnya selama 3 tahun terus menerus
atau selama 6 tahun terputusputus. Ketiga, diutamakan yang
bertugasselain di daerah khusus sekurang-kurangnya selama
8 tahun terus menerus dan bagi kepala sekolah
sekurangkurangnya bertugas 2 tahun. Keempat, berprestasi
dan/atau berdedikasi luar biasa dalam melaksanakan tugas
sekurang-kurangnya mendapat penghargaan tingkat nasional.
Kelima, berperan aktif dalam kegiatan organisasi/asosiasi
profesi guru, kegiatan kemasyarakatan dan pembangunan di
berbagai sektor. Keenam, tidak pernah memiliki catatan
pelanggaran atau menerima sanksi sedang dan berat menurut
peraturan perundang-undangan.60
4. Penghargaan bagi Guru yang Berhasil dalam
Pembelajaran
Tujuan lomba keberhasilan guru dalam pembelajaran
atau lomba sejenis dapat memotivasi guru untuk lebih
meningkatkan profesionalismenya, khususnya dalam
kemampuan perancangan, penyajian, penilaian proses dan
hasil pembelajaran atau proses bimbingan kepada siswa, dan
meningkatkan kebiasaan guru dalam mendokumentasikan
hasil kegiatan pengembangan profesinya secara baik dan

60 Masnur Muslich, Sertifikasi Guru Menuju


Profesionalisme Pendidik. (Cet. I; Jakarta; PT Bumi Aksara,
2020), h. 12.
Menjadi Guru Profesional dan Beretika 69
benar. Lomba keberhasilan guru dalam pembelajaran atau
sejenisnya dilaksanakan melalui beberapa tahapan.
a. Sosialisasi melalui berbagai media, antara lain
penyusunan dan penyebaran poster dan leaflet.
b. Penerimaan naskah.
c. Melakukan seleksi, baik seleksi administrasi maupun
seleksi terhadap materi yang ditulis. Para finalis
melaksanakan presentasi dan wawancara di hadapan
dewan juri yang memiliki keahlian di bidang masing-
masing. Sejalan dengan itu, aktivitas yang dilakukan
adalah sebagai berikut: penyusunan pedoman lomba
keberhasilan guru dalam pembelajaran atau sejenisnya
tingkat nasional; penilaian naskah lomba keberhasilan
guru dalam pembelajaran.61
5. Penghargaan Guru Pemenang Olimpiade
Era globalisasi menuntut SDM yang bermutu tinggi dan
siap berkompetisi, baik pada tataran nasional, regional,
maupun internasional. Sejalan dengan itu, guru-guru bidang
studi yang termasuk dalam skema Olimpiade Sains Nasional
(OSN) merupakan salah satu diterminan utama peningkatan
mutu proses dan hasil pembelajaran. Kegiatan OSN untuk
Guru (ONS Guru) Kebijakan Pengembangan Profesi Guru –
Badan PSDMPK-PMP 70 merupakan salah satu wahana untuk

Sudarma Momon, Profesi Guru:Dipuji, Dikritisi, Dan


61

Dicaci (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2013) , h. 23

70 Ahmad Suryadi
meningkatkan mutu proses dan hasil pembelajaran mata
pelajaran yang tercakup dalam kerangka OSN. Olimpiade
Sains Nasional (OSN) untuk Guru merupakan wahana bagi
guru menumbuh kembangkan semangat kompetisi dan
meningkatkan kompetensi profesional atau akademik untuk
memotivasi peningkatan kompetensinya dalam rangka
mendorong mutu proses dan luaran pendidikan. Tujuannya
adalah (1) menumbuhkan budaya kompetitif yang sehat di
kalangan guru; (2) meningkatkan wawasan pengetahuan,
motivasi, kompetensi, profesionalisme, dan kerja keras untuk
mengembangkan IPTEK; (3) membina dan mengembangkan
kesadaran ilmiah untu mempersiapkan generasi muda dalam
menghadapi pemberdayaannya agar pengetahuan dan
wawasan mereka selalu berkembang.62
6. Pembinaan dan Pemberdayaan Guru Berprestasi dan
Guru Berdedikasi
Guru memiliki peran yang sangat penting dan
strategis dalam membimbing peserta didik ke arah
kedewasaan, kematangan dan kemandirian, sehingga guru
sering dikatakan sebagai ujung tombak pendidikan. Untuk
melaksanakan tugasnya, seorang guru tidak hanya memiliki
kemampuan teknis edukatif, tetapi juga harus memiliki
kepribadian yang dapat diandalkan sehingga menjadi sosok
panutan bagi siswa, keluarga maupun masyarakat. Selaras
dengan kebijaksanaan pembangunan yang meletakkan
pengembangan sumber daya manusia sebagai prioritas

62Abd.Rahman Getteng, Menuju Guru Profesional dan


Ber-Etik (Yogyakarta:grha guru guru, 2013), h. 57.
Menjadi Guru Profesional dan Beretika 71
pembangunan nasional, kedudukan dan peran guru semakin
bermakna strategis dalam mempersiapkan sumber daya
manusia yang berkualitas dalam menghadapi era global.
Untuk itu, kemampuan profesional guru harus terus menerus
ditingkatkan. Prestasi yang telah dicapai oleh para guru
berprestasi perlu terus dijaga dan dikembangkan, serta
diimbaskan kepada guru lainnya. Oleh karena itu, sebagai
tindak lanjut dari pelaksanaan pemilihan guru berprestasi,
perlu dilaksanakan pembinaan dan
7. Penghargaan Lainnya
Penghargaan lainnya untuk guru dilakukan melalui
program kerjasama pendidikan antar negara, khususnya bagi
mereka yang berprestasi. Kerjasama antar negara ini
dilakukan, baik di kawasan Asia maupun di kawasan lainnya.
Kerjasama antarnegara bertujuan untuk meningkatkan
pemahaman dan saling pengertian antaranggotanya.
Melalui kerjasama ini, guru-guru berprestasi yang
terpilih diberi kesempatan untuk mengikuti pelatihan singkat
bidang keahlian atau teknologi pembelajaran, studi
kebudayaan, studi banding, dan sejenisnya. Kerjasama ini
antara lain telah dilakukan dengan negara- negara Asean,
Jepang, Australia, dan lain-lain. Penghargaan lainnya yang
diberikan kepada guru adalah Anugerah Konstitusi tingkat
nasional bagi guru Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) untuk
semua jenis dan jenjang. Penerima penghargaan ini adalah
guru-guru PKn terbaik yang diseleksi secara berjenjang mulai

72 Ahmad Suryadi
dari tingkat sekolah, kabupaten/kota, provinsi, sampai ke
tingkat nasional.
D. Manfaat Penghargaan kepada Guru
1. Memberikan informasi. Penghargaan dapat menarik
perhatian personil dan memberi informasi atau
mengingatkan mereka tentang pentingnya sesuatu
yang diberi penghargaan dibandingkan dengan hal
yang lain.
2. Memberikan motivasi. Penghargaan juga
meningkatkan motivasi personil terhadap ukuran
kinerja, sehingga membantu personil dalam
memutuskan bagaimana mereka mangalokasikan
waktu dan usaha mereka.

Menjadi Guru Profesional dan Beretika 73


BAB VII
SIKAP GURU
A. Definisi Sikap
Menurut Fishbein, sikap adalah predisposisi
emosional yang dipelajari untuk merespon secara konsisten
terhadap suatu objek. Sikap tidak identik dengan respon
dalam bentuk perilaku dan tidak dapat diamati secara
langsung, tetapi dapat disimpulkan dari konsistensi perilaku
yang dapat diamati. Kecenderungan sikap dapat berbentuk
penerimaan maupun penolakan terhadap suatu objek
tertentu.63
La Pierre menjelaskan bahwa sikap sebagai pola
perilaku, tendensi atau kesiapan antisipatif, predisposisi
untuk menyesuaikan diri dalam situasi sosial. 64 Pendapat

Mohammad Asrori, Psikologi pembelajaran (Bandung:


63

CV Wacana Prima, 2009), h. 159.


64Saifuddin Azwar, Sikap manusia: teori dan
pengukurannya (Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset, 2010), h, 5.

74 Ahmad Suryadi
tersebut didukung oleh pendapat Abu Ahmadi yang
menjelaskan bahwa sikap adalah predisposisi yang dipelajari
yang mempengaruhi tingkah laku, berubah dalam hal
intensitasnya, biasanya konsisten sepanjang waktu dalam
situasi yang sama, dan komposisinya sama hampir selalu
kompleks.65
Sarlito W. Sarwono mengemukakan bahwa sikap me-
rupakan proses evaluasi yang sifatnya internal dan subjektif
yang berlangsung dalam diri seseorang dan tidak dapat
diamati secara langsung. Sikap dapat diketahui melalui
pengetahuan, keyakinan perasaan dan kecenderungan
tingkah laku.66
Sarlito W. Sarwono, dkk mengemukakan bahwa sikap
adalah konsep yang dibentuk oleh tiga komponen, yaitu
kognitif, afektif, dan perilaku.67 Mann menjabarkan ketiga
komponen sikap tersebut sebagai berikut:
a. Komponen Kognitif: Komponen kognitif berisikan
kepercayaan mengenai apa yang berlaku dan apa yang
benar bagi objek sikap. Apabila kepercayaan telah
terbentuk, akan menjadi dasar pengetahuan seseorang
mengenai apa yang diharapkan dari objek.

65 Abu Ahmadi, Psikologi sosial (Jakarta: Rineka Cipta,


2002), h. 164.
66Sarlito W. Sarwono, Psikologi sosial (Jakarta: Salemba

Humanika, 2009), h. 83.


67Sarlito W. Sarwono, Psikologi sosial, h. 83.

Menjadi Guru Profesional dan Beretika 75


b. Komponen Afektif: Komponen afektif menyangkut
perasaan seseorang terhadap objek sikap dan menyangkut
masalah emosi. Komponen ini disamakan dengan
perasaan yang dimiliki terhadap sesuatu.
c. Komponen Perilaku atau Konaktif: Komponen konaktif
menunjukan bagaimana perilaku atau kecenderungan
seseorang dalam berperilaku terhadap objek sikap.
Komponen konaktif adalah bentuk perilaku yang tidak
dapat hanya dilihat saja tetapi juga meliputi pernyataan
atau perkataan yang diucapkan seseorang. Ketiga
komponen ini harus berjalan seragam agar terjadi
keselarasan dan konsistensi. Apabila terjadi
ketidakselarasan antara ketiga komponen sikap tersebut
maka akan terjadi perubahan sikap. Kepercayaan yang
merupakan komponen kognitif, perasaan sebagai
komponen afektif dan tendensi perilaku sebagai
komponen konaktif merupakan landasan dalam peng-
ambilan kesimpulan mengenai objek sikap. 68
Sikap bukanlah sesuatu bawaan sejak lahir, namun
sikap diperoleh sejalan dengan perkembangan hidup.
Individu dalam interaksi sosialnya akan membentuk suatu
pola sikap terhadap suatu objek. berbagai faktor yang

Saifuddin Azwar, Sikap manusia: teori dan


68

pengukurannya (Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset, 2010), h,


24-28.

76 Ahmad Suryadi
mempengaruhi pembentukan sikap menurut Saifuddin
Azwar adalah sebagai berikut:
a. Pengalaman Pribadi, yakni penghayatan yang kuat akan
apa yang telah kita alami dapat menjadi dasar dalam
pembentukan sikap. Pengalaman pribadi yang melibatkan
emosional dan penghayatan yang mendalam akan
memudahkan terbentuknya sikap.
b. Pengaruh orang lain yang dianggap penting, yakni orang
lain merupakan salah satu komponen sosial yang
mempengaruhi sikap. Seseorang cenderung memiliki
sikap yang searah dengan orang lain yang dianggap
penting, yaitu seseorang dapat meniru sikap dari orang
yang dianggap penting.
c. Pengaruh kebudayaan Kebudayaan di mana seseorang
tinggal akan berpengaruh terhadap pembentukan sikap.
Lingkungan sangat berpengaruh dalam membentuk
kepribadiaan seseorang.
d. Media masa Media masa sebagai sarana komunikasi
membawa sugesti-sugesti yang dapat mengarahkan
pendapat seseorang. Apabila sugesti tersebut cukup kuat,
akan berpengaruh terhadap pembentukan sikap.
e. Lembaga pendidikan dan lembaga agama Melalui
lembaga pendidikan dan lembaga agama seseorang
diajarkan mengenai moral. Lembaga pendidikan dan
lembaga agaman meletakan dasar pada diri seseorang
untuk menentukan kepercayaan seseorang. Sehingga

Menjadi Guru Profesional dan Beretika 77


kepercayaankepercayaan tersebut yang akan membentuk
sikap seseorang.
f. Pengaruh faktor emosional Sikap bukan hanya dibentuk
oleh kebudayaan yang ada dalam suatu lingkungan tetapi
juga emosi yang ada pada diri seseorang. Sikap yang
muncul pada seseorang dapat berupa sikap yang didasari
oleh emosi.69
Baron dkk, menjelaskan bahwa minimal terdapat lima
fungsi suatu sikap yaitu sebagai berikut.
a. Fungsi pengetahuan Sikap membantu kita untuk
menginterpretasi stimulus baru dan menampilkan respon
yang sesuai.
b. Fungsi identitas Sikap membantu mengekspresikan nilai
dan keyakinan untuk menunjukkan identitas kita.
c. Fungsi harga diri Sikap yang kita miliki mampu menjaga
dan meningkatkan harga diri.
d. Fungsi pertahanan diri Sikap berfungsi melindungi diri
dari penilaian negatif.
e. Fungsi motivasi kesan Sikap berfungsi mengarahkan
orang lain untuk memberi penilaian.70

Saifuddin Azwar,
69 Sikap manusia: teori dan
pengukurannya, h, 30-38.
70Saifuddin Azwar, Sikap manusia: teori dan
pengukurannya, h, 86.

78 Ahmad Suryadi
B. Sikap Guru
Sikap guru yang dimaksud dalam sub bahasan ini
adalah merujuk pada batasan yang dikemukakan oleh
Soetjipto dan Raflis Kosasi, yakni perilaku guru yang
berhubungan dengan profesinya. Hal ini berhubungan
dengan bagaimana pola tingkah laku guru dalam memahami,
menghayati, serta mengamalkan sikap kemampuan dan sikap
profesionalnya.71 Sedangkan sifat guru yang dimaksud dalam
sub bahasan ini adalah merujuk pada batasan yang
dikemukakan oleh Muhammad Surya, yakni sifat utama dari
seorang guru profesional berupa kemampuan nya dalam
mewujudkan kinerja profesional yang sebaik-baiknya dalam
mencapai tujuan pendidikan. Sifat-sifat ini, mencakup
kepribadian guru dan penguasaan keterampilan teknis ke-
guruan.72
Sikap atau pola tingkah laku guru menurut
pandangan Soetjipto dan Raflis Kosasi adalah sesuai dengan
sasarannya, yakni sikap profesional keguruan terhadap;
peraturan perundang-undang; organisasi profesi; teman
sejawat; anak didik; tempat kerja; pemimpin; dan pekerjaan. 73
Selanjutnya, mengenai sikap guru terhadap teman sejawat
adalah memelihara hubungan seprofesi, semangat

71 Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Prospektif Islam


(Cet IX; Bandung: Remaja Rosdakarya, 2010), h. 86.
72Muhammad Surya, Percikan Perjuangan Guru Cet. I;

Semarang: CV. Aneka Ilmu, 2003), h. 2.


