Anda di halaman 1dari 39

4.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil
4.1.1 Komponen Iklim
1. Suhu Tanah Minimum
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa tidak terjadi interaksi nyata antara sumber dan
dosis limbah organik pada pengamatan suhu tanah minimum (Lampiran X, Tabel a,b,c dan d).
Akan tetapi terdapat pengaruh nyata dari sumber limbah bahan organik pada pengamatan suhu
tanah minimum yang hanya terjadi pada umur pengamatan 90 hst. Sedangkan dosis bahan
organik berepengaruh nyata terhadap suhu tanah minimum pada semua umur pengamatan. Rata-
rata suhu tanah minimum pada berbagai sumber dan dosis limbah bahan organik disajikan pada
Tabel Z.
Tabel Z. Rerata Suhu Tanah Minimum pada berbagai sumber dan dosis limbah bahan organik
pada umur pengamatan 30 hst, 50 hst, 70 hst, dan 90 hst
Rerata Suhu Tanah Minimum (C) pada Umur
Perlakuan Pengamatan (HST)
30 50 70 90
Sumber Limbah bahan
Organik
Limbah Kotoran ayam 24,1 24,58 24,08 24,00 a
Limbah Kotoran sapi 25,50 25,50 25,17 25,50 b
Limbah Kotoran kambing 24,83 25,00 24,58 24,75 ab
BNJ 5% tn tn tn 1,40
KK-a (%) 3,83 3,12 2,71 2,17
Dosis (%)
0 (tanpa bahan organik) 22,89 a 23,33 a 23,11 a 22,56 a
50 24,78 ab 24,56 ab 24,11 ab 24,11 b
100 26,11 b 26,22 b 26,00 b 26,11 c
150 25,44 b 26,00 b 25,22 b 26,22 c
BNJ 5% 2,20 1,67 1,90 1,20
KK-b (%) 4,12 3,33 3,83 2,45
Keterangan : Bilangan yang didampingi oleh huruf yang sama pada kolom dan perlakuan yang sama menunjukkan
tidak berbeda nyata berdasarkan uji BNJ pada taraf = 5%, hst = hari setelah tanam, tn = tidak
berpengaruh nyata
Tabel Z menunjukkan bahwa pada umur pengamatan 90 hst, penggunaan limbah kotoran
kambing kambing, suhu tanah minimum yang dihasilkan menunjukkan tidak berbeda nyata
dengan limbah bahan organik kotoran ayam maupun sapi. Akan tetapi penggunaan limbah yang
bersumber dari kotoran sapi, suhu tanah minimum yang dihasilkan nyata lebih tinggi 1,5°C
(6,25%) bila dibandingkan dengan limbah bahan organik kotoran ayam.
Pada perlakuan dosis limbah bahan organik, umur pengamatan 30 hst, 50 hst, 70 hst
menunjukkan pola hasil yang sama. Umumnya perlakuan 50% dosis limbah bahan organik tidak
berbeda nyata dengan penggunaan tanpa limbah, 100% dan 150% dosis limbah bahan organik.
Namun, suhu tanah minimum yang dihasilkan pada 100% dan 150% dosis limbah bahan organik
lebih tinggi bila dibandingkan dengan perlakuan tanpa limbah, masing-masing sebesar 3°C
(12,98%) dan 2,44°C (10,55%). Pada umur pengamatan 90 hst, suhu tanah minimum yang lebih
tinggi didapatkan pada perlakuan 100% dan 150% dosis limbah bahan organik kedua perlakuan
tersebut menunjukkan hasil tidak berbeda nyata. Penurunan 100% dosis limbah bahan organik
menjadi tanpa limbah dan 50% dosis limbah bahan organik menyebabkan menurunnya suhu
tanah minimum sebesar 3,55°C (15,73%) dan 2°C (8,29%). Penurunan 150% dosis limbah bahan
organik menjadi tanpa limbah dan 50% dosis limbah bahan organik menyebabkan menurunnya
suhu tanah minimum sebesar 3,66°C (16,22%) dan 2,11°C (8,75%)
2. Suhu Tanah Maksimum
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa tidak terjadi interaksi nyata antara sumber dan
dosis limbah bahan organik pada pengamatan suhu tanah maksimum (Lampiran X, Tabel a,b,c
dan d). Akan tetapi, terdapat pengaruh nyata pada dosis limbah bahan organik terhadap suhu
tanah maksimum pada semua umur pengamatan. Rata-rata suhu tanah maksimum akibat
pengaruh berbagai sumber dan dosis limbah bahan organik disajikan pada Tabel Z.
Tabel Z. Rerata Suhu Tanah Maksimum pada berbagai sumber dan dosis limbah bahan organik
pada semua umur pengamatan.
Rerata Suhu Tanah Maksimum (C) pada Umur Pengamatan
Perlakuan (HST)
30 50 70 90
Sumber Limbah bahan
Organik
Kotoran ayam 27,2 28,50 29,67 30,08
Kotoran sapi 28,00 29,50 30,00 30,67
Kotoran kambing 27,67 29,08 29,75 30,33
BNJ 5% tn tn tn tn
KK-a (%) 3,36 2,19 1,89 1,09
Dosis (%)
0 (Tanpa bahan organik) 26,78 a 27,44 a 28,67 a 29,56 a
50 27,11 ab 28,67 a 29,56 b 30,11 a
100 28,11 b 29,78 b 30,33 b 30,44 a
150 28,44 b 30,22 b 30,67 b 31,33 b
BNJ 5% 1,10 1,5 1,10 1,10
KK-b (%) 2,03 2,52 1,90 1,87
Keterangan : Bilangan yang didampingi oleh huruf yang sama pada umur dan perlakuan yang sama menunjukkan
tidak berbeda nyata berdasarkan uji BNJ pada taraf = 5%, hst = hari setelah tanam, tn = tidak
berpengaruh nyata.

Tabel Z menunjukkan bahwa pada umur pengamatan 30 hst suhu tanah maksimum pada
perlakuan 50% dosis limbah bahan organik tidak berbeda nyata dengan perlakuan tanpa limbah,
100% dan 150% dosis limbah bahan organik. Akan tetapi perlakuan 100% dan 150% dosis
limbah bahan organik suhu tanah maksimum yang dihasilkan lebih tinggi 1,33°C (4,96%) dan
1,66°C (6,19%) bila dibandingkan dengan perlakuan tanpa limbah. Pada umur 50 hst, suhu tanah
maksimum yang lebih tinggi didapatkan pada perlakuan 150% dan 100% dosis limbah bahan
organik, dan kedua perlakuan tersebut menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata. Perlakuan
yang berbeda dari 150% dosis limbah bahan organik menjadi tanpa limbah dan 50% dosis
limbah bahan organik menyebabkan menurunnya suhu tanah maksimum masing-masing sebesar
2,34°C (8,52%) dan 1,11°C (3,87%). Perlakuan yang berbeda dari 100% dosis limbah bahan
organik menjadi tanpa limbah dan 50% dosis limbah bahan organik menyebabkan menurunnya
suhu tanah maksimum masing-masing sebesar 2,78°C (10,13%) dan 1,55°C (5,41%). Pada pada
umur 70 hst, suhu tanah maksimum lebih tinggi didapatkan pada perlakuan 150%, 100%, dan
50% dosis limbah bahan organik, akan tetapi perlakuan tersebut menunjukkan hasil yang tidak
berbeda nyata. Perlakuan dosis yang berbeda dari 150%, 100%, dan 50% dosis limbah bahan
organik menjadi tanpa limbah menyebabkan menurunnya suhu tanah maksimum masing-masing
sebesar 0,89°C (3,10%), 1,66°C (5,79%), dan 2°C (6,97%). Pada umur pengamatan 90 hst
perlakuan 150% dosis limbah bahan organik menunujukkan hasil tertinggi bila dibandingkan
dengan 100%, 50% dosis limbah bahan organik, dan tanpa limbah menurunnya suhu tanah
maksimum masing–masing sebesar 0,89°C (2,92%), 1,22°C (4,05%), dan 1,77°C (5,98%). Akan
tetapi, perlakuan dosis 100%, 50% limbah bahan organik, dan tanpa limbah menunjukkan hasil
yang tidak berbeda nyata pada suhu tanah maksimum.
3. Kelembaban Tanah Maksimum
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa tidak terjadi interaksi nyata antara sumber dan
dosis limbah bahan organik pada pengamatan kelembaban tanah maksimum (Lampiran X, Tabel
a,b,c dan d). Akan tetapi, terdapat pengaruh nyata pada dosis limbah bahan organik terhadap
kelembaban tanah maksimum pada semua umur pengamatan. Rata-rata kelembaban tanah
maksimum akibat pengaruh berbagai sumber dan dosis limbah bahan organik disajikan pada
Tabel Z.
Tabel Z. Rerata Kelembaban Tanah Maksimum pada berbagai sumber dan dosis limbah bahan
organik pada umur semua umur pengamatan.
Rerata Kelembaban Tanah Maksimum (%) pada Umur
Perlakuan Pengamatan (HST)
30 50 70 90
Sumber Limbah bahan
Organik
Kotoran ayam 78.7 79.03 78.83 78.64
Kotoran sapi 77.85 78.37 77.93 77.87
Kotoran kambing 78.37 78.60 78.08 78.31
BNJ 5% tn tn tn tn
Dosis (%)
0 (tanpa bahan organik) 81.53 b 81.4 b 81.63 b 82.02 b
50 78.19 a 79.62 a 78.84 a 79.12 a
100 77.29 a 77.79 a 77.29 a 76.92 a
150 76.25 a 75.84 a 75.37 a 75.02 a
BNJ 5% 2.20 3.2 4.70 4.70
Keterangan : Bilangan yang didampingi oleh huruf yang sama pada kolom dan perlakuan yang sama menunjukkan
tidak berbeda nyata berdasarkan uji BNJ pada taraf = 5%, hst = hari setelah tanam, tn = tidak
berpengaruh nyata.

