Anda di halaman 1dari 33

Materi Inti 6- Komunikasi, Informasi dan Edukasi TB-HIV

MODUL PELATIHAN
KOLABORASI TB-HIV
BAGI PETUGAS
BAGI PETUGAS KTS DAN PDP DI
FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN

MATERI INTI 6
KOMUNIKASI INFORMASI DAN EDUKASI
TB-HIV

Direktorat Jenderal
Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian
Kesehatan R.I.
2016
Materi Inti 6- Komunikasi, Informasi dan Edukasi TB-HIV

I. DAFTAR ISI
I. DAFTAR ISI...........................................................................................................I

II. DISKRIPSI SINGKAT.............................................................................................1

III. TUJUAN PEMBELAJARAN...................................................................................2


1. TUJUAN PEMBELAJARAN UMUM.................................................................2
2. TUJUAN PEMBELAJARAN KHUSUS.............................................................2

IV. POKOK BAHASAN................................................................................................ 2

V. METODE, MEDIA & ALAT BANTU........................................................................2


1. METODE...........................................................................................................2
2. MEDIA...............................................................................................................3
3. ALAT BANTU....................................................................................................3

VI. LANGKAH-LANGKAH PEMBELAJARAN.............................................................3


SESI 1 : PENGKONDISIAN PESERTA................................................................3
SESI 2 : PERAN KIE DALAM PENCEGAHAN TB-HIV........................................3
SESI 3 : KIE TB-HIV DI LAYANAN TB DAN HIV.................................................3
SESI 4 : KOMUNIKASI EFEKTIF DAN KOMUNIKASI MOTIVASI......................4
SESI 5 : PENUTUP, REFLEKSI DAN RANGKUMAN..........................................4

VII. URAIAN MATERI................................................................................................5


POKOK BAHASAN 1 : PERAN KIE DALAM PENCEGAHAN TB-HIV .............. 5
POKOK BAHASAN 2 : KIE TB-HIV DI LAYANAN TB DAN HIV ........................ 5
POKOK BAHASAN 3 : K O M U N I K A S I E F E K T I F D A N K O M U N I K A S I
M O T I V A S I .........................................................................................................13

VIII. LATIHAN………………………………………………………….……………………24

IX. REFERENSI.........................................................................................................28

i
Materi Inti 6- Komunikasi, Informasi dan Edukasi TB-HIV

II. DESKRIPSI SINGKAT


Munculnya epidemi HIV dan AIDS di dunia menambah permasalahan TB, kinfeksi
Human Immunodeficiency Virus (HIV) akan meningkatkan risiko kejadian TB secara
signifikan. Tuberkulosis (TB) adalah penyebab kematian utama pada Orang dengan
HIV/AIDS (ODHA). Di Indonesia TB merupakan tantangan bagi pengendalian AIDS
karena merupakan infeksi penyerta yang sering terjadi pada ODHA (31,8%).

Kegiatan kolaborasi TB-HIV di Indonesia merupakan rangkaian kegiatan bersama


program Pengendalian TB dan program pengendalian HIV dan AIDS yang bertujuan
untuk mengurangi beban TB dan HIV pada masyarakat akibat kedua penyakit ini.
Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) merupakan komponen yang penting yang
menjadi bagian dari kegiatan bersama dalam program pencegahan dan pelayanan.
KIE juga merupakan intervensi yang sangat efektif dalam memainkan peranan penting
dalam menimbulkan suatu perubahan perilaku terutama pada populasi berperilaku
risiko tinggi.

Kegiatan KIE tidak dapat berdiri sendiri; hal ini harus didukung oleh layanan kesehatan
dan sosial yang direncanakan dalam bentuk kegiatan dan tujuan program secara
keseluruhan.Secara keseluruhan kegiatan KIE TB-HIV harus terintegrasi dalam
program pelayanan dan pencegahan baik di layanan TB maupun di layanan HIV.
Informasi dasar TB dan HIV, kaitan keduanya, cara penularan, pemeriksaan,
pengobatan dan program pencegahan penularan TB dan HIV perlu disampaikan
kepada pasien TB dan ODHA serta masyarakat.

Penyampaian informasi dan edukasi dilakukan baik oleh perawat, dokter maupun
petugas lainnya yang terkait dengan pasien TB dan ODHA membutuhkan sebuah
keterampilan dalam berkomunikasi. Elemen pokok dan hambatan dalam komunikasi
efektif serta ketrampilan dasar komunikasi motivasi akan mendukung petugas dalam
menyampaikan hal-hal penting untuk diketahui pasien.

1
Materi Inti 7- Komunikasi, Informasi dan Edukasi Pencegahan HIV-AIDS &
IMS

III. TUJUAN PEMBELAJARAN

A. Setelah
TUJUAN PEMBELAJARAN
mempelajari UMUM
materi peserta mampu melakukan KIE TB-HIV

B. Setelah
TUJUAN PEMBELAJARAN
mempelajari KHUSUS
materi peserta akan mampu:
1. Memahami pentingnya KIE dalam kegiatan kolaborasi TB-HIV
2. Melaksanakan KIE TB-HIV di layanan TB dan HIV
3. Menerapkan Komunikasi Efektif dan Komunikasi Motivasi di layanan

IV. POKOK BAHASAN


Pokok Bahasan 1: Peran KIE dalam pencegahan TB-HIV

Pokok Bahasan 2: KIE TB-HIV di layanan TB dan HIV


a. KIE TB-HIV di layanan TB
b. KIE TB-HIV di layanan HIV

Pokok Bahasan 3: Komunikasi Efektif dan Komunikasi Motivasi


a. Komunikasi Efektif
b. Komunikasi Motivasi

V. METODE, MEDIA & ALAT BANTU

1. METODE
 Pembelajaran dalam kelompok:
 Tugas baca,
 Diskusi,
 Latihan soal,
 Simulasi KIE,
 Role play dengan EPT
 Pleno hasil pembelajaran

2
Materi Inti 7- Komunikasi, Informasi dan Edukasi Pencegahan HIV-AIDS &
IMS

2. MEDIA
 Materi inti 6

3. ALAT BANTU
 Flipchart,
 Whiteboard,
 Video

VI. LANGKAH-LANGKAH PEMBELAJARAN

SESI 1: PENGKONDISIAN PESERTA


Langkah Proses Pembelajaran sebagai berikut:
 Fasilitator menyapa peserta dan memperkenalkan diri
 Menyampaikan tujuan pembelajaran dengan menggunakan bahan tayangan
 Melakukan apersepsi tentang materi yang akan dibahas dengan metoda curah
pendapat atau meminta beberapa peserta untuk menjawabnya

SESI 2: Proses
Langkah PERAN KIE DALAM
Pembelajaran PENCEGAHAN
sebagai berikut: TB-HIV
 Peserta secara bergantian membaca pokok bahasan 1 materi inti pelatihan
 Fasilitator mendorong peserta untuk menanyakan bagian yang tidak dimengerti.
 Melakukan apersepsi tentang materi yang dibahas dengan metoda curah
pendapat, meminta beberapa peserta untuk menjawabnya, atau penjelasan dari
narasumber.
 Peserta secara bergantian membaca pokok bahasan 1 materi inti pelatihan
hingga selesai
 Fasilitator mendorong peserta untuk menanyakan bagian yang tidak dimengerti.
 Melakukan apersepsi tentang materi yang dibahas dengan metoda curah
pendapat, meminta beberapa peserta untuk menjawabnya, atau penjelasan dari
narasumber.

SESI 3: Proses
Langkah KIE TB-HIV DI LAYANAN
Pembelajaran TB DAN HIV
sebagai berikut:
 Peserta secara bergantian membaca pokok bahasan 2 materi inti pelatihan
 Fasilitator mendorong peserta untuk menanyakan bagian yang tidak dimengerti.
 Melakukan apersepsi tentang materi yang dibahas dengan metoda curah
pendapat, meminta beberapa peserta untuk menjawabnya, atau penjelasan dari
narasumber.

3
Materi Inti 6- Komunikasi, Informasi dan Edukasi TB-HIV

SESI 4: Proses
Langkah KOMUNIKASI EFEKTIF
Pembelajaran sebagaiDAN KOMUNIKASI MOTIVASI
berikut:
 Peserta secara bergantian membaca pokok bahasan 3 materi inti pelatihan
 Fasilitator mendorong peserta untuk menanyakan bagian yang tidak dimengerti.
 Melakukan apersepsi tentang materi yang dibahas dengan metoda curah
pendapat, meminta beberapa peserta untuk menjawabnya, atau penjelasan dari
narasumber.
 Fasilitator meminta peserta untuk melakukan role play secara bergantian
 Fasilitator memberikan apersepsi tentang materi yang dibahas dan peragaan
yang telah dilaksanakan

SESI 5: Proses
Langkah PENUTUP, UMPAN
Pembelajaran BALIK
sebagai DAN RANGKUMAN
berikut:
 Fasilitator merangkum tentang pembahasan materi ini dengan mengajak seluruh
peserta untuk melakukan umpan balik. Dilanjutkan dengan memberikan apresiasi
atas keterlibatan aktif seluruh peserta.