73Soetjipto dkk, Profesi Keguruan (Cet. I; Jakarta: Rineka

Cipta, 1999), h. 43.


Menjadi Guru Profesional dan Beretika 79
kekeluargaan dan kesetia-kawanaan sosial. Sikap seperti ini,
harus pula diwujudkan dalam bersikap terhadap anak didik,
yakni berbakti dalam arti membimbing peserta didik sesuai
dengan tujuan pokok pendidikan.
Mengenai sikap terhadap tempat kerja, adalah
menciptakan suasana kerja yang baik. Sedangkan sikap
terhadap pemimpin adalah menciptakan suasana harmonis
teradap kepala sekolah dan sikap terhadap pekerjaan adalah
melaksanakan tugas guru dengan penuh kesabaran dan
ketelatenan yang tinggi, terutama bila berhubungan dengan
peserta didik. Masih terkait dengan pandangan tentang sikap
guru, oleh Kamal Muh. Isa menyatakan bahwa seorang guru
dituntuk untuk memiliki berbagai sikap sebagai berikut:
1. Siap memikul amanat;
2. Mampu mempersiapkan dirinya sesempurna mungkin
3. Guru hendaknya menghindari sikap tamak dan bathil
4. Seorang guru wajib berusaha memerangi kata hatinya,
suara batinnya yang tidak benar;
5. Seorang guru harus memiliki sikap terpuji.74
Selanjutnya, Muhammad Athiyah al-Abrasyi
sebagaimana yang dikutip oleh Abuddin Nata, ia

Kamal Muhammad Isa, Khashaish Madrasatin


74

Nubuwwa Terj. Chairul Halim, Manajemen Pendidikan Islam


(Cet. I; Jakarta: Fikahati Aneska, 1994), h. 64-65.

80 Ahmad Suryadi
menyebutkan bahwa terdapat tujuh sifat yang harus dimiliki
oleh guru, yakni;
1. Zuhud;
2. Jiwa yang bersih;
3. Ikhlas;
4. Pemaaf;
5. Mencintai murid;
6. Mengetahui bakat, tabiat, dan watak murid;
7. Menguasai mata pelajaran. 75
Sementara itu, Asama Hasan Fahmi sebagaimana
dikutip oleh Ahmad Tafsir, ia mengajukan beberapa sifat
guru, yakni; tenang; tidak bermuka masam; tidak berolok-olok
di hadapan anak diri; dan sopan santun. 76 Lebih lanjut Ahmad
Tafsir juga mereduksi sifat-sifat guru yang diajukan oleh
Mahmud Yunus, yakni bahwa sifat-sifat guru sebagai berikut:
1. Kasih sayang pada murid; senang memberi nasehat;
2. Senang memberi penringatan;
3. Senang melarang murid melakukan hal yang tidak
baik;

75Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam (Cet. I;


Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997), h. 71-76
76Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Prospektif Islam,

h. 83.
Menjadi Guru Profesional dan Beretika 81
4. Bijak dalam memilih bahan pelajaran yang sesuai
dengan lingkungan murid;
5. Hormat pada pelajaran lain yang bukan pegangannya;
6. Bijak dalam memilih bahan pelajaran; mementingkan
berfikir dan berijtihad;
7. Jujur dalam keilmuan; dan
8. Bersifat adil.77
Kompetensi guru tersebut meliputi; kompetensi
intelektual yakni berbagai perangkat pengetahuan yang ada
dalam diri individu yang diperlukan untuk menunjang
pelaksanaan tugas sebagai guru; kompetensi fisik, yakni
perangkat kemampuan fisik yang diperlukan untuk
menunjang pelaksanaan tugas guru dalam berbagai situasi;
kompetensi pribadi, yakni perangkat perilaku yang berkaitan
dengan kemampuan individu dalam mewujudkan dirinya
sebagai pribadi yang mandiri untuk melakukan transformasi
diri, identitas diri, dan pemahaman diri; kompetensi sosial,
yakni perangkat perilaku tertentu yang merupakan dasar dari
pemahaman diri sebagai bagian yang tak terpisahkan dari
lingkungan sosial serta tercapainya interaksi sosial secara
efektif; kompentensi spritual, yakni pemahaman, peng-
hayatan, serta pengamalan kaidah-kaidah keagamaan.78

77Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Prospektif Islam,


h. 84.
78Muhammad Surya, Percikan Perjuangan Guru, h. 249.

82 Ahmad Suryadi
Kompetensi-kompetensi guru yang telah disebutkan ini,
adalah sifat utama dari seorang guru profesional.79
Terkait kompetensi pedagogik dan keilmuan
misalnya, KH. M. Hasyim Asy’ari di dalam kitabnya
mengemukakan keharusan bagi guru agar selalu berusaha
meningkatkan intelektualitasnya serta mengembangkan
wawasan dan aktualisasi dirinya. Selain itu, hal penting yang
juga harus diupayakan oleh seorang guru terkait upaya
meningkatkan kompetensi keilmuannya adalah dengan
meluangkan sebagian waktu untuk kegiatan menulis.80
Guru harus memiliki persiapan yang matang, baik
secara mental maupun konseptual, terkait materi yang akan
diajarkan; menguasai metode-metode pembelajaran;
menciptakan suasana pembelajaran yang sehat dan kondusif;
memahami kondisi peserta didik; memperlakukan peserta
didik dengan kesabaran dan kasih sayang, sebagaimana ia
memperlakukan anaknya sendiri; memiliki kepedulian dan
rasa simpati terhadap masalah-masalah atau kesulitan yang
dihadapi peserta didik; membangun soliditas dan
kebersamaan di antara peserta didik; melakukan
pelatihanpelatihan dan evaluasi hasil belajar; dan lain-lain.81

79 Muhammad Surya, Percikan Perjuangan Guru, h. 248.


80 Hasyim Asy'ari, Adab al-’Alim wa al-Muta’allim
(Pondok Pesantren Tebuireng Jombang: Maktabah At-Turats
Al-Islamy, 1415 H), h. 55.
81Kholil, Mohamad. "Kode Etik Guru dalam Pemikiran

KH. M. Hasyim Asy’ari (Studi Kitab Adab al-‘Alim wa al-


Muta’allim)." Risâlah, Jurnal Pendidikan dan Studi Islam 2.1
(2015): 38-39.
Menjadi Guru Profesional dan Beretika 83
Adapun tuntutan bagi seseorang yang berprofesi
sebagai seorang pendidik yaitu sebagai berikut:
1. Senantiasa mendekatkan diri kepada Allah
(murâqabah);
2. Menjaga diri dari melakukan hal-hal yang
mengundang kemurkaan Allah sebagai wujud rasa
takutnya kepada Allah (khauf);
3. Bersikap tenang (sakînah) dan berhati-hati (wara’) di
dalam setiap langkah dan tindakan yang dilakukan;
4. Fokus dan berkonsentrasi (khusyû’) di dalam
menjalankan tugas;
5. Selalu berpedoman kepada petunjuk-petunjuk Allah
di dalam setiap persoalan yang dihadapi;
6. Bersikap ikhlas, zuhûd, dan tidak menjadikan ilmu
pengetahuannya sebagai sarana untuk mengeruk
keuntungan duniawi;
7. Menjaga wibawa dan harga diri;
8. Memiliki kesabaran di dalam berjuang dan
menghadapi berbagai tantangan. 82

82Kholil, Mohamad. "Kode Etik Guru dalam Pemikiran


KH. M. Hasyim Asy’ari (Studi Kitab Adab al-‘Alim wa al-
Muta’allim)." Risâlah, Jurnal Pendidikan dan Studi Islam 2.1
(2015): 38-39.

84 Ahmad Suryadi
Adapun menyangkut aspek sosial, guru harus
mampu bergaul di tengah-tengah masyarakatnya dengan
akhlak-akhlak terpuji seperti bersikap ramah, menyebarkan
salam, berbagi makanan, membuang sifat emosional (egois),
tidak suka menyakiti orang lain, tidak berat hati dalam
memberi penghargaan atau apresiasi serta tidak menuntut
untuk dihargai, pandai bersyukur (berterima kasih), selalu
berusaha memberikan pertolongan kepada mereka yang
membutuhkan, bersikap lembut kepada orang-orang fakir
(miskin), mencintai tetangga dan para kerabat. Bahkan lebih
dari itu, guru harus dapat memosisikan dirinya dan berperan
sebagai agen perubahan sosial (social of change) menuju
kebaikan, namun tentunya hal itu harus ditempuh dengan
cara-cara yang populis serta dengan mempertimbangkan
tradisi masyarakat.83
Sedangkan menyangkut profesi, guru pertama-tama
dituntut memiliki kesiapan yang matang, baik secara mental
maupun konseptual menyangkut tugas-tugas yang
diembannya sebagai seorang pengajar dan pendidik.
Persiapan mental guru dilakukan di antaranya dengan cara
membangun niat dan tujuan yang luhur, yakni demi mencari
ridla Allah swt, mengamalkan ilmu pengetahuan,
menghidupkan syiar dan ajaran Islam, menjelaskan kebenaran
dan kebatilan, menyejahterakan kehidupan umat (sumber

Hasyim Asy’ari, Adab al-’Alim wa al-Muta’allim, h. 55-


83

95.
Menjadi Guru Profesional dan Beretika 85
daya manusia), serta demi meraih pahala dan berkah ilmu
pengetahuan.84
Selain itu, ia juga mengajukan beberapa syarat atau
sifat guru yang berhubungan dengan pribadinya. Yakni:
1. Adil
2. Percaya dan suka kepada murid-muridnya
3. Sabar dan rela berkorban
4. Memiliki wibawa (gezag) terhadap anak-anak
5. Penggembira
6. Bersikap baik terhadap guru-guru lainnya
7. Bersikap baik terhadap masyarakat
8. Benar-benar menguasai mata pelajarannya
9. Suka kepada mata pelajaran yang diberikannya
10. Berpengetahuan luas.85
Bukhari Umar mengutip pendapat al-Ghazali yang
lebih menekankan betapa berat kode etik yang diperankan
seorang guru daripada peserta didiknya. Kode etik tersebut
antara lain:

84Hasyim Asy’ari, Adab al-’Alim wa al-Muta’allim, h. 55-


95.
, M. Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan Teoritis dan
85

Praktis (Remaja Rosdakarya. Bandung, 2000), h. 143-148.

86 Ahmad Suryadi
1. Menerima segala problem peserta didik dengan hati
dan sikap yang terbuka, tabah, dan meninggalkan
sifat marah;
2. Bersikap penyantun dan penyayang;
3. Menjaga kewibawaan dan kehormatannya dalam
bertindak;
4. Menghindari dan menghilangkan sikap angkuh
terhadap sesama;
5. Bersifat rendah hati ketika menyatu dengan
sekelompok masyarakat;
6. Menghilangkan aktivitas yang tidak berguna dan sia-
sia;
7. Bersifat lemah lembut dalam menghadapi peserta
didik yang tingkat IQnya rendah, serta membinanya
sampai pada taraf maksimal;
8. Meninggalkan sifat yang menakutkan bagi peserta
didik, terutama pada peserta didik yang belum
mengerti;
9. Berusaha memperhatikan pertanyaan-pertanyaan
peserta didik, walaupun pertanyaannya terkesan
tidak bermutu atau tidak sesuai dengan masalah yang
diajarkan;
10.Menjadikan kebenaran sebagai acuan dalam proses
pendidikan, walaupun kebenarannya itu datangnya
dari peserta didik;

Menjadi Guru Profesional dan Beretika 87


11.Mencegah dan mengontrol peserta didik mempelajari
ilmu yang membahayakan;
12.Menanamkan ikhlas pada peserta didik, serta terus-
menerus mencari informasi guna disampaikan pada
peserta didik yang pada akhirnya mencapai tingkat
taqarrub kepada Allah;
13.Mencegah peserta didik mempelajari ilmu fardhu
kifayah (kewajiban kolektif, seperti ilmu kedokteran,
psikologi, ekonomi, dan sebagainya) sebelum
mempelajari ilmu fardhu ‘ain (kewajiban individual,
seperti akidah, syari‟ah, dan akhlak); dan
14.Mengaktualisasikan informasi yang diajarkan kepada
peserta didik.86
Dengan demikian, kode etik keprofesian (professional
code of ethic) pada hakekatnya merupakan suatu sistem
peraturan atau perangkat prinsip-prinsip keprilakukan yang
telah diterima oleh kelompok orang-orang yang tergabung
dalam himpunan organisasi keprofesian tertentu.87
Sikap seseorang pada suatu objek adalah perasaan
atau emosi, dan faktor kedua adalah reaksi/respon atau ke-
cenderungan untuk bereaksi. Sebagai reaksi maka sikap selalu
berhubungan dengan dua alternatif, yaitu senang (like) atau

Bukhari Umar, Ilmu Pendidikan Islam, h. 99-100.


86

Cicih Sutarsih, Etika Profesi (Jakarta : Departemen


87

Agama, 2012), h. 113.

88 Ahmad Suryadi
tidak senang (dislike), menurut dan melaksanakan atau
menghindari sesuatu.
Sikap guru terhadap peserta didik menurut Rugaiyah
dan Atiek Sismiati yaitu sebagai berikut:
1. Guru melaksanakan tugas secara profesional yaitu
mendidik, mengarahkan, melatih, menilai,
membimbing, mengajar dan mengevaluasi hasil
belajar.
2. Guru membimbing peserta didik untuk memahami,
menghayati dan mengamalkan hak dan kewajiban
sebagai individu dan warga sekolah.
3. Guru memahami perbedaan karakteristik setiap
individu dan memberikan layanan pembelajaran
sesuai hal peserta didik.
4. Guru mencari informasi mengenai peserta didik untuk
menunjang proses pembelajaran. Guru membuat
suasana kelas menjadi nyaman, dan menyenangkan.
5. Guru menjalin hubungan peserta didik dengan penuh
kasih sayang dan menjauhkan dari tindakan
kekerasan.
6. Guru berusaha mencegah setiap gangguan negatif
yang dapat mempengaruhi perkembangan peserta
didik.
7. Guru mengerahkan segenap kemampuan
profesionalnya untuk membantu peserta didik dalam

Menjadi Guru Profesional dan Beretika 89


mengembangkan seluruh kemampuan pribadinya,
serta kreatifitas peserta didik.
8. Guru selalu menjunjung harga diri dan tidak
merendahkan peserta didik.
9. Guru bertindak dan memahami peserta didik secara
adil.
10. Guru berperilaku sesuai dengan hukum yang berlaku
dan memenuhi kebutuhan setiap peserta didik. \
11. Guru terpanggil hati nurani dan moralnya untuk
secara tekun dan penuh perhatian bagi pertumbuhan
dan perkembangan peserta didik.
12. Guru membuat usaha-usaha yang rasional untuk
melindungi peserta didiknya dari kondisi-kondisi yang
menghambat proses belajar menimbulkan gangguan
kesehatan, dan keamanan.
13. Guru tidak boleh membuka rahasia peserta didik
untuk alasan-alasan yang tidak ada kaitannya dengan
kepentingan pendidikan, hukum, kesehatan, dan
kemanusiaan.
14. Guru tidak boleh menggunakan hubungan dan
tindakan profesionalnya kepada peserta didik dengan
cara-cara yang melanggar norma sosial, kebudayaan,
moral, dan agama.