Tabel Z menunjukkan bahwa pada perlakuan dosis limbah bahan organik untuk umur
pengamatan 30 hst, 50 hst, 70 hst dan 90 hst kelembaban tanah maksimum yang dihasilkan
membentuk pola hasil yang sama. Umumnya kelembaban tanah maksimum yang paling tinggi
didapatkan pada perlakuan tanpa limbah bila dibandingkan dengan perlakuan 50%, 100%, dan
150% dosis limbah bahan organik. Peningkatan perlakuan tanpa limbah (0%) menjadi
50%,100%, dan 150% dosis limbah bahan organik menyebabkan menurunnya kelembaban tanah
maksimum masing - masing sebesar 2,7% (3,3%), 4,32% (5,29%), dan 6,02% (7,37%).
Sedangkan pada perlakuan 50%, 100%, dan 150% dosis limbah bahan organik kelembaban tanah
maksimum yang dihasilkan menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata.
4. Kelembaban Tanah Minimum
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa tidak terjadi interaksi nyata antara sumber dan
dosis limbah bahan organik pada pengamatan kelembaban tanah minimum (Lampiran X, Tabel
a,b,c dan d). Akan tetapi, terdapat pengaruh nyata pada dosis limbah bahan organik terhadap
kelembaban tanah minimum pada semua umur pengamatan. Rata-rata kelembaban tanah
minimum akibat pengaruh berbagai sumber dan dosis limbah bahan organik disajikan pada Tabel
Z.
Tabel Z. Rerata Kelembaban Tanah Minimum pada berbagai sumber dan dosis limbah bahan
organik pada semua umur pengamatan.
Rerata Kelembaban Tanah Minimum (%) pada Umur
Perlakuan Pengamatan (HST)
30 50 70 90
Sumber Limbah bahan
Organik
Kotoran ayam 44.7 45.09 43.10 41.80
Kotoran sapi 42.70 42.68 41.14 41.47
Kotoran kambing 43.78 43.60 42.72 41.67
BNJ 5% tn tn tn tn
Dosis (%)
0 (Tanpa bahan organik) 44.52 a 45.77 b 44.74 b 44.21 c
50 45.38 b 44.49 a 43.73 a 43.10 b
100 43.20 a 44.01 a 42.64 a 41.09 b
150 41.78 a 40.89 a 38.14 a 38.19 a
BNJ 5% 3.50 4.8 4.80 2.00
Keterangan : Bilangan yang didampingi oleh huruf yang sama pada kolom dan perlakuan yang sama menunjukkan
tidak berbeda nyata berdasarkan uji BNJ pada taraf = 5%, hst = hari setelah tanam, tn = tidak
berpengaruh nyata.
Tabel Z menunjukkan bahwa pada umur pengamatan 30 hst perlakuan 50% dosis limbah
bahan organik menunujukkan kelembaban tanah minimum tertinggi bila dibandingkan dengan
perlakuan tanpa maupun dengan 100% dan 150% dosis limbah bahan organik. Penurunan 50%
dosis limbah bahan organik menjadi perlakuan tanpa limbah dan peningkatan dosis 50% limbah
bahan organik menjadi 100 % dan 150% dosis limbah bahan organik menyebabkan menurunnya
kelembaban tanah minimum masing–masing sebesar 0,86% (1,93%), 2,18% (5,04%), dan 3,6%
(8,61%). Akan tetapi, pada perlakuan tanpa limbah maupun dengan 100% dan 150% dosis
limbah bahan organik menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata. Pada umur pengamatan 50
hst dan 70 hst kelembaban tanah minimum menunjukkan pola hasil yang sama. Umumnya
kelembaban tanah minimum paling tinggi didapatkan pada perlakuan tanpa limbah bila
dibandingkan dengan 50%, 100%, dan 150% dosis limbah bahan organik. Peningkatan perlakuan
tanpa limbah menjadi 50%,100%, dan 150% dosis limbah bahan organik menyebabkan
menurunnya kelembaban tanah minimum masing-masing sebesar 1,11% (2,51%), 1,93%
(4,45%), dan 5,74% (14,52%). Akan tetapi,pada perlakuan 50%, 100%, dan 150% dosis limbah
bahan organik, kelembaban tanah minimum yang dihasilkan tidak berbeda nyata. Pada umur
pengamatan 90 hst perlakuan tanpa limbah menunjukkan kelembaban tanah minimum paling
tinggi bila dibandingkan dengan perlakuan 50%,100%, dan 150% dosis limbah bahan organik.
Peningkatan perlakuan tanpa limbah menjadi 50%,100%, dan 150% dosis limbah bahan organik
menyebabkan menurunnya kelembaban tanah minimum masing-masing sebesar 1,11% (2,57%),
3,12% (7,59%), dan 6,02% (15,76%). Akan tetapi, pada perlakuan 50% dan 100% dosis limbah
bahan organik, kelembaban tanah minimum yang dihasilkan tidak berbeda nyata.
4.1.2 Komponen Pertumbuhan
a. Luas Daun
Hasil analisis ragam menunjukkan adanya interaksi nyata antara sumber dan dosis limbah
bahan organik pada luas daun umur pengamatan 50 hst, 70 hst dan 90 hst (Lampiran X, Tabel a,
b,c dan d). Rata-rata luas daun akibat terjadinya interaksi nyata antara sumber dan dosis limbah
bahan organik pada umur pengamatan 50 hst, 70 hst, dan 90 hst disajikan pada Tabel Z.
Tabel Z. Rata-rata luas daun (cm2) pada berbagai sumber dan dosis limbah bahan organik pada
umur pengamatan 50 hst, 70 hst, dan 90 hst

Umur Dosis (%)


