politik dan ekonomi di Indonesia. Dalam kedua tulisan tersebut, beberapa tema yang muncul antara
lain adalah:
Tulisan pertama menyuarakan keprihatinan terhadap kondisi politik dan sosial Indonesia.
Pembahasan mencakup kecenderungan perilaku hipokrit di kalangan elite dan kebijakan yang
dinilai tidak mencerminkan semangat nasionalisme.
Tulisan tersebut juga mengangkat isu globalisasi dan ketergantungan pada produk asing. Penulis
mencermati penggunaan produk-produk asing dalam kehidupan sehari-hari dan mengkritik
kurangnya dukungan terhadap produk-produk dalam negeri.
Tulisan kedua membahas kasus-kasus korupsi yang melibatkan tokoh-tokoh politik dan ekonomi
di Indonesia. Pembahasan ini merinci beberapa kasus, termasuk penangkapan Al-Amin Nur
Nasution dan Gubernur Bank Indonesia Burhanuddin Abdullah. Ada juga sorotan terhadap
kesenjangan ekonomi dan ketidaksetaraan dalam pembagian kekayaan.
Keduanya menyoroti sistem politik dan ekonomi Indonesia, dengan mengemukakan bahwa
sistem tersebut memungkinkan kelompok tertentu, terutama konglomerat, untuk memperoleh
keuntungan yang besar. Ada juga kritik terhadap efektivitas DPR dalam mengumpulkan dana
politik.
Tulisan kedua membandingkan situasi Indonesia dengan kasus Rusia pada tahun 1990-an,
terutama setelah pergantian kepemimpinan dari Boris Yeltsin ke Vladimir Putin. Perbandingan ini
digunakan untuk menunjukkan bahwa perubahan sistem politik dapat memengaruhi kondisi
ekonomi suatu negara.
GSM sebagai Gerakan Kontroversial:
Gerakan Syahwat Merdeka (GSM) diidentifikasi sebagai arus besar yang muncul dalam
gelombang Reformasi di Indonesia. Meskipun tidak memiliki organisasi resmi, gerakan ini disebut
memiliki jaringan kerjasama global, didanai oleh kapital raksasa, memiliki ideologi gabungan, dan
didukung oleh media massa.
Penyair menyebut tiga belas komponen dalam GSM yang terkait dengan perilaku seksual bebas,
pornografi, narkoba, alkohol, dan praktik-praktik destruktif lainnya. Komponen-komponen ini
mencakup praktisi kehidupan seks bebas, penerbit majalah mesum, produser dan penulis skrip
acara televisi syahwat, situs porno, penulis dan penerbit buku syahwat, penerbit dan pengedar
komik cabul, serta lainnya.
Penyair menyoroti dampak destruktif GSM terhadap masyarakat, termasuk kehilangan budaya
malu, penurunan moralitas, dan peningkatan kasus aborsi. Ia juga mengeksplorasi hubungan
antara praktik seks bebas dengan konsumsi alkohol, narkoba, dan nikotin.
Penyair menyampaikan keprihatinan terhadap sikap diam mayoritas masyarakat yang merasa
tidak memiliki kekuatan untuk berbuat apa-apa. Ada kritik terhadap mentalitas "kami hanya
mengikuti saja" yang dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang merugikan bangsa.
Keprihatinan penyair berasal dari sistem liberal yang dipaksakan dan menyebabkan penderitaan
bagi masyarakat. Ada tanggapan terhadap para "makelar" penjual bangsa yang memanfaatkan
sikap diam mayoritas.
Teks ditutup dengan doa dan harapan untuk ampunan, perlindungan, dan keselamatan masa
depan bangsa. Penyair berdoa agar Allah melindungi dan menyelamatkan Indonesia dari dampak
buruk Gerakan Syahwat Merdeka.
Rasa Kehilangan Kemerdekaan:
Teks menyuarakan pandangan bahwa penjajahan tidak hanya bersifat fisik, tetapi juga mental.
Ada penggambaran tentang bagaimana sumber daya alam dan budaya Republik "dikuras" dan
"dijual" oleh pihak-pihak yang dianggap sebagai penjajah internal.
Penyimpangan moral, kerusakan sosial, dan kesengsaraan dijelaskan sebagai dampak dari situasi
yang tidak sesuai dengan prinsip-prinsip kemerdekaan sejati.
Teks menyuarakan kekhawatiran terhadap interpretasi kebebasan yang dapat membawa dampak
negatif, terutama jika diartikan sebagai kebebasan tanpa batas. Ada sindiran terhadap
pandangan yang menyamakan kebebasan dengan perilaku hewani.
Teks menyerukan agar orang tetap berpegang pada kebenaran, mengutuk kelemahan nasib
sementara, dan tetap sadar akan posisi dan kekuatannya.
Teks menutup dengan pertanyaan tentang masa depan, merenungkan apakah bangsa ini akan
membunuh hati dan nuraninya, serta menyebut bahwa sejarah akan menjadi saksi atas
perjalanan zaman.
Pertanyaan Filosofis:
Teks mengajukan pertanyaan filosofis tentang bagaimana seharusnya kita menyikapi semua peristiwa
dan kejadian yang terjadi di Indonesia. Apakah semuanya hanya bagian dari kehidupan semata atau
apakah ada faktor manusia yang menjadi penyebab?