90 Ahmad Suryadi
15. Guru tidak boleh menggunakan hubungan dan
tindakan profesional dengan peserta didiknya untuk
memperoleh keuntungan-keuntungan pribadi.88
Muhibbin Sya menjelaskan bahwa ada dua
karakteristik kepribadian yang berkaitan dengan keberhasilan
guru:
1. Fleksibilitas kognitif, guru yang fleksibel ditandai
dengan keterbukaan dalam berfikir dan beradaptasi.
Salah satu dimensi fleksibilas guru yaitu dimensi
sikap kognitif terhadap siswa. Ciri-ciri sikap kognitif
guru terhadap siswa sebagai berikut
2. Menunjukan perilaku demokratis dan tenggang rasa
terhadap sesama siswa.
Responsif terhadap kelas (mau melihat, mendengar,
dan merespon masalah disiplin. Kesulitan belajar, dan
berbagai persoalan yang dihadapi di sekolah).
Zakiah Daradjat menyebutkan sejumlah akhlak yang
seharusnya dimiliki seorang guru, misalnya; mencintai
jabatannya sebagai guru, bersikap adil terhadap semua
muridnya, berlaku sabar dan tenang, berwibawa, gembira,
bersifat manusiawi, bekerja sama dengan guru-guru lain, dan
bekerja sama dengan masyarakat. 89

88Rugaiyah dkk, Profesi Kependidikan (Bogor: Ghalia


Indonesia, 2011), h. 21-22.
89Zakiah Daradjat et.al., Ilmu Pendidikan Islam (Cet V;

Jakarta: Bumi Aksara, 2004), h. 42-44.


Menjadi Guru Profesional dan Beretika 91
Akhlak guru yang dikemukakan ini adalah semacam
kode etik para guru dalam menjalankan sepuluh macam kode
etik guru Indonesia, antara lain :
1) Guru berbakti membimbing peserta didik untuk
membentuk manusia Indonesia seutuhnya yang
berjiwa Pancasila.
2) Guru memiliki dan melaksanakan kejujuran
profesional.
3) Guru berusaha memperoleh informasi tentang peserta
didik sebagai bahan melakukan bimbingan dan pem-
binaan.
4) Guru menciptakan suasana sekolah sebaik-baiknya
yang menunjang berhasilnya proses belajar mengajar.
5) Guru memelihara hubungan baik dengan orangtua
murid dan masyarakat sekitarnya untuk membina
peran serta rasa tanggung jawab terhadap pendidikan.
6) Guru secara pribadi dan bersama-sama
mengembangkan dan meningkatkan mutu dan
martabat profesinya.
7) Guru memelihara hubungan profesi, semangat ke-
keluargaan, dan kesetiakawanan sosial.
8) Guru secara bersama-sama memelihara dan me-
ningkatkan mutu organisasi PGRI sebagai sarana
perjuangan dan pengabdian.

92 Ahmad Suryadi
9) Guru melaksanakan segala kebijakan pemerintah
dalam bidang pendidikan. 90
Dalam pandangan Islam, Azyumardi Azra
menganggap akhlak terpuji bagi sorang guru merupakan hal
penting. Menurutnya seseorang menjadi seorang guru bukan
hanya karena ia telah memenuhi keilmuan dan akademis saja,
tetapi lebih penting lagi, ia harus mempunyai akhlak yang
terpuji. Seorang guru pada dasarnya, ia tidak hanya
mengajarkan ilmu pengetahuan saja tetapi sekaligus
membentuk watak dan kepribadian anak didiknya dengan
akhlak yang mulia dan terpuji.91
Adanya penerimaan atas suatu kode etik itu meng-
andung makna selain adanya pengakuan dan pemahaman
atas ketentuan dan/atau prinsip-prinsip yang terkandung di
dalamnya, juga adanya suatu ikatan komitmen dan
pernyataan kesadaran untuk mematuhinya dalam
menjalankan tugas dan perilaku keprofesiannya, serta
kesiapan dan kerelaan atas kemungkinan adanya konsekuensi
dan sanksi seandainya terjadi kelalaian terhadapnya. 92 Dalam
kode etik itu sendiri terdapat pedoman sikap dan perilaku
yang menjadi pegangan guru, yaitu nilai-nilai moral yang
membedakan perilaku guru yang baik dan buruk, yang boleh
dan tidak boleh dilaksanakan selama menunaikan tugas-tugas

Muhammad Surya, Percikan Perjuangan Guru, h. 2.


90

H.M Arifin, Filsafat Pendidikan Islam (Cet III; Jakarta:


91

Bumi Aksara, 1993), h. 32.


92 Udin Saefudin Saud, Pengembangan Profesi Guru

(Bandung : Alfabeta, 2012), h.78-79.


Menjadi Guru Profesional dan Beretika 93
profesionalnya untuk mendidik, mengajar, membimbing,
mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta
didik, serta sikap pergaulan sehari-hari di dalam dan di luar
sekolah

BAB VIII
PARADIGMA BARU
TERHADAP PROFESI GURU
A. Paradigma dan Model Pembinaan Profesi Guru
Paradigma mengandung dua makna. Pertama, paradigm
berarti pertanyaan yang selalu berulang, atau pertanyaan
yang selalu dipertanyakan atau pertanyaan yang tidak pernah
terjawab. Kedua, paradigma berarti suatu model analisis,
suatu alat penilaian, serta seperti paradigma kategori guru.
Sampai sekarang ini Indonesia belum ada suatu model
analisis untuk mengadakan penilaian terhadap prototype
guru sehngga kita mengetahui apa sebenarnya yang
dibutuhkan guru dalam melaksanakan tugasnya. Apa
kebutuhan professional guru sehari-hari. Glickman 1981
mengemukakan sebuah paradigma untuk menganalisis para

94 Ahmad Suryadi
guru. Berangkat dari asumsi bahwa setiap guru punya tingkat
berfikir abstrak dan tingkat komitmen. Kedua kemampuan
dasar ini harus dibina dan dikembangkan, dipakai sebagai
dasar untuk menyusun model analisis kategori guru. Atas
dasar analisis itu disusunlah model pembinaan profesi guru,
antara lain:

1. Tingkat Berfikir Anak


Setiap guru punya kompetensi, yaitu tingkat berfikir
abstrak, kreatif dan imaginative. Berbagai penelitian telah
dilakukan membuktikan bahwa guru yang tingkat pe-
ngembangan kognitifnya tinggi akan mampu berfikir fleksibel
dalam melakukan tugasnya (Harvey 1996, dalam Glickman
1881). Guru yang memiliki pemahaman konseptual tinggi ter-
hadap masalah pendidikan akan mempunyai relasi yang lebih
baik terhadap siswa maupun dengan teman sejawat dan
kurang mengalami gangguan psikologis. Glassberg (dalam
Glickman) menyimpulkan hasil penelitiannya bahwa guru
yang tingkat berfikir abstraknya tinggi memiliki daya adaptasi
dan gaya mengajar yang bersifat fleksibel. Mereka lebih su[el
serta mampu menggunakan berbagai model mengajar.
Dimana dengan daya berfikir yang kreatif, imaginative,
dan demokratis mereka mampu menciptakan berbagai variasi
cara mengajar yang menyenangkan. Perlu disadari bahwa
mengajar dapat efektif dan berhasil bila guru dapat
memahami bentuk tingkah laku siswa yang sangat kompleks.
Guru-guru yang memiliki tingkat berfikir abstrak tinggi lebih
efektif dalam menganalisis kesulitan-kesulitan belajar di kelas.
Menjadi Guru Profesional dan Beretika 95
OJA dalam risetnya mengatakan bahwa guru tngkat
konsep berfikir abstraknya tinggi dapat melihat berbagai
kemungkinan dan mampu menggunakan berbagai cara untuk
mencapai alternative model mengajar, lebih konsekuen dan
efektif dalam menghadapi siswanya. Kemampuan guru
menghadapi dan berdiri di depan kelas untuk menjelaskan
persoalan yang dihadapi dalam proses belajar mengajar
mencakup kegiatan manajement kelas, mengatasi masalah
disiplin, menciptakan iklim yang menyenangkan ,
menghadapi berbagai perilaku siswa, semua dapat diatasi
dengan berbagai alternative pemecahan.
2. Tingkat komitmen
Komitmen adalah kecenderungan dalam diri seseorang
untuk merasa terlibat aktif dengan penuh rasa
tanggungjawab. Komitmen punya arti luas dari kepedulian,
sebab dalam pengertian komitmen tercakup arti usaha dan
dorongan serta waktu yang cukup banyak. Korelasi antara
tingkat komitmen dengan pertumbuhan karier seseorang.
Guru muda selalu berambisi meniti kariernya lebih maju,
sedang guru yang sudah lanjut usia semangatnya mulai
berkurang. Guru sebagai pendidik punya komitmen terhadap
tugas yang diembannya. Komitmen mendorong seseorang
untuk memberikan pertanggungjawaban dan kesediaan untuk
diminta tanggung jawab dari kegiatan yang berhubungan
dengan tugasnya.

96 Ahmad Suryadi
Erickson (1963) dalam perspektif psikonalitik meng-
klasifikasikan tingkat perkembangan perilaku guru dalam
bentuk saling berhadapan. Guru dalam perspektif penampang
stereometrik yang saling berhadapan, yakni:
a. Percaya versus tidak percaya
b. Otonomi versus rasa berhak dan rasa malu
c. Inisiatif versus rasa tidak berdaya
d. Rajin versus pasif dan malas
e. Identitas diri versus tak memiliki harga diri
f. Integritas versus ketidakberbentukan
Mengenai kepribadian dan inti kebutuhan guru ini
Loevenger (1976) mengungkapkan bahwa dalam diri manusia
ada kecenderungan yang bersifat egosentrik. Sifat egosentrik
itu dapat dikembangkan kea rah lebih manusiawi bila dibina
untuk lebih memperhatikan orang lain. Perilaku guru yang
punya komitmen dapat digambarkan sebagai berikut:
a. Tingkat komtmen yang rendah:
1) Kurang peduli masalah-masalah sisw
2) Kurang menyediakan waktu dan tenaga untuk
memikirkan masalah yang berhubungan dengan
tugasnya.
3) Hanya memperdulikan tugas pokok.
b. Tingkat komitmen yang tinggi:
1) Punya kepedulian untuk siswa dan rekan
Menjadi Guru Profesional dan Beretika 97
2) Selalu menyediakan waktu dan tenaga yang cukup
untuk membantu siswa
3) Dapat memperdulikan teman dan atasan langsung
4) Selalu mempedulikan tugas pokok.

B. Tugas dan Tanggung Jawab Guru


Tugas dan tanggung jawab utama seorang
guru/pengajar adalah mengelola pengajaran secara lebih
efektif, dinamis, efisien, dan positif yang ditandai dengan
adanya kesadaran dan keterlibatan aktif antara dua subyek
pengajaran, guru sebagai penginisiatif awal dan pengarah
serta pembimbing, sedang peserta didik sebagai yang
mengalami dan terlibat aktif untuk memperoleh perubahan
diri dalam pengajaran.93
Berdasarkan pendapat diatas, jelaslah betapa pentingnya
peranan guru dan beratnya tugas serta tanggung jawabnya
terutama dalam pengembangan potensi manusia (anak didik)
Pekerjaan guru adalah suatu jenis pekerjaan yang tidak bisa
dilihat hasilnya, seorang guru akan merasa bangga, puas dan
merasa berhasil dalam tugasnya mendidik dan mengajar
apabila diantara muridnya dapat menjadi seorang pelopor
atau berguna bagi bangsanya.

Ahmad Rohani dan Abu Ahmadi, Pengelolaan


93

Pengajaran (Jakarta: Renika Cipta, 2001), h. 1.

98 Ahmad Suryadi
Mengingat pendidikan selalu berkenaan dengan
upaya pembinaan manusia, maka keberhasilan pendidikan
sangat tergantung kepada unsur manusianya. Unsur manusia
yang sangat menetukan berhasilnya pendidikan adalah
pelaksanaan pendidikan, yaitu guru sebagaimana menurut
Nana Sudjana tentang guru:
‚Guru adalah ujung tombak pendidikan sebab guru
secara langsung berupaya mempengaruhi, dan
mengembangkan kemampuan siswa menjadi manusia yang
cerdas, terampil dan bermoral tinggi. Sebgaimana ujung
tombak guru dituntut memiliki kemampuan dasar yang
diperlukan sebagai pendidik dan pengajar‛. 94 Guru adalah
suatu tugas yang sangat mulia karena dia mempersiapkan
anak didiknya supaya berguna bagi nusa bangsa dan
bertakwa kepada Allah SWT. Hal ini sesuai dengan tugasnya
yaitu:
Mendidik anak-anak supaya menjadi muslim sejati
beriman teguh, beramal shaleh dan berbudi pekerti yang baik
sehingga ia dapat menjadi seorang anggota masyarakat yang
sanggup hidup berdiri diatas kaki sendiri mengabdi kepada
Allah dan berbakti kepada bangsa dan tanah airnya. Guru dan
para pendidik merupakan printis pembangunan di segala
bidang kehidupan di masyarakat. Peranan guru itu
mempunyai kedudukan yang penting dan utama dalam
seluruh proses pendidikan, guru atau pendidik merupakan
faktor penggerak utama maju mundurnya suatu lembaga

Nana Sudjana, Pedoman Praktis Mengajar


94

(Bandung: Dermaga Cet k IV, 2004), h. 2


Menjadi Guru Profesional dan Beretika 99
pendidikan. Guru sebagai pembimbing dalam rangka
kegiatan belajar mengajar harus mampu membantu siswa
dalam rangka mencapai tujuan seperti yang di kemukakan
oleh Roestiyah, N.K., bahwa: ‚Seorang guru harus mampu
menimbulkan semangat belajar individual. Masing-masing
anak mempunyai perbedaan dalam pengalaman, dan sifat-
sifat pribadi yang lain sehingga dapat member kebebasan
pada anak untuk mengembangkan kemampuan berfikirnya
dan penuh inisiatif dan kreatif dalam pekerjaan‛. 95
Di samping itu guru sebagai pendidik dalam me-
nentukan strategi belajar mengajarnya sangat memerlukan
pengetahuan dan kecakapan khusus dalam bidang
metodologi pengajaran. Karena gurulah yang akan membantu
siswa untuk mencapai hasil yang baik. Metode mengajar
merupakan suatu cara yang dilakukan atau diterapkan guru
dalam menyampaikan materi pelajaran terhadap siswa dalam
proses belajar mengajar. Pengertian metode dalam pendidikan
adalah: Pengertian metode seperti yang dimaksut antara lain
adalah suatu cara didalam melakukan pendidikan, suatu
bentuk langkah-langkah yang ditempuh untuk menyajikan
suatu pengajaran kepada murid-murid, yang cara
(langkahlangkah) itu sengaja dipilih yang serasi dengan mata