Sumber Limbah
Pengamatan 0 (Tanpa
Bahan 50 100 150
(HST) bahan organik)
14,17 a 17,86 a 29,33 b 18,27 a
Kotoran ayam
A A A A
18,55 a 25,73 a 56,48 c 34,82 b
50 Kotoran sapi
A B B B
15,91 a 32,07 a 25,03 a 40,06 b
Kotoran kambing
A B A B
BNJ 6.914
KK-ab (%) 1,82
47,66 a 59,55 b 83,89 c 65,80 b
Kotoran ayam
A A A A
40,34 a 60,80 b 93,05 c 65,59 b
70 Kotoran sapi
A A B A
41,27 a 73,93 b 76,88 b 83,98 c
Kotoran kambing
A B A B
BNJ 8.570
KK-ab (%) 0,68
69,16 a 75,12 b 102,79 d 87,68 c
Kotoran ayam
A A A A
71,56 a 77,54 a 121,7 c 97,11 b
90 Kotoran sapi
A AB B B
71,58 a 83,49 b 96,41 c 105,35d
Kotoran kambing
A B A B
BNJ 7.070
KK-ab (%) 1,17
Keterangan : Bilangan yang didampingi oleh huruf kecil yang sama pada baris yang sama maupun huruf besar yang
sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji BNJ pada taraf 5%, hst
= hari setelah tanam.
Tabel Z menunjukkan bahwa pada umur pengamatan 50 hst, penggunaan limbah bahan
organik kotoran ayam dengan dosis 100% mampu menghasilkan daun paling luas bila
dibandingkan dengan perlakuan tanpa maupun dengan, 50%, dan 150% dosis limbah bahan
organik. Penurunan dosis bahan organik yaitu dari 100% menjadi 50% dan tanpa limbah dan
peningkatan dosis bahan organik yaitu dari 100% menjadi 150% menyebabkan menurunnya luas
daun masing-masing seluas 11,47 cm2 (39,1%), 15,16 cm2 (51,68%), dan 11,06 cm2 (37,70%).
Akan tetapi, pada perlakuan tanpa maupun dengan 50%, dan 150% dosis limbah bahan organik,
luas daun yang dihasilkan tidak berbeda nyata. Penggunaan limbah bahan organik kotoran sapi
dengan dosis 100% mampu menghasilkan daun paling luas bila dibandingkan dengan
perlakuan tanpa maupun dengan, 50%, dan 150% dosis limbah bahan organik. Penurunan dosis
bahan organik yaitu dari 100% menjadi 50% dan tanpa limbah dan peningkatan dosis bahan
organik yaitu dari 100% menjadi 150% menyebabkan menurunnya luas daun masing-masing
seluas 30,75 cm2 (54,44%), 37,93 cm2 (67,15%), dan 21,66 cm2 (38,34%). Akan tetapi, pada
perlakuan tanpa maupun dengan 50% dosis limbah bahan organik, luas daun yang dihasilkan
tidak berbeda nyata. Sedangkan pada penggunaan limbah bahan organik kotoran kambing
dengan perlakuan dosis 150% mampu menghasilkan daun paling luas bila dibandingkan dengan
perlakuan tanpa maupun dengan, 50%, dan 100% dosis limbah bahan organik. Penurunan dosis
bahan organik yaitu dari 150% menjadi 100%, 50%, dan tanpa limbah menyebabkan
menurunnya luas daun masing-masing seluas 15,03 cm 2 (37,51%), 21,66 cm2 (54,06%), dan
24,15 cm2 (60,28%). Akan tetapi, perlakuan tanpa maupun dengan, 50%, dan 100% dosis limbah
bahan organik, luas daun yang dihasilkan tidak berbeda nyata.
Dilihat dari pengaruh dosis limbah bahan organik pada berbagai sumber limbah bahan
organik, pada perlakuan tanpa limbah, luas daun yang dihasilkan menunjukkan hasil yang tidak
berbeda nyata pada seluruh sumber limbah bahan organik. Perlakuan 50% dan 150% dosis
limbah bahan organik menunjukkan pola hasil yang sama. Umumnya penggunaan limbah
kotoran sapi dan limbah kotoran kambing menghasilkan daun lebih luas 12,21 cm 2 (40,43%) dan
18 cm2 (49,91%) jika dibandingkan dengan perlakuan limbah kotoran ayam. Akan tetapi, pada
penggunaan limbah kotoran sapi dan limbah kotoran kambing, luas daun yang dihasilkan tidak
berbeda nyata. Sedangkan pada perlakuan 100% dosis limbah bahan organik, daun yang paling
luas didapatkan pada penggunaan limbah kotoran sapi. Penggunaan yang berbeda dari limbah
kotoran sapi menjadi limbah kotoran ayam dan limbah kotoran kambing menyebabkan
menurunnya luas daun masing-masing seluas 27,15 cm 2 (48,07%) dan 31,45 cm2 (55,68%). Akan
tetapi, pada penggunaan limbah kotoran ayam dan limbah kotoran kambing, luas daun yang
dihasilkan tidak berbeda nyata.
Tabel Z menunjukkan bahwa pada umur pengamatan 70 hst, Penggunaan limbah bahan
organik kotoran ayam dan kotoran sapi menunjukkan pola hasil yang sama. Umumnya dosis
100% mampu menghasilkan daun paling luas bila dibandingkan dengan perlakuan tanpa maupun
dengan, 50%, dan 150% dosis limbah bahan organik. Penurunan dosis bahan organik yaitu dari
100% menjadi 50% dan tanpa limbah dan peningkatan dosis bahan organik yaitu dari 100%
menjadi 150% menyebabkan menurunnya luas daun masing-masing seluas 28,3 cm 2 (31,98%),
44,48 cm2 (50,27%), dan 22,78 cm2 (25,74%). Akan tetapi, pada perlakuan tanpa maupun dengan
50%, dan 150% dosis limbah bahan organik, luas daun yang dihasilkan tidak berbeda nyata.
Sedangkan pada penggunaan limbah bahan organik kotoran kambing dengan dosis 150% mampu
menghasilkan daun paling luas bila dibandingkan dengan perlakuan tanpa maupun dengan, 50%,
dan 100% dosis limbah bahan organik. Penurunan dosis bahan organik yaitu dari 150% menjadi
100%, 50%, dan tanpa limbah menyebabkan menurunnya luas daun masing-masing seluas 42,71
cm2 (50,85%), 10,05 cm2 (11,96%), dan 7,1 cm2 (8,45%). Akan tetapi, pada perlakuan 100% dan
50% dosis limbah bahan organik, luas daun yang dihasilkan tidak berbeda nyata.
Dilihat dari pengaruh dosis limbah bahan organik pada berbagai sumber limbah bahan
organik, pada perlakuan tanpa limbah, luas daun yang dihasilkan menunjukkan hasil yang tidak
berbeda nyata pada seluruh sumber limbah bahan organik. Perlakuan 50% dan 150% dosis
limbah bahan organik menunjukkan pola hasil yang sama. Umumnya daun yang paling luas
didapatkan pada penggunaan limbah kotoran kambing dibandingkan dengan penggunaan limbah
kotoran ayam dan kotoran sapi. Penggunaan yang berbeda dari limbah kotoran kambing menjadi
limbah kotoran ayam dan limbah kotoran sapi menyebabkan menurunnya luas daun masing-
masing seluas 16,31 cm2 (20,65%) dan 15,79 cm2 (19,99%). Akan tetapi, pada penggunaan
limbah kotoran ayam dan kotoran sapi, luas daun yang dihasilkan tidak berbeda nyata. Perlakuan
dosis 100% limbah bahan organik, daun yang paling luas didapatkan pada penggunaan limbah
kotoran sapi. Penggunaan yang berbeda dari limbah kotoran sapi menjadi limbah kotoran ayam
dan limbah kotoran kambing menyebabkan menurunnya luas daun masing-masing seluas 9,16
cm2 (9,84%) dan 16,17 cm2 (17,33%). Akan tetapi pada penggunaan limbah kotoran ayam dan
limbah kotoran kambing, luas daun yang dihasilkan tidak berbeda nyata.
Pada umur pengamatan 90 hst, Penggunaan limbah bahan organik kotoran ayam dengan
dosis 100% mampu menghasilkan daun paling luas bila dibandingkan dengan perlakuan tanpa
maupun dengan, 50%, dan 150% dosis limbah bahan organik. Penurunan dosis bahan organik
yaitu dari 100% menjadi 50% dan tanpa limbah dan peningkatan dosis bahan organik yaitu dari
100% menjadi 150% menyebabkan menurunnya luas daun masing-masing seluas 27,67 cm 2
(26,91%), 33,63 cm2 (32,71%), dan 15,11 cm2 (14,69%). Penggunaan limbah bahan organik
kotoran sapi dengan dosis 100% mampu menghasilkan daun paling luas bila dibandingkan
dengan perlakuan tanpa maupun dengan, 50%, dan 150% dosis limbah bahan organik. Penurunan
dosis bahan organik yaitu dari 100% menjadi 50% dan tanpa limbah dan peningkatan dosis
bahan organik yaitu dari 100% menjadi 150% menyebabkan menurunnya luas daun masing-
masing seluas 44,16 (36,28%), 50,14 (41,19%), dan 24,59 (20,2%). Akan tetapi, pada perlakuan
tanpa limbah dan 50% dosis limbah bahan organik, luas daun yang dihasilkan tidak berbeda
nyata. Sedangkan pada penggunaan limbah bahan organik kotoran kambing dengan dosis 150%
limbah bahan organik mampu menghasilkan daun paling luas bila dibandingkan dengan
perlakuan tanpa maupun dengan, 50%, dan 100% dosis limbah bahan organik. Penurunan dosis
bahan organik yaitu dari 150% menjadi 100%, 50%, dan tanpa limbah menyebabkan
menurunnya luas daun masing-masing seluas 8,94 cm 2 (8,48%), 21,86 cm2 (20,74%), dan 33,77
cm2 (32,01%).
Dilihat dari pengaruh dosis limbah bahan organik pada berbagai sumber limbah bahan
organik, pada perlakuan tanpa limbah, luas daun yang dihasilkan menunjukkan hasil yang tidak
berbeda nyata pada seluruh sumber limbah bahan organik. Perlakuan 50% dosis limbah bahan
organik yang dihasilkan oleh penggunaan limbah kotoran sapi tidak berbeda nyata dengan
limbah kotoran ayam dan kotoran kambing. Penggunaan limbah kotoran kambing menghasilkan
daun tanaman lebih luas 8,37 cm2 (10,02%) bila dibandingkan dengan kotoran ayam. Perlakuan
100% dosis limbah bahan organik, daun yang paling luas didapatkan pada penggunaan limbah
kotoran sapi. Penggunaan yang berbeda dari limbah kotoran sapi menjadi limbah kotoran ayam
dan limbah kotoran kambing menyebabkan menurunnya luas daun masing-masing seluas 18,91
cm2 (15,53%) dan 25,29 cm2 (20,78%). Akan tetapi, pada penggunaan limbah kotoran ayam dan
limbah kotoran kambing, luas daun yang dihasilkan tidak berbeda nyata. Sedangkan pada
perlakuan 150% dosis limbah bahan organik penggunaan limbah kotoran sapi dan kotoran
kambing menghasilkan luas daun masing-masing seluas 9,43 cm 2 (9,71%) dan 17,67 cm2
(16,77%) jika dibanding dengan perlakuan limbah kotoran ayam. Akan tetapi, pada penggunaan
limbah kotoran sapi dan limbah kotoran kambing, luas daun yang dihasilkan tidak berbeda nyata.
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa tidak terjadi interaksi nyata antara sumber dan
dosis limbah bahan organik pada pengamatan luas daun umur pengamatan 30 hst. (Lampiran X,
Tabel a,b,c dan d). Akan tetapi, terdapat pengaruh nyata pada sumber dan dosis limbah bahan
organik terhadap luas daun pada umur pengamatan 30 hst. Rata-rata luas daun akibat pengaruh
berbagai sumber dan dosis limbah bahan organik disajikan pada Tabel Z.
Tabel Z. Rata-rata luas daun (cm2) pada berbagai sumber dan dosis limbah bahan organik pada
umur pengamatan 30 hst.
Rerata Luas Daun (cm2) pada Umur
Perlakuan Pengamatan
30 (HST)
Sumber Limbah bahan organik
Kotoran ayam 5.74 a
Kotoran sapi 7.06 b
Kotoran kambing 6.34 a
BNJ 5% 1.20
KK-a (%) 6,47
Dosis (%)
0 (tanpa bahan organik) 4.69 a
50 6.64 b
100 7.43 b
150 6.75 b
BNJ 5% 1.47
KK-b (%) 10,01
Keterangan : Bilangan yang didampingi oleh huruf yang sama pada kolom dan perlakuan yang sama menunjukkan
tidak berbeda nyata berdasarkan uji BNJ pada taraf = 5%, hst = hari setelah tanam, tn = tidak
berpengaruh nyata

Table Z menunjukkan bahwa luas daun pada umur pengamatan 30 hst daun paling luas
didapatkan pada penggunaan limbah kotoran sapi. Penggunaan limbah bahan organik yang
berbeda dari limbah kotoran sapi menjadi limbah kotoran ayam dan limbah kotoran kambing
menyebabkan menurunnya luas daun masing–masing seluas 1,32 cm 2 (18,69%) dan 0,72 cm2
(10,19%). Namun pada penggunaan limbah kotoran ayam dan limbah kotoran kambing, luas
daun yang dihasilkan tidak berbeda nyata.
Pada umur pengamatan 30 hst perlakuan 50%, 100%, dan 150% dosis limbah bahan
organik pada daun menunjukkan hasil lebih luas dibandingkan dengan perlakuan tanpa limbah.
Penurunan dari dosis bahan organik yaitu dari 50%, 100%, dan 150% dosis limbah bahan
organik menjadi perlakuan tanpa limbah menyebabkan menurunnya masing-masing seluas 1,95
cm2 (29,36%), 2,74 cm2 (36,87%), dan 2,06 cm2 (30,51%). Akan tetapi pada perlakuan 50%,
100% dan 150% dosis limbah bahan organik, luas daun yang dihasilkan tidak berbeda nyata.
b. Jumlah Daun
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa tidak terjadi interaksi nyata antara sumber dan
dosis limbah bahan organik pada pengamatan jumlah daun (Lampiran X, Tabel a,b,c dan d).
Akan tetapi, terdapat pengaruh nyata pada dosis limbah bahan organik terhadap jumlah daun
umur pengamatan 30 hst, 70 hst, dan 90 hst. Rata-rata jumlah daun akibat pengaruh berbagai
sumber dan dosis limbah bahan organik disajikan pada Tabel Z.
Tabel Z. Rata-rata jumlah daun pada berbagai sumber dan dosis limbah bahan organik pada
umur pengamatan 30 hst, 50 hst, 70 hst, dan 90 hst.

Rerata Jumlah Daun (Helai) pada Umur Pengamatan


Perlakuan (HST)
30 hst 50 hst 70 hst 90 hst
Sumber Limbah bahan
organik
Kotoran ayam 3.4 4.3 5.08 5.67
Kotoran sapi 3.46 4.54 5.88 5.75
Kotoran kambing 3.50 4.46 5.63 5.71
BNJ 5% tn tn tn tn
KK-a (%) 11,95 3,75 18,06 5,65
Dosis (%)
0 (tanpa bahan organik) 3.11 a 4.06 5.00 a 5.22 a
50 3.44 ab 4.44 5.33 ab 5.44 ab
100 3.50 ab 4.50 5.44 ab 5.67 ab
150 3.72 b 4.78 6.33 b 6.50 b
BNJ 5% 0.58 tn 1.15 1.09
KK-b (%) 7,32 8,03 9,05 8,30
Keterangan : Bilangan yang didampingi oleh huruf yang sama pada kolom dan perlakuan yang sama menunjukkan
tidak berbeda nyata berdasarkan uji BNJ pada taraf = 5%, hst = hari setelah tanam, tn = tidak
berpengaruh nyata

Tabel Z menunjukkan bahwa pada perlakuan dosis limbah bahan organik untuk umur
pengamatan 30 hst, 50 hst, 70 hst dan 90 hst jumlah daun yang dihasilkan membentuk pola hasil
yang sama. Umumnya perlakuan 50% dan 100% dosis limbah bahan organik menunjukkan hasil
tidak berbeda nyata bila dibandingkan dengan perlakuan tanpa maupun dengan 150% dosis
limbah bahan organik. Penurunan dosis bahan organik yaitu dari 150% menjadi perlakuan tanpa
limbah menyebabkan menurunnya jumlah daun sebesar 1,07 (19,41%) helai daun.
c. Berat Segar Total Tanaman
Hasil analisis ragam menunjukkan adanya interaksi nyata antara sumber dan dosis limbah
bahan organik pada Berat segar total tanaman pada emua umur pengamatan (Lampiran X, Tabel
a, b,c dan d). Rata-rata Berat segar total tanaman akibat terjadinya interaksi nyata antara sumber
dan dosis limbah bahan organik pada semua umur pengamatan disajikan pada Tabel Z.
Tabel Z. Rata-rata Berat segar total tanaman (g) pada berbagai sumber dan dosis limbah bahan
organik pada semua umur pengamatan.

