Anda di halaman 1dari 17

“HAK ASASI MANUSIA”

PAPER
UNTUK MEMENUHI TUGAS MATAKULIAH
Pendidikan Kewarganegaraan
Yang diampu oleh Ibu Desinta Dwi Rapita, S.Pd, S.H, M.H

Disusun oleh:
Almira Murfidyah (180422623170)
Ayu Bahraeni Pramesti (180422623184)
Leo Chandra Pradana (180432625097)
Anggadika Ismawanto (130411612548)

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


FAKULTAS EKONOMI
2018
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI.........................................................................................................................................1
A. PERKEMBANGAN HAM DI INDONESIA................................................................................3
B. PROBLEMATIKA HAM DI INDONESIA..................................................................................5
C. SOSIALISASI HAM DAN PERAN UNIVERSITAS...................................................................9
D. AMANDEMEN UUD 1945........................................................................................................10
E. PENEGAKAN HAK ASASI MANUSIA...................................................................................12
A. PERKEMBANGAN HAM DI INDONESIA
Di Indonesia, HAM banyak mengalami dinamika yang penuh perjuangan dalam
penegakannya. Berbagai macam upaya telah di lakukan oleh para leluhur-leluhur kita di masa
lampau untuk tercapainya penegakan HAM yang seadil-adilnya. Beberapa pengertian
mengenai HAM juga diutarakan oleh banyak ahli bahkan dalam UndangUndang ada
pengertian dan segala hal yang berkaitan dengan HAM. Dari UU No. 39 Tahun 1999, dapat
ditarik kesimpulan bahwa HAM ialah seperangkat hak yang melekat pada hakikat setiap
keberadaan manusia yang merupakan makhluk Tuhan Yang Maha Esa. Hak merupakan
anugerah-Nya yang haruslah untuk dihormati, dijunjung tinggi, serta dilindungi oleh Negara,
hukum, pemerintah, dan setiap orang untuk kehormatan serta perlindungan harkat martabat
manusia. Sedangkan menurut Prof. Koentjoro Poerbopranoto, hak asasi manusia adalah suatu
hak yang bersifat mendasar. Hak yang telah dimiliki setiap manusia dengan berdasarkan
kodratnya yang tidak dapat bisa dipisahkan sehingga HAM bersifat suci. Berbeda pengertian
dengan Prof. Koentjoro, menurut Miriam Budiarjo HAM adalah hak yang harus dimiliki pada
setiap orang yang dibawa sejak lahir ke dunia, dan menurut Miriam Budiarjo hak tersebut
memiliki sifat yang universal, hal ini karena dimiliki tanpa adanya perbedaan ras suku,
budaya, agama, kelamin, dan sebagainya. Lain halnya dengan Franz Magnis Suseno yang
mengartikan HAM sebagai hak-hak yang sudah dimiliki pada setiap manusia dan bukan
karena diberikan oleh masyarakat. Bukan karena hukum positif yang berlaku, namun dengan
berdasarkan martabatnya sebagai seorang manusia. Manusia memiliki HAM karena ia adalah
manusia. Yang terakhir yakni Oemar Seno Adji yang mendefinisikan hak asasi manusia
sebagai hak yang melekat pada setiap martabat manusia sebagai insan dari ciptaan Tuhan
Yang Maha Esa yang memiliki sifat tidak boleh dilanggar oleh siapapun itu. Beberapa
pengertian HAM menurut para ahli di atas sebenarnya memiliki satu makna yang sama yakni
HAM merupakan hak dalam diri kita yang ada semenjak lahir dan patut kita dapatkan dan
perjuangkan. Di luar dari pengertian HAM di atas, Indonesia mengalami dinamika dalam