95Roestiyah NK, Masalah Pengajaran Sebagai Suatu


System (Jakarta: Bina Aksara Edisi III, 2001), h. 48

100 Ahmad Suryadi


pelajaran atau bahan?materi yang disajikan berdasarkan
prinsip-prinsip ilmu pendidikan.96
Untuk menjadikan anak didik muslim sejati, muslim
yang takwa, beriman, teguh, suka beramal dan berbudi luhur
seharusnya para guru mengarahkan anak didiknya untuk me-
neladani Rasulullah SAW, Karena beliaulah sebaik-baik,
contoh teladan. Rasulullah SAW. Di pandang sebagai guru
yang pertama dalam Islam, dalam menjalankan tugas
pengajaran itu, beliau dibantu oleh para sahabatnya yang
diutus kepada orang-orang arab untuk mengajarkan syari’at
Islam. Pada lembaga-lembaga pendidikan Islambagaimana
pun.
Sedangkan untuk keberhasilan dalam suatu proses
pendidikan dan pengajaran itu, hanya akan tercapai bila
pelaksanaan tugas dan tanggung jawab guru juga baik,
dengan disertai keikhlasan yang tinggi. Disamping
persyaratan lahiriyah, harus ada pula persyaratan yang hakiki
yaitu : mental, persiapan batin maupun kesanggupan bekerja
sebagai guru, keinsafan yang dalam serta panggilan hati yang
penuh dengan keikhlasan. Seorang guru juga harus mampu
dalam bidang metodologi pendidikan, sebagaimana di
kemukakan oleh Nasution, bahwa ‚guru yang baik
menyesuaikan metode mengajar dengan bahan pelajaran‛. 97

96Tayar Yusuf dan Yurnalis Etek, Keragaman Tekhnik


Evaluasi Dan Metode Penerapan Jiwa Agama (Jakarta: Ind-
Hil-Co, 1995), h. 104
97Nasution S, Didaktik Azas-Azas Mengajar
(Bandung: Jamers, 1986), h. 13
Menjadi Guru Profesional dan Beretika 101
Zakiyah Darajat menyatakan bahwa ‚faktor terpenting bagi
seorang guru adalah kepribadiannya, kepribadian itulah yang
akan menentukan apakah ia menjadi pendidik dan Pembina
yang baik bagi anak didiknya, ataukah akan menjadi
penghancur dan perusak.98
Tugas guru juga meliputi pemberian kasih sayang
kepada murid dimana guru di sekolah jika berlaku sebagai
pengganti orang tua di rumah. M.I. Soelaeman menyatakan
bahwa ‚harapan mereka begitu tinggi dapat dipahami, karena
di sekolah dipandang sebagai pengganti orang tua, penjaga,
pelindung dan pengasuh anak, penyambung lidah dan tangan
orang tua‛.99
C. Peranan Guru Dalam Proses Pembelajaran
Peranan guru dalam meningkatkan prestasi belajar
sisawa merupakan peranan penting, karena salah satu
indikasi keberhasilan tugas guru adalah jika siswa mampu
mencapai prestasi belajarnya dengan sebaik mungkin. Sebab
itulah dinyatakan bahwa guru bertanggung jawab atas
tercapainya hasil belajar peserta didik. Dalam kaitannya guru
dalam meningkatkan prestasi belajar ini maka guru dituntut
memiliki kemampuan-kemampuan khusus diantaranaya:

98Zakiyah Daradjat, Kepribadian Guru (Jakarta: Bulan

Bintang, 1984), h. 16
99MI Soelaeman, Menjadi Guru (Bandung: Diponogoro,
2005), h. 14

102 Ahmad Suryadi


a. Mengembangkan kepribadian.
b. Menguasai landasan pendidikan.
c. Menguasai bahan pengajaran.
d. Mampu menyusun program pengajaran yang baik.
e. Melaksanakan program pengajaran.
f. Menilai hasil proses belajar mengajar yang dilaksanakan.
g. Mampu menyelenggarakan program bimbingan.100
Kemampuan guru tersebut diatas sangat diperlukan
dalam rangka menjalankan peranannya untuk member pen-
didikan dan pengajaran yang baik kepada anak didik agar
dapat berhasil sesuai dengan yang diharapkan. Selanjutnya
peranan guru dalam usaha meningkatkan prestasi belajar
tersebut dalam pelaksanaannya tidak lepas dari peranannya
sebagai tenaga pengajar yang mampu memberikan materi
kepada siswa dengan sebaikbaiknya, sehingga siswa mampu
belajar secara efektif dan efisien. Dalam hal ini guru dituntut
untuk melakukan peranannya dalam interaksi belajar
mengajar antara lain:
1. Sebagai fasilitator, ialah menyediakan situasi dan
kondisi yang dibutuhkan individu yang belajar.
2. Sebagai pembimbing, ialah memberikan bimbingan
kepada siswa dalam interaksi belajar, agar mampu
belajar dengan lancer dan berhasil.

MI Soelaeman, Menjadi Guru, h. 14.


100

Menjadi Guru Profesional dan Beretika 103


3. Sebagai motivator, ialah member dorongan semangat
agar siswa mampu mau dan giat belajar.
4. Sebagai organisator, ialah mengorganisasi kegiatan
belajar mengajar siswa maupun guru.
5. Sebagai manusia sumber, dimana guru dapat mem-
berikan informasi yang dibutuhkan oleh siswa baik
pengetahuan, keterampilan maupun sikap.101
Dengan menjalankan peranan guru dalam interaksi
belajar mengajar dengan sebaik-baiknya yaitu sebagai
fasilitator, pembimbing motivator, organisator serta manusia
sumber tersebut maka diharapkan siswa dapat belajar secara
efektif dan efisien dan setelah mengikuti proses belajar
mengajar akan mampu mendapatkan hasil yang sebaik-
baiknya yang ditunjukkan dalam bentuk prestasi belajar yang
baik. Agar proses belajar mengajar sebagai interaksi dapat
dialami siswa secara efektif dan efisien serta dapat
menumbuhkan prestasi belajar yang baik maka harus ada
lima kompunen utama sebagaiman dinyatakan oleh Daryanto,
bahwa:
1. Adanya tujuan yang hendak dicapai.
2. Adanya bahan pelajaran sebagai isi interaksi.

101Roestiyah NK, Masalah Pengajaran Sebagai Suatu


System, h. 37-38.

104 Ahmad Suryadi


3. Adanya metodologi sebagai alat untuk
menumbuhkan proses interaksi.
4. Adanya alat-alat bantu dan perlengkapan sebagai
penunjang proses interaksi.
5. Adanya penilaian sebagai barometer untuk mengukur
proses interksi tersebut mencapai hasil yang baik atau
tidak.102
Kelima komponen tersebut oleh guru harus
dipersiapkan dengan baik dalam rangka melaksanakan proses
belajar mengajar agar benar-benar terencana secara matang
dan dapat diterapkan dengan sebaik-baiknya dalam proses
belajar mengajar yang berlangsung. Tujuan harus ditetapkan
secara nyata sesuai dengan semua hal yang akan dicapai yang
telah digariskan dalam kurikulum, kemudian bahan juga
harus mendukung terhadap pencapaian tujuan yang
berfungsi sebagai isi dari proses belajar mengajar, kemudian
alat dan metode harus di persiapkan secara lama dan
penilaian sebagai alat ukur untuk standar keberhasilan yang
diharapkan.
D. Model Pengembangan Profesi Guru
Banyak cara yang di yang dilakukan oleh guru untuk
menyesuaikan dengan perubahan, baik itu secara perorangan,

Daryanto, tujuan, Metode Dan Satuan Pelajaran


102

Dalam Proses Belajar Mengajar (Bandung: Tarsito, 2007), h. 5.


Menjadi Guru Profesional dan Beretika 105
kelompok atau dalam satu sistem yang diatur oleh lembaga.
Dibawah ini adalah model pengembangan guru, yaitu: 103
1. Model Pengembangan Guru
Individual guided staff development (Pengembangan
guru yang dipadu secara individual) Para guru dapat menilai
kebutuhan belajar mereka dan mampu belajar aktif serta
mengarahkan diri sendiri.para guru harus dimotivasi saat
menyeleksi tujuan belajar berdasrk penilaian personil dari
kebutuhan mereka.
2. Observation/Assessment
Observasi dan penilaian dari intruksi menyediakan
guru dengan data yang dapat direfleksikan dan dianalisis
untuk tujuan peningkatan belajar sisiwa. Refleksi oleh guru
pada praktiknya dapat ditingkatkan oleh observasi lainnya.

3. Involvement In A Development/Improvement Process


Pembelajaran orang dewasa lebih efektif ketika mereka
perlu untuk mengetahui atau perlu memcahkan suatu
masalah. Guru perlu untuk memperoleh pengetahuan atau

Udin Syaefudin Saud, Pengembangan


103 Profesi
Guru (Bandung : Alfabeta, 2011), Hal. 98 - 100

106 Ahmad Suryadi


keterampilan melalui keterlibatan pada proses peningkatan
sekolah atau pengembangan kurikulum.
4. Training (Pelatihan)
Ada teknik-teknk dan perilaku-perilaku yang pantas
untuk ditiru guru dalam kelas. Guru-gurru dapat merubah
perilaku mereka dan belajar meniru perilaku dalam kelas
mereka.
Inquiry (Pemeriksaan) Pengembangan profesional
adalah studi kerjasama oleh para guru sendiri untuk
permasalahan dan isu yang timbul dari usaha untuk membuat
praktik mereka konsisten dengan nilai-nilai bidang
pendidikan.

BAB IX
GURU SEBAGAI PILAR
UTAMA PEMBENTUKAN
PENDIDIKAN KARAKTER
A. Pendidikan Karakter
Secara terminologis ‘karakter’ diartikan sebagai sifat
manusia pada umumnya yang bergantung pada faktor
kehidupannya sendiri. Hidayatullah (2010:9) menjelaskan
bahwa secara harfiah ‘karakter’ adalah kualitas atau kekuatan
mental atau moral, akhlak atau budi pekerti individu yang
Menjadi Guru Profesional dan Beretika 107
merupakan kepribadian khusus yang membedakan dengan
individu lain. Maskawih (1994:56) berpendapat bahwa
karakter merupakan keadaan jiwa. Keadaan ini menyebabkan
jiwa bertindak tanpa dipikir atau dipertimbangkan secara
mendalam.
Menurut Depdiknas (2010), pendidikan karakter adalah
segala sesuatu yang dilakukan guru, yang mampu
mempengaruhi karakter peserta didik. Guru membantu
membentuk watak peserta didik. Hal ini meliputi keteladanan
bagaimana perilaku guru, cara guru berbicara atau
menyampaikan materi, bagaimana guru bertoleransi, dan
berbagai hal terkait lainnya. Berdasarkan grand design yang
dikembangkan Kemendiknas tersebut, secara psikologis dan
sosial kultural pembentukan karakter dalam diri individu
merupakan fungsi dari seluruh potensi individu manusia
(kognitif, afektif, konaktif, dan psikomotorik) dalam konteks
interaksi sosial kultural (dalam keluarga, sekolah, dan
masyarakat) dan berlangsung sepanjang hayat.
Pembangunan karakter yang merupakan upaya perwujudan
amanat Pancasila dan Pembukaan UUD 1945 dilatarbelakangi
oleh realita permasalahan kebangsaan yang berkembang saat
ini, seperti: disorientasi dan belum dihayatinya nilai-nilai
Pancasila; keterbatasan perangkat kebijakan terpadu dalam
mewujudkan nilai-nilai Pancasila; bergesemya nilai etika
dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, memudamya

108 Ahmad Suryadi


kesadaran terhadap nilai-nilai budaya bangsa; ancaman
disintegrasi bangsa; dan melemahnya kemandirian bangsa. 104
Untuk mendukung perwujudan cita-cita
pembangunan karakter sebagaimana diamanatkan dalam
Pancasila dan Pembukaan UUD 1945 serta mengatasi
permasalahan kebangsaan saat ini, maka Pemerintah
menjadikan pembangunan karakter sebagai salah satu
program prioritas pembangunan nasional. Semangat itu
secara implisit ditegaskan dalam Rencana Pembangunan
Jangka Panjang Nasional (RPJPN) tahun 2005- 2025, di mana
pendidikan karakter ditempatkan sebagai landasan untuk
mewujudkan visi pembangunan nasional, yaitu "Mewujudkan
masyarakat berakhlak mulia, berm oral, beretika, berbudaya,
dan beradab berdasarkan falsafah Pancasila." Terkait dengan
upaya mewujudkan pendidikan karakter sebagaimana yang
diamanatkan dalam RPJPN, sesungguhnya hal yang
dimaksud itu sudah tertuang dalam fungsi dan tujuan pen-
didikan nasional, yaitu "Pendidikan nasional berfungsi
mengembangkan dan membentuk watak serta peradaban
bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan ke-
hidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi
peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia,
sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga
negara yang demokratis serta bertanggung jawab". 105

Buku Induk Kebijakan Nasional Pembangunan


104

Karakter Bangsa 2010-2025, h.7.


105Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20

Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Kementerian


Menjadi Guru Profesional dan Beretika 109
Berdasarkan uraian tersebut, pendidikan karakter
bukan hanya sekedar mengajarkan mana yang benar dan
mana yang salah. Lebih dari itu, pendidikan karakter adalah
usaha menanamkan kebiasaan-kebiasaan yang baik
(habituation) sehingga peserta didik mampu bersikap dan
bertindak berdasarkan nilai-nilai yang telah menjadi
kepribadiannya. Dengan kata lain, pendidikan karakter yang
baik harus melibatkan pengetahuan yang baik (moral
knowing), perasaan yang baik atau loving good (moral
feeling) dan perilaku yang baik (moral action) sehingga
terbentuk perwujudan kesatuan perilaku dan sikap hidup
peserta didik.
B. Guru Sebagai Pilar Utama Pembentukan Karakter di
Sekolah
Guru sebagai pilar utama pembentukan karakter
harus memiliki kepribadian terpuji, menjadi guru bukanlah
perkara yang mudah. Guru merupakan komponen paling
menentukan dalam sistem pendidikan secara keseluruhan
yang harus mendapat perhatian sentral.106. Guru dituntut
memiliki kepribadian yang autentik, ia memiliki konsisten
nilai dan moral yang sama, baik itu di lingkungan sekolah
maupun di masyarakat. Dalam hal ini seorang guru tidak

Pendidikan Nasional Badan Penelitian dan Pengembangan


Pusat Kurikulum dan Perbukuan, 2011), h
106Mulyasa, E.. Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru.

Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2012), h. 5.

110 Ahmad Suryadi


boleh 'bermain sandiwara', di sekolah tampil berperan sebagai
orang baik, namun di masyarakat tampil sebaliknya.
Sebagaimana diungkapkan oleh Soekamo 107 bahwa
manusia tidak bisa mengajarkan sesuatu sekehendak hatinya,
menusia tidak bisa mengajarkan apa yang tidak dimilikinya,
manusia hanya bisa mengajarkan apa yang ada padanya.
Dalam pepatah Arab dikatakan "Faqidusy-syai 'laa yu 'thi"
(seseorang tidak mungkin memberikan sesuatu jika ia tidak
memiliki sesuatu itu). Tidak mungkin seorang mengajarkan
nilai-moral jika ia sendiri tidak memiliki nilai-moral.
Dengan demikian tumpuan pendidikan karakter ada
di pundak para guru. Konsistensi dalam mengajarkan
pendidikan karakter bukan sekedar materi pembelajaran di
dalam kelas, melainkan melalui nilai yang ditampilkan dalam
diri sang guru dalam kehidupannya yang nyata di luar kelas.
Karakter seorang guru akan sangat menentukan pula warna
kepribadian anak didiknya. Peserta didik akan lebih mudah
memahami nilai-nilai itu dari yang dekat dengan kehidupan
mereka dan mereka mendapat peneguhan dan afirmasi dalam
perilaku seorang guru.108
Anak lebih banyak belajar dari apa yang mereka lihat
(verba movent exempla trahunt). Melalui kata-kata memang
dapat menggerakkan orang, namun melalui teladan itulah
yang dapat menarik hati. Untuk itu, dalam pendidikan

107 Koesoema, D. Pendidikan Karakter: Strategi Global


Mendidik Anak di Zaman Global. (Jakarta: Kompas Gramedia,
2011), hal. 214.
108Koesoema, D, Pendidikan Karakter, hal. 214-215.

Menjadi Guru Profesional dan Beretika 111


karakter sesungguhnya lebih merupakan tuntutan terutama
bagi kalangan pendidik itu sendiri. Guru harus tampil
menjadi pribadi yang bisa digugu dan ditiru.
Guru memiliki kekuatan untuk menanamkan nilai-
nilai dan karakter pada siswa setidaknya melalui tiga cara,
yaitu:
1. Guru dapat menjadi seorang penyayang yang efektif,
menyayangi dan menghormati siswa, membantu mereka
meraih sukses di sekolah, membangun kepercayaan diri
mereka, dan membuat mereka mengerti apa itu moral
yang baik dari cara guru memperlakukan mereka
dengan sebuah etika yang baik.
2. Guru dapat menjadi seorang model, yaitu orang-orang
yang beretika yang menunjukkan rasa hormat dan
tanggung jawab yang tinggi, baik di dalam kelas
maupun di luar kelas. Guru dapat menjadi contoh dalam
hal-hal yang berkaitan dengan moral yang dapat
langsung dilihat oleh para siswa melalui tindakannya di
sekolah maupun di luar sekolah.
Guru dapat menjadi mentor yang beretika, memberikan
instruksi moral dan bimbingan melalui penjelasan, diskusi di

112 Ahmad Suryadi


kelas, bercerita, pemberian motivasi, memberikan umpan
balik yang korektif terhadap suatu kejadian. 109
Di sinilah siswa perlu dikenalkan dengan model-
model karakter yang bisa diteladani. Guru juga dapat
mengembangkan model pendidikan karakter siswa dengan
memperhatikan hal-hal berikut:
1. Segala sesuatu yang ada di sekolah diorganisasikan
secara menyeluruh yang melibatkan pimpinan, siswa,
karyawan, dan masyarakat sekitar.
2. Sekolah merupakan komunitas moral, yang secara tegas
memperlihatkan ikatan antara pimpinan, guru, siswa,
karyawan, dan sekolah.
3. Pembelajaran sosial dan emosional ditekankan seperti
halnya pembelajaran akademik.
4. Kerjasama dan kolaborasi diantara para siswa harus
lebih diperhatikan dan ditekanan, daripada dengan
menonjolkan persaingan.
5. Nilainilai seperti kejujuran, rasa homat, kepedulian, dan
kedisiplinan harus menjadi pelajaran sehari-hari baik di
dalam maupun di luar kelas.
6. Para siswa diberikan kesempatan yang luas untuk
mempraktikkan dan melaksanakan perilaku moral
melalui berbagai kegiatan.

Lickona, Thomas. Educating For Characte .• Jurnal


109

Pendidikan Karakter, Tahun I, Nomor 1, Oktober 2011, hal, 53-


54.
Menjadi Guru Profesional dan Beretika 113
7. Disiplin dan managemen kelas diarahkan pada
pemecahan masalah, selain tetap menyeimbangkan
diberlakukannya pemberian pujian dan hukuman.
8. Model yang menempatkan guru atau dosen sebagai
pusat di kelas harus digantikan dengan model yang
demokratis, yaitu ketika guru dan siswa bersama-sama
membangun kebersamaan, melaksanakan norma-
norma yang disepakati, dan memecahkan masalah. 110
Di samping itu, di antara wujud konkret karakter
Islami seorang guru adalah dengan mengetahui dan
memahami secara proporsional tentang pilar pembentukan
karakter atau akhlak dalam perspektif Islam, yaitu melalui
urutan proses sebagai berikut111:
1. Bersitan hati (al-khāthir); yaitu lintasan pikiran yang
muncul sehingga seakan-akan terjadi dialog dalam hati
tentang berbagai hal yang terbersit.
2. Kecenderungan (al-mail), yaitu kecondongan atau
interest terhadap salah satu ber-sitan hati berdasarkan
perspektif, sasaran dan aksiologinya.

Sudrajat, A. Mengapa Pendidikan Karakter?. Jurnal


110

Pendidikan karakter, Tauhn 1, Nomor 1, Oktober 2011, hal, 53-


54.
111Jauharī, Muhammad Rabī’ Muhammad, 2006,
Akhlāqunā, Madinah: Maktabah Dār al-Fajr al-Islāmiyyah. hal. 53-
54.

114 Ahmad Suryadi


3. Kemauan (al-raghbah), yaitu kecenderungan yang kuat
untuk memilih salah satu bersitan hati.
4. Kehendak untuk berbuat (al-irādah), yaitu integritas
(shifah) jiwa untuk mereali-sasikan kemauan yang mulai
tumbuh.
5. Kontekstualisasi ibadah (al-’ibādah), yaitu kehendak
yang muncul berulang kali sehingga jiwa memiliki
kemantapan untuk menjadikannya sebagai akhlak atau
karakter.

BAB X
KOMPETENSI, ETIKA
KEPRIBADIAN DAN KODE
ETIK GURU
A. Pengertian Kompetensi Guru
Para ahli Kompetensi Guru Para ahli memiliki
beberapa ide mengenai kompetensi yang umumnya dimiliki
guru, misalnya kemampuan intelektual, manajemen,
keterampilan interpersonal, menjadi profesional, mampu
Menjadi Guru Profesional dan Beretika 115
melakukan kontak secara pantas dengan penonton. menurut
Fathivajargah guru yang pantas dipekerjakan adalah yang
memiliki kompetensi kognitif (kesadaran diri, kesadaran
pembelajar, dan kesadaran atas proses belajar mengajar),
emosional (berdasarkan minat, nilai, dan sikap), dan praktikal
(berkaitan dengan murid, kelas, sekolah, dan masyarakat).112
Semakin meningkatnya upaya untuk memperbaiki
kualitas pendidikan mendorong penelitian mengenai
kompetensi guru terus bertambah. Oleh karena itu daftar
kompetensi guru senantiasa diperbarui sejalan dengan
perubahan dan tantangan yang dihadapi guru dalam konteks
dampak kebijakan pendidikan global Akhirnya Kovač, Eafajac
& Buchberger mengumpulkan daftar kompetensi guru dan
menemukan ada 39 kompetensi yang dibagi atas 4 kelompok,
yaitu:
1. Kompetensi terkait nilai-nilai dan pengasuhan anak
2. Kompetensi yang berkaitan dengan pemahaman
sistem pendidikan dan kontribusi terhadap
pengembangannya
3. Kompetensi berkaitan pengetahuan mengenai mata
pelajaran, pedagogi, dan kurikulum

Ilanlou, M., & Zand, M, Professional Competencies of


112

Teachers and the Qualitative Evaluation. (Procedia-Social and


Behavioral Sciences, 29, 2011), h. 1145.

116 Ahmad Suryadi


4. Kompetensi terkait evaluasi diri dan pengembangan
profesional.
Pada awal penelitian mengenai kompetensi guru,
banyak kompetensi sosial yang belum dimasukkan,
diantaranya kesediaan guru untuk berpartisipasi dalam debat
publik tentang pendidikan; memantau dan berpartisipasi
dalam kegiatan amal yang relevan; kemampuan berpartisipasi
dalam proyek di bidang pendidikan; memahami prioritas
nasional dalam pendidikan; kesediaan untuk bekerja sama
dengan masyarakat setempat dalam mengatur kegiatan
program (misalnya menyelenggarakan pelatihan praktis
dalam bisnis lokal); kemampuan untuk mengantisipasi
kebutuhan pasar tenaga kerja baru yang terkait dengan
pendidikan; kemampuan melakukan penelitian untuk
kemajuan pendidikan; pemahaman tentang legislasi dan
otoritas dalam pendidikan; kesediaan untuk bekerja sama
dengan pemangku kepentingan dari institusi kesehatan dan
sosial; dan kemauan untuk berpartisipasi dalam rencana
pengembangan sekolah (Scheerens, 2010, dalam Kovač,
Eafajac & Buchberger, 2014:56). Penelitian terhadap efektivitas
guru di Inggris telah menghasilkan model yang mengaitkan 3
faktor: karakteristik profesional, keterampilan mengajar, dan
iklim kelas.113
B. Pengukuran Kompetensi Guru

113Sammons, P., & Bakkum, L., Effective Schools, Equity


and Teacher Effectiveness: A Review to the Literature (Profesorado:
2011 ), h. 9–26.
Menjadi Guru Profesional dan Beretika 117
Setidaknya ada 3 aktivitas pengujian yang sama-sama
mengukur empat kompetensi yang disebutkan dalam UUGD,
yaitu:
1. Pendidikan Program Guru yang mensyaratkan tes
potensi akademik berikut tes pedagogik, tes bidang
studi, dan tes bakat minat
2. Uji Kompetensi Guru (UKG) yang mengukur
kompetensi pedagogik dan profesional bagi guru
yang sudah sertifkasi maupun yang belum; dan
3. Penilaian Kinerja Guru (PKG) yang dilakukan 2 kali
dalam setahun untuk mengukur kompetensi
pedagogik, profesional, kepribadian, dan sosial.
Meskipun mengukur hal yang hampir serupa, output-
nya berbeda-beda. PPG berbuah sertifkasi yang berujung pada
peningkatan kompensasi moneter. UKG bertujuan untuk
mengetahui landasan pengembangan, sedangkan PKG
bertujuan untuk menilai kemampuan guru dalam
menerapkan semua kompetensi dan keterampilan yang
diperlukan dan menghitung angka kredit.114
Pengukuran kompetensi dilakukan sebagai syarat
untuk mengikuti Pendidikan Profesi Guru dalam Jabatan
(PPGDJ). Namun, program ini lebih bersifat formalitas yang

114Dirjen Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga


Kependidikan, Pedoman Pelaksanaan Penilaian Kinerja Guru
(Jakarta:2010), h.3.

118 Ahmad Suryadi


mengutamakan portofolio untuk menerbitkan sertifkasi.
Terbukti dari penelitian Istiarini (dalam Prasojo dan Wibowo)
yang menyimpulkan bahwa sertifkasi guru hanya memiliki
dampak positif sebesar 16,8% terhadap kinerja guru di
Kulonprogo. Penelitian tersebut sejalan dengan kajian
Susilaningsih dan Siswandari yang menunjukkan bahwa
implementasi kebijakan Sertifkasi Guru hanya 37%
memengaruhi kualitas pengajaran. Yang lebih parah lagi
diakui oleh Dinas Pendidikan Provinsi Kalimantan Barat
bahwa sampai sekarang belum pernah melakukan evaluasi
guru yang sudah memiliki sertifkat pendidikan karena
keterbatasan anggaran. Akibatnya, Menteri Keuangan Sri
Mulyani melontarkan kritikan terhadap kurangnya kontribusi
sertifkasi terhadap kualitas pendidikan kepada Persatuan
Guru Republik Indonesia (PGRI) bahwa besarnya tunjangan
guru dalam bentuk sertifkasi tidak mencerminkan kualitas
pendidik. Penggunaan kata ‚sertifkasi‛ menjadi menyesatkan
karena berfungsi untuk tujuan tambahan: bonus remunerasi
bagi penghasilan guru.
Kemudian ada yang dinamakan pengukuran
kompetensi melalui Uji Kompetensi Guru. Pada tahun 2015,
uji kompetensi awal yang dilaksanakan Direktorat Jenderal
Guru dan Tenaga Kependidikan Kemendikbud menemukan
bahwa rata-rata nilai uji kompetensi guru nasional adalah
56,69. Jika dilihat lebih jauh, terdapat perbedaan hasil uji
kompetensi antara guru yang sudah S-1 dengan guru yang
belum S-1. Untuk Taman Kanak-kanak (TK) rata-rata nilainya
adalah 59,65. Untuk guru SD yang datanya paling banyak
belum memenuhi S-1 mendapatkan rata-rata nilai 54,33, untuk

Menjadi Guru Profesional dan Beretika 119


jenjang SMP rata-ratanya 58,25, dan untuk SMA rata-ratanya
61,71. Data tersebut menunjukkan kompetensi guru, terutama
pendidikan dasar, masih memprihatinkan. Padahal, uji
kompetensi guru baru mengukur 2 dari 4 kompetensi yang
disyaratkan oleh UUGD. Kedua kompetensi ini adalah
kompetensi dasar yang didapat dari pendidikan guru, yaitu
kompetensi pedagogik dan kompetensi profesional. Kondisi
ini perlu dipertanyakan karena belum bisa menggambarkan
kompetensi guru seutuhnya.
C. Kepribadian Guru
Kepribadian memiliki pengertian yaitu pola perilaku
dan cara berfikir yang khas, yang menentukan penyesuaian
diri seseorang terhadap lingkungannya yang mengisyaratkan
adanya perilaku yang konsisten yang dilakukan oleh individu
dalam berbagai situasi sebagai hasil interaksi antara
karakteristik kepribadian seseorang dengan kondisi sosial dan
fisik-material lingkungannya yang mungkin perilaku tersebut
dikendalikan secara internal atau dikendalikan secara
eksternal. Sedangkan guru sendiri memiliki pengertian yaitu
seorang yang memberikan dan patut untuk diteladani jika
memang seorang guru tersebut memiliki perilaku yang baik
dan terpuji.
Jadi pengertian kepribadian guru adalah sesuatu yang
dipahami dengan baik oleh berbagai pihak dalam rangka
untuk mendapatkan pemahaman dan potret yang jelas
tentang sosok guru yang diidealkan dan diidamkan oleh

120 Ahmad Suryadi


semua komponen masyarakat, terutama pelajar. Bagi guru,
kejelasan tentang sosok guru ini akan mempermudah dirinya
untuk mengembangkan potensi kepribadian positifnya lewat
berbagai strategi dan pendekatan, bagi pimpinan lembaga
pendidikan potret guru ideal ini bisa bermanfaat untuk
membuat kebijakan lembaga dan penyusunan program kerja
diantaranya program untuk pengembangan kepribadian guru.
Pengertian dan pemahaman yang benar tentang
kepribadian guru dan bagaimana kepribadian tersebut
dikembangkan agar sejurus dengan kepribadian yang sehat
perlu dipahami oleh berbagai pihak termasuk masyarakat
secara bersama-sama.115
D. Tugas dan Peran Guru
Tugas dan peran guru merupakan salah satu dari
kewajiban sebagai guru dalam melaksanakan tugasnya dalam
rangka ikut mencerdaskan kehidupan berbangsa dan
bernegara. Hal ini penting karena guru merupakan orang tua
kedua setelah keluarga yang memiliki kepribadian yang baik,
bisa meneruskan perjuangan suatu bangsa yang
berkepribadian, berkeadaban yang tinggi dan bisa bersaing
didunia pendidikan baik lokal, nasional, maupun
internasional.
Mendidik adalah tugas yang amat luas. Dalam
lingkaran pendidikan terdapat banyak unsur, yaitu:
1. Mendidik dengan cara mengajar

Moh. Rokib dan Nurfuadi, kepribadian guru, h. 24-26.