Dosis (%)
Sumber
Umur Pengamatan 0 (tanpa
Limbah
(hst) bahan 50 100 150
Bahan
organik)
2,77 a 5,80 b 5,74 b 7,04 c
Kotoran ayam
A B A B
2,88 a 5,07 b 6,95 c 6,42 c
30 Kotoran sapi
A A B A
Kotoran 3,08 a 5,16 b 5,16 b 7,58 c
kambing A AB A C
BNJ 0.710
KK-ab (%) 1,53
9.16 a 11.25 b 15.9 c 13.9 c
Kotoran ayam
A A B A
8.54 a 13.09 b 17.58 d 14.96 c
50 Kotoran sapi
A B C B
Kotoran 8.4 a 12.16 b 14.29 c 17.53 d
kambing A B A C
BNJ 0.990
KK-ab (%) 1,38
19.67 a 21.07 ab 21.42 b 29.07 c
Kotoran ayam
A A A B
19.81 a 23.32 b 30.04 d 27.10 c
70 Kotoran sapi
A B C A
Kotoran 20.39 a 22.93 b 24.23 b 29.43 c
kambing A B B B
BNJ 1.490
KK-ab (%) 1,26
90 23.62 a 25.81 b 27.70 c 32.62 d
Kotoran ayam
A A A AB
Kotoran sapi 24.57 a 28.61 b 35.04 d 31.755 c
A B B A
Kotoran 23.25 a 26.63 b 28.33 c 33.56 d
kambing A A A B
BNJ 1.710
KK-ab (%) 0,89
Keterangan : Bilangan yang didampingi oleh huruf kecil yang sama pada baris yang sama maupun huruf besar yang
sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji BNJ pada taraf 5%, hst
= hari setelah tanam.
Tabel Z menunjukkan bahwa pada umur pengamatan 30 hst, Penggunaan limbah bahan
organik kotoran ayam dan kotoran kambing menunjukkan pola hasil yang sama. Umumnya dosis
150% mampu menghasilkan berat segar total tanaman paling berat bila dibandingkan dengan
perlakuan tanpa maupun dengan, 50%, dan 100% dosis limbah bahan organik. Penurunan dosis
bahan organik yaitu dari 150% menjadi 100%, 50% dan tanpa limbah menyebabkan menurunnya
berat segar total tanaman masing-masing sebesar 1,86 g (25,44%), 1,83 g (25,03%), dan 4,39 g
(60,05%). Akan tetapi, pada perlakuan 50% dan 100% dosis limbah bahan organik, berat segar
total tanaman yang dihasilkan tidak berbeda nyata. Pada penggunaan limbah bahan kotoran sapi,
berat berat segar tanaman yang lebih berat didapatkan pada perlakuan 100% dan 150% dosis
limbah bahan organik, dan kedua perlakuan tersebut menunjukkan hasil yang tidak berbeda
nyata. Penurunan dosis bahan organik yaitu dari 100% menjadi 50% dan tanpa limbah
menyebabkan menurunnya berat segar total tanaman masing-masing sebesar 4,07 g (58,56%)
dan 1,88 g (27,05%). Penurunan dosis bahan organik yaitu dari 150% menjadi 50% dan tanpa
limbah menyebabkan menurunnya berat segar total tanaman masing-masing sebesar 3,54 g
(55,14%) dan 1,35 g (21,02%).
Dilihat dari pengaruh dosis limbah bahan organik pada berbagai sumber limbah bahan
organik, pada perlakuan tanpa limbah, berat segar total tanaman yang dihasilkan menunjukkan
hasil yang tidak berbeda nyata pada seluruh sumber limbah bahan organik. Perlakuan 50% dosis
limbah bahan organik yang dihasilkan oleh penggunaan limbah kotoran kambing tidak berbeda
nyata dengan limbah kotoran ayam dan kotoran sapi. Penggunaan limbah kotoran ayam
menghasilkan berat segar total tanaman lebih berat 0,73 g (12,58%) bila dibandikan dengan
kotoran sapi. Perlakuan 100% dosis limbah bahan organik, berat segar total tanaman yang paling
berat didapatkan pada penggunaan limbah kotoran sapi. Penggunaan yang berbeda dari limbah
kotoran sapi menjadi limbah kotoran ayam dan limbah kotoran kambing menyebabkan
menurunnya berat segar total tanaman masing-masing sebesar 1.21 g (17,41%) dan 1.79 g
(25,75%). Akan tetapi, pada penggunaan limbah kotoran ayam dan limbah kotoran kambing,
berat segar total tanaman yang dihasilkan tidak berbeda nyata. Sedangkan pada perlakuan 150%
dosis limbah bahan organik, berat segar total tanaman yang paling berat didapatkan pada
penggunaan limbah kotoran kambing. Penggunaan yang berbeda dari limbah kotoran ayam
menjadi limbah kotoran sapi dan limbah kotoran kambing menyebabkan menurunnya berat segar
total tanaman masing-masing sebesar 0,54 g (7,12%) dan 1.16 g (15,30%).
Tabel Z menunjukkan bahwa pada umur pengamatan 50 hst, pada penggunaan limbah
bahan organik kotoran ayam berat berat segar tanaman yang lebih berat didapatkan pada
perlakuan 100% dan 150% dosis limbah bahan organik, dan kedua perlakuan tersebut
menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata. Penurunan dosis bahan organik yaitu dari 100%
menjadi 50% dan tanpa limbah menyebabkan menurunnya berat segar total tanaman masing-
masing sebesar 6,74 g (42,38%) dan 4,65 g (29,24%). Penurunan dosis bahan organik yaitu dari
150% menjadi 100% dan 50 menurunnya bobot segar total tanaman masing-masing sebesar 4,74
g (34,10%) dan 2,65 g (19,06%). Penggunaan limbah bahan organik kotoran sapi dengan dosis
100% mampu menghasilkan berat segar total tanaman paling berat bila dibandingkan dengan
perlakuan tanpa maupun dengan, 50%, dan 150% dosis limbah bahan organik. Penurunan dosis
bahan organik yaitu dari 100% menjadi 50% dan tanpa limbah dan peningkatan dosis bahan
organik yaitu dari 100% menjadi 150% menyebabkan menurunnya berat segar total tanaman
masing-masing sebesar 4,49 g (25,54%), 9,04 g (51,42%), dan 2,62 g (14,90%). Sedangkan pada
penggunaan limbah bahan organik kotoran kambing dengan dosis 150% limbah bahan organik
mampu menghasilkan berat segar total tanaman paling berat bila dibandingkan dengan perlakuan
tanpa maupun dengan, 50%, dan 100% dosis limbah bahan organik. Penurunan dosis bahan
organik yaitu dari 150% menjadi 100%, 50%, dan tanpa limbah menyebabkan menurunnya berat
segar total tanaman masing-masing sebesar 3,24 g (18,48%), 5,37 g (30,63%), dan 9,13 g
(52,08%).
Dilihat dari pengaruh dosis limbah bahan organik pada berbagai sumber limbah bahan
organik, pada perlakuan tanpa limbah, berat segar total tanaman yang dihasilkan menunjukkan
hasil yang tidak berbeda nyata pada seluruh sumber limbah bahan organik. Perlakuan 50% dosis
limbah bahan organik penggunaan limbah kotoran sapi dan limbah kotoran kambing
menghasilkan berat segar total tanaman lebih berat 1,84 g (14,05%) dan 0,91 g (7,48%) jika
dibandingkan dengan perlakuan limbah kotoran ayam. Akan tetapi, pada penggunaan limbah
kotoran sapi dan limbah kotoran kambing, berat segar total tanaman yang dihasilkan tidak
berbeda nyata. Pada perlakuan 100% dosis limbah bahan organik, berat segar total tanaman
paling besar didapatkan pada penggunaan limbah kotoran sapi. Penggunaan yang berbeda dari
limbah kotoran sapi menjadi limbah kotoran ayam dan limbah kotoran kambing menyebabkan
menurunnya berat segar total tanaman masing-masing sebesar 1,68 (9,55%) dan 3,29 g
(18,71%). Perlakuan 150% dosis limbah bahan organik, berat segar total tanaman paling besar
didapatkan pada penggunaan limbah kotoran kambing. Penggunaan yang berbeda dari limbah
kotoran sapi menjadi limbah kotoran ayam dan limbah kotoran kambing menyebabkan
menurunnya berat segar total tanaman masing-masing sebesar 3,63 g (20,70%) dan 2,57 g
(14,66%).
Tabel Z menunjukkan bahwa pada umur pengamatan 70 hst, pada penggunaan limbah
bahan organik kotoran ayam dengan dosis 150% mampu menghasilkan berat segar total tanaman
paling berat bila dibandingkan dengan perlakuan tanpa maupun dengan, 50%, dan 100% dosis
limbah bahan organik. Penurunan dosis bahan organik yaitu dari 150% menjadi 100%, 50%, dan
tanpa limbah menyebabkan menurunnya berat segar total tanaman masing-masing sebesar 57,65
g (26,31%), 8 g (27,51%), dan 9,04 g (31,09%). Akan tetapi, pada perlakuan 50% dan 50% dosis
limbah bahan organik, berat segar total tanaman yang dihasilkan tidak berbeda nyata. Pada
penggunaan 50% menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata dengan tanpa pemupukan dan
100% dosis limbah bahan organik. Akan tetapi 100% dosis limbah bahan organik lebih tinggi
1,75 g (8,16%) bila dibandingkan dengan tanpa pemupukan. Penggunaan limbah bahan organik
kotoran sapi dengan dosis 100% mampu menghasilkan berat segar total tanaman paling berat
bila dibandingkan dengan perlakuan tanpa maupun dengan, 50%, dan 150% dosis limbah bahan
organik. Penurunan dosis bahan organik yaitu dari 100% menjadi 50% dan tanpa limbah dan
peningkatan dosis bahan organik yaitu dari 100% menjadi 150% menyebabkan menurunnya
berat segar total tanaman masing-masing sebesar 6,72 g (22,37%), 10,23 g (34,05%) dan 2,94 g
(9,78%). Sedangkan pada penggunaan limbah bahan organik kotoran kambing dengan dosis
150% limbah bahan organik mampu menghasilkan berat segar total tanaman paling berat bila
dibandingkan dengan perlakuan tanpa maupun dengan, 50%, dan 100% dosis limbah bahan
organik. Penurunan dosis bahan organik yaitu dari 150% menjadi 100%, 50%, dan tanpa limbah
menyebabkan menurunnya berat segar total tanaman masing-masing sebesar 5,2 g (17,66%), 6,5
g (22,08%), dan 9,04 g (30,71%). Akan tetapi, pada 50% dan 100% dosis limbah bahan organik,
berat segar total tanaman yang dihasilkan tidak berbeda nyata.
Dilihat dari pengaruh dosis limbah bahan organik pada berbagai sumber limbah bahan
organik, pada perlakuan tanpa limbah, berat segar total tanaman yang dihasilkan menunjukkan
hasil yang tidak berbeda nyata pada seluruh sumber limbah bahan organik. Perlakuan 50% dosis
limbah bahan organik penggunaan limbah kotoran sapi dan limbah kotoran kambing
menghasilkan berat segar total tanaman lebih berat 2,25 g (9,64%) dan 1,86 g (8,11%) jika
dibandingkan dengan perlakuan limbah kotoran ayam. Akan tetapi, pada penggunaan limbah
kotoran sapi dan limbah kotoran kambing, berat segar total tanaman yang dihasilkan tidak
berbeda nyata. Perlakuan 100% dosis limbah bahan organik, berat segar total tanaman paling
berat didapatkan pada penggunaan limbah kotoran sapi. Penggunaan yang berbeda dari limbah
kotoran sapi menjadi limbah kotoran ayam dan limbah kotoran kambing menyebabkan
menurunnya berat segar total tanaman masing-masing sebesar 8,62 g (28,69%) dan 5,81 g
(19,34%). Sedangkan pada perlakuan 150% dosis limbah bahan organik penggunaan limbah
kotoran ayam dan limbah kotoran kambing menghasilkan berat segar total tanaman lebih berat
2,25 g (9,64%) dan 0,39 g (1,67%) jika dibandingkan dengan perlakuan limbah kotoran sapi.
Akan tetapi, pada penggunaan limbah kotoran ayam dan limbah kotoran kambing, berat segar
total tanaman yang dihasilkan tidak berbeda nyata.
Tabel Z menunjukkan bahwa pada umur pengamatan 90 hst, Penggunaan limbah bahan
organik kotoran ayam dan kotoran kambing menunjukkan pola hasil yang sama. Umumnya dosis
150% mampu menghasilkan berat segar total tanaman paling berat bila dibandingkan dengan
perlakuan tanpa maupun dengan, 50%, dan 150% dosis limbah bahan organik. Penurunan dosis
bahan organik yaitu dari 150% menjadi 100%, 50% dan tanpa limbah menyebabkan menurunnya
berat segar total tanaman masing-masing sebesar 5,08 g (15,35%), 6,87 g (20,76%), 9,66 g
(29,19%). Sedangkan pada penggunaan limbah bahan organik kotoran sapi dengan dosis 100%
mampu menghasilkan berat segar total tanaman paling berat bila dibandingkan dengan perlakuan
tanpa maupun dengan, 50%, dan 150% dosis limbah bahan organik. Penurunan dosis bahan
organik yaitu dari 100% menjadi 50% dan tanpa limbah dan peningkatan dosis bahan organik
yaitu dari 100% menjadi 150% menyebabkan menurunnya berat segar total tanaman masing-
masing sebesar 4,87 g (14,66%), 6,57 g (19,78%), dan 9,95 g (29,96%).
Dilihat dari pengaruh dosis limbah bahan organik pada berbagai sumber limbah bahan
organik, pada perlakuan tanpa limbah, berat segar total tanaman yang dihasilkan menunjukkan
hasil yang tidak berbeda nyata pada seluruh sumber limbah bahan organik. Perlakuan 50% dan
100% dosis limbah bahan organik menunjukkan pola hasil yang sama. Umumnya penggunaan
limbah kotoran sapi mampu menghasilkan berat segar total tanaman paling berat. Penggunaan
yang berbeda dari limbah kotoran sapi menjadi limbah kotoran ayam dan limbah kotoran
kambing menyebabkan menurunnya berat segar total tanaman masing-masing sebesar 5,07 g
(15,93%) dan 4,34 (13,63%). Akan tetapi, pada penggunaan limbah kotoran ayam dan limbah
kotoran kambing, berat segar total tanaman yang dihasilkan tidak berbeda nyata. Sedangkan pada
perlakuan 150% dosis limbah bahan organik yang dihasilkan oleh penggunaan limbah kotoran
ayam tidak berbeda nyata dengan limbah kotoran sapi dan kotoran kambing. Penggunaan limbah
kotoran kambing menghasilkan berat segar total tanaman lebih berat 1,81 g (5,39%) bila
dibandingkan dengan kotoran sapi.
d. Panjang Akar
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa tidak terjadi interaksi nyata antara sumber dan
dosis limbah bahan organik pada pengamatan panjang akar (Lampiran X, Tabel a,b,c dan d).
Akan tetapi, terdapat pengaruh nyata pada dosis limbah bahan organik terhadap panjang akar
pada umur pengamatan 50 hst. Rata-rata panjang akar akibat pengaruh berbagai sumber dan
dosis limbah bahan organik disajikan pada Tabel Z.
Tabel Z. Rata-rata panjang akar (cm) pada berbagai sumber dan dosis limbah bahan organik pada
umur pengamatan 30 hst, 50 hst, dan 70 hst.