penegakan HAM. Dimulai sebelum kemerdekaan bahkan hingga saat ini kita selalu
mengupayakan yang terbaik agar mendapat keadilan. Berikut ini berbagai dinamika yang
terjadi di Indonesia dalam penegakan Hak Asasi Manusia:
1. Periode sebelum kemerdekaan (1908-1945)
Pemikiran modern tentang HAM di Indonesia baru muncul pada abad ke-19. Orang
Indonesia pertama yang secara jelas mengungkapkan pemikiran mengenai HAM
adalah Raden Ajeng Kartini3. Pemikiran itu diungkapkan dalam surat-surat yang
ditulisnya 40 tahun sebelum proklamasi kemerdekaan. Pemikiran HAM juga terjadi
pada perdebatan di sidang (BPUPKI) antara Soekarno dan Moh. Yamin pada pihak
lain. Hal ini berkaitan dengan masalah hak persamaan kedudukan di muka hukum,
hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak, hak untuk memeluk agama dan
kepercayaan, hak berserikat dan berkumpul, hak meengeluarkan pikiran baik tertulis
maupun tidak tertulis.
2. Periode setelah kemerdekaan (1945 - sekarang)
a. Periode 1945-1950
Pemikiran HAM pada awal kemerdekaan masih pada hak untuk merdeka.
Pemikiran HAM telah mendapatkan legitimasi secara formal karena telah
memperoleh pengaturan dan masuk ke dalam hokum dasar negara (konstitusi)
yaitu UUD 1945.
b. Periode 1950-1959
Pemikiran HAM pada masa ini mendapat tempat yang bagus. Indikatornya
adalah semakin banyaknya pertumbuhan partai-partai politik, adanya
kebebasan pers, pemilihan umum, adanya parlemen atau Dewan Perwakilan
Rakyat (DPR).
c. Periode 1959-1966
Pada periode ini sistem pemerintahan yang berlaku adalah sistem demokrasi
terpimpin sebagai reaksi penolakan Soekarno terhadap sistem demokrasi
parlementer. Pada periode ini kekuasaan terpusat pada Presiden.
d. d) Periode 1966-1998
Pada awal periode ini telah diadakan berbagai seminar tentang HAM. Salah
satu seminar tentang HAM dilaksanakan pada tahun 1967 yang telah
merekomendasikan gagasan tentang perlunya pembentukan pengadilan HAM,
pembentukan komisi dan pengadilan HAM untuk wilayah Asia. Sementara itu
pada awal tahun 1970-an sampai akhir tahun 1980-an persoalan HAM di
Indonesia mengalami kemunduran. Meskipun dari pihak pemerintah
mengalami kemunduran, pemikiran HAM masih ada di kalangan masyarakat
yang dimotori oleh LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) dan masyarakat
akademis yang fokus terhadap penegakan HAM. Upaya yang dilakukan oleh
masyarakat menjelang periode 1990-an memperoleh hasil yang
menggembirakan karena terjadi pergeseran strategi pemerintah dari represif
dan defensif ke strategi akomodatif serta kooperatif. Hal ini bisa dilihat
dengan dibentuknya KOMNAS HAM berdasarkan KEPRES No. 50 Th. 1993
tanggal 7 Juni 1993.
e. Periode 1998-sekarang
Pergantian rezim pemerintahan dari orde baru ke era reformasi pada tahun
1998 memberikan dampak yang sangat besar pada perlindungan HAM. Pada
masa pemerintahan Habibie, penghormatan dan perkembangan HAM sangat
signifikan yang ditandai oleh adanya TAP MPR No.XVII/MPR/HAM yaitu;
konvensi menentang penyiksaan dan perlakuan kejam lainnya dengan UU
No.5/1999; konvensi penghapusan segala bentuk deskriminasi rasial dengan
UU No.29/1999; konvensi ILO No.87 tentang kebebasan berserikat dan
perlindungan hak untuk berorganisasi dengan keppres No.83/1998; konvensi
ILO No.111 tentang deskriminasi dalam pekerjaan dan jabatan dengan UU
No.21/1999; konvensi ILO No.138 tentang usia minimum untuk
diperbolehkan bekerja dengan UU no.20/1999.

B. PROBLEMATIKA HAM DI INDONESIA


Hambatan dalam upaya penegakkan Hak Asasi Manusia yang antara lain
adalah: (1) kondisi poleksosbud hankam; (2) faktor komunikasi dan informasi yang
belum digunakan secara maksimal dan benar; (3) faktor kebijakan pemerintah; (4)
faktor perangkat perundangan; (5) faktor aparat dan penindakannya.
Dalam kondisi poleksosbudhankam, kondisi perpolitikan di Indonesia yang
masih belum menuju ke arah demokratis yang sebenarnya mempunyai andil yang
besar terhadap pelanggaran hakhak asasi manusia. Perekonomian yang belum
mendukung dan belum sampai pada tingkat masyarakat yang sejahtera, pengangguran
dari yang terdidik sampai pengangguran yang tidak terdidik, perbedaan peta berfikir
yang ekstrim yang berdasarkan pada suku, agama, ras dan antar golongan, serta factor
keamanan dianggap sebagai pemicu atau penyebab terjadinya pelanggaran hak asasi
manusia atau sebagai penghambat utama upaya penegakkan hak asasi manusia. Salah
satu faktor terhambatnya penegakan HAM di Indonesia adalah kondisi sosial budaya.
Hal ini tidak terlepas dari kondisi Indonesia yang berupa negara kepulauan. Dengan
banyaknya pulau di Indonesia maka beraneka ragam pula adat, kebudayaan, ras,
maupun suku di Indonesia. Kondisi sosial budaya yang menghambat penegakan
hukum di Indonesia diantaranya adalah:
 Masih tingginya penerapan hukum adat di atas hukum nasional sehingga
beberapa ketentuan justru melanggar HAM suatu kelompok masyarakat, hal
ini mengakibatkan pemerintah dan aparat kepolisian kesulitan untuk
menegakkan HAM untuk kelompok masyarakat tersebut.
 Status sosial dan stratifikasi penduduk Indonesia yang sangat kompleks
membuat penegakan HAM sulit untuk dilakukan.

Masayarakat sebagai objek penegak hukum berperan besar dalam penegakan HAM.
Walaupun sebagai objek, beberapa hambatan penegakan HAM justru datang dari masyarakat
itu sendiri yakni:
 Masih rendahnya pemahaman penduduk tentang HAM sehingga mereka
tidak menyadari ketika hak-haknya telah dilanggar.
 Kurangnya pengetahuan masyarakat tentang upaya aparat dan pemerintah
dalam melindungi kepentingan-kepentingannya.
 Ketidakberdayaan masyarakat untuk memanfaatkan perlindungan hukum
untuk menuntut haknya karena keterbatasan ekonomi, kondisi psikologi,
maupun terkendala faktor sosial dan politik.
 Belum banyak masyarakat yang sadar hukum dan betapa pentingnya
penegakan HAM di dalam kehidupan.
 Masih banyak masyarakat yang enggan berpartisipasi dalam penegakan
HAM seperti membiarkan pelanggaran HAM terjadi di sekitarnya dengan
alasan tidak mau menggangu urusan orang lain.
Dalam faktor komunikasi dan informasi yang belum digunakan secara maksimal dan
secara benar, komunikasi dan informasi yang akurat sangat penting, untuk mengambil dan
menghasilkan suatu kebijakan yang berkaitan dengan permasalahan hak-hak warga negara
termasuk hak asasi manusia. Sementara itu, dalam faktor kebijakan pemerintah, tidak semua
penguasa mempunyai kebijakan yang sama tentang pentingnya hak asasi manusia. Sering kali
mereka lupa atau bahkan tidak menghiraukan masalah tentang hak-hak masyarakatdalam
menentukan kebijakan. Komunikasi dan informasi menjadi salah satu penyebab terhambatnya
penegakan HAM di Indonesia. Hal ini dikarenakan beberapa hal sebagai berikut:
 Kondisi geografis Indonesia yang terdiri dari gunung, lembah, rawa-
rawa dan sebagainya serta bentuk negaranya yang berupa negara
kepulauan menyebabkan sulitnya akses komunikasi dan informasi ke
beberapa daerah.
 Belum adanya sarana dan prasarana yang memadai yang mencakup
seluruh wilayah Indonesia untuk berkomunikasi dan menyebarkan
informasi.
 Belum banyak sumber daya manusia yang berpendidikan dan terampil
untuk memecahkan masalah komunikasi dan informasi di Indonesia.
Meskipun beberapa peneliti sudah menghasilkan terobosan baru di
bidang komunikasi dan informasi namun dukungan pemerintah dan
pihak swasta di Indonesia masih rendah.
 Terbatasnya sistem informasi yang digunakan di Indonesia dari segi
perangkat maupun teknologinya.

Dalam membuat kebijakan, pemerintah harus berpedoman kepada kepentingan


nasional. Kebijakan pemerintah sangat berpengaruh terhadap penegakan HAM. Beberapa
hambatan dalam penegakan HAM oleh pemerintah adalah:
 Beberapa kebijakan pemerintah menimbulkan pro dan kontra di
dalam masyarakat karena dianggap tidak bisa melindungi hak seluruh
warga Negara.
 Untuk menjaga stabilitas nasioal terkadang pemerintah sendiri yang
justru mengabaikan HAM warga negaranya.
 Belum adanya kesamaan prinsip atau pandangan tentang pentingnya
jaminan HAM oleh para penguasa.