115

Menjadi Guru Profesional dan Beretika 121


2. Mendidik dengan cara memberi dorongan
3. Mendidik dengan cara memberi contoh
4. Mendidik dengan cara memuji
5. Mendidik dengan cara membiasakan
6. Mendidik dengan cara lainnya.
Point pertama sebagian besar sering digunakan oleh
guru dalam aspek pendidikan di sekolah. Kemudian tugas
pendidik dalam rumah tangga sebagian besar bahkan
mungkin seluruhnya berupa membiasakan, pemberian contoh
yang baik, memberikan pujian, dorongan, dan lain-lain yang
diperkirakan menghasilkan pengaruh positif bagi
pendewasaan anak. Jadi, secara umum mengajar hanyalah
sebagian dari tugas mendidik. Rincian tugas pendidik
termasuk guru sebagai berikut:
a. Wajib menemukan pembawaan yang ada pada anak
didik dengan berbagai cara seperti observasi,
wawancara, mellui pergaulan, angket, dan
sebagainya.
b. Berusaha menolong anak didik mengembangkan
pembawaan yang baik
c. Mengadakan evaluasi setiap waktu
d. Memberikan bimbingan dan penyuluhan tatkala anak
didik menemui kesulitan dalam mengembangkan
potensinya.

122 Ahmad Suryadi


Tugas guru dalam bidang kemanusiaan di sekolah
harus dapat menjadikan dirinya sebagai orang tua kedua. Ia
harus mampu menarik simpati sehingga ia menjadi idola para
siswanya. Bila dalam penmpilannya sudah tidak menarik,
maka kegagalan pertama adalah tidak akan dapat
menanamkan benih pengajaran itu kepada pesrta didiknya.
Tugas dan peran guru sendiri tidak terbatas dalam
lingkungan masyarakat, bahkan guru pada hakikatnya adalah
komponen strategis ysng memilih peran penting dalam
menentukan gerak maju kehidupan bangsa.

BAB XI
HARAPAN GURU MASA
DEPAN
A. Paradigma Masyarakat Tentang Pendidikan dan Guru
1. Pengertian Pendidikan
Pendidikan adalah upaya manusia untuk
“memanusiakan manusia. Manusia pada hakikatnya adalah
makhluk Allah yang paling tinggi derajatnya dibandingkan
dengan makhluk yang lain ciptaan-Nya disebabkan memiliki

Menjadi Guru Profesional dan Beretika 123


kemampuan berbahasa dan akal pikiran/rasio, sehingga
manusia mampu mengembangkan dirinya sebagai manusia
yang berbudaya.116
Pendidikan adalah salah satu upaya dalam
memajukan kualitas bangsa, termasuk Indonesia. Hingga
saat ini, pendidikan telah melekat dan masih dipercaya
sebagai media untuk membangun kecerdasan.117 Perbaikan
sumber daya manusia yang cerdas, terampil, mandiri, dan
berakhlak mulia terus diupayakan melalui proses
pendidikan.
Melihat kedua makna yang dijelaskan, maka dapat
dipahami bahwa betapa pentingnya pendidikan bagi setiap
orang. Melalui pendidikan, seseorang akan mengetahui
banyak hal yang mungkin saja sebelumnya belum pernah
didapatkan, itulah mengapa salah satu hal yang penting bagi
pendidikan adalah mencerdaskan kehidupan bangsa dan
meningkatkan kualitas masyarakat, khususnya Indonesia.
Proses pembelajaran adalah kegiatan pendidik
sebagai penyampai pesan atau materi pelajaran, dan peserta
didik sebagai penerima pelajaran. Dalam proses

116 Nana Sudjana, Pembinaan dan Pengembangan


Kurikulum di Sekolah (Cet. V; Bandung: Sinar Baru
Algensindo, 2005), h. 1
117Akhmad Muhaimin Azzet, Urgensi Pendidikan
Karakter di Indonesia (Yogyakarta: Ar-Ruz Media, 2011), h. 9.

124 Ahmad Suryadi


pembelajaran tersebut, keduanya dituntut aktif sehingga
terjadi interaksi dan komunikasi yang harmonis demi
tercapainya tujuan pembelajaran.118 Sehingga, dapat
dipahami bahwa pembelajaran adalah proses interaksi atau
hubungan timbal balik antara pendidik yang bertugas untuk
menjelaskan materi pelajaran dan peserta didik menerima
materi pelajaran atau belajar. Keduanya menjadi paket yang
komplet.119
Dapat dipahami bahwa pendidikan sangat
penting bagi seseorang. Saat membahas tentang
pendidikan, maka salah satu yang perlu dibahas adalah
berkaitan dengan proses pembelajaran antara orang yang
mengajar atau pendidik dan orang yang diajar atau
peserta didik, lebih dikenal proses pembelajaran. Hal
tersebut menjadi acuan seseorang bisa menjadi pendidik
yang handal dalam memberikan pengetahuan baru
kepada peserta didik. Untuk itu, pendidik mempunyai
peranan yang sangat penting dan perlu untuk dijelaskan.
B. Permasalahan-permasalahan yang dihadapi Guru

118 Syafruddin Nurdin, Guru Profesional dan


Implementasi Kurikulum (Cet. III; Ciputat: PT Ciputat Press,
2005), h. 56.
119Nuristiqamah Awaliyahputri B., Penguasaan
Keterampilan Dasar Mengajar Calon Pendidik (Studi Kasus
Mahasiswa PPL Jurusan PAI FTK UIN Alauddin Makassar
di MA Madani Alauddin Paopao Kabupaten Gowa), Tesis,
2019, h. 2.
Menjadi Guru Profesional dan Beretika 125
Modal yang harus dimiliki oleh seorang guru agar
menjadi harapan masa depan, yang unggul dan terdepan
dalam perkembangan zaman dan tampil sempurna di depan
peserta didik adalah sebagai berikut:
1. Guru harus memiliki kecerdasan spiritual,
emosional, dan intelektual,
2. Guru harus memiliki kemampuan berbicara di
depan umum,
3. Guru harus memiliki kesabaran menghadapi peserta
didik, dan
4. Guru harus memiliki kedisiplinan.120
Modal itulah yang seharusnya dimiliki oleh seorang
guru agar benar-benar mampu menjadi pendidik yang ideal.
Harapan yang diharapkan peserta didik untuk seorang guru
adalah harapan yang baik untuk masa depan. Karena
menjadi salah satu yang berperan penting bagi seorang
peserta didik atau anak adalah seorang guru mampu
menjadi guru yang diteladani dari beberapa hal.
Akan tetapi, harapan yang dimaksudkan terkadang
tidak dimiliki oleh seorang guru, justru yang terjadi adalah

Leli Halimah, Keterampilan Mengajar: Sebagai


120

Inspirasi untuk Menjadi Guru yang Excellent di Abad Ke-21,


h. 15.

126 Ahmad Suryadi


permasalahan-permasalahan yang muncul dan membuat
harapan peserta didik menjadi tidak sesuai.
Masalah-masalah yang terkadang dilakukan guru
menurut Mulyasa ada 7 (tujuh) macam, yaitu:
1. Mengambil Jalan Pintas dalam Pembelajaran
Untuk menghindari terjadinya jalan pintas dalam
pembelajaran, guru hendaknya memandang pembelajaran
sebagai suatu sistem, jika salah satu komponennya
terganggu, maka akan terganggulah seluruh sistem tersebut.
Oleh karenanya, guru harus selalu membuat dan mencermati
persiapan setiap ingin melakukan kegiatan pembelajaran,
serta merevisi sesuai dengan kebutuhan peserta didik dan
perkembangan zaman.121
Mengambil jalan pintas sama saja menjadi seorang
guru yang tidak memiliki perencanaan dan persiapan yang
matang. Tanpa perencanaan dan persiapan yang
seharusnya ada, maka terkadang ditemukan seorang guru
mengambil jalan pintas dalam pembelajaran. Padahal,
pemahaman peserta didik berbeda-beda, ada yang mudah
dalam memahami materi pelajaran dan adapula yang sulit,
sehingga perlu adanya interaksi yang lebih banyak kepada
beberapa orang.
2. Menunggu Peserta Didik Berperilaku Negatif

E. Mulyasa,
121 Menjadi Guru Profesional
Menciptakan Pembelajaran Kreatif dan Menyenangkan
(Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2017), h. 20.
Menjadi Guru Profesional dan Beretika 127
Dalam hal ini, dianjurkan agar para guru senantiasa
memberi perhatian dan penghargaan yang pantas kepada
peserta didik yang berperilaku baik, dengan cara
menyediakan waktu yang sama dengan waktu yang mereka
luangkan untuk peserta didik yang bermasalah.122 Akan
tetapi, kesalahan yang dilakukan oleh seorang guru
adalah terkadang memberikan pujian hanya kepada peserta
didik yang dianggap rajin dan aktif, akan berbeda dengan
peserta didik yang nakal atau sering bolos sekolah.
Kesalahan yang dilakukan oleh peserta didik itulah baru
mendapatkan perhatian dari guru dan itu adalah sesuatu hal
yang tidak seharusnya dilakukan oleh seorang guru. Hal
tersebut dikarenakan guru terkesan hanya memberikan
pujian kepada yang disukainya dan tidak memberikan
pujian kepada yang dianggap berbuat negative.
3. Menggunakan Destructive Discipline
Untuk kepentingan tersebut, guru harus
mengarahkan apa yang baik, serta menjadi contoh, sabar,
dan penuh pengertian.123 Destructive discipline menjadi
suatu hal yang perlu diperhatikan oleh seorang guru saat

E. Mulyasa,
122 Menjadi Guru Profesional
Menciptakan Pembelajaran Kreatif dan Menyenangkan, h.
25.
123 E. Mulyasa, Menjadi Guru Profesional
Menciptakan Pembelajaran Kreatif dan Menyenangkan. h.
25.

128 Ahmad Suryadi


memberikan tugas misalnya. Maka, yang harus dipahami
bahwa apa saja yang guru berikan kepada peserta didik,
nantinya harus memberikan umpan balik atau memberi
hukuman dengan hukuman sampai membuat drop peserta
didik dan sesuai dengan apa yang menjadi kesalahan
dirinya.
4. Mengabaikan Perbedaan Peserta Didik
Guru seharusnya dapat mengidentifikasi perbedaan
individual peserta didik, dan menetapkan karakteristik
umum yang menjadi ciri khasnya, dari ciri-ciri individual
yang menjadi karakteristik seharusnya guru memulai
pembelajaran.124 Dalam hal ini, guru harus memahami
ciri-ciri peserta didik yang harus dikembangkan dan yang
harus diarahkan kembali. Perbedaan peserta didik adalah
sesuatu hal yang wajar-wajar saja, tetapi yang tidak wajar
ketika seorang guru tidak pernah ingin memahami tentang
perbedaan tersebut, baik perbedaan inteligensi, biologis,
psikologis, gaya belajar, dan lain-lain.
5. Merasa Paling Pandai
Jika ini benar terjadi, maka guru harus
demokratis untuk bersedia belajar kembali, bahkan belajar
dari peserta didik sekali pun, atau saling membelajarkan.
Dalam hal ini, guru harus menjadi pembelajar sepanjang
hayat yang senantiasa menyesuaikan ilmu pengetahuan

E. Mulyasa,
124 Menjadi Guru Profesional
Menciptakan Pembelajaran Kreatif dan Menyenangkan. h.
26.
Menjadi Guru Profesional dan Beretika 129
yang dimilikinya dengan perkembangan yang terjadi di
masyarakat. Jika tidak, maka akan ketinggalan kereta,
bahkan akan disebut guru ortodok.125 Merasa diri paling
pintar adalah sesuatu hal yang harus dihindari, apalagi
menjadi seorang guru. Terkadang ada sesuatu yang
tidak terduga disampaikan oleh peserta didik dan bisa
dijadikan sebagai pelajaran bagi seorang guru. Jadi, sudah
tentu bahwa guru tidak seharusnya merasa paling pintar
dari peserta didik yang diajarnya.
6. Tidak Adil (Diskriminatif)
Usaha yang dapat dilakukan untuk menghindarinya
antara lain dengan cara menyimpan perasaan sampai peserta
didik yang dicintai menyelesaikan program pendidikannya,
tentu saja harus ikhlas dan jangan takut diambil orang.
Keadilan pada hal apa saja itu penting untuk ditegakkan.126
Dalam dunia pendidikan pun demikian, karena seorang
guru tidak diperbolehkan membeda-bedakan peserta didik
dalam memberikan penilaian pada akhir pembelajaran. Jika
memang seharusnya mendapatkan nilai yang kurang,
maka berilah nilai yang sesuai, begitu juga sebaliknya.

E.
125 Mulyasa, Menjadi Guru Profesional
Menciptakan Pembelajaran Kreatif dan Menyenangkan, h.
27.
126E. Mulyasa, Menjadi Guru Profesional
Menciptakan Pembelajaran Kreatif dan Menyenangkan, h.
28.

130 Ahmad Suryadi


7. Memaksa Hak Peserta Didik
Di dunia ini gaji tak seberapa, jangan kotori
keuntungan akhirat dengan menodai profesi. Niatkan
menjadi guru sebagai ibadah. Jadikan pekerjaan guru
sebagai ladang amal yang akan dipanen hasilnya kelak di
akhirat. Percayalah, dan tanyakan pada hati nurani. Jangan
mengambil keuntungan sesaat tetapi menyesatkan.
Sadarlah wahai guru, agar namamu selalu dalam
sanubariku.127 Contoh kecil ketika seorang guru
memaksakan hak peserta didik dengan harus membeli
sesuatu yang mungkin saja tidak sesuai dengan apa yang
diajarkan, tetapi justru berakibat fatal karena guru
tersebut memaksakan kehendak peserta didik yang
diajarnya Karena permasalahan-permasalahan seperti di atas
itulah menjadikan rendahnya pengakuan masyarakat
terhadap profesi seorang guru.
Faktor lain yang bisa membuat rendahnya
pengakuan profesi guru dijelaskan oleh Nana Sudjana
dalam Moh. Uzer Usman, dikarenakan:

a. Adanya pandangan sebagian masyarakat, bahwa siapa


pun dapat menjadi guru asalkan berpengetahuan.

b. Kekurangan guru di daerah terpencil, memberikan


peluang untuk seseorang yang tidak mempunyai
keahlian untuk menjadi seorang guru.