Rerata Panjang Akar (cm) pada Umur Pengamatan (HST)


Perlakuan
30 hst 50 hst 70 hst
Sumber Limbah Bahan
Kotoran ayam 6,5 10,2 11,8
Kotoran sapi 6,73 10,29 12,08
Kotoran kambing 6,81 9,75 11,25
BNJ 5% tn tn tn
KK-a (%) 9,41 10,32 6,33
Dosis (%)
0 (tanpa bahan organik) 6,67 8,62 a 11,44
50 6,25 10,00 ab 11,61
100 6,89 11,06 b 11,78
150 6,89 10,67 b 11,94
BNJ 5% tn 1,83 tn
KK-b (%) 15,17 7,85 1,35
Keterangan : Bilangan yang didampingi oleh huruf yang sama pada kolom dan perlakuan yang sama menunjukkan
tidak berbeda nyata berdasarkan uji BNJ pada taraf = 5%, hst = hari setelah tanam, tn = tidak
berpengaruh nyata
Tabel Z menunjukkan bahwa pada perlakuan dosis limbah bahan organik untuk umur
pengamatan 50 hst, perlakuan 50% dosis limbah bahan organik tidak berbeda nyata dengan
perlakuan tanpa limbah, 100% dan 150% dosis limbah bahan organik. Akan tetapi, panjang akar
yang dihasilkan pada 100% dan 150% dosis limbah bahan organik lebih panjang 2,44 cm
(22,06%) dan 2,05 cm (19,21%) bila dibandingkan dengan perlakuan tanpa limbah.
Hasil analisis ragam menunjukkan adanya interaksi nyata antara sumber dan dosis limbah
bahan organik pada panjang akar umur pengamatan 90 hst (Lampiran X, Tabel a, b,c dan d).
Rata-rata panjang akar akibat terjadinya interaksi nyata antara sumber dan dosis limbah bahan
organik pada umur pengamatan 90 hst disajikan pada Tabel Z.
Tabel Z. Rata-rata Panjang akar (cm) pada berbagai sumber dan dosis limbah bahan organik
pada umur pengamatan 90 hst.
Dosis (%)
Umur Pengamatan Sumber
0 (tanpa bahan
(hst) Limbah Bahan 50 100 150
organik)
8a 8,5 a 11,83 b 8,66 a
Kotoran ayam
A A B A
9,16 a 12,83 c 11,6 b 13,5 c
90 Kotoran sapi
A B B B
Kotoran 8,67 a 9,33 a 9,5 a 10,84 b
kambing A A A B
BNJ 1,21
KK-ab (%) 1,67
Keterangan : Bilangan yang didampingi oleh huruf yang sama pada kolom dan perlakuan yang sama menunjukkan
tidak berbeda nyata berdasarkan uji BNJ pada taraf = 5%, hst = hari setelah tanam, tn = tidak
berpengaruh nyata
Tabel Z menunjukkan bahwa pada umur pengamatan 90 hst, penggunaan limbah bahan
organik kotoran ayam dengan dosis 100% mampu menghasilkan akar paling Panjang bila
dibandingkan dengan perlakuan tanpa maupun dengan, 50%, dan 150% dosis limbah bahan
organik. Penurunan dosis bahan organik yaitu dari 100% menjadi 50% dan tanpa limbah dan
peningkatan dosis bahan organik yaitu dari 100% menjadi 150% menyebabkan menurunnya
Panjang akar masing-masing sebesar sebesar 3,83 cm (32,37%), 3,33 cm (28,14%) dan 3,17 cm
(26,79%). Akan tetapi, pada perlakuan tanpa maupun dengan 50%, dan 150% dosis limbah
bahan organik, panjang akar yang dihasilkan tidak berbeda nyata.
Pada penggunaan limbah bahan organik kotoran sapi dengan dosis 50% dan 150%
mampu menghasilkan akar lebih Panjang bila dibandingkan dengan perlakuan tanpa limbah dan
100% dosis limbah bahan organik, akan tetapi kedua perlakuan tersebut menunjukkan hasil yang
tidak berbeda nyata. Penurunan dosis bahan organik yaitu dari 50% menjadi tanpa limbah dan
peningkatan dosis bahan organik yaitu dari 50% menjadi 100% menyebabkan menurunnya
Panjang akar sebesar 3,67 cm (28,60%) dan 1,23 cm (9,58%). Penurunan dosis bahan organik
yaitu dari 150% menjadi 100%, 50%, dan tanpa limbah menyebabkan menurunnya Panjang akar
masing-masing sebesar 4,34 cm (32,14%) dan 1,9 cm (16,38%). Sedangkan pada penggunaan
limbah bahan organik kotoran kambing dengan perlakuan dosis 150% mampu menghasilkan akar
paling panjang bila dibandingkan dengan perlakuan tanpa maupun dengan, 50%, dan 100% dosis
limbah bahan organik. Penurunan dosis bahan organik yaitu dari 150% menjadi 100%, 50%, dan
tanpa limbah menyebabkan menurunnya Panjang akar masing-masing sebesar 1,34 cm (12,36%),
1,51 cm (13,93%), dan 2,17 cm (20,02%). Akan tetapi, perlakuan tanpa maupun dengan, 50%,
dan 100% dosis limbah bahan organik, panjang akar yang dihasilkan tidak berbeda nyata.
Dilihat dari pengaruh dosis limbah bahan organik pada berbagai sumber limbah bahan
organik, pada perlakuan tanpa limbah, panjang akar yang dihasilkan menunjukkan hasil yang
tidak berbeda nyata pada seluruh sumber limbah bahan organik. Perlakuan 50% dosis limbah
bahan organik, akar paling panjang didapatkan pada penggunaan limbah kotoran sapi.
Penggunaan yang berbeda dari limbah kotoran sapi menjadi limbah kotoran ayam dan limbah
kotoran kambing menyebabkan menurunnya panjang akar masing-masing sebesar 4,33 cm
(33,75%) dan 3,5 cm (27,28%). Akan tetapi, pada penggunaan limbah kotoran ayam dan limbah
kotoran kambing, panjang akar yang dihasilkan tidak berbeda nyata. Perlakuan 100% dosis
limbah bahan organik penggunaan limbah kotoran ayam dan kotoran sapi menghasilkan akar
lebih panjang masing-masing sebesar 2,33 cm (19,69%) dan 2,10 cm (18,10%) jika dibanding
dengan perlakuan limbah kotoran kambing. Akan tetapi, pada penggunaan limbah kotoran ayam
dan limbah kotoran sapi, Panjang akar yang dihasilkan tidak berbeda nyata. Sedangkan pada
perlakuan 150% dosis limbah bahan organik penggunaan limbah kotoran sapi dan kotoran
kambing menghasilkan akar lebih panjang masing-masing sebesar 4.84 cm (35,85%) dan 2,18
cm (20,11%) jika dibanding dengan perlakuan limbah kotoran ayam. Akan tetapi, pada
penggunaan limbah kotoran sapi dan limbah kotoran kambing, panjang akar yang dihasilkan
tidak berbeda nyata.
e. Bobot Kering Akar
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa tidak terjadi interaksi nyata antara sumber dan
dosis limbah bahan organik pada pengamatan bobot kering akar umur pengamatan 30 hst dan 90
hst. (Lampiran X, Tabel a,b,c dan d). Akan tetapi, terdapat pengaruh nyata pada dosis limbah
bahan organik terhadap bobot kering akar pada umur pengamatan 30 hst dan 90 hst. Rata-rata
bobot kering akar akibat pengaruh berbagai sumber dan dosis limbah bahan organik disajikan
pada Tabel Z.
Tabel Z. Rerata bobot kering akar pada berbagai sumber dan dosis limbah bahan organik pada
umur pengamatan 30 hst dan 90 hst
Rerata Bobot Kering Akar Total Tanaman pada Umur
Perlakuan Pengamatan
30 hst 90 hst
Sumber Limbah Bahan
Kotoran ayam 0,07 0,20
Kotoran sapi 0,07 0,25
Kotoran kambing 0,07 0,23
BNJ 5% tn tn
KK-a (%) 17,40 15,04
Dosis (%)
0 (tanpa bahan organik) 0,06 a 0,18 a
50 0,07 ab 0,23 a
100 0,08 b 0,22 a
150 0,07 ab 0,29 b
BNJ 5% 0,01 0,07
KK-b (%) 11,76 10,96
Keterangan : Bilangan yang didampingi oleh huruf yang sama pada kolom dan perlakuan yang sama menunjukkan
tidak berbeda nyata berdasarkan uji BNJ pada taraf = 5%, hst = hari setelah tanam, tn = tidak
berpengaruh nyata.
Tabel Z menunjukkan bahwa pada perlakuan dosis limbah bahan organik untuk umur
pengamatan 30 hst bobot kering akar yang dihasilkan pada perlakuan 50% dan 100% dosis
limbah bahan organik menunjukkan hasil tidak berbeda nyata bila dibandingkan dengan
perlakuan tanpa maupun dengan 150% dosis limbah bahan organik. Penurunan dosis bahan
organik yaitu dari 100% menjadi perlakuan tanpa limbah menyebabkan menurunnya bobot
kering akar sebesar 0,02 g (25%). Sedangkan Pada umur pengamatan 90 hst bobot kering akar
perlakuan 150% dosis limbah bahan organik menunujukkan hasil paling berat bila dibandingkan
dengan perlakuan tanpa maupun dengan, 50%, dan 100% dosis limbah bahan organik.
Penurunan dosis bahan organik yaitu dari 150% menjadi 100%, 50%, dan tanpa limbah
menyebabkan menurunnya bobot kering akar masing-masing sebesar 0,11 g (37,39%), 0,06 g
(20,68%), dan 0,07 g (24,13%). Akan tetapi, perlakuan tanpa maupun dengan, 50%, dan 100%