4
Materi Inti 6- Komunikasi, Informasi dan Edukasi TB-HIV

VII. URAIAN MATERI

POKOK BAHASAN 1. PERAN KIE DALAM PENCEGAHAN TB-HIV

Memberikan informasi dan pendidikan tentang TB dan HIV untuk meningkatkan


kesadaran masyarakat tentang infeksi dan kaitan keduanya.. Mengacu kepada
Permenkes no. 21 tahun 2013, semua pasien TB dengan atau tanpa faktor risiko
HIV harus ditawarkan untuk pemeriksaan KT HIV. Penawaran KT HIV mengacu
kepada pedoman nasional pengendalian AIDS serta pemberian ARV kepada
pasien TB-HIV dilakukan sesegera mungkin berapapun nilai CD4 nya, dengan
mengoptimalkan akses rujukan ke layanan PDP.
KIE tentang TB dan HIV merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari program
dan dalam pelaksanaannya dapat diintegrasikan ke dalam program TB dan HIV-
AIDS, dengan tujuan untuk mengurangi stigma di masyarakat, menemukan
kasus secara dini dan pengobatan segera, serta upaya pencegahan kedua
penyakit di masyarakat.

Peran KIE dalam pencegahan TB-HIV:

 Mendorong pemeriksaan diri baik pemeriksaan TB atau HIV secara sukarela


oleh pasien terduga TB atau mereka yang berisiko tinggi HIV
 Meningkatkan pencegahan penularan TB melalui pengendalian infeksi
 Meningkatkan pencegahan penularan HIV antara lain penggunaan kondom,
jarum steril (penasun) dst
 Menjalankan perilaku hidup bersih dan sehat terkait dengan pencegahan
penularan TB dan HIV

POKOK BAHASAN 2: KIE TB-HIV DI LAYANAN TB DAN HIV

A. KIE TB HIV di Layanan TB

Setiap pasien TB dianjurkan untuk melakukan tes HIV, namun belum semua
petugas TB menyampaikan hal ini kepada pasien. Padahal sangat penting
bagi pasien TB mengetahui kaitan HIV-AIDS dengan pasien TB.

Materi KIE harus dapat disampaikan di layanan TB sebagai berikut:

1. Kaitan HIV-AIDS dengan TB


Jelaskan kepada pasien bahwa saat ini kita akan membicarakan topik
yang sangat penting untuk didiskusikan. Orang dengan sakit TB sangat
memungkinkan juga mempunyai infeksi HIV. Kenyataannya sebagian
5
Materi Inti 6- Komunikasi, Informasi dan Edukasi TB-HIV

besar orang yang terinfeksi HIV diketahui terlebih dahulu sakit TB. Hal ini
dikarenakan pada orang yang terinfeksi HIV terjadi penurunan daya tahan
tubuh sehingga mengaktifkan TB laten menjadi TB aktif.

Jika seseorang mempunyai kedua penyakit ini, akan dapat menjadi sangat
serius dan dapat menyebabkan kematian, oleh karena itu penatalaksanaan
yang tepat (diagnosis dan pengobatan) sangat diperlukan. Pengobatan
untuk HIV sudah tersedia di beberapa RS dan dapat meningkatkan kualitas
hidup ODHA. Dan juga jika seseorang mengetahui status HIV-nya, petugas
kesehatan dapat mengobati penyakit TB nya dengan lebih baik. Jika
seseorang tidak/belum memutuskan untuk melakukan tes HIV, petugas
kesehatan tetap akan mengobati TB-nya.

2. HIV-AIDS dan pengobatannya


Jelaskan kepada pasien TB tentang HIV-AIDS bahwa:
- Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) merupakan kumpulan
gejala penyakit yang diakibatkan karena rusaknya sistem kekebalan
tubuh manusia yang disebabkan oleh HIV.
- Virus HIV ditemukan dalam cairan tubuh seperti: air mani, darah,
cairan vagina, air susu ibu dan cairan cerebrospinal, akan tetapi yang
potensial sebagai media penularan hanya air mani, darah dan cairan
vagina.
- Kumpulan gejala terkait HIV-AIDS adalah misalnya TB, diare kronis,
kandidiasis, pneumonia, toxoplasmosis.
- Walaupun belum ada obat yang menyembuhkan infeksi HIV, tetapi
ada obat Anti Retroviral (ARV) yang dapat menghambat
pertumbuhan virus HIV dan sudah tersedia di RS rujukan ARV di
Indonesia.
- Pasien TB yang terinfeksi HIV tetap harus melanjutkan pengobatan
TB sampai selesai. Untuk pasien TB yang membutuhkan ARV dapat
dilayani di RS rujukan ARV setempat.
- Pasien TB yang terinfeksi HIV dapat segera menerima ARV tanpa
melihat jumlah CD4 sebagai pengobatan dini dan pencegahan
penularan HIV kepada oranglain.

3. Penularan HIV-AIDS
Jelaskan kepada pasien mengenai cara penularan HIV. Penularan HIV
dapat dikelompokkan atas:
- Penularan melalui hubungan seksual
Penularan melalui hubungan seksual adalah cara yang paling utama
dari semua cara penularan. Penularan melalui hubungan seksual
dapat terjadi selama sanggama laki-laki dengan perempuan atau laki-
laki dengan laki-laki. Sanggama berarti kontak seksual dengan
penetrasi vaginal, anal, oral seksual antara dua individu. Risiko
tertinggi adalah penetrasi vaginal atau anal yang tak terlindung dari
individu yang terinfeksi HIV. Kontak seksual tidak langsung (mulut ke
penis atau mulut ke vagina) masuk dalam kategori risiko rendah
tertular HIV.

- Penularan melalui darah;


6
Materi Inti 6- Komunikasi, Informasi dan Edukasi TB-HIV

Penularan melalui darah dapat terjadi melalui pajanan oleh darah,


produk darah atau transplantasi organ dan jaringan terinfeksi.
Penularan dari darah dapat terjadi jika darah donor tidak di lakukan
uji saring untuk antibodi HIV, penggunaan ulang jarum dan semprit
suntikan, atau penggunaan alat medik lainnya. Kejadian di atas dapat
terjadi pada semua pelayanan kesehatan seperti rumah sakit,
poliklinik, pengobatan tradisional melalui alat tusuk / jarum, juga
pada IDU. Pajanan HIV pada organ dapat terjadi dalam proses
transplantasi jaringan / organ di pelayanan kesehatan.

- Penularan dari ibu HIV (+) ke bayi yang dikandung.


Kebanyakan infeksi HIV pada anak didapat dari ibunya saat ia
dikandung, dilahirkan, dan sesudah lahir melalui air susu ibu.
- Penularan Human Immunodeficiency Virus tidak dapat terjadi dari
orang ke orang melalui bersalaman, berpelukan, bersentuhan atau
berciuman. Tidak ada data bahwa HIV dapat ditularkan melalui
penggunaan toilet, kolam renang, penggunaan alat makan atau minum
secara bersama atau gigitan serangga seperti nyamuk.

4. Cara Pencegahan HIV-AIDS

Cara pencegahan HIV-AIDS dikelompokkan berdasarkan cara


penularannya.

- Pencegahan penularan melalui hubungan seksual;


Kepada pasien perlu dijelaskan hal-hal mengenai cara pencegahan
penularan melalui hubungan seksual. Pemberian informasi ini perlu
dilakukan secara intensif yang ditujukan untuk mengubah perilaku
seksual sehingga mengurangi kemungkinan penularan HIV.

Informasi yang penting untuk disampaikan adalah bagaimana


menghindari penularan HIV dengan menggunakan konsep ABCD
yaitu:

[A] (Abstinence) : Absen seks atau tidak melakukan hubungan


seksual

[B](Be faithful) : Bersikap saling setia kepada satu pasangan seks


(tidak berganti-ganti)

[C] (Condom) : Cegah dengan kondom harus dipakai oleh


pasangan apabila salah satu atau keduanya
diketahui terinfeksi HIV

[D] (no Drug) : Dilarang menggunakan Napza, terutama napza


suntik dengan jarum bekas secara bergantian.

