Anda di halaman 1dari 14

Perkembangan HAM

pada Masa Orde Baru


dan Reformasi

Oleh : Yafri
Nim : 2005040035
Mata Kuliah : Hak Asasi Manusia
Prodi : Ilmu Hukum
Hak asasi manusia (HAM) merupakan hak-hak dasar yang melekat pada diri
manusia secara kodrati, universal, dan abadi sebagai anugerah Tuhan Yang Maha
Esa .

Hak asasi manusia meliputi hak untuk hidup, hak berkeluarga, hak
mengembangkan diri, hak keadilan, hak kemerdekaan, hak-hak berkomunikasi,
hak keamanan, dan hak kesejahteraan yang tidak boleh diabaikan atau dirampas
oleh siapapun. 

Hak Asasi Manusia di Indonesia mengalami masa transisi sebanyak 3 periode :


1. Masa Orde Lama (Masa Ir. Soekarno)
2. Masa Orde Baru (Masa Soeharto)
3. Masa Reformasi (Masa B.J Habibie)
HAM Indonesia Pada Masa Orde Baru
Orde Baru tersebut berlangsung dari tahun 1968 hingga 1998. Dalam
jangka waktu tersebut, ekonomi Indonesia berkembang pesat meski hal
ini dibarengi praktek korupsi yang merajalela di negara ini. Selain itu,
kesenjangan antara rakyat yang kaya dan miskin juga semakin
melebar. Dalam beberapa aspek, HAM terjamin. Tetapi dalam
beberapa aspek lainnya, HAM tidak dilindungi.

Penegakan HAM pada Orde Baru


Orde Baru membawa banyak perubahan positif pada penegakan HAM.
Perubahan-perubahan tersebut antara lain menyangkut :
A. aspek politik,
B. ekonomi, dan
C. pendidikan.
A. Politik
Salah satu kebijakan politik yang mendukung persamaan HAM terhadap masyarakat Indonesia
di dunia internasional adalah didaftarkannya Indonesia menjadi anggota PBB lagi pada tanggal
19 September 1966. Dengan mendaftarkan diri sebagai anggota PBB, hak asasi manusia
Indonesia diakui persamaannya dengan warga negara di dunia.

B. Ekonomi
Orde Baru memilih perbaikan dan perkembangan ekonomi sebagai tujuan utamanya dan
menempuh kebijakannya melalui struktur administratif yang didominasi militer namun dengan
nasehat dari ahli ekonomi didikan Barat. Dalam hal ekonomi, masyarakat mendapatkan hak-
hak mereka untuk mendapatkan hidup yang layak. Program transmigrasi, repelita, dan
swasembada pangan mendorong masyarakat untuk memperoleh kemakmuran dan hak hidup
secara layak.

C. Pendidikan
Dalam bidang pendidikan, masa Orde Baru menampilkan kinerja yang positif. Pemerintah
Orde Baru bisa dianggap sukses memerangi buta huruf dengan beberapa program unggulan,
yaitu gerakan wajib belajar dan gerakan nasional orang tua asuh (GNOTA). Dengan demikian,
masyarakat Indonesia mendapatkan hak asasinya untuk mendapatkan pendidikan.
Pelanggaran HAM pada Orde Baru
Pada masa Orde Baru demokrasi tidak ada, kalangan intelektual dibelenggu, pers
di daerah di bungkam, KKN dan pelanggaran HAM terjadi di mana-mana . Secara
garis besar ada lima keburukan Orde Baru, yaitu:
A. kekuasaan pemerintah yang absolut,
B. rendahnya transparansi pengelolaan negara,
C. lemahnya fungsi lembaga perwakilan rakyat,
D. hukum yang diskriminatif
a. Kekuasaan pemerintah yang absolut
Suharto, presiden Republik Indonesia ke-2, menduduki tahta kepresidenan
Indonesia selama 32 tahun. Tampak jelas dalam pemerintahan Suharto di mana
pemerintahan dijalankan secara absolut. Presiden Suharto mengkondisikan
kehidupan politik yang sentralistik untuk melanggengkan kekuasaan. Salah satu
hak sebagai warga negara untuk mendapatkan kedudukan dalam pemerintahan
menjadi hak yang sulit didapatkan tanpa melakukan kolusi dan nepotisme.

b. Rendahnya transparansi pengelolaan


Pada masa Orde Baru, hak penyiaran dikekang. Berita-berita televisi dan surat
kabar tidak boleh membicarakan keburukan-keburukan pemerintahan, kritik
terhadap pemerintah, dan berita-berita yang dapat mengganggu stabilitas dan
keamanan nasional. Keuangan negara juga menjadi rahasia internal pemerintahan.
c. Lemahnya fungsi lembaga perwakilan rakyat
Lemahnya fungsi lembaga perwakilan rakyat menjadi salah satu keburukan Orde
Baru. Dewan Perwakilan Rakyat dan Majelis Permusyawaratan Rakyat menjadi
semacam boneka yang dikendalikan oleh pemimpin negara. Dalam hal ini,
aspirasi-aspirasi dan keinginan rakyat tidak mampu diwujudkan oleh pemerintah.

d. Hukum yang diskriminatif


Hukum yang diskriminatif menjadi keburukan Orde Baru selanjutnya. Hukum
hanya berlaku bagi masyarakat biasa atau masyarakat menengah ke bawah.
Pejabat dan kelas atas menjadi golongan yang kebal hukum. Hak masyarakat
untuk mendapatkan perlakukan yang sama di depan hukum menjadi hal yang
sangat langka. Hak asasi sosial dilanggar oleh pemerintah. Diskriminasi terhadap
hak-hak asasi kaum minoritas pun menjadi pelanggaran HAM pada saat itu.
Beberapa kekurangan sistem orde baru dapat dirangkum sebagai berikut :