Dalam faktor perangkat perundangan, peraturan perundang-undangan tentang hak asasi


manusia di Indonesia sudah banyak, namun dirasa masih belum cukup, termasuk yang
tercantum di dalam Undang-Undang Dasar 1945 dengan amandemen. Sebagai contoh adalah
masalah interpretasi antara pasal 28 J dengan pasal 28 I tentang hak hidup yang tidak boleh
dikurangi. Hambatan-hambatan penegakan HAM oleh peraturan perundangan adalah:

 Beberapa perundang-undangan merupakan pengesahan dari ketentuan yang


ditetapkan dalam konvensi internasional. Tidak semua isi ketentuan dalam konvensi
tersebut sesuai untuk diterapkan di Indonesia karena berbedanya situasi dan kondisi
Negara.
 Terdapat peraturan perundang-undangan yang belum memiliki aturan pelaksanaannya
sehingga menyulitkan aparat kepolisian untuk menegakkannya.
 Terdapat beberapa ketentuan dalam perundang-undangan yang saling bertentangan
 Tidak adanya perundang-undangan yang sedemikian lengkap yang dapat mengatur
semua perilaku manusia sehingga mayoritas ketentuan dibuat setelah terjadinya
permasalahan.

Dalam faktor aparat dan penindakannya (law enforcement), masih banyaknya


permasalahan pada birokrasi pemerintahan Indonesia, tingkat pendidikan dan kesejahteraan
sebagian aparat yang dinilai masih belum layak, aparat penegak hukum yang mengabaikan
prosedur kerja sering membuka peluang terjadinya pelanggaran Hak Asasi Manusia. Aparat
yang dimaskud disini adalah aparat kepolisian. Polri memiliki tanggung jawab dalam
penegakan HAM di Indonesia. Hal ini karenakan polri memiliki tugas dalam menjaga
supremasi HAM sesuai ketentuan yang tertuang di dalam UU (Undang-Undang) No. 2 Tahun
2002, yakni:

 Polri harus menjaga dan melindungi keamanan masyarakat, tata tertib serta penegakan
hukum dan HAM.
 Polri harus menjaga keamanan umum dan hak milik, serta menghindari kekerasan
dalam menjaga tata tertib bermasyarakat dengan menghormati supremasi HAM.
 Polri dalam melakukan pemeriksaan terhadap tersangka harus menghormati asas
praduga tak bersalah sebagai hak tersangka sampai dinyatakan terbukti bersalah oleh
pengadilan Polri harus mematuhi norma-norma hukum dan agama untuk menjaga
supremasi HAM.

Kendala-kendala aparat dalam penegakan HAM dikarenakan berbagai faktor, diantaranya


adalah:

 Masih terdapat praktik korupsi dan kolusi di dalam aparat kepolisian, hal ini
dikarenakan masih lemahnya kualitas mental para penegak hukum terhadap pemuasan
kebutuhan tertentu terutama kebutuhan materil
 Aparat kepolisian harus bisa melindungi HAM seluruh warga negara tanpa kecuali
termasuk harus menghormati hak-hak tersangka pelanggaran HAM sampai terbukti
bersalah, hal ini dapat mempengaruhi proses penegakan HAM karena tidak sedikit
tersangka yang sebenarnya bersalah memanfaatkan hak-haknya sehingga mereka bisa
terlepas dari hukum.

C. SOSIALISASI HAM DAN PERAN UNIVERSITAS


Dalam berbagai pertemuan internasional yang diprakarsai UNESCO sejak dekade abad
20, universitas diharapkan senantiasa proaktif dalam merespon tantangan demokratisasi,
globalisasi, regionalisasi, polarisasi, marginalisasi dan pragmentasi.

Berkaitan dengan itu, maka universitas sebagai lembaga pendidikan yang memiliki tugas
Tri Dharmanya (Pendidikan, Penelitian, dan Pengabdian Masyarakat) diharapkan dapat
berfungsi sebagai layanan informasi, sosialisasi, dan pendidikan HAM bagi semua pihak
yang membutuhkan. Selain itu, sebagai bagian dari rencana Aksi Nasional Sosialisasi HAM
Departemen Kehakiman dan HAM serta Puslit HAM dapat membangun sekaligus
memperkuat jalinan kemitraan, untuk melakukan misi bersama dalam penegakan,
perlindungan dan pemajuan HAM disemua jenjang, jenis dan jakur pendidikan. Pada jejang
pendidikan tinggi diharapkan terdorong untuk membentuk Pusat Studi HAM secara lebih
meluas, pembentukan perpustakaan HAM, pembentukan program studi bergelar dan non-
gelar  dengan spesialisasi HAM.