5. Infeksi Menular Seksual (IMS)


Pada pasien TB, juga perlu diberikan informasi mengenai keterkaitan
antara HIV dan IMS. Sehingga jika dijumpai pasien TB dengan gejala
7
Materi Inti 6- Komunikasi, Informasi dan Edukasi TB-HIV

IMS harus segera dirujuk ke layanan IMS.

Informasi yang diberikan meliputi:


- Cara penularan IMS terutama adalah melalui hubungan
seksual/penetrasi seksual yang tidak terlindung (unprotected
penetrative sexual intercourse) baik per vagina, anal atau oral.

- Cara penularan lainnya :


a. Dari ibu ke anak; selama periode kehamilan (misal herpes
genitalis, HIV dan sifilis); pada saat kelahiran (gonore dan
klamidia) atau sesudah lahir (HIV).
b. Melalui transfusi darah atau kontak langsung dengan cairan darah
atau produk darah (sifilis dan HIV).

- Perilaku yang meningkatkan risiko infeksi IMS misalnya:


a. Sering berganti pasangan seksual
b. Mempunyai lebih dari satu pasangan seksual.
c. Mempunyai pasangan yang juga mempunyai pasangan lain.
d. Berhubungan seks dengan yang tidak dikenal, pekerja seks atau
langganannya (pasangan yang sudah kontak dengan orang
lain/tidak dikenal atau tidak diketahui mengidap IMS atau tidak).
e. Masih terus berhubungan seks walaupun dengan keluhan IMS.
f. Mengidap IMS yang tidak menginformasikan mitra pasangan seks
bahwa dia perlu pengobatan.
g. Tidak menggunakan kondom pada saat berhubungan seksual
dengan pasangan yang berisiko tinggi.

- Infeksi Menular Seksual diketahui mempermudah penularan HIV yang


selanjutnya dapat berkembang menjadi AIDS dengan tingkat kematian
yang tinggi. Infeksi menular seksual juga merupakan petunjuk tentang
adanya perilaku seksual berisiko tinggi. Secara umum IMS dapat
meningkatkan risiko penularan HIV melalui hubungan seksual
sebanyak 3 - 5 kali lebih besar. Bahkan IMS yang ulseratif dapat
meningkatkan risiko penularan HIV hingga 300 kali lipat pada paparan
yang tidak terlindung.

6. Pencegahan Penularan HIV-AIDS


- Pencegahan Penularan melalui darah;
Kepada pasien perlu dijelaskan juga hal-hal mengenai cara
pencegahan penularan melalui darah. Informasi yang penting untuk
disampaikan adalah bagaimana menghindari penularan HIV melalui
darah yaitu:
a. Bahwa penularan infeksi HIV dapat terjadi melalui alat suntik yang
terkontaminasi baik dalam sistem pelayanan kesehatan yang
formal maupun di luar sistem tersebut, misalnya pemakaian
alat/jarum lainnya yang dapat melukai kulit atau menyebabkan
luka/pendarahan (tato, tusuk jarum, alat cukur, dsb). Penularan
infeksi HIV melalui alat suntik yang tidak steril dan dipakai
bersama sering dilakukan oleh para penyalah-guna narkotika
suntik.
b. Pada pasien TB dengan penasun ini harus segera dirujuk ke

8
Materi Inti 6- Komunikasi, Informasi dan Edukasi TB-HIV

layanan pengurangan dampak buruk napza suntik dan layanan


terapi rumatan metadon.

9
Materi Inti 6- Komunikasi, Informasi dan Edukasi TB-HIV

- Penularan dari ibu HIV (+) ke bayi yang dikandung


Informasi yang disampaikan adalah bahwa pasien TB yang HIV
positif dan hamil perlu dirujuk ke layanan pencegahan HIV dari ibu ke
anak (PPIA).

Hal penting yang disampaikan kepada pasien TB tentang HIV-AIDS dapat


dilakukan melalui berbagai media seperti Poster, Leaflet, Lembar Balik dan
Video sebagai perangkat yang dapat digunakan di layanan. Gunakan Bahasa
sederhana agar mudah dipahami oleh masyarakat setempat, namun tidak
menghilangkan makna sebenarnya.

B. KIE TB-HIV di Layanan HIV

Semua ODHA diskrining gejala dan tanda TB. Skrining dapat dilakukan oleh
Konselor, Perawat atau Dokter di layanan HIV. Jika dijumpai ODHA terduga
TB, harus segera dilakukan pemeriksaan lebih lanjut untuk menegakkan
diagnosis TB. Untuk itu ada beberapa informasi TB yang harus disampaikan
kepada ODHA seperti sebagai berikut:
1. Kaitan TB dengan HIV-AIDS
Jelaskan kepada klien bahwa TB adalah infkesi oportunistik pada ODHA
yang paling sering terjadi selain kandidiasis. Sebagian besar orang yang
terinfeksi HIV diketahui terlebih dahulu sakit TB. Hal ini dikarenakan pada
orang yang terinfeksi HIV terjadi penurunan daya tahan tubuh sehingga
mengaktifkan TB laten menjadi TB aktif.
Seperti telah dipelajari pada bagian KIE TB-HIV di layanan TB, jelaskan jika
seseorang mempunyai kedua penyakit ini, akan dapat menjadi sangat serius
dan dapat menyebabkan kematian, oleh karena itu penatalaksanaan yang
tepat (diagnosis dan pengobatan) sangat diperlukan. Pengobatan untuk TB
sudah tersedia di semua Puskesmas dan beberapa Rumah Sakit.

2. Penularan
- Penularan TB terjadi melalui udara dari percikan dahak pasien TB yang
batuk/bersin tanpa menutup mulut.
- Jika udara yang mengandung kuman TB terhirup maka kemungkinan
kita terinfeksi TB. Ini tidak selalu berarti kita langsung sakit TB, bisa jadi
kuman TB tersebut ’tidur’(dormant) dalam badan kita. Kuman‘tidur’ ini
tidak membuat kita sakit TB dan kita juga tidak dapat menularkannya ke
orang lain, tetapi jika kuman TB yang ‘tidur’ ini menjadi aktif dan terjadi
penggandaan maka kita menjadi sakit TB.
- TB tidak menular melalui perlengkapan pribadi pasien TB yang sudah
dibersihkan seperti: peralatan makan, pakaian ataupun tempat tidur.
10
Materi Inti 6- Komunikasi, Informasi dan Edukasi TB-HIV

.
3. Pencegahan penularan TB
Meskipun mudah penularannya, TB dapat dicegah. Hal ini penting
dijelaskan kepada ODHA sehingga tidak terjadi kepanikan. Hal-hal yang
dapat dijelaskan terkait dengan pencegahan penularan yaitu:
- Minumlah obat secara teratur. Setelah 2 minggu minum obat maka
jumlah kuman akan menurun sehingga tidak akan menular ke orang
lain. Namun minum obat harus tetap dilanjutkan hingga 6-8 bulan
sesuai petunjuk dokter.
- Pasien TB harus menutup mulutnya pada waktu batuk atau bersin.
- Tidak membuang dahak di sembarang tempat tetapi dibuang pada
tempat khusus dan tertutup.
Misalnya: menggunakan kaleng bertutup dan sudah diisi air sabun
atau lysol untuk menampung dahak dan timbun kedalam tanah di
tempat yang jauh dari keramaian. Jika menggunakan lysol jangan
membuang ke dalam lubang WC.
- Rumah tinggal harus mempunyai ventilasi udara yang baik agar
sirkulasi udara berjalan lancar dan ruang/kamar mendapatkan cahaya
matahari.
- ODHA dalam terapi ARV tetap mempunyai risiko lebih tinggi terkena
TB dibandingkan dengan populasi non HIV. Pengobatan Pencegahan
dengan INH (PP INH) merupakan salah satu upaya yang penting
untuk pencegahan TB pada ODHA.

4. Gejala dan Pemeriksaan TB


Gejala utama pasien TB paru adalah batuk berdahak selama 2-3 minggu
atau lebih. Batuk tersebut dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu
dahak bercampur darah, batuk darah, sesak nafas, nyeri dada, badan
lemas, nafsu makan menurun, berat badan menurun, dan berkeringat
malam hari.

Lebih dari 90% pasien TB paru dengan hasil dahak positif akan
mempunyai gejala batuk segera setelah menjadi sakit. Namun batuk
bukanlah gejala yang khas untuk TB paru sehingga perlu dilakukan
pemeriksaan dahak; dan bila dianggap perlu dapat dilakukan
pemeriksaan lain seperti: pemeriksaan ronsen dada, pemeriksaan oleh
dokter atau pemeriksaan biakan untuk M. tuberculosis. Gejala
berkurangnya berat badan dan demam lebih sering dijumpai pada pasien
TB paru dengan HIV positif dibanding dengan yang HIV negatif.