Muzakkir,
127 Microteaching Teori Dan
Aplikasinya Dalam Pembelajaran (Makassar: Alauddin
University Press, 2012).
Menjadi Guru Profesional dan Beretika 131
c. Banyak guru yang belum menghargai profesinya,
apalagi berusaha mengembangkan profesinya itu.
Perasaan rendah diri karena menjadi guru,
penyalahgunaan profesi untuk kepuasan dan
kepentingan pribadinya sehingga wibawa guru
semakin merosot.128
Beberapa potret guru yang dijelaskan sebelum-
sebelumnya merupakan hal-hal yang terkadang menjadi
kendala untuk melihat potret seorang guru di masa
depan. Kenapa? Karena apa yang seharusnya dimiliki dan
dikuasai oleh seorang guru tidak sesuai dengan apa yang
seharusnya. Tetapi, tidak semua guru seperti demikian, ada
juga guru yang memang punya kompeten yang menjadi
harapan di masa depan.
C. Harapan Guru Masa Depan
Guru memegang peranan yang sangat penting
dalam proses pencapaian tujuan pendidikan, untuk itu di-
perlukan guru yang kreatif dan menyenangkan, sehingga
mampu menciptakan iklim pembelajaran yang kondusif,
suasana pembela- jaran yang menantang dan mampu
membelajarkan dengan menyenangkan. Hal ini penting,
terutama dalam setiap pembelajaran, guru memiliki
peranan yang sangat sentral, baik sebagai perencana,

128Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, h. 2.

132 Ahmad Suryadi


pelaksana, maupun evaluator pembelajaran, terutama di
SD (Sekolah Dasar).129
Hal tersebut menjadi gambaran umum tentang
bagaimana tugas dan peran guru menjadi sangat penting,
apalagi untuk hal-hal yang terkait dengan proses
pembelajaran untuk mencapai tujuan yang diharapkan.
Seorang guru yang diharapkan untuk masa depan,
bukanlah seorang guru yang hanya menjalankan tugasnya
dengan cuma-cuma atau tidak dengan hati yang ikhlas,
tidak hanya yang menyampaikan materi saja, tetapi
membuat senang peserta didik selama pembelajaran
berlangsung.
Tidak ada seorang pun yang dapat menjadi seorang
guru yang sejati (mulia) kecuali bila dia menjadikan dirinya
sebagai bagian dari anak didik yang berusaha untuk me-
mahami semua peserta didik dan kata-katanya. Guru
yang dapat memahami tentang kesulitan peserta didik
dalam hal belajar dan kesulitan lainnya di luar masalah
belajar, yang bisa menghambat aktivitas belajar peserta
didik, maka seorang guru tersebut akan disenangi anak
didiknya.130
Untuk itu, satu hal yang harus dipahami seorang
guru adalah menjadi orang yang selalu memberikan

129 Abd. Rahman Getteng, Menuju Gruru Profesional


dan Ber-Etika (Cet. III; Yogyakarta: Grha Guru, 2011), h. 69.
130Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik dalam

Interaksi Edukatif (Cet. I; Jakarta: PT Rineka Cipta, 2014), h.


33.
Menjadi Guru Profesional dan Beretika 133
kemudahan kepada peserta didik atas masalah-masalah
yang mungkin saja terjadi dengan cara yang baik, bukan
dengan cara memudah-mudahkan. Karena seorang guru
menjadi teladan bagi setiap peserta didik dan peserta didik
adalah peniru.
Sebagai teladan, guru harus memiliki kepribadian
yang dapat dijadikan profil dan idola, seluruh
kehidupannya adalah figur yang paripurna. Itulah kesan
terhadap guru sebagai sosok yang ideal. Sedikit saja guru
berbuat yang tidak atau kurang baik, akan mengurangi
kewibawaannya dan kharisma pun secara perlahan lebur
dari jati diri. Untuk itu, kepribadian merupakan masalah
yang sangat sensitif. Penyatuan kata dan perbuatan dituntut
dari guru, bukan lain perkataan dengan perbuatan, ibarat
pepatah, ‚pepat di luar, runcing di dalam‛.
Menjadi guru haruslah benar-benar menjaga nama
baik guru secara keseluruhan, karena terkadang kita
mendengar bahwa hanya satu guru yang berbuat buruk,
tetapi yang disalahkan atau yang disoroti adalah guru
secara keseluruhan, meskipun tidak berbuat buruk.
Mengomentari tentang rendahnya kualitas
pendidikan merupakan indikasi dari perlu adanya
keberadaan seorang guru yang profesional. Untuk itu,
seorang guru diharapkan tidak hanya sebatas menjalankan
profesinya, tetapi seorang guru harus memiliki interest
yang kuat untuk melaksanakan tugasnya sesuai dengan

134 Ahmad Suryadi


kaidah-kaidah profesionalisme guru yang dipersyaratkan.
Guru pada era teknologi informasi dan komunikasi ini bukan
hanya sekadar mengajar, melainkan harus menjadi manajer
belajar.
Hal tersebut mengandung arti bahwa setiap guru
diharapkan mampu menciptakan kondisi belajar yang me-
nantang kreativitas dan aktivitas peserta didik, memotivasi
peserta didik, menggunakan multimedia, multimetode, dan
multisumber agar dapat mencapai tujuan pembelajaran
seperti apa yang diharapkan. Begitulah potret guru
profesional yang seharusnya.131
Menurut Syaodi mengemukakan bahwa guru
memegang peranan yang sangat penting, baik dalam pe-
rencanaan maupun pelaksanaan kurikulum bagi kelasnya.
Karena guru juga merupakan barisan pengemban
kurikulum yang terdepan, maka guru pula yang
melakukan evaluasi dan penyempurnaan terhadap
kurikulum. Menyadari hal tersebut, maka sangat penting
untuk meningkatkan aktivitas, kreativitas kualitas, dan
profesionalisme guru.
Hal tersebut lebih nampak lagi dalam pendidikan
yang dikembangkan secara desentralisasi, sejalan dengan
kebijakan otonomi daerah, karena guru diberi kebebasan
untuk memilih dan mengembangkan materi standar dan
kompetensi dasar sesuai dengan kondisi serta kebutuhan

131Rusman, Model-Model Pembelajaran


Mengembangkan Profesionalisme Guru (Cet. V; Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada, 2012), h. 19-20.
Menjadi Guru Profesional dan Beretika 135
daerah dan sekolah. Kualitas pembelajaran sangat
bergantung atau disesuaikan dengan hal-hal yang berkaitan
dengan profesionalitas guru dalam memberikan kemudahan
belajar kepada peserta didik secara efektif.132
Kepribadian guru yang utuh dan berkualitas
sangat penting karena dari sinilah muncul tanggung jawab
professional sekaligus menjadi inti kekuatan profesional dan
kesiapan untuk selalu mengembangkan diri. Kualitas guru
dapat ditinjau dari dua segi, dari segi proses dan dari
segi hasil. Dari proses, guru dikatakan berhasil apabila
mampu melibatkan sebagian besar peserta didik secara aktif,
baik fisik, mental, maupun sosial dalam pembelajaran.
Di samping itu, dapat dilihat dari segi gairah dan
semangat mengajarnya, serta adanya rasa percaya diri.
Sedangkan dari segi hasil, guru dikatakan berhasil apabila
dikatakan pembelajaran yang diberikannya mampu
mengubah perilaku sebagian besar pendidik ke arah
penguasaan kompetensi dasar yang lebih baik.133
Kompetensi dasar yang dipenuhi menjadi syarat utama
dan diharapkan bahwa seseorang yang mampu
menjadikan seorang guru yang profesional dan pastinya

132 Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik dalam


Interaksi Edukatif, h. 33.
133Syafruddin Nurdin, Guru Profesional &
Implementasi Kurikulum (Jakarta: Quantum Teaching,
2005), h. 22

136 Ahmad Suryadi


memahami tugas dan perannya yang sangat penting
dalam proses pembelajaran. Karena segala proses dijalani,
akan ada hasil sesuai dengan apa yang telah diusahakan.
Untuk memenuhi tuntutan tersebut, maka
diperlukan berbagai kompetensi pembelajaran.
Pengembangan kualitas guru merupakan suatu proses yang
kompleks dan melibatkan berbagai faktor yang saling terkait.
Oleh karena itu, dalam pelaksa- naannya tidak hanya
menuntut keterampilan teknik dari para ahli
pengembangan kompetensi guru, tetapi harus pula dipahami
beberapa faktor yang memengaruhinya. Sehubungan dengan
hal itu perlu dilakukan berbagai upaya untuk meningkatkan
kualitas guru dalam mengembangkan berbagai aspek
pendidikan dan pembelajaran.
Dalam pelaksanaan berbagai kebijakan di atas, guru
dituntut untuk menjadi ahli penyebar informasi yang
baik, karena tugas utamanya salah satunya adalah
penyampai informasi kepada peserta didik. Guru juga
berperan sebagai perencana (designer), pelaksana
(implemer), dan penilai (evaluator) pembelajaran. Apabila
pembelajaran diarahkan untuk memenuhi kebutuhan
pribadi peserta didik dengan penyediaan ilmu yang tepat
dan latihan keterampilan yang mereka perlukan, haruslah
ada ketergantungan terhadap materi standar yang efektif
dan terorganisasi. Untuk itu, diperlukan peran baru dari
para guru, mereka dituntut untuk memiliki keterampilan
teknis yang menungkinkan untuk mengorganisasikan
materi serta mengelolanya dalam pembelajaran dan
pembentukan kompetensi peserta didik.
Menjadi Guru Profesional dan Beretika 137
Guru menjadi tumpuan harapan bagi setiap orang
tua dan masyarakat dalam mendidik anak-anak mereka
saat berada di sekolah, menjadi orang yang sangat berjasa
dalam mengantarkan anak-anak pada ke jenjang kesuksesan,
baik untuk hidup dalam masyarakat secara lokal maupun
dalam dunia secara global.134 Guru seperti itulah yang
mampu melaksanakan atau menerapkan pembelajaran
secara kreatif dan menyenangkan, tidak membosankan.
Karena hal itu jugalah akan tercipta pendidik yang menjadi
harapan masa depan karena mampu mengerti peserta didik.
Namun demikian, jabatan guru dihormati oleh siapa
pun, walaupun mungkin nafkah yang diperolehnya sangat
minim apabila dibandingkan dengan profesi lainnya yang
tidak menuntut tanggung jawab yang diberikan oleh guru.
Di samping itu, dari guru inilah orang yang
mengantar anak yang tadinya buta huruf menjadi melek
huruf, orang yang tadinya bodoh menjadi pandai, orang
yang semula dalam kegelapan menjadi terang benderang
dan seterusnya. Dengan berbekal sifat-sifat tersebut dan
kesadaran terhadap amanah yang diembannya, seorang
guru akan selalu konsisten melaksanakan misinya serta
berjuang untuk meletakkan kembali profesi guru pada
posisi terhormat dan bermartabat, ubahlah paradigm lama
dan gantilah dengan paradigm baru dalam memandang

134Abd. Rahman Getteng, Menuju Gruru Profesional


dan Ber-Etika, h. 71.

138 Ahmad Suryadi


profesi guru. Buang jauh-jauh mitos dan asumsi negatif
terhadap guru. Perubahan cara pandang ini, harus dimulai
dari para guru itu sendiri, baru kemudian
disosialisasikan di masyarakat luas.
Profesi seorang guru menjadi sangat sensitif jika
dibicarakan. Sekali berbuat buruk, maka akan menjadi
sorotan, padahal banyak hal yang justru dilakukan guru agar
mampu mencerdaskan setiap manusia atau setiap peserta
didik yang diajarnya agar menjadi orang sukses dan mampu
membanggakan.

Menjadi Guru Profesional dan Beretika 139


Daftar Pustaka
Ahmadi, Abu. Psikologi social. Jakarta: Rineka Cipta, 2002.
Arifin, H.M. Filsafat Pendidikan Islam. Cet III; Jakarta: Bumi
Aksara, 1993.
Aziz, Abdul. Anatomi Organisasi dan Kepemimpinan Pendidikan.
Bandung: Alfabeta, 2006.
Arikunto, Suharsimi Metodologi Penelitian Agama Islam, Jakarta:
Buku Kedua, Dirjen Kelembagaan Agama Islam, 2002.
Asy'ari, Hasyim. Adab al-’Alim wa al-Muta’allim (Pondok
Pesantren Tebuireng Jombang: Maktabah At-Turats Al-
Islamy, 1415 H.
Asrori, Mohammad. Psikologi pembelajaran. Bandung: CV
Wacana Prima, 2009.
Awaliyahputri, Nuristiqamah, B., Penguasaan Keterampilan
Dasar Mengajar Calon Pendidik (Studi Kasus Mahasiswa
PPL Jurusan PAI FTK UIN Alauddin Makassar di MA
Madani Alauddin Paopao Kabupaten Gowa), Tesis, 2019.
Azwar, Saifuddin. Sikap manusia: teori dan pengukurannya.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset, 2010.

140 Ahmad Suryadi


B, Hamzah, Uno, Profesi Kependidikan. Jakarta: Sinar Grafika
Offset, 2008.
Bahri, Syaiful, Djamarah, Guru dan Anak Didik, Jakarta: Rineka
Cipta, 2010.
Bahri, Syaiful, Djamarah, Guru dan Anak Didik dalam Interaksi
Edukatif. Cet. I; Jakarta: PT Rineka Cipta, 2014.
Ermita, Kepemimpinan Guru dalam Pelaksanaan Tugasnya di
Kelas‛ Jurnal Pedagogi, Vol. 17 No. 2 (2015).
Fadhila, Nissa. Peran Guru Pendidikan Agama Islam Sebagai
Motivator Belajar Siswa Di Sma Negeri 8 Bandar Lampung.
Diss. UIN Raden Intan Lampung, 201
Danim, Sudarwan. Visi Baru Manajeman Sekolah dari Unit
Birokrasi ke Lembaga Akademik. Jakarta: Bumi Aksara, 2006.
Daradjat, Zakiah Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam,
Jakarta: Bumi Aksara, 1995.
Daradjat, Zakiyah. Kepribadian Guru. Jakarta: Bulan Bintang,
1984.
Daryanto, Tujuan, Metode Dan Satuan Pelajaran Dalam Proses
Belajar Mengajar. Bandung: Tarsito, 2007.
E. Mulyasa, Menjadi Guru Profesional Menciptakan Pem-
belajaran Kreatif dan Menyenangkan. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2017.
Hamalik, Oemar. Kurikulum dan Pembelajaran, Jakarta : Sinar
Grafika, 2008.
Ilanlou, M., & Zand, M, Professional Competencies of Teachers
and the Qualitative Evaluation, Procedia-Social and
Behavioral Sciences, 29, 2011.

Menjadi Guru Profesional dan Beretika 141


Imron, Ali, Kebijakan Pendidikan di Indonesia, Jakarta: Bumi
Aksara, 2016).
Jauharī, Muhammad Rabī’ Muhammad, Akhlāqunā, Madinah:
Maktabah Dār al-Fajr al-Islāmiyyah, 2006..
Kiki, Dea, Yestiani & Nabila Zahwa, Peran Guru Dalam
Pembelajaran Pada Siswa Sekolah Dasar, Jurnal Pendidikan
4, no. 1 (2020).
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi
RI, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa, Edisi Ke
Empat. Cet I, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2008.
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi
RI, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun
2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Kementerian
Pendidikan Nasional Badan Penelitian dan Pengembangan
Pusat Kurikulum dan Perbukuan, 2011.
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi
RI, UU RI No. 14 Thn 2005, Tentang Guru dan dosen, Jakarta:
Sinar Grafika, 2014.
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi
RI, Dirjen Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga
Kependidikan, Pedoman Pelaksanaan Penilaian Kinerja Guru.
Jakarta:2010.
Kementerian Agama RI, Dirjen Kelembagaan Agama Islam,
Metodologi Pendidikan Agama Islam, Jakarta: 2002.
Kurniadi, Didin dan Machali, Imam. Manajemen Pendidikan:
Konsep dan Prinsip Pengelolaan Pendidikan. Jogjakarta: Ar-
Ruzz Media, 2016.