Selanjutnya jalur pendidikan sekolah dapat diupayakan bersama, antara lain adalah :

1.      Penyiapan kurikulum dan buku pelajaran HAM yang menganut pendekatan integratif
dalam mata pelajaran atau bidang studi yang relevan pada jenjang pendidikan dasar dan
menengah, termasuk dilingkungan perguruan agama.
2.      Menerjemahkan bahan-bahan pengajaran mengenai HAM.
3.      Menyelenggarakan gerakan pelatihan para guru dibidang HAM.
Dengan strategi ini, diharapkan konsep HAM di Indonesia dapat tersosialisasi ke seluruh
penjuru nusantara dan masyarakat yang beraneka ragam baik suku bangsa, agama, ras atau
etnik, dan golongan yang ada dimasyarakat.
D. AMANDEMEN UUD 1945
Perubahan yang kedua UUD 1945, oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik
Indonesia melalui Sidang Tahunan MPR-RI Tahun 2000, khususnya tentang HAM (pasal 28)
dan Pertahanan dan Keamanan Negara, dapat diinformasikan sebagai berikut :

BAB XA – HAK ASASI MANUSIA


         Pasal 28A
Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya.
         Pasal 28B
(1)   Setiap orang berhak membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui
perkawinan yang syah.
(2)   Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta berhak atas
perlindungan dari kekerasan dan diskiriminasi.
·         Pasal 28C
(1)   Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya,
berhak mendapatkan pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan
teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan
umat manusia.
(2)   Setiap orang berhak mengajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya secara kolektif
untuk membangun masyarakat, bangsa, dan negaranya.
·         Pasal 28D
(1)   Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang
adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum.
(2)   Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan
layak dalam hubungan kerja.
(3)   Setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan dalam pemerintahan.
(4)   Setiap orang berhak atas status kewarganegaraan.
·         Pasal 28E
(1)   Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadah menurut agamanya, memilih
pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat
tinggal diwilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak kembali.
(2)   Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan
sikap, sesuai dengan hati nurani.
(3)   Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat.
·         Pasal 28F
Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan
pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki,
menyimpan, mengolah dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis
saluran yang tersedia.
·         Pasal 28G
(1)   Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, dan kehormatan, martabat
dan harta benda yang dibawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan
dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi.
(2)   Seiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan atau perlakuan yang merendahkan
derajat martabat manusia dan berhak memperoleh suaka politik dari negara lain.
·         Pasal 28H
(1)   Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapat
lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.
(2)   Setiap orang berhak mendapatkan kemudahan da perlakuan khusus untuk memperoleh
kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan.
(3)   Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinan pengembangan dirinya
secara untuk sebagai manusia yang bermanfaat.
(4)   Setiap orang berhak mempunyai hak milik pribadi dan hak milik tersebut tidak boleh
diambil alih secara sewenang-wenang oleh siapapun.
·         Pasal 28I
(1)   Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak
beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi dihadapan, dan hak
untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak
dapat dikurangi dalam keadaan apapun.
(2)   Setiap orang berhak bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apapun
dan berhak mendapat perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif itu.
(3)   Identitas budaya dan hak masyarakat tradisional dihormati selaras dengan perkembangan
zaman dan peradaban.
(4)   Perlindungan, pemajuan, penegakan dan penghormatan hak asasi manusia adalah
tanggung jawab negara, terutama pemerintah.
(5)   Untuk menegakan dan melindungi hak asasi manusia sesuai dengan prinsip negara
hukum yang demokratis, maka pelaksanaan hak asasi manusia dijamin, diatur dan dituangkan
dalam peraturan perundang-udangan.
         Pasal 28J
(1)   Setiap manusia wajib menghormati hak asasi manusia orang lain dalam tertib kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
(2)   Dalam menjalankan hak asasi dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada
pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk
menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan memenuhi
tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan dan
ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis.