Sampaikan kepada klien jika ia mempunyai gejala TB maka harus pergi


ke dokter di Puskesmas/Rumah Sakit/ Balai Kesehatan Paru Masyarakat
untuk pemeriksaan dahak Agar klien dapat membayangkan pemeriksaan
yang harus dijalankan untuk mengetahui apakah dirinya TB atau tidak
dapat disampaikan:
- Pemeriksaan kuman TB yang terbaik adalah melalui pemeriksaan
11
Materi Inti 6- Komunikasi, Informasi dan Edukasi TB-HIV

dahak.
- Pemeriksaan dahak secara mikroskopis dilakukan 2 kali yaitu SP
(Sewaktu datang ke layanan dan Pagi) Petugas harus menjelaskan
bagimana mengeluarkan dahak.
- Pemeriksaan dengan Tes Cepat di Rumah Sakit tertentu yang telah
mempunyai sarana
- Jika hasil pemeriksaan dahak positif maka artinya dahak tersebut
mengandung kuman TB.
- Jika hasil pemeriksaan dahak negatif maka petugas kesehatan harus
menindak lanjuti sesuai alur yang ada

Seperti pada ODHA dewasa, TB juga merupakan infeksi oportunistik yang


patut diwaspadai pada anak dengan HIV-AIDS.
Sampaikan gejala TB anak yang mungkin ditemui:

- Gejala sistemik/umum TB anak adalah sebagai berikut:

a. Berat badan turun atau tidak naik dalam 2 bulan sebelumnya atau
terjadi gagal tumbuh (failure to thrive) meskipun telah diberikan
upaya perbaikan gizi yang baik dalam waktu 1-2 bulan.
b. Demam lama (≥2 minggu) dan/atau berulang tanpa sebab yang
jelas (bukan demam tifoid, infeksi saluran kemih, malaria, dan lain-
lain). Demam umumnya tidak tinggi. Keringat malam saja bukan
merupakan gejala spesifik TB pada anak apabila tidak disertai
dengan gejala-gejala sistemik/umum lain.
c. Batuk lama ≥2 minggu, batuk bersifat non-remitting (tidak pernah
reda atau intensitas semakin lama semakin parah) dan sebab lain
batuk telah dapat disingkirkan. Batuk tidak membaik dengan
pemberian antibiotika atau obat asma (sesuai indikasi).
d. Lesu atau malaise, anak kurang aktif bermain
Gejala-gejala tersebut menetap walau sudah diberikan terapi yang
adekuat

- Gejala spesifik TB terkait organ


a. Pada TB ekstra paru dapat dijumpai gejala dan tanda klinis yang
khas pada organ yang terkena. Pada tuberkulosis kelenjar,
pembesaran kelanjar getah bening umumnya di leher. Pada
Tuberkulosis otak dan selaput otak gejala yang dominan adalah
demam disertai sakit kepala hebat dan kaku kuduk. TB Tulang
belakang umumnya ditandai dengan adanya penonjolan tulang
belakang. Pada organ-organ lainnya, sakit TB dapat dicurigai
bila ditemukan gejala gangguan pada organ-organ tersebut tanpa
sebab yang jelas dan disertai adanya bukti infeksi TB ( kontak
dengan pasien TB, atau tuberculin tes positif).
b. Untuk menegakan Diagnosa TB pada anak dapat dilakukan
pemeriksaan bakteriologis melalui TCM TB ( bila fasilitas tersedia)

12
Materi Inti 6- Komunikasi, Informasi dan Edukasi TB-HIV

pemeriksaan mikroskopis. Contoh uji untuk pemeriksaan


bakteriologis pada anak dapat diambil dari dahak, bilasan
lambung, cairan otak,dll.
c. Pada anak yang lebih kecil dahak dapat diambil melalui induksi
sputum maupun bilasan lambung. Namun bila dahak tidak dapat
diambil diagnosis TB anak dapat ditegakkan melalui sistema
skoring (lihat bab Pengobatan).
d. Uji tuberkulin bermanfaat untuk membantu menegakkan
diagnosis TB pada anak, khususnya jika riwayat kontak dengan
pasien TB tidak jelas. Uji tuberkulin tidak bisa membedakan
antara infeksi dan sakit TB.
e. Pemeriksaan foto toraks pada anak merupakan pemeriksaan
penunjang. Namun gambaran foto toraks pada anak dengan TB
tidak khas kecuali ada gambaran TB milier.

5. Pengobatan TB
Sampaikan setelah dinyatakan positif TB, pasien diberi obat yang harus
diminum teratur sampai tuntas selama 6–8 bulan. Obat Anti TB (OAT)
disediakan secara cuma-cuma di semua Puskesmas dan beberapa RS
yang telah menjalankan program penanggulangan TB.
Informasi efek samping OAT perlu disampaikan dan yakinkan pasien
untuk segera menyampaikan efek samping obat kepada petugas serta
tidak menghentikan pengobatan secara sepihak.
ARV tetap diberikan sesuai dengan petunjuk petugas.

6. Pencegahan dan Pengendalian Infeksi TB


Sampaikan juga bahwa ODHA sangat rentan terhadap risiko transmisi TB
yang dapat terjadi di layanan kesehatan. Risiko penularan TB di faskes
lebih besar dibandingkan di populasi umum.
Untuk itu telah diterapkan upaya pencegahan dan pengendalian infeksi
TB dan patut dipatuhi oleh semua yang terkait termasuk pasien.
- Strategi TemPO:
a. Memisahkan pasien batuk dengan pasien lainnya
b. Memberikan masker pada pasien batuk dan mendahulukan pasien
saat antri layanan
c. Memberikan pengobatan TB bila pasien telah didiagnosis TB
- Etika batuk yaitu:
d. Menutup hidung dan mulut dengan tisu atau sapu tangan ketika
batuk/bersin
e. Atau nenutup hidung dan mulut dengan lengan dalam baju anda
BUKAN dengan telapak tangan ketika batuk/bersin
f. Segera buang tisu bekas batuk/bersin ke dalam tempat sampah
g. Segera cuci tangan menggunakan air bersih dan sabun atau
pencuci tangan berbasis alkohol
h. Menggunakan masker bila sedang batuk/flu (merasa saya
hilangkan)
i. Tidak membuang ludah/dahak di sembarang tempat.

13
Materi Inti 6- Komunikasi, Informasi dan Edukasi TB-HIV

POKOK BAHASAN 3: KOMUNIKASI EFEKTIF DAN KOMUNIKASI

Edukasi tentang TB-HIV merupakan salah satu kegiatan penting dalam upaya
meningkatkan kesadaran pasien untuk mengetahui risiko penularan TB, terinfeksi
HIV dan kemungkinan ko-infeksi TB-HIV, ketersediaan layanan TB dan HIV,
serta manfaat dan pentingnya konseling dan tes HIV bagi pasien TB dan
sebaliknya.

Edukasi dapat dilakukan dengan metode komunikasi efektif dan komunikasi


motivasi.

A. Komunikasi Efektif
Dalam penata kelolaan TB-HIV adalah komponen penting dalam pelayanan
pasien TB-HIV.

Komunikasi adalah bagian penting dari mempengaruhi orang lain untuk


memperoleh apa yang kita inginkan. Kemampuan berkomunikasi menunjukan
kemampuan mengirimkan pesan dengan jelas, manusiawi dan efisien, dan
menerima pesan-pesan secara akurat.

Pengertian Komunikasi Efektif adalah proses penyampaian pesan kepada


orang lain dengan maksud terjadi peningkatan pengetahuan menuju
perubahan sikap dan perilaku.

Tujuan Komunikasi Efektif adalah untuk terjadinya perubahan perilaku ke arah


yang sehat dan bertanggung jawab selain itu untuk memotivasi pasien agar
tetap datang untuk kunjungan pengobatan TB-HIV.

Manfaat Komunikasi Efektif


Manfaat yang dapat diperoleh dengan berkomunikasi secara efektif antara lain
adalah
- Tersampaikannya gagasan atau pemikiran dari petugas kesehatan
kepada pasien TB-HIV dengan jelas
- Adanya saling kesepahaman antara petugas kesehatan sebagai
komunikator dan pasien TB-HIV sebagai komunikan, sehingga terhindar
dari salah persepsi.
- Menjaga hubungan baik dan kemitraan selama proses pengobatan TB-
HIV dalam hubungan kesetaraan dan saling menghargai.
- Membangun kesamaan pengertian antara petugas kesehatan dan pasien
agar tercipta pengertian yang sama dimana kedua belah pihak dapat
berkomunikasi dan dapat memahami setiap pesan yang disampaikan.

