Anda di halaman 1dari 2

MENJADI DIRI SENDIRI

OLEH : H.AZKHAN ABDUL MUNIR,S.Pd.I

MENJADI diri sendiri bukan hanya berusaha sebagai orang yang tidak sama dengan orang lain, namun
berupaya untuk memiliki kriteria dan kebiasaan-kebiasaan yang pantas yang sesuai dengan apa yang melekat
pada diri kita.

Diri sendiri ini mengalami perkembangan sesuai pergerakan waktu dan capaian-capaian diri pada etape waktu
tertentu yang dilewati dalam dinamika kehidupan. Diri ini tidak stagnan pada kondisi dirinya, namun dinamis
dan progresif pada setiap tempat yang didiami dan pada setiap detik waktu yang dilalui.

Menjadi diri sendiri penting untuk memahami capaian-capaian dari perkembangan yang diraih oleh diri kita,
untuk kemudian kita sesuaikan dengan praktik perilaku, sikap, dan pandangan kita.

Banyak yang salah mendefinisikan tentang menjadi diri sendiri, seperti menjadi diri sendiri dimaknai sebagai
orang yang bebas berbuat, bertindak, bersikap, dan berbicara, tanpa memahami capaian dari perkembangan
dirinya. Padahal menjadi diri sediri itu bukanlah begitu, akan tetapi implementasi dari kemampuan
menyesuaikan diri dengan keberadaan diri dan capaian yang melekat pada diri.

Seorang pelajar yang ingin menjadi dirinya sendiri, dia harus senantiasa mengacu pada kriteria dan capaian
perkembangan dirinya sebagai seorang terdidik. Idealnya, dia harus memiliki kreatifitas dan skill sebagai buah
dari ketekunan dan hasil didikan yang diperoleh dari lembaga pendidikan, menjadi seorang yang patuh sebagai
capaian dari penanaman disiplin dan tata tertib, dan menjadi seorang yang memiliki sopan santun sebagai
buah dari suri teladan yang didapat dari perilaku dan sikap gurunya.

Itulah gambaran dari dirinya sendiri sebagai pelajar yang melekat pada capaian perkembangan dirinya yang
harus terbaca oleh semua orang.

Menjadi diri sendiri sebagai guru, berarti seluruh perilaku, sikap dan pandangannya merujuk kepada capaian
perkembangan dirinya sebagai seorang yang digugu dan ditiru, sebagai pengawal ilmu pengetahuan dan
karakter.

Bersikap sebagai seorang yang berilmu tentunya bertawadduk dan bijaksana merupakan kesan yang tergambar
dari pengakuan menjadi diri sendiri sebagai seorang guru, ditambah lagi dengan capaian perkembangan diri
sebagai pengawal karakter, maka menampilkan diri dengan karakter terpuji menjadi sebuah keniscayaan untuk
menjadi diri sendiri.

Bagi para pedagang atau pebisnis muslim yang ingin menjadi dirinya sendiri, berdasarkan capaian
perkembangan diri terutama capaian dalam pemahaman tentang tradisi bisnis dalam syariat agama, apalagi di
era perkembangan teknologi yang semakin hari semakin terbuka ruang untuk mendapatkan pemahaman
sebagai landasan yang kuat dalam menjalani bisnisnya, tidak ada alasan bagi siapa saja yang bergelut dalam
dunia perdagangan atau bisnis untuk tidak tahu tentang etika berdagang, karena sumber pengetahuan itu ada di
mana-mana dan dapat diakses kapan saja.

Sejatinya menjadi diri sendiri bagi para pedagang atau pebisnis harus memperlihatkan kesan jujur dalam setiap
transaksi yang ia lakukan, jujur menjelaskan material yang ia jual, dan jujur dalam melakukan timbangan.
Itulah gambaran menjadi diri sendiri dalam kapasitas sebagai pedagang dan pebisnis muslim, memiliki penciri
yang khas yang membedakannya dengan orang yang menjadi diri sendiri sebagai pedagang atau pebisnis yang
bukan muslim.

Menjadi diri sendiri dalam kapasitas sebagai pelayan publik, baik dalam layanan jasa, layanan pendidikan,
maupun layanan administrasi, harus memahami dan sekaligus menyadari bahwa dirinya harus sebagai pelayan
prima, setidaknya diri sendiri itu memperlihatkan kesan sebagai orang yang bijak, ramah, dan tentunya santun
dalam melayani.

Sikap dan perilaku seperti itulah yang mestinya nampak jika menjadi diri sendiri bagi orang-orang yang berada
dalam tugas sebagai pelayan publik.

Kemudian menjadi diri sendiri dalam capaian hidupnya sebagai orang yang beragama, orang yang saleh, dan
orang yang memiliki pemahaman agama yang mendalam, hendaknya menampilkan dirinya sebagai orang yang
pantas menjadi suri teladan dari sisi ketaatannya, alimnya, dan perilaku ibadahnya.

Kalimat yang keluar dari lisannya sejatinya adalah nasihat bagi siapa saja yang berkomunikasi dengannya,
perilaku yang ditampilkan mestinya sarat dengan suri teladan bagi siapa saja yang memandangnya, dan dari
sikapnya terpancar akhlak karimah bagi siapa saja yang membersamainya.

Itulah orang yang menjadi dirinya sendiri dalam kapasitasnya sebagai orang yang capaian hidupnya menjadi
orang yang tidak saja paham agama, akan tetapi taat dalam menjalankan ajaran agamanya.

Akhirnya, untuk menjadi diri sendiri itu bukanlah terbebas dari intervensi, namun sebaliknya menjadi diri
sendiri itu adalah menjadi orang yang diintervensi oleh capaian-capaian hidupnya, yakni capaian perjalanan
umurnya dan capaian perkembangan yang ia lalui dalam hidupnya.

Aisyah pernah ditanya tentang akhlak Rasul saw sebagai bagian dari capaiannya menjadi utusan yang
menyempurnakan budi pekerti, Aisyah menjawab “Khuluquhu al Qur’an”, Akhlak Rasul itu adalah al-Qur’an.
Itulah gambaran menjadi diri sendiri bagi seorang Muhammad saw, mencirikan dirinya dengan kapasitas
capaiannya menjadi suri teladan.

Sebagai catatan akhir, untuk menjadi diri sendiri hendaknya memahami capaian diri dalam perjalanan usia
yang kita lewati dengan penuh kesadaran dan pemahaman yang cukup. Itulah modal utama untuk mencirikan
diri sendiri sesuai kapasitas dan jenis capaian yang kita raih.

Sehingga siapa pun yang melihat kita, siapa pun yang bertemu kita, siapa pun yang berkomunikasi dengan kita,
siapa pun yang melihat jejak kita, dan siapa pun yang membersamai kita, akan menemukan kepantasan dari
diri kita untuk menjadi diri sendiri sesuai karakter dari jenis capaian estafet perjalanan hidup yang kita lalui.[]

Anda mungkin juga menyukai