E. PENEGAKAN HAK ASASI MANUSIA


1. PERJUANGAN DAN PENEGAKAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA
Ada beberapa langkah yang dapat diambil dalam penegakan dan perjuangan hak
asasi manusia di indonesia, yaitu:
a. Pendidikan dan sosialisasi hak asasi manusia
Penyebaran nilai nilai dan peningkatan praktik hak asasi manusia merupakan
salah satu agenda transisi politik demokrasi yang perlu diprioritaskan. Dalam hal
ini pendidikan dan sosialisasi merupakan langkah yang paling strategis karena
pendidikan dan sosialisasi dapat meningkatkan kesadaran rakyat terhadap hak
haknya dan hak hak orang lain, dengan begitu praktik kekuasaan sewenang
wenang dapat diminimalisir.
b. Advokasi hak asasi manusia
Advokasi adalah dukungan, pembelaan atau upaya dan tindakan yang
terorganisir dengan menggunakan peralatan demokrasi untuk menegakkan,
melaksanakan hukum dan kebijakan yang adil dan makmur. Advokasi terhadap
HAM bertujuan untuk mengubah lembaga-lembaga masyarakat dengan
menegakkan keadilan dan kesetaraan untuk memperoleh akses dari tuntutan
pengambilan keputusan.
c. Kelembagaan hak asasi manusia
Dalam rangka peningkatan pelaksanaan hak asasi manusia di indonesia
dibentuklah lembaga HAM yang bernama Komnas Nasional Hak Asasi Manusia
(KOMNAS HAM). Komnas HAM bertujuan untuk membantu mengembangkan
kondisi yang kondusif bagi pelaksanaan HAM dan meningkatkan perlindungan
HAM di Indonesia. Untuk mewujudkan tujuan tersebut komnas HAM
melakukan:
 Menyebarluaskan wawasan nasional maupun internasional mengenai
HAM
 Mengkaji instrumen PBB tentang HAM dengan tujuan memberikan saran
saran atau meratifikasinya
 Memantau dan menyelidiki pelaksanaan HAM serta memberikan
pendapat, saran, dan pertimbangan kepada badan pemerintahan negara
mengenai pelaksanaan HAM
 Mengadakan kerja sama regional dan internasional dalam rangka
memajukan dan melindungi HAM
2. KENDALA DAN TANTANGAN DALAM PENEGAKAN HAM
Secara umum kendala dan tantangan dalam penegakan ham dapat
dikelompokkan menjadi 3 yaitu: kendala ideologis, kendala ekonomis, dan kendala
teknis. Secara ideologis terdapat perbedaan yang sangat tajam mengenai konsepsi
HAM antara ideologi sosialis dan liberal. Konsepsi HAM dalam pandangan liberal
lebih mengutamakan hak hak pribadi, sipil,dan politik. Sedangkan konsepsi HAM
dalam pandangan liberal lebih mengutamakan kepentingan negara atau masyarakat
secara keseluruhan. Perbedaan inilah yang menjadi kendala penegakan HAM terlebih
di negara berkembang yang secara ekonomis maupun politis masih belum mantap.
Kendala penegakan HAM secara ekonomis dipacu oleh kondisi masyarakat
yang kondisi perekonomiannya terbatas sehingga tidak mampu memenuhi kebutuhan
dasar hidupnya. Yang membuat tidak terpenuhinya hak hak sipil dan politis
masyarakat.
Kendala penegakan HAM secara teknis dikarenakan belum diratifikasinya
berbagai instrumen internasional HAM oleh negara negara di dunia. Kalaupun
memang sudah di ratifikasi mereka cenderung menunda nunda pelaksanaan ratifikasi
dan pelaksanaan ketentuan konvensi.
3. PELANGGARAN HAM
Dalam negara yang menganut konstitusionalisme penegakan HAM identik
dengan penegakan konstitusi sbegai jaminan terhadap masyarakat. Perlindungan
HAM dalam konstitusi penerapannya dilakukan melalui Undang – Undang, praktik
penyelenggaraan pemerintahan, dan dalam penyelesaian kasus di pengadilan.
Dalam UU N0. 39 Tahun 1999 telah dijelaskan dalam Pasal 1 ayat 6 bahwa
Pelanggaran hak asasi manusia adalah setiap perbuatan seseorang atau kelompok
orang termasuk aparat negara baik disengaja maupun tidak sengaja, atau kelalaian
yang secara melawan hukum mengurangi, menghalangi, membatasi, dan atau