Beberapa komponen penting yang perlu diperhatikan


− Bahasa tubuh (body language)
Bahasa tubuh dikenal dengan komunikasi non verbal meliputi postur, posisi
tangan dan lengan, kontak mata dan ekspresi wajah. Bahasa tubuh yang
kosisten dan sesuai dapat meningkatkan pengertian seseorang mengenai

14
Materi Inti 6- Komunikasi, Informasi dan Edukasi TB-HIV

maksud yang ingin disampaikan. Gerakan anggota badan harus sesuai


dengan yang diucapkan. Bahasa tubuh yang terpenting adalah senyum dan
kontak mata.
− Open Minded (pikiran terbuka)
Pikiran terbuka merupakan salah satu komponen dalam komunikasi efektif .
Tidak langsung menilai atau mengkritisi ucapan orang lain.
Mengedepankan respek, menghargai pendapat atau pandangan dari sisi
pasienm juga menunjukkan empati dengan berusaha memahami situasi
atau masalah dari perspektif pasien.
− Mendengar aktif :
Mendengar aktif adalah salah satu komponen penting dalam komunikasi
efektif, menjadi pendengar yang baik dan aktif akan meningkatkan
pemahaman atas pemikiran dan perasaan pasien.
− Menciptakan suasana yang nyaman bagi pasien
Salah satu elemen penting dalam komunikasi adalah membuat suasana
terasa nyaman baik bagi pasien sehingga petugas dapat berkomunikasi
dengan baik.
− Menggunakan bahasa yang sederhana
Dalam berkomunikasi sebaiknya menggunakan Bahasa yang dapat
dipahami oleh pasien, sehingga informasi yang disampaikan dapat
dimengerti oleh pasien.

1. Lima elemen pokok komunikasi yang efektif (REACH)


- Respect (sikap menghargai)
Respect berarti rasa hormat & saling menghargai orang lain. Pada
prinsipnya,manusia ingin dihargai dan dianggap penting. Jika kita harus
mengkritik atau memarahi seseorang, maka lakukan dengan penuh respek
terhadap harga diri dan kebanggaaan seseorang. Jika kita membangun
komunikasi dengan rasa dan sikap saling menghargai dan menghormati,
maka kita dapat membangun kerjasama yang menghasilkan sinergi.
Selanjutnya, hal ini akan meningkatkan efektifitas kinerja sebagai individu
maupun sebagai sebuah tim.

- Empathy (kemampuan mendengar)


Empati adalah kemampuan untuk menempatkan diri kita pada situasi atau
kondisi yang dihadapi oleh orang lain. Salah satu prasyarat utama dalam
memiliki sikap empati adalah kemampuan untuk mendengarkan atau
mengerti terlebih dulu sebelum didengarkan atau dimengerti oleh orang lain.
Dengan memahami dan mendengar orang lain terlebih dahulu, kita dapat
membangun keterbukaan dan kepercayaan yang diperlukan dalam
membangun kerjasama atau sinergi dengan orang lain.
Rasa empati akan memampukan kita untuk dapat menyampaikan dengan
cara dan sikap yang akan memudahkan penerima pesan menerimanya.
Rasa empati akan menimbulkan respek atau penghargaan, dan rasa respek
akan membangun kepercayaan yang merupakan unsur utama dalam
membangun komunikasi antara petugas dan pasien

- Audible (pesan dapat didengarkan atau dimengerti dengan baik)


Audible bermakna antara lain pesan dapat didengarkan atau dimengerti
dengan baik. Jika empati berarti kita harus mendengar terlebih dahulu
ataupun mampu menerima umpan balik dengan baik, maka audible berarti

15
Materi Inti 6- Komunikasi, Informasi dan Edukasi TB-HIV

pesan yang kita sampaikan dapat diterima oleh penerima pesan dalam hal
ini adalah pasien.
Dalam komunikasi efektif juga mengacu pada kemampuan kita untuk
menggunakan berbagai media maupun perlengkapan atau alat bantu audio
visual yang akan membantu, agar pesan yang kita sampaikan dapat diterima
dengan baik sehingga pesan disampaikan dengan cara atau sikap yang
dapat diterima oleh penerima pesan dalam hal ini pasien.

- Clarity (jelas)
Pesan selain harus dapat dimengerti dengan baik, maka komunikasi yang
efektif terkait dengan itu adalah kejelasan dari pesan sehingga tidak
menimbulkan multi interpretasi atau berbagai penafsiran yang berlainan.
Clarity dapat pula berarti keterbukaan dan transparansi. Dalam
berkomunikasi kita perlu mengembangkan sikap terbuka (tidak ada yang
ditutupi atau disembunyikan), sehingga dapat menimbulkan rasa percaya
dari pasien kepada petugas. Karena tanpa keterbukaan akan timbul sikap
saling curiga dan pada gilirannya akan menurunkan semangat pasien dalam
menjalani pengobatan.

- Humble (rendah hati)


Dalam membangun komunikasi yang efektif salah satu elemen yang penitng
adalah sikap rendah hati. Sikap ini merupakan unsur yang terkait dengan
hukum pertama untuk membangun rasa menghargai orang lain, biasanya
didasari oleh sikap rendah hati yang kita miliki. Sikap menghargai, mau
mendengar dan menerima kritik, tidak sombong dan memandang rendah
orang lain, penuh pengendalian diri, serta mengutamakan kepentingan
pasien.

2. Hambatan dalam komunikasi :


- Latar belakang/status effect : Adanya perbedaaan sosial status yang dimiliki
setiap manusia. Misalnya status dokter dengan pasien. Dokter dengan posisi
yang lebih tinggi membuat pasien harus tunduk dan patuh terhadap perintah
apapun yang diberikan, sehingga pasien tidak dapat atau takut
mengemukakan pertanyaan.
- Bahasa : Bahasa yang dipergunakan sebagai alat untuk menyampaikan
informasi seringkali tidak dimengerti oleh pasien
- Kultur/budaya.
- Informasi yang kurang memadai
- Non Verbal : Sikap petugas terhadap pasien sering menjadi hambatan bagi
pasien untuk terbuka mengenai penyakit/masalah yang dialami.
- Lingkungan fisik : hambatan dari lingkungan bisa mempengaruhi proses
berlangsungnya komunikasi. Contohnya : suara riuh orang-orang atau
kebisingan, suara hujan atau petir, dan cahaya yang kurang jelas.

B. Komunikasi Motivasi

Penanganan TB-HIV memerlukan waktu yang lama, diperlukan suatu upaya


serta tekad yang kuat dari pasien dengan dukungan sekitarnya agar dapat
menjalani sampai sembuh untuk TB dan tetap bertahan dalam terapi ARV.
Oleh sebab itu diperlukan dorongan bagi pasien agar dapat memotivasi dirinya

16
Materi Inti 6- Komunikasi, Informasi dan Edukasi TB-HIV

untuk membuat keputusan terkait tata laksana pengobatan yang dijalaninya.


1. Apa itu Komunikasi Motivasi (KM)
Salah satu pendekatan komunikasi untuk perubahan perilaku adalah
menggunakan metode komunikasi untuk motivasi (KM). Tidak semua
perubahan perilaku dalam masalah kesehatan dapat diselesaikan dengan
pendekatan KM. Sebagai model komunikasi, KM bersifat membimbing dan
berpusat pada pasien untuk perubahan perilaku dengan cara membantu
pasien mengatasi sikap mendua dalam membuat keputusan. Perilaku
pasien cenderung berubah apabila memiliki motivasi kuat untuk berubah
yang berasal dari pemikiran mereka sendiri.
KM memuat 4 ketrampilan dasar yaitu (Refleksi, Afirmasi, Pertanyaan
Terbuka – Tertutup – Mengarahkan, dan Bertanya – Cerita – Bertanya).

Konsep dasar KM terdiri dari kolaborasi antara petugas kesehatan dan


pasien dalam upaya untuk memunculkan motivasi dalam diri pasien dan
menghargai otonomi pasien.

2. Prinsip umum dari KM :


a. Menunjukkan empati
Empati adalah kemampuan seseorang untuk mengenali, mempersepsi
dan merasakan perasaan orang lain. Didalam menerapkan KM petugas
kesehatan menaruh perhatian penuh untuk memahami pasien dan
melihat masalah dari sudut pandang pasien.