dosis limbah bahan organik, bobot kering akar yang dihasilkan tidak berbeda nyata.
Hasil analisis ragam menunjukkan adanya interaksi nyata antara sumber dan dosis limbah
bahan organik pada bobot kering akar umur pengamatan 50 hst dan 70 hst (Lampiran X, Tabel a,
b,c dan d). Rata-rata bobot kering akar akibat terjadinya interaksi nyata antara sumber dan dosis
limbah bahan organik pada umur pengamatan 50 hst dan 70 hst disajikan pada Tabel Z.
Tabel Z. Rata-rata bobot kering akar (g) pada berbagai sumber dan dosis limbah bahan organik
pada umur pengamatan 50 hst dan 70 hst.
Dosis (%)
Umur Sumber Limbah 0 (tanpa
Pengamatan (hst) Bahan bahan 50 100 150
organik)
0,12 a 0,13 a 0,175 b 0,13 a
Kotoran ayam
B A B A
0,11 a 0,15 b 0,16 b 0,18 c
50 Kotoran sapi
B B B B
Kotoran 0,08 a 0,12 b 0,10 a 0,17 c
kambing A A A B
BNJ 0,030
KK-ab (%) 2,41
0,20 a 0,24 ab 0,31 c 0,25 b
Kotoran ayam
AB A B A
0,23 a 0,29 b 0,32 b 0,40 c
70 Kotoran sapi
B B B C
Kotoran 0,16 a 0,22 b 0,21 b 0,30 c
kambing A A A B
BNJ 0,040
KK-ab (%) 1,69
Keterangan : Bilangan yang didampingi oleh huruf kecil yang sama pada baris yang sama maupun huruf besar yang
sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji BNJ pada taraf 5%, hst
= hari setelah tanam.

Tabel Z menunjukkan bahwa pada umur pengamatan 50 hst, penggunaan limbah bahan
organik kotoran ayam dengan dosis 100% mampu menghasilkan bobot kering akar paling berat
bila dibandingkan dengan perlakuan tanpa maupun dengan, 50%, dan 150% dosis limbah bahan
organik. Penurunan dosis bahan organik yaitu dari 100% menjadi 50% dan tanpa limbah dan
peningkatan dosis bahan organik yaitu dari 100% menjadi 150% menyebabkan menurunnya
bobot kering akar masing-masing sebesar 0,045 g (25,71%), 0,045 g (25,71%), dan 0,055 g
(31,43%). Akan tetapi, pada perlakuan tanpa maupun dengan 50%, dan 150% dosis limbah
bahan organik, bobot kering akar yang dihasilkan tidak berbeda nyata. Pada penggunaan limbah
bahan organik kotoran sapi dengan dosis 150% mampu menghasilkan bobot kering akar paling
berat bila dibandingkan dengan perlakuan tanpa maupun dengan, 50%, dan 100% dosis limbah
bahan organik. Penurunan dosis bahan organik yaitu dari 150% menjadi 100%, 50%, dan tanpa
limbah menyebabkan menurunnya bobot kering akar masing-masing sebesar 0,07 g (38,88%),
0,03 g (16,67%), dan 0,02 g (11,11%). Akan tetapi, pada perlakuan 100% dan 50% dosis limbah
bahan organik, bobot kering akar yang dihasilkan tidak berbeda nyata. Sedangkan pada
penggunaan limbah bahan organik kotoran kambing dengan dosis 150% mampu menghasilkan
daun paling luas bila dibandingkan dengan perlakuan tanpa maupun dengan, 50%, dan 100%
dosis limbah bahan organik. Penurunan dosis bahan organik yaitu dari 150% menjadi 100%,
50%, dan tanpa limbah menyebabkan menurunnya bobot kering akar masing-masing sebesar
0,09 g (52,94%), 0,05 g (29,41%), dan 0,07 g (41,17%). Akan tetapi pada perlakuan 100% dan
tanpa limbah, bobot kering akar yang dihasilkan tidak berbeda nyata.

Dilihat dari pengaruh dosis limbah bahan organik pada berbagai sumber limbah bahan
organik, Perlakuan tanpa limbah dan 100% dosis limbah bahan organik menunjukkan pola hasil
yang sama. Umumnya penggunaan limbah kotoran ayam dan limbah kotoran sapi menghasilkan
bobot kering akar lebih berat 0,115 g (38,98%) dan 0,09 g (33,33%) jika dibandingkan dengan
perlakuan limbah kotoran kambing. Akan tetapi, pada penggunaan limbah kotoran ayam dan
limbah kotoran sapi, bobot kering akar yang dihasilkan tidak berbeda nyata. Perlakuan 50%
dosis limbah bahan organik, bobot kering akar paling berat didapatkan pada penggunaan limbah
kotoran sapi. Penggunaan yang berbeda dari limbah kotoran sapi menjadi limbah kotoran ayam
dan limbah kotoran kambing menyebabkan menurunnya bobot kering akar masing-masing
sebesar 0,02 g (13,33%) dan 0,03 g (20%). Akan tetapi, pada penggunaan limbah kotoran ayam
dan limbah kotoran kambing, bobot kering akar yang dihasilkan tidak berbeda nyata. Sedangkan
pada perlakuan 150% dosis limbah bahan organik penggunaan limbah kotoran sapi dan kotoran
kambing menghasilkan bobot kering akar lebih berat masing-masing sebesar tinggi 0,05 g
(27,77%) dan 0,04 g (23,53%) jika dibanding dengan perlakuan limbah kotoran ayam. Akan
tetapi, pada penggunaan limbah kotoran sapi dan limbah kotoran kambing, bobot kering akar
yang dihasilkan tidak berbeda nyata.
Tabel Z menunjukkan bahwa pada umur pengamatan 70 hst, pada penggunaan limbah
bahan organik kotoran ayam, perlakuan dosis 100% mampu menghasilkan bobot kering akar
paling berat bila dibandingkan dengan perlakuan tanpa maupun dengan, 50%, dan 150% dosis
limbah bahan organik. Penurunan dosis bahan organik yaitu dari 100% menjadi 50% dan tanpa
limbah dan peningkatan dosis bahan organik yaitu dari 100% menjadi 150% menyebabkan
menurunnya bobot kering akar masing-masing sebesar 0,11 g (35,48%), 0,07 g (22,58%) dan
0,06 g (19,35%). Perlakuan dosis 50% menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata dengan
tanpa limbah dan 150% dosis limbah bahan organik. Akan tetapi perlakuan dosis 150% lebih
berat 0,05 g (20%) bila dibandingkan dengan tanpa limbah. Pada penggunaan limbah bahan
organik kotoran sapi dan limbah kotoran kambing menunjukkan pola hasil yang sama.
Umumnya, perlakuan dosis 150% mampu menghasilkan bobot kering akar paling berat bila
dibandingkan dengan perlakuan tanpa maupun dengan, 50%, dan 100% dosis limbah bahan
organik. Penurunan dosis bahan organik yaitu dari 150% menjadi 100%, 50%, dan tanpa limbah
menyebabkan menurunnya bobot kering akar masing-masing sebesar 0,31 g (44,28%), 0,19 g
(27,14%), dan 0,17 g (24,28%). Akan tetapi, pada perlakuan 100% dan 50% dosis limbah bahan
organik, bobot kering akar yang dihasilkan tidak berbeda nyata.
Dilihat dari pengaruh dosis limbah bahan organik pada berbagai sumber limbah bahan
organik. perlakuan tanpa limbah bahan yang dihasilkan oleh penggunaan limbah kotoran ayam
tidak berbeda nyata dengan limbah kotoran sapi dan kotoran kambing. Penggunaan limbah
kotoran sapi menghasilkan bobot kering akar lebih berat 0,07 g (30,43%) bila dibandingkan
dengan kotoran kambing. perlakuan 50% dosis limbah bahan organik, kering akar paling berat
didapatkan pada penggunaan limbah kotoran sapi. Penggunaan yang berbeda dari limbah kotoran
sapi menjadi limbah kotoran ayam dan limbah kotoran kambing menyebabkan menurunnya
bobot kering akar masing-masing sebesar 0,05 g (17,24%) dan 0,07 g (24,13%). Akan tetapi,
pada penggunaan limbah kotoran ayam dan limbah kotoran kambing, bobot kering akar yang
dihasilkan tidak berbeda nyata. Pada perlakuan 100% dosis limbah bahan organik, bobot kering
akar paling berat didapatkan pada penggunaan limbah kotoran sapi. Penggunaan yang berbeda
dari limbah kotoran sapi menjadi limbah kotoran ayam dan limbah kotoran kambing
menyebabkan menurunnya bobot kering akar masing-masing sebesar 0,10 g (32,25%) dan 0,11 g
(34,37%). Akan tetapi, pada penggunaan limbah kotoran ayam dan limbah kotoran kambing,
bobot kering akar yang dihasilkan tidak berbeda nyata. Sedangkan pada perlakuan 150% dosis
limbah bahan organik, bobot kering akar paling berat didapatkan pada penggunaan limbah
kotoran sapi. Penggunaan yang berbeda dari limbah kotoran sapi menjadi limbah kotoran ayam
dan limbah kotoran kambing menyebabkan menurunnya bobot kering akar masing-masing
sebesar 0,15 g (37,50%) dan 0,10 g (25%).
f. Berat Total Kering Tanaman