142 Ahmad Suryadi


Komara, Endang. Perlindungan Profesi Guru di Indonesia.
MIMBAR PENDIDIKAN:Jurnal Indonesia Untuk Kajian
Pendidikan, Vol. 1(2) September, Bandung, Indonesia: UPI,
Jakarta: Bumi Aksara, 2020.
Koesoema, D. Pendidikan Karakter: Strategi Global Mendidik
Anak di Zaman Global. Jakarta: Kompas Gramedia, 2011.
Lickona, Thomas. Educating For Characte .• Jurnal
Pendidikan Karakter, Tahun I, Nomor 1, Oktober 2011.
Muhaimin, Akhmad, Azzet, Urgensi Pendidikan Karakter di
Indonesia, Yogyakarta: Ar-Ruz Media, 2011.
Mohamad. Kholil. "Kode Etik Guru dalam Pemikiran KH. M.
Hasyim Asy’ari (Studi Kitab Adab al-‘Alim wa al-
Muta’allim)." Risâlah, Jurnal Pendidikan dan Studi Islam 2.1
(2015).
Muslich, Masnur. Sertifikasi Guru Menuju Profesionalisme
Pendidik. Cet. I; Jakarta; PT Bumi Aksara, 2020
Muhammad, Kamal, Isa, Khashaish Madrasatin Nubuwwa Terj.
Chairul Halim, Manajemen Pendidikan Islam. Cet. I;
Jakarta: Fikahati Aneska, 1994.
Nana Syaodih Sukmadinata, Bimbingan Dan Konseling Dalam
Praktek (Bandung: Maestro, 2007), h. 7.
Nata, Abuddin. Filsafat Pendidikan Islam. Cet. I; Jakarta: Logos
Wacana Ilmu, 1997.
Ngalim, M. Purwanto, Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis.
Remaja Rosdakarya. Bandung, 2000.
Nissa, Fadhila.. Peran Guru Pendidikan Agama Islam Sebagai
Motivator Belajar Siswa Di Sma Negeri 8 Bandar Lampung.
Diss. UIN Raden Intan Lampung, 2017.

Menjadi Guru Profesional dan Beretika 143


Nur, Muhammad. dkk, Manajemen Sekolah Dalam
Meningkatkan Mutu Pendidikan Pada SDN Daya Guci
Kabupaten Pidie. Jurnal Administrasi Pendidikan 4, no 1
(2016).
Nurdin, Syafruddin. Guru Profesional dan Implementasi
Kurikulum. Cet. III; Ciputat: PT Ciputat Press, 2005.
Prihantini dkk, Manejemen Berbasis Sekolah. Cet. 1;
Tasikmalaya: Edu Publisher, 2020.
Rahman, Abd. Getteng, Menuju Guru Professional Dan Ber-
Etika. Cet. 9 Yogyakarta: Grha Guru, 2014.
Rivai, Veitzhal. Manajemen Sumber Daya Manusia untuk
Perusahaan, Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2005.
Rohani, Ahmad dan Ahmadi, Abu, Pengelolaan Pengajaran.
Jakarta: Renika Cipta, 2001.
Roestiyah NK, Masalah Pengajaran Sebagai Suatu System.
Jakarta: Bina Aksara Edisi III, 2001.
Rusdiana, Konsep Inovasi Pendidikan. Bandung: Pustaka Setia,
2014.
Surya, Muhammad. Percikan Perjuangan Guru Cet. I;
Semarang: CV. Aneka Ilmu, 2003.
Soetjipto dkk, Profesi Keguruan. Cet. I; Jakarta: Rineka Cipta,
1999.
Saefudin, Udin ,Saud, Pengembangan Profesi Guru. Bandung :
Alfabeta, 2012.
Sudjana, Nana. Pedoman Praktis Mengajar. Bandung: Dermaga
Cet k IV, 2004.

144 Ahmad Suryadi


Sudjana, Nana. Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum di
Sekolah. Cet. V; Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2005.
S, Nasution. Didaktik Azas-Azas Mengajar. Bandung: Jamers,
1986.
Sudrajat, A. Mengapa Pendidikan Karakter?. Jurnal
Pendidikan karakter, Tauhn 1, Nomor 1, Oktober 2011.
Sammons, P., & Bakkum, L., Effective Schools, Equity and
Teacher Effectiveness: A Review to the Literature, Profesorado:
2011.
Sulaiman, Umar. Etika Profesi Keguruan. Makassar, Alauddin
University Press, 2021.
Suriyati. "Guru Sebagai Jabatan Karir Dan Profesional." Jurnal
Al-Qalam: Jurnal Kajian Islam Pendidikan 11.2 (2019).
Srinana, Imas, Wardani, ‚Guru Sebagai Pemimpin
Pendidikan‛, Jurnal Buana Pendidikan, Vol. 10 No. 18 (2014).
Soleha dan Rada, Ilmu Pendidikan Islam. Bandung: Alfabeta,
2011.
Suwadah, Siti, Rimang, Meraih Predikat Guru dan Dosen
Paripurna. Bandung: ALFABETA, 2011.
Sudarma, Momon. Profesi Guru:Dipuji, Dikritisi, Dan Dicaci.
Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2013.
Tafsir, Ahmad. Ilmu Pendidikan dalam Prospektif Islam. Cet IX;
Bandung: Remaja Rosdakarya, 2010.
Usman, Husaini. Manajemen, Teori, Praktik dan Riset Pendidikan.
Jakarta: Bumi Aksara, 2008.
Uzer, Moh, Usman, Menjadi Guru Profesional. Bandung: PT
Remaja Rosdakarya, 2009.

Menjadi Guru Profesional dan Beretika 145


W, Sarlito, Sarwono, Psikologi social. Jakarta: Salemba
Humanika, 2009.
Warsono, Guru: Antara Pendidik, ProfesiI, dan Aktor Sosial.
Jurnal Masyarakat dan Media 1, no. 1 (2017).
Yusuf, Tayar, dan Etek, Yurnalis. Keragaman Tekhnik
Evaluasi Dan Metode Penerapan Jiwa Agama. Jakarta: Ind-
Hil-Co, 1995.

146 Ahmad Suryadi


TENTANG PENULIS
AHMAD SURYADI, S.PD., M.PD. lahir
di Sungai Guntung Kecamatan Kateman
Kab. Indragiri Hilir, Riau. pada tanggal
28 September 1998 . Penulis dibesarkan
dalam keluarga yang sangat sederhana
dari seorang ayah yang bernama Abd. Rahim serta ibu yang
bernama Nursiah. Penulis merupakan anak ke empat dari
empat bersaudara.
Tahun 2003-2004, penulis memulai pendidikan di TK
Islam Al-Munawwarah Kecamatan Kateman, Kabupaten
Indragiri Hilir, Riau. Di tahun yang sama penulis melanjutkan
pendidikan di SDN 013 Tagaraja, Indragiri Hilir kemudian
pindah ke SDN 249 Minangae, Kabupaten Wajo hingga lulus
pada tahun 2010. Selanjutnya penulis masuk di SMP Negeri 2
Baras, Kabupaten Pasangkayu, Sulbar dan selesai pada tahun
2013. Selanjutnya penulis melanjutkkan studinya di SMA
Negeri 1 Palu hingga tamat tahun 2016. Kemudian pada tahun
yang sama menempuh pendidikan ke tingkat Perguruan
Tinggi di Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar,
Program Strata Satu (S1) di Jurusan Pendidikan Agama Islam
(PAI) pada Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Alauddin
Makassar selesai pada tahun 2020. Selanjutnya penulis
kembali melanjutkan studi Strata Dua (S2) mengambil Prodi

Menjadi Guru Profesional dan Beretika 147


Magister Pendidikan Agama Islam pada Pascasarjana UIN
Alauddin Makassar selesai pada tahun 2022.
Selama menjalani rutinitas di Pascasarjana UIN
Alauddin Makassar, penulis aktif di beberapa organisasi
yakni: Kabid Tabligh dan Kajian Keislaman PC IMM Gowa
periode 2020-2021, Anggota Bidang Pendidikan Himpunan
Mahasiswa Pascasarjana Indonesia (HMPI) Korwil Sulawesi
Selatan periode 2020-2022. Saat ini penulis aktif bekerja
sebagai guru di MTs Arifah Gowa sejak tahun 2021 hingga
sekarang.
Selain aktif dalam mengikuti organisasi dikampus,
penulis juga pernah mengikuti berbagai kegiatan dan me-
nerima beberapa penghargaan yakni:
i. Juara III Lomba Menulis Cerpen Tingkat Nasional yang
diadakan oleh Jejak Publisher (2021)
ii. Guru Motivator Literasi Nasional yang diadakan oleh
Forum Indonesia Menulis (2021)
iii. Peserta Bimtek Instruktur Tindak Lanjut Hasil AKMI
(Asesmen Kompetensi Madrasah Indonesia) Tingkat
Provinsi oleh Kementerian Agama RI (2021)
iv. Penulis Puisi Terbaik dalam Lomba Puisi Kemerdekaan oleh
Jejak Publisher (2021)
v. Penulis Puisi Terbaik dalam Lomba Puisi dengan Tema
New Hope oleh Jejak Publisher (2022)

148 Ahmad Suryadi


Penulis juga aktif menulis dan berhasil menerbitkan
beberapa buku diantaranya: Menelusuri Surga di Tanah
Flores, (2020) Pemikiran Pendidikan Islam Fazlur Rahman,
(2020) Teknologi dan Media Pembelajaran Jilid I dan II, (2020)
Evaluasi Pembelajaran Jilid I dan II, (2020), Pengembangan
Kurikulum Jilid I dan II, (2020), Mengenal Indonesia:
Menelusuri Setiap Provinsi, Kabupaten dan Kota seluruh
Indonesia jilid I hingga jilid V (2021), Buku Antalogi Puisi
Tema Kemerdekaan (2021), Antalogi Cerpen Tema Remember
(2021), Antalogi Puisi Tema New Hope (2022), serta Teori
Konstruktivisme dalam Pembelajaran PAI di Madrasah: Teori
dan Implementasinya (2022).
Selain buku penulis juga aktif menulis beberapa artikel
jurnal diantaranya: Modernisasi dan Demokratisasi
Pendidikan Islam Menurut Fazlur Rahman (Jurnal Pendidikan
Kreatif), Harun Nasution Islamic Education Thinking:
Postgraduate Presentation In Religious College (Jurnal IJIS),
Implementasi Pemberdayaan Masyarakat Berbasis Sosial
Keagamaan di Kelurahan Mattappawalie Kabupaten Barru
(Jurnal Losari), dan Application Of Constructivism Theory To
Improve Pai Cluster Learning In Madrasah Alyah Arifah,
Gowa Regency (Proceedings of the International Conference
on Social and Islamic Studies 2021). Perspektif Fazlur Rahman
Tentang Pendidikan Islam (Jurnal Al-Musannif, 2021).

Menjadi Guru Profesional dan Beretika 149


SINOPSIS
Pada dasarnya pendidikan adalah usaha sadar dan
terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan
potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia,
serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat,
bangsa, dan negara. Pendidikan akan membuat manusia
mengembangkan potensi dirinya sehingga mampu
menghadapi setiap perubahan yang terjadi akibat adanya
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Oleh karena itu,
masalah pendidikan perlu mendapat perhatian dan
penanganan yang lebih baik yang menyangkut berbagai
masalah yang berkaitan dengan kuantitas, kualitas dan
relevansinya.
Profesi adalah suatu pekerjaan yang dalam
melaksanakan tugasnya memerlukan atau menuntut keahlian,
menggunakan teknik-teknik, serta dedikasi yang tinggi. Ciri-
ciri atau kriteria suatu profesi ialah adanya kode etik yang
dijadikan sebagai satu pedoman perilaku anggota berserta
sanksi yang jelas dan tegas terhadap pelanggar kode etik
tersebut.Guru memiliki kode etik karena guru merupakan
salah satu profesi yang ada di Indonesia berdasarkan UU
Nomor 14 Tahun 2005 tentangGuru dan Dosen (Pasal 1).

150 Ahmad Suryadi


Dengan Kode Etik Guru Indonesia dapat
menempatkan guru sebagai profesi terhormat, mulia, dan
bermartabat yang dilindungi undang-undang. Maka dari itu
perlu sikap profesional dalam setiap sasaran. Masyarakat
akan melihat bagaimana sikap dan perbuatan guru itu sehari-
hari, apakah memang ada yang patut ditaladani atau tidak. Di
samping itu, bagaimana sikap guru terhadap peraturan
perundang-undangan juga menjadi perhatian masyarakat
luas. Apalagi saat ini pemerintah banyak mengeluarkan
kebijaksanaan-kebijaksanaan yang berhubungan dengan
dunia pendidikan. Kebijaksanaan tersebut menjadi peraturan
perundang-undangan yang wajib ditaati oleh guru, sebab
guru merupakan unsur aparatur negara dan abdi Negara
mutlak perlu mematuhi kebijaksanaan-kebijaksanaan
pemerintah dalam bidang pendidikan. Maka tugas guru akan
efektif jika memiliki derajat profesionalitas tertentu yang
tercermin dari kompetensi, kemahiran, kecakapan, atau
keterampilan yang memenuhi standar mutu atau norma etik
tertentu.

Menjadi Guru Profesional dan Beretika 151


CV Jejak akan terus bertransformasi
untuk menjadi media penerbitan
dengan visi memajukan dunia literasi
di Indonesia. Kami menerima berbagai
naskah untuk diterbitkan.

Silakan kunjungi web


jejakpublisher.com untuk info lebih
lanjut

------------------------------------------------
----------------------------
------------

152 Ahmad Suryadi


BUTUH BANTUAN?
 Silakan email ke: publisherjejak@gmail.com
 Atau message IG Jejak Publisher:
@Publisherjejak
 Atau Whatsapp/SMS: =+6281774845134

Untuk paket-paket penerbitan dengan fasilitas cover


buku dikerjakan oleh penulis, silahkan buat cover dalam
format JPG/CDR/PSD. Kirimkan bersamaan dengan
naskah ini ke e-mail publisherjejak@gmail.com
Download template cover di web: JejakPublisher.com.
Buatlah cover dari template yang disediakan.

Sisakan bagian bawah di back cover untuk


pencantuman barcode ISBN dan keterangan penerbit.
Selain itu usahakan agar setiap tulisan di dalam cover
tidak terlalu mepet dengan batas tepi untuk
menghindari kesalahan saat proses pemotongan dan
finishing cover.

Jika tak ingin repot dalam membuat cover silakan ambil


paket BRONZE/SILVER/GOLD/GOLD EXPRESS, karena
kami sudah menyediakan layanan pembuatan cover
pada paket tersebut.

Menjadi Guru Profesional dan Beretika 153


154 Ahmad Suryadi

Anda mungkin juga menyukai