Contoh :
Pasien mengatakan : “Saya tidak tahu berbuat apa untuk pengobatan
TB-HIV karena saya harus minum obat banyak sekali”.
Empati petugas ditunjukkan dengan mengucapkan:“Kedengarannya
anda kuatir tentang pengobatan anda”

b. Hindari perdebatan
Di dalam praktik sehari-hari yang berhubungan dengan kesehatan,
pasien seringkali membuat keputusan yang menurut petugas kurang
tepat sehingga petugas cenderung mengarahkan ke arah yang benar.
Dalam penerapan KM sebaiknya petugas menghindari perdebatan
untuk mengubah keputusan pasien karena membuat pasien tidak
nyaman.Petugas sebaiknya memahami dan mengetahui alasan
mengapa pasien mengambil keputusan tersebut, serta bekerja sama
untuk menggali pilihan-pilihan lain yang lebih baik bagi pasien.
Contoh :
Pasien memutuskan untuk berhenti minum obat karena efek samping obat
berupa mual dan pusing. Petugas menjelaskan bahwa efek samping ini
dapat diatasi dengan cara berkonsultasi ke puskesmas dan mendapatkan
obat untuk menanggulangi efek samping tersebut tanpa harus berhenti
meminum obat demi kesembuhan pasien.

c. Memberikan gambaran dua situasi berbeda


Dalam situasi tertentu terkadang pasien tidak dapat mengambil keputusan
terkait dengan masalah kesehatannya. Petugas membimbing pasien untuk
memberikan gambaran tentang kondisi berbeda yang akan terjadi bila
pasien mengambil keputusan untuk berobat atau tidak. Hal ini akan

17
Materi Inti 6- Komunikasi, Informasi dan Edukasi TB-HIV

membantu pasien melihat dampak negatif dan positif dari masalah


kesehatannya dan termotivasi untuk membuat suatu keputusan yang tepat.

Contoh :
Pasien menolak memulai terapi ARV bersamaan dengan pengobatan TB.
Petugas membimbing pasien untuk membayangkan dalam 6 bulan ke depan
apabila pasien meminum obat dan tidak menjalankan terapi ARV dan
pengobatan TB. Pasien diminta untuk membandingkan kedua hal tersebut.

d. Memampukan pasien dalam membuat keputusan


Melalui tahapan di atas pasien dibantu untuk membuat keputusan yang lahir
dari dirinya sendiri, bukan lahir dari petugas kesehatan.
Petugas kesehatan bukan hanya membantu pasien dalam meneguhkan
motivasi tetapi juga meningkatkan rasa percaya diri dan kemampuan pasien
untuk berubah menjadi lebih baik.

Contoh :
Pasien memutuskan untuk memulai pengobatan terhadap penyakitnya.
Petugas kesehatan mendukung keputusan pasien dan menanyakan kepada
pasien apa yang bisa dibantu untuk memudahkan pasien menjalani
pengobatan

3. Keterampilan dasar KM
Terdapat 4 ketrampilan kunci komunikasi untuk Motivasi (KM), antara lain :
a. Refleksi – Mengulang pernyataan pasien
Refleksi adalah pernyataan (bukan pertanyaan) yang mengharuskan petugas
kesehatan mendengarkan, mengamati dan menginterpretasi isyarat verbal
dan visual pasien agar sesuai dengan yang dimaksud. Untuk dapat
mengulang pernyataan pasien, petugas harus mendengarkan dengan baik
apa yang disampaikan pasien. Keterampilan ini membutuhkan banyak praktik.
Mendengarkan yang baik bukan berarti diam dan hanya mendengarkan apa
yang pasien katakan. Kunci dari mendengarkan secara aktif adalah
bagaimana petugas menanggapi kata-kata pasien. Oleh karena itu teknik ini
kadang disebut juga “empati” atau “mendengarkan secara aktif”.

Berikut ini hal-hal yang tidak disarankan dan dihindari :


− Memberi advis, saran atau solusi
− Persuasi atau mengkuliahi
− Menceramahi
− Tidak menyetujui, menghakimi atau mempersalahkan
− Menyepakati, menyetujui, ataumemberi ungkapan
− Mempermalukan, mengolok-olok atau memberi julukan
− Menganalisa
− Meyakinkan atau memberi simpati
− Mempertanyakan atau menggali informasi (probing)

Perilaku-perilaku di atas tidak disarankan walaupun kadang-kadang dilakukan,


dan hal ini bukan termasuk cara mendengarkan yang aktif karena justru
mengalihkan perhatian petugasdari mendengarkan pasien dan menghambat
penggalian diri pasien. Hambatan yang dimaksud ialah mengarahkan pasien
untuk mendengarkan petugas, seolah-olah petugas mengerti yang terbaik bagi

18
Materi Inti 6- Komunikasi, Informasi dan Edukasi TB-HIV

pasien.
Perilaku-perilaku di atas tidak membantu dalam menggali sikap ambivalensi
(mendua) pasien. Petugas kesehatan tidak sungguh-sungguh mendengarkan,
dan tidak memberi kesempatan kepada pasien untuk berbicara. Perilaku di atas
hanya mencoba memaksa pasien untuk menyetujui sebuah solusi secara dini.

Inti refleksi adalah menduga maksud perkataan pasien. Dalam komunikasi bisa
terjadi salah pengertian.Sebelum pasien berbicara, mereka pertama harus
memikirkan apa yang ingin dikomunikasikan, lalu mengucapkannya dalam bentuk
kata. Petugas harus mendengarkan kata-kata pasien, dan memahaminya karena
bisa terjadi salah pengertian. Refleksi memungkinkan petugas menduga maksud
perkataan pasien dan menyuarakan dugaan tersebut dalam bentuk pernyataan.

Dalam refleksi digunakan pernyataan, dan bukan pertanyaan karena pertanyaan


menuntut jawaban dari pasien, yang dapat menimbulkan sikap membela diri dari
sisi pasien.Sedangkan pernyataan tetap berfokus pada pasien sehingga pasien
dapat memberi/tidak memberi reaksi terhadap refleksi petugas, sesuai keinginan
pasien.

Tingkat refleksi berbeda-beda, beberapa diantaranya cukup sederhana.


Terkadang hanya mengulangi satu atau dua kata dari pernyataan pasien sudah
cukup. Refleksi sederhana ini hanya mengulangi atau mengulangi pernyataan
awal pasien dengan kata-kata yang sedikit berbeda.
Contoh :
Pasien : “Saya tidak merasa baik hari ini.”
Petugas Kesehatan: “Bapak kurang sehat hari ini”

Refleksi sederhana berguna untuk menggerakkan pembicaraan, tapi cenderung


lebih lambat. Anda juga bisa merasa seperti burung beo, hanya mengulangi
segala yang pasien katakan – ini bisa melelahkan bagi petugas, dan
menjengkelkan bagi pasien.

Refleksi kompleks sebaliknya menambah arti atau penekanan terhadap apa yang
dikatakan pasien, sering dengan membuat dugaan tentang makna lebih dalam
dari pernyataan pasien, atau menduga apa yang akan mereka katakan
selanjutnya.
Contoh:
Pasien : “Saya tahu perlu diperiksa dahak untuk mengetahui saya sakit TB RO,
tapi saya takut.”
Petugas Kesehatan : “(menduga) Kalau Bapak ternyata hasilnya TB RO, Bapak
tidak tahu harus berbuat apa.”
Pada percakapan di atas, pasien tidak mengatakan kuatir bila hasil pemeriksaan
dahak positif TB RO tapi cukup beralasan pagi petugas untuk menduga
kekuatiran pasien. Percakapan juga dapat mengarah ke pembicaraan tentang apa
yang menjadi hambatan untuk tes laboratorium. Refleksi ini walaupun awalnya
dapat terasa canggung, tapi mempermudah proses komunikasi dan kesamaan
persepsi antara petugas dan pasien. Prinsipnya adalah untuk tidak membuat
dugaan terlalu jauh.

Ada beberapa jenis refleksi kompleks yang dapat digunakan agar percakapan
dengan pasien terus mengalir. Contoh:

19
Materi Inti 6- Komunikasi, Informasi dan Edukasi TB-HIV

• Parafrase : menyatakan ulang sambil menyimpulkan arti dari pernyataan


pasien
• Refleksi perasaan : menekankan aspek emosi dari komunikasi
• Refleksi dua arah : menyampaikan dua sisi dari suatu isu: “Di satu pihak …, di
lain pihak …”
• Merangkum : merefleksikan berbagai pesan yang dibuat pembicara,
merangkumnya menjadi satu

(Mari kita lihat tayangan video)

Refleksi tidak lebih panjang dari pernyataan yang direfleksikan – semakin ringkas
semakin baik. Buat satu dugaan apa yang dimaksud dalam pernyataan pasien,
dan tidak berbelit-belit.

b. Peneguhan (afirmasi) – Melihat sisi positif


Kunci keterampilan KM lainnya ialah afirmasi, atau menekankan hal yang
positif. Seringkali petugas lebih fokus mengkoreksi apa yang dianggap
sebagai suatu kesalahan pasien sehingga lupa atas perilaku positif pasien.
Melakukan afirmasi berarti memberikan dukungan dan semangat yang
berguna sehingga pasien merasa dihargai dan dipercayai oleh petugas.

Contoh afirmasi sederhana:


“Anda berusaha cukup keras minggu ini!”
“Meskipun anda tidak terlalu berhasil, anda menunjukkan niat untuk sembuh”
“Terima kasih karena telah kembali sesuai janji – ini menunjukkan anda
memperhatikan kesehatan anda dengan serius!”
Afirmasi sebaiknya tidak dibuat-buat, tulus dan apa adanya.Afirmasi juga bisa
digunakan untuk “mengemas” sikap atau situasi pasien dengan positif.
Contoh:
“Anda kesal dengan diri anda sendiri karena telah berjanji untuk minum obat
TB/ARV setiap hari. Anda terganggu dengan efek samping obat yang
menyebabkan mual dan muntah-muntah. Anda tetap berusaha untuk datang
minum obat setiap hari ke Puskesmas. Anda mempunyai kemauan kuat untuk
sehat.”

Penting untuk diingat bahwa afirmasi bukan memuji. Memuji bisa menjadi
hambatan berkomunikasi dengan pasien karena menempatkan petugas dalam
posisi menilai pasien dimana petugas memutuskan perilaku mana yang dipuji
dan mana yang dikritisi. Ada beberapa cara untuk menghindari masalah ini :
• Hindari penggunaan kata “Saya”
• Fokus pada perilaku yang spesifik
• Fokus pada deskripsi, bukan evaluasi

Sebagai catatan, afirmasi biasanya diletakkan di akhir kalimat.

(Mari kita lihat tayangan video)

c. Pertanyaan – Terbuka, Tertutup dan Mengarahkan

Dalam komunikasi, pertanyaan yang sesuai dapat membantu petugas untuk

20
Materi Inti 6- Komunikasi, Informasi dan Edukasi TB-HIV

memahami pasien dengan lebih baik termasuk pengetahuan, kebutuhan dan


kekuatiran mereka. Namun, kita tidak selalu memakai cara terbaik dalam
melakukannya. Beberapa kali kita menemui pasien dan langsung mengajukan
banyak pertanyaan:
“Apakah anda selalu memakai masker??”
“Apakah anda teratur minum obat?”
“Apakah anda masih merokok?”
“Apakah anda sudah dites HIV?”
“Apakah keluarga mengetahui anda sakit TB RO?
Apabila pasien tiba-tiba dihadapkan pada banyak pertanyaan, bagaimana
perasaan pasien? Mungkin merasa sedikit diinterogasi? Pertanyaan ini
memang bisa memberikan informasi spesifik, namun menunjukkan posisi
petugas yang lebih superior dan dapat merusak hubungan yang dibangun.
Pertanyaan yang lebih baik: “Efek samping apa yang anda rasakan setelah
minum obat TB/ARV?”.
Pertanyaan terbuka adalah pertanyaan yang memberikan kebebasan pasien
untuk menjawab.

Contoh:
“Apa yang membuat anda sulit memakai masker setiap hari?”
“Apa yang membuat anda sulit datang ke Puskesmas setiap hari?”
“Bagaimana supaya keluarga anda tidak tertular?”
Pertanyaan terbuka merupakan keterampilan penting yang memungkinkan kita
menggali banyak informasi dari pasien. Pertanyaan terbuka memungkinkan
pasien untuk berbagi informasi atau pengalaman sesuai keinginan mereka.
Hal ini menegaskan kembali hubungan antara petugas dan pasien. Pasien
bisa juga berbagi informasi atau pengalaman yang tidak pernah kita duga
sebelumnya.

Pertanyaan terbuka bukan satu-satunya pertanyaan yang tepat. Kebalikan dari


pertanyaan terbuka ialah pertanyaan tertutup – yang membatasi pilihan pasien
dalam merespon, dan/atau menggali informasi spesifik.
Contoh :
“Apakah anda merokok?”
“Berapa usia anda?”
“Dimana alamat anda?”
Pertanyaan tertutup bisa digunakan untuk mengecek kesimpulan (Contoh:
“Apakah saya melupakan sesuatu?”) atau untuk mengajukan permohonan ijin
(Contoh: “Apakah anda ingin tahu lebih jauh tentang ini?”) atau untuk meminta
klarifikasi tentang poin spesifik dimana pertanyaan terbuka telah gagal
memberikan jawaban. Pesan yang ingin disampaikan disini ialah bahwa
pertanyaan tertutup bukan berarti tidak boleh digunakan sama sekali, namun
dipakai secara sesuai dan seperlunya.

Tipe pertanyaan yang sebaiknya dihindari ialah “pertanyaan yang


mengarahkan” atau pertanyaan yang tidak membutuhkan jawaban (retorika):
“Anda menggunakan masker, bukan?”
“Anda tahu bahwa tuberkolosis itu menular, kan?
“Bukankan istri anda berarti bagi anda?”

Pertanyaan-pertanyaan ini selain membatasi kemungkinan jawaban, namun

21
Materi Inti 6- Komunikasi, Informasi dan Edukasi TB-HIV

juga mengarahkan pada jawaban tertentu. Hal ini bukan hanya menempatkan
petugas dalam posisi yang lebih tinggi (menilai hal yang baik vs hal yang
jelek), namun jawaban juga tidak bisa dipercaya sepenuhnya. Apakah pasien
benar mengunakan masker atau ia menjawab karena petugas menginginkan
jawaban demikian?

(Mari kita lihat tayangan video)

d. Bertanya-Beritahu-Bertanya (Ask-Tell-Ask) – Memberi Informasi dan Saran


Terdapat dua hal penting dalam KM yang perlu diingat:
• Petugas memberi informasi dan/atau saran berdasarkan ijin
• Petugas tidak perlu memberikan semua informasi namun sesuai dengan
kebutuhan dan perspektif pasien sehingga mereka dapat mengambil
kesimpulan sendiri.
1). Bertanya (Ask) Informasi
Bertanya – Beritahu – Bertanya atau B3 merupakan sebuah strategi
sederhana untuk mengukur sejauh mana pemahaman pasien dan
memberikan informasi sesuai kebutuhan. Strategi ini dimulai dengan sebuah
pertanyaan untuk menelusuri pengetahuan dan pengalaman pasien, minat
pasien, dll. Beberapa contoh pertanyaan:
“Ceritakan pada saya apa yang Anda ketahui tentang efek samping dari
pengobatan TB.”
“Menurut Anda apa manfaat terbesar dari memakai masker?”
“Apa yang Anda pikirkan tentang HIV?”
Di sini tujuannya adalah untuk mendapat informasi tentang pengalaman
dan/atau pengetahuan pasien sebelumnya. Hal ini untuk menghindari petugas
memberikan informasi yang sudah diketahui pasien. Selain itu juga bisa
mengetahui sejauh mana pemahaman pasien, dan dengan demikian petugas
bisa memberi informasi relevan untuk pasien.
Strategi ini ditujukan untuk membantu petugas agar waktu yang terbatas dapat
difokuskan pada pemberian informasi yang bermanfaat bagi pasien.
2). Mendapat persetujuan
Petugas menindaklanjuti pertanyaan di atas dengan pertanyaan berikut, untuk
mendapat persetujuan pasien atas informasi atau saran tambahan yang akan
diberikan, misalnya:
“Apakah Anda berminat untuk mendengar lebih lanjut mengenai TB Resistan
Obat”
“Apakah Anda keberatan kalau saya ceritakan bagaimana orang lain berhasil
melakukannya?”

Langkah ini penting karena menunjukkan bahwa kita menghormati pasien dan
dapat membuat pasien lebih mendengarkan apa yang petugas katakan.
Apabila hubungan antara petugas dan pasien baik, maka pasien hampir selalu
menyetujui permintaan petugas.