Hasil analisis ragam menunjukkan adanya interaksi nyata antara sumber dan dosis limbah
bahan organik pada berat kering total tanaman umur pengamatan 30 hst (Lampiran X, Tabel a,
b,c dan d). Rata-rata berat kering total tanaman akibat terjadinya interaksi nyata antara sumber
dan dosis limbah bahan organik pada umur pengamatan 30 hst disajikan pada Tabel Z.
Tabel Z. Rata-rata berat total kering tanaman (g) pada berbagai sumber dan dosis limbah bahan
organik pada umur pengamatan 30 hst.
Dosis (%)
Umur Sumber Limbah 0 (Tanpa
Pengamatan (hst) Bahan bahan 50 100 150
organik)
0,31 a 0,34 b 0,295 a 0,28 a
Kotoran ayam
B A A A
0,30 a 0,38 b 0,42 c 0,305 a
30 Kotoran sapi
B B B A
0,23 a 0,34 b 0,31 b 0,45 c
Kotoran kambing
A A B B
BNJ 0,035
KK-ab (%) 2,61
Keterangan : Bilangan yang didampingi oleh huruf kecil yang sama pada baris yang sama maupun huruf besar yang
sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji BNJ pada taraf 5%, hst
= hari setelah tanam
Tabel Z menunjukkan bahwa pada umur pengamatan 30 hst, penggunaan limbah bahan
organik kotoran ayam dengan dosis 50% mampu menghasilkan berat total kering tanaman paling
berat bila dibandingkan dengan perlakuan tanpa maupun dengan, 100%, dan 150% dosis limbah
bahan organik. Penurunan dosis bahan organik yaitu dari 50% menjadi tanpa limbah dan
peningkatan dosis bahan organik yaitu dari 50% menjadi 100% dan 150% menyebabkan
menurunnya berat kering total tanaman masing-masing sebesar 0,04 g (11,42%), 0,055 g
(15,71%), dan 0,07 g (20%). Akan tetapi, pada perlakuan tanpa maupun dengan 100%, dan
150% dosis limbah bahan organik, berat kering total tanaman yang dihasilkan tidak berbeda
nyata. Penggunaan limbah bahan organik kotoran sapi dengan dosis 100% mampu menghasilkan
berat total kering tanaman paling berat bila dibandingkan dengan perlakuan tanpa maupun
dengan, 50%, dan 150% dosis limbah bahan organik. Penurunan dosis bahan organik yaitu dari
100% menjadi 50% dan tanpa limbah dan peningkatan dosis bahan organik yaitu dari 100%
menjadi 150% menyebabkan menurunnya berat kering total tanaman masing-masing sebesar
0,04 g (9,52%), 0,12 g (28,57%), dan 0,11 g (26,19%). Akan tetapi, pada perlakuan tanpa
maupun dengan 100% dosis limbah bahan organik, berat kering total tanaman yang dihasilkan
tidak berbeda nyata. Penggunaan limbah bahan organik kotoran kambing dengan dosis 150%
mampu menghasilkan berat total kering tanaman paling berat bila dibandingkan dengan
perlakuan tanpa maupun dengan, 100%, dan 150% dosis limbah bahan organik. Penurunan dosis
bahan organik yaitu dari 150% menjadi 100%, 50%, dan tanpa limbah menyebabkan
menurunnya berat kering total tanaman masing-masing sebesar 0,14 g (31,11%), 0,11 g
(24,44%), dan 0.22 g (59,3%). Akan tetapi, pada perlakuan tanpa maupun dengan 100% dosis
limbah bahan organik, berat kering total tanaman yang dihasilkan tidak berbeda nyata.
Dilihat dari pengaruh dosis limbah bahan organik pada berbagai sumber limbah bahan
organik, Perlakuan tanpa limbah, penggunaan limbah kotoran ayam dan limbah kotoran sapi
menghasilkan berat kering total tanaman lebih berat 0,08 g (25,80%) dan 0,07 g (23,33%) jika
dibandingkan dengan perlakuan limbah kotoran kambing. Akan tetapi, pada penggunaan limbah
kotoran ayam dan limbah kotoran sapi, berat kering total tanaman yang dihasilkan tidak berbeda
nyata. Perlakuan 50% dosis limbah bahan organik, penggunaan limbah kotoran sapi
menghasilkan berat kering total tanaman paling berat. Penggunaan yang berbeda dari limbah
kotoran sapi menjadi limbah kotoran ayam dan limbah kotoran kambing menyebabkan
menurunnya berat kering total tanaman masing-masing sebesar 0,04 g (10,52%) dan 0,04 g
(10,52%). Akan tetapi, pada penggunaan limbah kotoran ayam dan limbah kotoran kambing,
berat kering total tanaman yang dihasilkan tidak berbeda nyata. Perlakuan 100% dosis,
penggunaan limbah kotoran sapi dan limbah kotoran kambing menghasilkan berat kering total
tanaman lebih berat 0,13 g (30,95%) dan 0,02 g (6,45%) jika dibandingkan dengan perlakuan
limbah kotoran ayam. Akan tetapi, pada penggunaan limbah kotoran sapi dan limbah kotoran
kambing, berat kering total tanaman yang dihasilkan tidak berbeda nyata. Perlakuan 150% dosis
limbah bahan organik, penggunaan limbah kotoran kambing menghasilkan berat kering total
tanaman paling berat. Penggunaan yang berbeda dari limbah kotoran kambing menjadi limbah
kotoran ayam dan limbah kotoran sapi menyebabkan menurunnya berat kering total tanaman
masing-masing sebesar 0,17 g (37,77%) dan 0,15 g (33,33%) Akan tetapi, pada penggunaan
limbah kotoran ayam dan limbah kotoran sapi, berat kering total tanaman yang dihasilkan tidak
berbeda nyata.
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa tidak terjadi interaksi nyata antara sumber dan
dosis limbah bahan organik pada pengamatan berat kering total tanaman umur pengamatan 50
hst, 70 hst, dan 90 hst. (Lampiran X, Tabel a,b,c dan d). Akan tetapi, terdapat pengaruh nyata
pada dosis limbah bahan organik terhadap bobot kering akar pada umur pengamatan 50 hst, 70
hst, dan 90 hst. Rata-rata berat kering total tanaman akibat pengaruh berbagai sumber dan dosis
limbah bahan organik disajikan pada Tabel Z.
Tabel Z. Rerata berat kering total tanaman pada berbagai sumber dan dosis limbah bahan organik
pada umur pengamatan 50 hst, 70 hst, dan 90 hst.

Rerata Berat Kering Total Tanaman pada Umur Pengamatan


Perlakuan
50 hst 70 hst 90 hst
Sumber Limbah
Bahan
Kotoran ayam 0,7 2,3 2,9
Kotoran sapi 0,87 2,89 3,54
Kotoran kambing 0,79 2,33 3,08
BNJ 5% tn tn tn
KK-a (%) 35,48 21,21 13,96
Dosis (%)
0 (tanpa bahan
0,60 a 1,78 a 2,32 a
organik)
50 0,76 a 2,33 a 2,76 a
100 0,71 a 3,03 b 3,89 b
150 1,09 b 2,85 b 3,78 b
BNJ 5% 0,25 0,84 0,82
KK-b (%) 13,68 14,50 11,18
Keterangan : Bilangan yang didampingi oleh huruf kecil yang sama pada baris yang sama maupun huruf besar yang
sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji BNJ pada taraf 5%, hst
= hari setelah tanam, tn = tidak nyata.