Teks menyatakan bahwa selama pemerintahan SBY, terjadi serangkaian peristiwa yang memiliki
dampak luar biasa bagi kehidupan bangsa. Diawali dengan tsunami pada tahun 2004, berbagai
peristiwa seperti kerusuhan di Tarakan, pembantaian di Madura, dan kerusuhan di Jakarta, semuanya
disebutkan sebagai kejadian yang signifikan.
Ada penekanan pada ketidakstabilan keamanan di beberapa daerah, terutama dalam menghadapi
kelompok preman. Polisi dipuji karena menangani kasus teroris, tetapi tidak efektif dalam
menghadapi para preman yang menguasai sektor kehidupan. Ini disoroti sebagai ironi, menimbulkan
pertanyaan apakah negara ini dapat menjadi rentan seperti Meksiko, di mana pemerintah kesulitan
menghadapi kelompok narkoba yang kuat.
Teks membahas korupsi di kalangan wakil rakyat, dengan kasus pemilihan Deputi Gubernur BI,
Miranda Gultom, yang melibatkan anggota DPR dari PDIP, Golkar, PPP, dan TNI. Sogok dan suap
dianggap sebagai "aqidah" (prinsip atau keyakinan yang kuat).
Teks menyoroti tingginya tingkat korupsi di kalangan wakil rakyat, dengan lebih dari 24 anggota DPR
dari PDIP, Golkar, PPP, dan TNI yang ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK karena menerima suap.
Peristiwa terkait bailout Bank Century menjadi sorotan dalam teks. Keputusan yang merugikan
negara triliun rupiah disoroti, dan penulis mengkritik para wakil rakyat yang mengubah pendiriannya
setelah Sri Mulyani mengundurkan diri, dan kasus Bank Century ditutup.
Tragedi Kecelakaan Kereta Api di Penarukan, Pemalang:
Teks membahas tragedi tabrakan kereta api di Penarukan, Pemalang, yang menewaskan puluhan
orang. Ada penekanan pada ketidakadilan dalam prioritas antara kereta ekonomi dan eksekutif, di
mana kepentingan orang kaya mengalahkan kepentingan orang miskin.
Teks menyebutkan tsunami di Wasior, Papua, yang menyebabkan kerusakan besar dan menyisakan
banyak korban manusia. Peristiwa ini digambarkan sebagai salah satu dari banyak musibah yang
terus berlanjut di berbagai wilayah Indonesia.
Teks membahas keputusan politik, seperti pemilihan Kapolri dan pembatalan kunjungan Presiden SBY
ke Belanda. Ada spekulasi tentang tekanan politik dari kelompok RMS di Belanda sebagai alasan
pembatalan kunjungan.
Pemikiran kritis dan tindakan Yusril disoroti, terutama dalam membuka borok-borok pemerintah,
termasuk keabsahan Pemilu dan kasus IT di KPU.
Terdapat puisi "Negeri Para Bedebah" yang mencerminkan kritik terhadap para pemimpin yang hidup
mewah sementara rakyat menderita, serta penekanan pada pentingnya perubahan dalam
menghadapi penguasa yang tidak adil.
Terdapat essay "Serigalakan Bangsa Ini" yang membahas dampak penjajahan sebagai akibat dari
kelemahan bangsa sendiri, dan mengajak untuk mengubah nasib bangsa melalui perjuangan.
Teks menyoroti kebohongan yang dipelihara oleh penguasa dan adanya kepentingan asing,
khususnya yang terkait dengan kesehatan dan politik. Pembatalan pengangkatan Menteri Kesehatan
dan penggantian dengan alasan kesehatan menjadi contoh kebohongan.
Korupsi sebagai Masalah Utama:
Korupsi di Indonesia disoroti sebagai masalah yang merajalela. Teks menyatakan bahwa Indonesia
adalah "negeri surganya para koruptor" dan bahwa kasus korupsi sering kali menguap begitu saja
atau dialihkan dengan kasus baru.
Teks menyebutkan pengalihan isu dengan menciptakan kasus terorisme, yang digunakan untuk
mengalihkan perhatian dari masalah yang mengganggu pemerintah. Pengejaran teroris disebut
sebagai biaya sosial yang harus dikeluarkan oleh aparat.
Teks mencatat berbagai tantangan yang dihadapi oleh bangsa Indonesia, seperti banjir, korupsi, mafia
hukum, perdagangan narkoba, westernisasi, kemiskinan, dan ancaman disintegrasi.
Teks menekankan bahwa untuk mencapai kemakmuran dan keadilan, aturan hukum harus
ditegakkan secara konsisten dan tanpa pandang bulu. Prinsip "KORUPSI 0%" dianggap sebagai kunci
untuk mencapai kebahagiaan dan kesejahteraan materi.
Teks menyampaikan pesan optimisme bahwa meskipun kondisi Indonesia sulit, masih ada harapan
dan peluang untuk memperbaiki keadaan. Optimisme ini didasarkan pada keyakinan bahwa
kehidupan Islam tidak akan berakhir meskipun suatu negara mengalami kehancuran.