1. Semaraknya korupsi, kolusi, nepotisme,


2. Pembangunan Indonesia yang tidak merata dan timbulnya kesenjangan pembangunan antara
pusat dan daerah, sebagian disebabkan karena kekayaan daerah sebagian besar disedot ke
pusat,
3. Munculnya rasa ketidakpuasan di sejumlah daerah karena kesenjangan pembangunan,
terutama di Aceh dan Papua,
4. Bertambahnya kesenjangan sosial (perbedaan pendapatan yang tidak merata bagi si kaya
dan si miskin),
5. Kritik dibungkam dan oposisi diharamkan,
6. Kebebasan pers sangat terbatas, diwarnai oleh banyak koran dan majalah yang dibreidel,
7. Penggunaan kekerasan untuk menciptakan keamanan, antara lain dengan program
"Penembakan Misterius" (petrus), dan
8. Tidak ada rencana suksesi (penurunan kekuasaan ke pemerintah/presiden selanjutnya).
HAM Indonesia Pada Periode Reformasi
Pada tanggal 21 Mei 1998 Presiden Soeharto mengundurkan diri dari
jabatannya sebagai presiden RI dan menyerahkan jabatannya kepada wakil
presiden B.J. Habibie. Peristiwa ini menandai berakhirnya kekuasaan Orde
Baru dan dimulainya Orde Reformasi.

Penegakan HAM pada Masa Reformasi


Orde reformasi membawa banyak perubahan ke arah yang lebih baik.
Beberapa perubahan positif yang dibawa oleh reformasi pada periode jabatan
presiden B.J. Habibie adalah:
a. Kebijakan dalam bidang politik
Reformasi dalam bidang politik berhasil mengganti lima paket undang-undang masa Orde Baru dengan tiga
undang-undang politik yang lebih demokratis. Berikut ini tiga undang-undang tersebut.
• UU No. 2 Tahun 1999 tentang Partai Politik.
• UU No. 3 Tahun 1999 tentang Pemilihan Umum.
• UU No. 4 Tahun 1999 tentang Susunan dan Kedudukan DPR/MPR.
Kebijakan dalam bidang politik ini membawa pengaruh pada tata politik yang adil. Hak warga negara untuk
mendapatkan kedudukan di bidang politik dan pemerintahan menjadi terbuka. DPR dan MPR mulai
berfungsi dengan baik sebagai aspirasi rakyat untuk memperoleh hak-hak mereka.

b. Kebijakan dalam bidang ekonomi


Untuk memperbaiki perekonomian yang terpuruk, terutama dalam sektor perbankan, pemerintah
membentuk Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN). Selanjutnya pemerintah
mengeluarkan UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Tidak
Sehat, serta UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Perbankan menjadi sektor
yang penting untuk menjaga stabilitas ekonomi. Masalah utang negara dan inflasi menyebabkan
masyarakat tidak berdaya untuk memperoleh kehidupan yang layak. Bank Indonesia menjadi
pusat keuangan negara untuk mengatur aliran uang demi stabilitas ekonomi rakyat.
c. Kebebasan menyampaikan pendapat dan pers
Kebebasan menyampaikan pendapat dalam masyarakat mulai
terangkat kembali. Hal ini terlihat dari munculnya partai-partai politik
dari berbagai golongan dan ideologi. Masyarakat bisa menyampaikan
kritik secara terbuka kepada pemerintah. Di samping kebebasan dalam
menyatakan pendapat, kebebasan juga diberikan kepada pers. Dengan
pers, masyarakat dapat menyerukan aspirasi mereka. Hak masyarakat
untuk mendapatkan informasi secara jelas dan terbuka pun mulai
dibuka.

d. Pelaksanaan Pemilu
Pada masa pemerintahan Habibie, berhasil diselenggarakan pemilu
multipartai yang damai dan pemilihan presiden yang demokratis.
Pemilu tersebut diikuti oleh 48 partai politik.
Pelanggaran HAM pada Masa Reformasi
a. Kebijakan Yang Anti Rakyat Miskin
Kebijakan/strategi ekonomi pasar yang pro-modal kuat yang telah membawa dua
dampak di bidang aturan hukum/perundangan. Pertama, aturan hukum telah diskriminatif
terhadap kaum miskin dan secara sistematis menghilangkan hak-hak dasar kaum miskin;
Kedua, diabaikannya/ tidak dijalankannya hukum dan peraturan yang secara substansial
berpihak pada kelompok miskin
b.Meningkatnya Pengangguran dan Masalah Perburuhan
Melalui UU No 13 tahun 2003, pemerintah mengundang para investor untuk membuka
lapangan kerja dengan mengurangi “perlindungan” terhadap buruh, PHK massa
dilegalkan.
Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) yang mengatur tentang Perubahan Perhitungan
Uang Pesangon, Uang Penghargaan Masa Kerja dan Uang Penggantian Hak.
RPP tentang Program Jaminan Pemutusan Hubungan Kerja (RPP Jaminan PHK).
Singkatnya, paket-paket RPP tersebut mengandung arti melestarikan sistem kontrak dan
outsorcing dan mempertegas pelegalan PHK. Dengan demikian perjuangan kaum buruh
menuntut hak-hak normatifnya akan semakin jauh dari realitas.
c. Terabaikannya hak-hak dasar rakyat
Pemenuhan hak dasar rakyat merupakan salah satu komitmen yang
tertuang dalam Strategi Pembangunan Nasional 2004-2005. Namun pada
kenyataanya, implementasi kebijakan itu hingga sekarang sepertinya
belum berubah dimana pembangunan masih menekankan pada
pertumbuhan ekonomi, dengan mengabaikan pemerataan dan keadilan.
SEKIAN
DAN
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai