Pada permulaan abad ke 20 komunitas tionghoa menguasai pasar kelas menengah terutama
dalam industi batik yang bahan bakunya di impor dari Eropa. Disisi lain pengusaha timur
asing juga menguasai harga jual yang mereka tawar lebih rendah sehingga terjadi persaingan
pemasaran yang tidak seimbang. Kondisi ini mendorong timbulnya gerakan protes yang
dimotori oleh SDI terhadap sistem pemasaran yang dikuasai oleh pengusaha pemasaran kelas
menengah.
Pada zaman Malaise dan menjelang PD II, petani merupakan golongan konsumen yang
paling menderita karena turunnya harga riil dari produksi yang dihasilkan. Pemerintah
Hindia-Belanda menekan daya beli petani, sehingga dapat mengunakan tenaga petani sebgai
tenaga kerja murah. Diperkotaan pemerintah Hindia-Belanda melakukan penghematan dan
pengurangan pegawai negeri. Akibatnya banyak kaum terpelajar yang menganggur dan
kemudia menjadi pedagang. Dalam kontek ini dapat kita lihat adanya bentuk perubahan yang
terjadi dalam struktur masyarakat.
Fase ketiga zaman pendudukan Jepang. Bagi petani produsen zaman Jepang lebih
menguntungkan dari pada zaman Belanda. Sebab Jepang hanya meminta pajak in natura
berupa padi yang dirasa lebih mudah oleh petani dari pada dalam bertukang. Namun bagi
mereka yang tidak memiliki tanah, justru mendapatkan masalah baru karena mereka harus
menebusnya dengan diikutkan dalam romusha, sehingga mereka terjebak dari kemiskinan.