DEMOKRASI DIKEBIRI, PEMILU DIKUASAI OLIGARKI, RAKYAT
DIBOHONGI! “Suatu Saat si Miskin (99%) tidak akan punya apa-apa untuk dimakan kecuali si Kaya (1%)” Jean-Jacques Rousseau
Pasca jatuhnya rezim Orde Baru, Indonesia mendaku sebagai negara
demokrasi. Tahun 2000an awal menjadi momen penting bagaimana situasi kehidupan berdemokrasi berubah. Kebebasan pers, kebebasan berserikat, berkumpul, dan berpendapat, desentralisasi kekuasaan ke daerah, dll. Kondisi itu dengan cepat putar balik, selama dua dekade rezim kapitalisme oligarki Jokowi berdiri. Kekuasaan diambil oleh pusat, seluruh ruang hidup dan pengawasan nya ditarik dan dikuasai oleh segelintir orang-orang berkuasa di silang Monas, yang sama sekali tidak paham dan tidak punya kepedulian terhadap hidup kita. Rakyat yang melawan dengan mudah dipenjara, orang-orang kecil diusir dari tempat hidup nya, buruh dipaksa bekerja dengan upah murah dan dengan mudah diberhentikan sepihak. Levitsky dan Way (2015) dengan teori democratic recession melihat bahwa kemunduran demokrasi dapat dipahami sebagai penurunan kualitas demokrasi secara bertahap dan menuju pada ciri rezim autokrasi dan otoriter. Lebih lanjut sulit bagi kita melihat momen spesifik yang menunjukkan pemerintah tidak lagi demokratis. Penurunan kualitas di Indonesia dapat ditandai dengan berbagai kebijakan dan peraturan hukum yang semakin mempersempit ruang rakyat. Beberapa hal yang jelas terlihat adalah lahirnya undang-undang ITE, disahkannya undang-undang cipta kerja,disahkannya UU KUHP, Perpres PSN, revisi undang-undang minerba dan masih banyak lagi. Produk hukum inilah yang kemudian membungkam demokrasi dengan berbagai bentuk mulai dari kesewenang-wenangan dalam penentuan proyek strategis nasional, sentralisasi kekuasaan ke pusat, mengebiri hak-hak buruh, menguatnya militer, kriminalisasi akibat pasal karet ITE, dan bahkan dalam satuan pendidikan dengan mudahnya mahasiswa mengalami drop out karena menentang pemerintahan yang korup. Nyaris tidak ada ruang untuk kita tidak bersepakat dengan kebijakan yang dipaksakan negara. Kebijakan hukum yang dibuat jelas memberikan legitimasi untuk tujuan anti-demokrasi. Hal lain, yang jelas terlihat adalah bagaimana pemerintah mendaku demokrasi telah berjalan dengan benar hanya karena selalu terselenggaranya pemilihan umum lima tahunan. Padahal, melemahnya demokrasi juga ditandai dengan melemahnya institusi politik. Begitu kentara bagaimana partai politik tidak lagi memiliki ideologi yang jelas terkait keberpihakannya terhadap rakyat miskin dan marginal. Lemahnya institusi politik tak berideologi ini juga terlihat bagaimana setiap partai mengamankan kepentingan kursinya, membawa program-program titipan cukongnya, dan melahirkan penguasa-penguasa yang pada akhirnya justru menjelma menjadi pemimpin dan pemerintahan yang otoriter. Levitsky dan Ziblatt (2018) menjelaskan empat ciri utama dari perilaku otoriter yang melemahkan demokrasi, yakni: penolakan (atau pelemahan) komitmen terhadap aturan main demokrasi; penyangkalan legitimasi terhadap oposisi atau lawan politik; mentoleransi atau justru mendorong kekerasan; serta adanya kesiapan untuk membatasi kebebasan sipil dan lawan politik – termasuk pers dan media. Juga terlihat jelas bagaimana dinasti politik merongrong demokrasi kita. Dari segala bentuk pelemahan yang dilakukan, menguatnya oligarki dengan segala kebijakan, praktik manipulatif janji-janji politik yang berujung kepada penderitaan, rakyat jelas dibohongi!. Selama Kapitalisme dan oligarki masih mencengkeram dengan kuat negara ini selama itu rakyat dibohongi, dan selama itu juga kemiskinan dan ketimpangan akan terus terjadi. Tidak ada kebebasan sipil, tidak ada jaminan atas Hak Asasi Manusia, Hak atas Perempuan, dan Hak atas ruang hidup, tidak ada jaminan setiap orang akan mendapatkan akses terhadap alat produksi. Kita semua akan menjadi buruh–buruh pabrik, buruh tani, kaum miskin kota yang lontang-lantung mencari kerja, budak korporat.
Ingat, Kawan !!! Negara ini hanya dikuasai oleh 1% orang yang menguasai 99% kekayaan yang ada–yang hari ini sedang berlomba untuk mendapatkan kekuasaan. Ijon politik adalah nyata!