mencabut hak asasi manusia seseorang atau kelompok orang yang dijamin oleh
Undang-undang ini, dan tidak mendapatkan, atau dikhawatirkan tidak akan
memperoleh penyelesaian hukum yang adil dan benar, berdasarkan mekanisme
hukum yang berlaku.
Menurut UU No. 26 Tahun 2000, pelaku pelanggaran HAM yang berat
dirumuskan “setiap orang”. Hal ini berarti pertanggung jawaban pelanggaran HAM
dilaksanakan secara individual. Oleh karena itu, tidak dikenal pelanggaran HAM yang
dilakukan oleh negara atau oleh badan hukum publik maupun badan hukum perdata
(tidak dikenal pelanggaran HAM secara institusi).
Ada perbedaan yang membedakan hukum pidana HAM dengan hukum pidana
biasa yakni adanya pertanggungjawaban komandan militer. Dalam pasal 42 ayat 1
UU. No 26 Tahun 2000 menyatakan bahwa komandan militer dapat dimintai
pertanggung jawaban terhadap tindak pidana dalam yurisdiksi pengadilan HAM yang
dilakukan oleh pasukan yang berada di bawah komandonya dan pengendalianya
secara efektif. Demikian pula seorang atasan dapat dimintai pertanggung jawaban atas
pelanggaran HAM berat yang dilakukan bawahannya apabila atasan tersebut tidak
melakukan pengendalian terhadap bawahannya secara benar. Hal ini bisa terjadi
apabila atasan itu mengetahui bawahannya sedang melakukan pelanggaran HAM
berat namun tidak mengambil tindakan yang layak untuk mencegah atau
menghentikan perbuatan tersebut.
4. PELANGGARAN HAM DI MASA LALU
Ada 2 persoalan pokok pada pelanggaran HAM masa lalu yaitu, hak hak korban
pelanggaran HAM tidak pernah dipulihkan dan para pelaku pelanggaran HAM tidak
pernah diproses secara hukum sebagaimana mestinya. Karlina Leksono menegaskan
ada 3 langkah pengalaman di negara lain dalam penyelesaian pelanggaran HAM masa
lalu, yaitu:
 Memulihkan hak hak korban melalui proses reparasi ( semua upaya atau
tindakan yang mencakup pengakuan, rehabilitasi, restitusi dan kompensasi)
 Pertanggung jawaban hukum atas kejahatan yang dilakukan oleh pelaku
dengan membuka kemungkinan pemberian amnesti, tetapi tidak mengabaiakan
rasa keadilan
 Perlunya referensi kebijakan dari lembaga peradilan untuk memungkinkan
terciptanya penegakan hukum.
5. PROSEDUR PENYELESAIAN PELANGGARAN HAM
Dalam upaya menegakkan pengadilan HAM untu masalah HAM berat telah
dibentuk pengadilan HAM. Menurut UU No. 26 Tahun 2000, pelanggaran HAM berat
meliputi kejahatan genosida dan kejahatan kemanusiaan. Kejahatan genosida adalah
sebuah perbuatan dengan cara pembantaian atau pembunuhan secara masal yang
dilakukan dengan sistematis terhadap suatu kelompok, ras, bangsa, suku, agama, dsb
guna memusnahkannya. Sedangkan kejahatan kemanusiaan adalah perbuatan
kejahatan yang ditujukan pada penduduk sipil guna kepentingan suatu kelompok atau
individu. Contohnya seperti mencegah kelahiran, perbudakan, pengusiran atau
pemindahan suatu penduduk secara paksa, pemerkosaan, kejahatan apartheid,
penghilangan orang secara paksa, dsb. Selain itu ada pengadilan HAM Ad Hoc yang
digunakan untuk memutus pelanggaran HAM yang terjadi sebelum diundangkannya
UU No.26 Tahun 2000 tentang pengadilan HAM
6. KETENTUAN PIDANA
Untuk pelaku kejahatan genosida dan kemanusiaan diberikan ancaman
hukuman mati, penjara seumur hidup, atau pidana penjara paling lama 25 tahun dan
paling ringan 10 tahun. Untuk kejahatan penyiksaan diancam hukuman maksimal 15
tahun dan minimal 5 tahun. Bagi pelanggaran HAM yang berupa kekerasan seksual,
penganiayaan, SARA, dan penghilangan secara paksa diancam hukuman maksimal 20
tahun dan minimal 10 tahun.
7. KONSEKUENSI DAN PERADILAN HAM
Keberadaan pengadilan HAM perlu diberikan apresiasi terlepas dari kualitas