Kadang-kadang pasien memiliki pemahaman yang salah dan petugas perlu


mengkoreksi pemahaman tersebut. Teknik yang dapat digunakan tanpa
menggurui dan tidak mengurangi rasa hormat ialah :
• Pertama, tunjukkan empati kepada pasien bahwa petugas memahami
perasaan mereka
• Kedua, ceritakan tentang orang lain mengalami hal yang sama

22
Materi Inti 6- Komunikasi, Informasi dan Edukasi TB-HIV

• Ketiga, ceritakan bahwa orang lain tersebut akhirnya menyadari bahwa


pemikiran tersebut tidak benar

Contoh :
Petugas: “Ceritakan kepada saya apa yang Ibu tahu tentang melindungi diri
Ibu dari penularan TB ?.”
Pasien: “Saya tahu saya harus menggunakan masker. Tapi mustahil bagi saya
untuk menggunakan masker terus menerus. Mereka merasa saya sebagai
orang aneh dengan memakai masker terus !
Petugas : “Jadi walaupun Ibu tahu cara untuk tetap aman, Ibu merasa tidak
berdaya untuk melakukan apa-apa. Saya kenal banyak wanita yang
merasakan hal yang sama waktu mereka pertama memakai masker. Tapi kita
coba berusaha dan mereka menemukan cara meyakinkan bahwa masker
akan mencegah penularan TB. Apa Ibu mau mendengar beberapa cara yang
sudah berhasil bagi wanita-wanita lain?”
Pasien: “Boleh, Dok!”

3). Memberi tahu (Tell) informasi


Bila pasien anda setuju untuk melanjutkan pembicaraan, langkah selanjutnya
adalah memberi informasi dan/atau saran. Kuncinya adalah fokus pada apa
yang pasien butuhkan atau ingin ia ketahui. Itulah sebabnya bertanya ialah hal
pertama yang sangat penting bagi petugas untuk dapat memberi informasi
dengan jelas. Berikan sedikit informasi, lalu konfirmasi apakah pasien
mengerti atau memiliki pertanyaan.
Perlu diperhatikan bahwa memberi saran dengan 3B (Bertanya - Beritahu –
Bertanya) berfokus pada perubahan dimana ada potensi pasien akan
melawan. Oleh karena itu, memberi saran bukan hal utama dari strategi KM.
KM berfokus menumbuhkan solusi yang datang dari pasien dan bukan dari
petugas. Pada saat petugas perlu memberi saran, ingatlah beberapa hal ini:

• Minta persetujuan (seperti bila anda akan memberi informasi)


• Tekankan pilihan pribadi. Contoh: “Pada akhirnya keputusan ada di tangan
anda. Namun demikian saya bisa menjelaskan beberapa pilihan …”
• Tawarkan beragam pilihan sekaligus, jangan satu persatu.
Ingat, petugas dapat memberi informasi (atau saran) tapi petugas tidak dapat
mengharapkan reaksi pasien sesuai keinginan petugas. Lebih baik bila
petugas bertanya untuk mendapatkan persetujuan.
4). Bertanya (Ask) Reaksi
Langkah ketiga dalam 3B adalah menanyakan lagi kepada pasien untuk
menilai pengertian, interpretasi atau tanggapan mereka terhadap informasi
dan/atau saran yang baru disampaikan. Ini harus dilakukan secara teratur, tiap
kali setelah memberi informasi.
Caranya beragam:
“Jadi, apa artinya ini bagi Anda?”
“Bagaimana perasaan Anda mengenai hal itu?”
“Apa yang ingin anda tanyakan?”
“Ceritakan yang saya baru sampaikan dengan kata-kata Anda sendiri.”
Proses ini dapat berupa mendengarkan secara reflektif di mana anda
merefleksikan kembali reaksi pasien yang anda lihat dan dengar. Tujuannya
adalah memberi ruang pada pasien untuk memproses dan menanggapi
informasi yang baru anda sampaikan.

23
Materi Inti 6- Komunikasi, Informasi dan Edukasi TB-HIV

3 . Menggabungkan semuanya
Masing-masing keterampilan tidak berfungsi secara terpisah, tapi merupakan
bagian dari perangkat bagi petugas, untuk menggerakkan pasien ke arah
perubahan. Seperti dalam contoh di atas, anda dapat memulai sebuah sesi
dengan peneguhan (“Senang bertemu Anda kembali!”), lalu bergerak ke
pertanyaan terbuka (“Bagaimana dengan perubahan-perubahan yang kita
diskusikan waktu itu?”) setelah itu anda bisa mendengarkan secara reflektif
untuk memandu percakapan dengan pasien (“Kedengarannya Anda sedikit
kewalahan …”) dan 3B untuk memberi informasi baru (“Maukah Anda
mendengar pengalaman orang lain yang berhasil mengatasi situasi seperti
anda?”) lalu merefleksikan dan merangkum perasaan, ide dan pengalaman
pasien sementara terus meneguhkan contoh-contoh perubahan yang positif.
Keterampilan KM bisa diulangi terus-menerus dalam berbagai kombinasi.

(Mari kita lihat tayangan video)

Tabel Keterampilan berkomunikasi dalam KM


Keterampilan Tujuan yang ingin dicapai
1. Merefleksikan apa yang  Pasien merasa lebih dihormati dan diterima
dikatakan pasien serta lebih dimengerti.
(reflection)  Pasien didorong untuk memberikan informasi
tambahan
 Pasien lebih bisa mengutarakan pikiran dan
perasaannya.
 Pasien menjadi lebih sadar akan pikiran dan
perasaannya.
 Petugas bisa meluruskan apabila terjadi
kesalahpahaman pasien tentang perihal
medis.
 Petugas bersikap tidak menghakimi kepada
pasien.
2. Peneguhan (affirmation)  Membantu petugas melibatkan pasien.
 Mengurangi sikap pembelaan diri dari pasien.
 Mendorong keterbukaan pasien
3. Pertanyaan terbuka  Memberikan kesempatan yang lebih kepada
(open question) pasien untuk bercerita tentang dirinya.
4. Bertanya – Beritahu –  Mendapatkan informasi dari pasien mengenai

24
Materi Inti 6- Komunikasi, Informasi dan Edukasi TB-HIV

Bertanya (Ask – tell – sejauh mana pasien memahami tentang


ask) penyakitnya.
 Petugas dapat memberikan informasi
tambahan kepada pasien tanpa memiliki kesan
untuk “menggurui” pasien.

LATIHAN BERMAIN PERAN

Pada latihan bermain peran berikut akan dihadirkan EPT (Pasien yang sudah
mengalami konversi atau menyelesaikan pengobatan TB dan dinyatakan
sembuh) yang akan bermain peran bersama petugas TB/ Peserta latih dalam
pelatihan ini.

Pada saat bermain peran, EPT akan menempati tempat duduk yang telah
ditentukan dan akan bertemu dengn petugas yang dibagi menjadi kelompok
yang terdiri dari 2 orang petugas. Dua orang petugas tersebut akan berlatih
dengan 1 pasien terlatih. Saat bermain peran maka 1 orang sebagai petugas
dan 1 orang sebagai pengamat berhadapan dengan 1 oarng EPT.

Topik bermain peran berdasarkan 3 skenario yaitu: pada saat diagnosis


TB/HIV, menawarkan pemeriksaan TB/tes HIV dan efek samping obat.

Pasien terlatih bermain peran sesuai dengan nomor urut yang sudah
ditentukan, bergilir sesuai dengan waktu yang ditentukan.

VIII. LATIHAN
1. Sebutkan peran KIE dalam pengendalian TB-HIV?
Jawab:
........................................................................................................................
........................................................................................................................
........................................................................................................................

2. Poin-poin apa yang penting disampaikan dalam KIE TB-HIV di layanan HIV?
Jawab:
........................................................................................................................
........................................................................................................................
........................................................................................................................

3. Sebutkan komponen penting dalam komunikasi efektif?


Jawab:
........................................................................................................................
........................................................................................................................
........................................................................................................................

4. Sebutkan informasi yang harus disampaikan kepada pasien TB pada saat


25
Materi Inti 6- Komunikasi, Informasi dan Edukasi TB-HIV

melakukan KIE untuk menawarkan konseling dan tes HIV.


Jawab:
........................................................................................................................
........................................................................................................................
........................................................................................................................

5. Jelaskan tentang REACH dalam komunikasi efektif?


Jawab:
........................................................................................................................
........................................................................................................................
........................................................................................................................

26
Materi Inti 6- Komunikasi, Informasi dan Edukasi TB-HIV

i
Materi Inti 6- Komunikasi, Informasi dan Edukasi TB-HIV

IX. REFERENSI
1. Panduan Pelaksanaan Program Kolabiorasi TB-HIV
2. Modul pelatihan Komunikasi Efektif TB-RO
3. Buku Pedoman ART

i
Materi Inti 6- Komunikasi, Informasi dan Edukasi TB-HIV

i
Materi Inti 6- Komunikasi, Informasi dan Edukasi TB-HIV

i
Materi Inti 6- Komunikasi, Informasi dan Edukasi TB-HIV

Anda mungkin juga menyukai