putusan hakim yang harus dipenuhi. Setelah pengadilan HAM terbentuk di indonesia,
indonesia mengalami kemajuan pesat dalam ilmu HAM. Karena para hakim, jaksa,
pengacara, maupun akdemisi hukum mau tidak mau, suka tidak suka, mereka harus
mempelajari HAM karena mereka harus bekerja kers untuk mengadili para pelanggar
HAM.
Dalam pasal 90 ayat 1 UU No. 39 Tahun 1999 menyatakan bahwa Setiap
orang dan atau kelompok yang memiliki alasan kuat bahwa hak asasinya telah
dilanggar dapat mengajukan laporan dan pengaduan lisan atau tertulis pada Komnas
HAM. Dan hal tersebut diterangkan kembali dalam Pasal 90 ayat 3 UU No. 39 tahun
1999 yang menyatakan bahwa Dalam hal pengaduan dilakukan oleh pihak lain, maka
pengaduan harus disertai dengan persetujuan dari pihak yang hak asasinya dilanggar
sebagai korban, kecuali untuk pelanggaran hak asasi manusia tertentu berdasarkan
pertimbangan Komnas HAM termasuk juga pengaduan melalui perwakilan.
8. PERLINDUNGAN SAKSI
Sebelum lahirnya UU No. 26 Tahun 2000 tidak dikenal adanya perlindungan
bagi korban dan saksi pelanggaran HAM. Akibatnya, bayak korban pelanggaran
HAM yang enggan melaporkan tindak pidana yang dialaminya begitupun dengan para
saksi yang enggan memberikan kesaksiannya karena takut akan keselamatan dirinya.
kondisi tersebut kemudian diantisipasi dalam Pasal 34 UU NO.26 Tahun 2000 dimana
setiap korban dan saksi perkara pelanggaran HAM berat berhak mendapat
perlindungan fisik dan mental dari segala macam bentuk ancaman, gangguan, teror,
dan kekerasan dari pihak manapun. Perlindungan ini wajib diberikan oleh aparat
penegak hukum dan keamanan.
9. PENANGKAPAN DAN PENAHANAN
Setelah mendapat laporan adanya pelanggaran terhadap HAM maka dilakukan
penangkapan tersangka yang dilakukan oleh penyidik beserta dengan bukti permulaan
yang cukup kuat, surat tugas, dan surat penangkapan serta uraian singkat mengenai
pelanggaran HAM berat yang dituduhkan. Untuk melakukan penangkaan sendiri,
minimal telah ada 2 alat bukti. Setelah penangkapan maka tersangka akan memasuki
tahap penahanan. Tahap penahanan ini bertujuan untuk meminimalisir kemungkinan
tersangka menghilangkan atau merusak barang bukti lain, kembali melakukan
pelanggaran HAM, dan melarikan diri. Selain itu penahanan ini jug bertujuan untuk
mempermudah penyelidikan dan penyidikan. Dalam melakukan tugasnya penyidik
memiliki beberapa wewenang yakni :
 Melakukan penyidikan dan pemeriksaan
 Melakukan pemanggilan dan meminta keterangan
 Memanggil saksi
 Meninjau tempat kejadian
 Memanggil pihak terkait
 Menggeledah, menyita, dan melakukan pemeriksaan terhadap bangunan
bangunan lain yang diperlukan dalam penyelidikan
 Mendatangkan ahli yang diperlukan dalam penyelidikan
10. PERADILAN
Setelah penyidikan selesai maka berkas akan dilimpahkan kepengadian untuk
dilakukan penuntutan. Majelis hakim yang memeriksa terdiri atas 5 orang yang terdiri
dari 3 hakim Ad Hoc dan 2 hakim pengadilan HAM. Persangkaan terhadap orang
yang melakukan kejahatan internasional berlaku yurisdiksi universal ang artinya dapat
dituntut oleh siapapun, dimanapun, dan kapanpun. Dalam sangkaan internasional
penuntutan dapat dilakukan oleh suatu negara atau penuntut internasional. Peradilan
internasional yang mengadili sangkaan kejahatan internasional dapat dikategorikan
menjadi 2 bentuk yaitu :
 Peradilan nasional yang berisfat Ad Hoc ( setelah selesai mengadili
peradilan dibubarkan)
 Peradilan internasional permanen ( international criminal court )
Tujuan dari pengadilan HAM adalah untuk memelihara perdamaian dunia,
menjamin HAM serta memberikan perlindungan, kepastian, keadilan bagi setiap
manusia.

Anda mungkin juga menyukai