Tabel Z menunjukkan bahwa pada perlakuan dosis limbah bahan organik untuk umur
pengamatan pengamatan 50 hst berat kering total tanaman perlakuan 150% dosis limbah bahan
organik menunujukkan hasil paling berat bila dibandingkan dengan perlakuan tanpa maupun
dengan, 50%, dan 100% dosis limbah bahan organik. Penurunan dosis bahan organik yaitu dari
150% menjadi 100%, 50%, dan tanpa limbah menyebabkan menurunnya berat kering total
tanaman masing-masing sebesar 0,38 g (34,86%) 0,33 g (30,27%), dan 0,49 g (44,95%). Akan
tetapi, perlakuan tanpa maupun dengan, 50%, dan 100% dosis limbah bahan organik, berat
kering total tanaman yang dihasilkan tidak berbeda nyata.
Pada umur pengamatan 50 hst dan 90 hst, berat kering total tanaman yang dihasilkan
menunjukkan hasil pola yang sama. Umumya berat kering total tanaman yang lebih tinggi
didapatkan pada perlakuan 150% dan 100% dosis limbah bahan organik, dan kedua perlakuan
tersebut menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata. Penurunan dosis bahan organik yaitu dari
150% menjadi 50%, dan tanpa limbah menyebabkan menurunnya berat kering total tanaman
masing-masing sebesar 1,54 g (23,22%) dan 2,53 g (38,15%). Penurunan dosis bahan organik
yaitu dari 100% menjadi 50%, dan tanpa limbah menyebabkan menurunnya berat kering total
tanaman masing-masing sebesar 1,83 g (29,51%) dan 2,82 g (40,75%).
g. Bobot segar umbi

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa tidak terjadi interaksi nyata antara sumber dan
dosis limbah bahan organik pada pengamatan bobot segar umbi (Lampiran X, Tabel a,b,c dan d).
Akan tetapi, terdapat pengaruh nyata pada dosis limbah bahan organik terhadap bobot segar
umbi pada umur pengamatan 50 hst dan 70 hst. Rata-rata bobot segar umbi akibat pengaruh
berbagai sumber dan dosis limbah bahan organik disajikan pada Tabel Z.
Tabel Z. Rata-rata bobot segar umbi (g) pada berbagai sumber dan dosis limbah bahan organik
pada umur pengamatan 50 hst dan 70 hst
Rerata Bobot segar umbi (g) pada Umur Pengamatan
Perlakuan (HST)
30 hst 90 hst
Sumber Limbah Bahan
Kotoran ayam 0,69 3,41
Kotoran sapi 1,02 4,26
Kotoran kambing 0,81 4,22
BNJ 5% tn tn
KK-a (%) 27.45 14,93
Dosis (%)
0 (tanpa bahan organik) 0,64 3,04 a
50 0,81 3,73 a
100 0,97 4,74 b
150 0,93 4,33 b
BNJ 5% tn 1,12
KK-b (%) 19,17 12,27
Keterangan : Bilangan yang didampingi oleh huruf yang sama pada kolom dan perlakuan yang sama menunjukkan
tidak berbeda nyata berdasarkan uji BNJ pada taraf = 5%, hst = hari setelah tanam, tn = tidak
berpengaruh nyata.
Tabel Z menunjukkan bahwa pada perlakuan dosis limbah bahan organik untuk umur
pengamatan 70 hst, bobot segar umbi yang lebih tinggi didapatkan pada perlakuan 150% dan
100% dosis limbah bahan organik, dan kedua perlakuan tersebut menunjukkan hasil yang tidak
berbeda nyata. Penurunan dosis bahan organik yaitu dari 150% menjadi 50%, dan tanpa limbah
menyebabkan menurunnya bobot segar umbi masing-masing sebesar 0,6 g (13,85%) dan 1,29 g
(29,79%). Penurunan dosis bahan organik yaitu dari 100% menjadi 50%, dan tanpa limbah
menyebabkan menurunnya bobot segar umbi masing-masing sebesar 1,01 g (21,30%) dan 1,7 g
(35,86%).
Hasil analisis ragam menunjukkan adanya interaksi nyata antara sumber dan dosis limbah
bahan organik pada bobot segar umbi umur pengamatan 30 hst dan 90 hst (Lampiran X, Tabel a,
b,c dan d). Rata-rata bobot segar umbi akibat terjadinya interaksi nyata antara sumber dan dosis
limbah bahan organik pada umur pengamatan 30 hst dan 90 hst disajikan pada Tabel Z.
Tabel Z. Rata-rata bobot segar umbi (g) pada berbagai sumber dan dosis limbah bahan organik
pada umur pengamatan 30 hst dan 90 hst.

Dosis (%)
Sumber
Umur Pengamatan 0 (tanpa
Limbah
(hst) bahan 50 100 150
Bahan
organik)
0,28 a 0,35 b 0,29 a 0,30 b
Kotoran ayam
B B A A
0,29 a 0,33 b 0,42 c 0,30 a
30 Kotoran sapi
B A C A
Kotoran 0,25 a 0,34 c 0,31 b 0,45 d
kambing A A B B
BNJ 0,012
KK-ab (%) 2,94
3,75 a 4,29 b 5,185 c 5,98 d
Kotoran ayam
90 A A A B
Kotoran sapi 4,24 a 5,02 b 6,75 d 5,60 c
C B C B
Kotoran 3,97 a 4,79 b 6,20 c 4,80 b
kambing B B B A
BNJ 0,380
KK-ab (%) 1,30
Keterangan : Bilangan yang didampingi oleh huruf yang sama pada kolom dan perlakuan yang sama menunjukkan
tidak berbeda nyata berdasarkan uji BNJ pada taraf = 5%, hst = hari setelah tanam, tn = tidak
berpengaruh nyata
Tabel Z menunjukkan bahwa pada umur pengamatan 30 hst, penggunaan limbah bahan
organik kotoran ayam dengan dosis 50% dan 150% mampu menghasilkan bobot segar umbi
lebih berat dan kedua perlakuan tersebut menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata.
Penurunan dosis bahan organik yaitu dari 50% menjadi dan tanpa limbah dan peningkatan dosis
bahan organik yaitu dari 50% menjadi 100% menyebabkan menurunnya bobot segar umbi
masing-masing sebesar 0,07 g (20%) dan 0,06 g (17,14%). Penurunan dosis bahan organik yaitu
dari 150% menjadi 100%, dan tanpa limbah menyebabkan menurunnya bobot segar umbi
masing-masing sebesar 0,02 g (6,67%) dan 0,01 g (3,33%). Penggunaan limbah bahan organik
kotoran sapi dengan dosis 100% mampu menghasilkan bobot segar umbi paling berat bila
dibandingkan dengan perlakuan tanpa maupun dengan 50%, dan 150% dosis limbah bahan
organik. Penurunan dosis bahan organik yaitu dari 100% menjadi 50% dan tanpa limbah dan
peningkatan dosis bahan organik yaitu dari 100% menjadi 150% menyebabkan menurunnya
bobot segar umbi masing-masing sebesar 0,09 g (21,42%), 0,13 g (30,95%), dan 0,12 g
(28,57%). Akan tetapi, pada perlakuan tanpa maupun dengan 100% dosis limbah bahan organik,
bobot segar umbi yang dihasilkan tidak berbeda nyata. Penggunaan limbah bahan organik
kotoran kambing dengan dosis 150% mampu menghasilkan bobot segar umbi paling berat bila
dibandingkan dengan perlakuan tanpa maupun dengan 50%, dan 100% dosis limbah bahan
organik. Penurunan dosis bahan organik yaitu dari 150% menjadi 100%, 50%, dan tanpa limbah
menyebabkan menurunnya bobot segar umbi masing-masing sebesar 0,14 g (31,11%), 0,11 g
(24,44%), dan 0,20 g (44,44%).
Dilihat dari pengaruh dosis limbah bahan organik pada berbagai sumber limbah bahan
organik, Perlakuan tanpa limbah, penggunaan limbah kotoran ayam dan limbah kotoran sapi
menghasilkan bobot segar umbi lebih berat 0,01 g (10,71%) dan 0,04 g (13,79%) jika
dibandingkan dengan perlakuan limbah kotoran kambing. Akan tetapi, pada penggunaan limbah
kotoran ayam dan limbah kotoran sapi, bobot segar umbi yang dihasilkan tidak berbeda nyata.
Perlakuan 50% dosis limbah bahan organik, penggunaan limbah kotoran ayam menghasilkan
bobot segar umbi paling berat. Penggunaan yang berbeda dari limbah kotoran ayam menjadi
limbah kotoran sapi dan limbah kotoran kambing menyebabkan menurunnya bobot segar umbi
masing-masing sebesar 0,02 g (5,71%) dan 0,01 g (2,85%). Akan tetapi, pada penggunaan
limbah kotoran sapi dan limbah kotoran kambing, bobot segar umbi yang dihasilkan tidak
berbeda nyata. Perlakuan 100% dosis limbah bahan organik, penggunaan limbah kotoran sapi
menghasilkan bobot segar umbi paling berat. Penggunaan yang berbeda dari limbah kotoran sapi
menjadi limbah kotoran ayam dan limbah kotoran kambing menyebabkan menurunnya bobot
segar umbi masing-masing sebesar 0,13 g (30,95%) dan 0,11 g (26,19%). Perlakuan 150% dosis
limbah bahan organik, penggunaan limbah kotoran kambing menghasilkan bobot segar umbi
paling berat. Penggunaan yang berbeda dari limbah kotoran kambing menjadi limbah kotoran
ayam dan limbah kotoran sapi menyebabkan menurunnya bobot segar umbi masing-masing
sebesar 0,15 g (33,33%) dan 0,15 g (33,33%). Akan tetapi, pada penggunaan limbah kotoran
ayam dan limbah kotoran sapi, bobot segar umbi yang dihasilkan tidak berbeda nyata.
Tabel Z menunjukkan bahwa pada umur pengamatan 90 hst, Penggunaan limbah bahan
organik kotoran ayam dengan dosis 150% mampu menghasilkan bobot segar umbi paling berat
bila dibandingkan dengan perlakuan tanpa maupun dengan 50%, dan 100% dosis limbah bahan
organik. Penurunan dosis bahan organik yaitu dari 150% menjadi 100%, 50%, dan tanpa limbah
menyebabkan menurunnya bobot segar umbi masing-masing sebesar 2,23 g (37,29%), 1,69 g
(28,26%), dan 0,80 g (13,37%). Penggunaan limbah bahan organik kotoran sapi dengan dosis
100% mampu menghasilkan bobot segar umbi paling berat bila dibandingkan dengan perlakuan
tanpa maupun dengan 50%, dan 100% dosis limbah bahan organik. Penurunan dosis bahan
organik yaitu dari 100% menjadi 50%, dan tanpa limbah dan peningkatan dosis bahan organik
yaitu dari 100% menjadi 150% menyebabkan menurunnya bobot segar umbi masing-masing
sebesar 1,73 g (25,62%), 2,51 g (37,18%), dan 1,15 g (17,03%). Penggunaan limbah bahan
organik kotoran kambing dengan dosis 100% mampu menghasilkan bobot segar umbi paling
berat bila dibandingkan dengan perlakuan tanpa maupun dengan 50%, dan 100% dosis limbah
bahan organik. Penurunan dosis bahan organik yaitu dari 100% menjadi 50%, dan tanpa limbah
dan peningkatan dosis bahan organik yaitu dari 100% menjadi 150% menyebabkan menurunnya
bobot segar umbi masing-masing sebesar 1,41 g (22,74%), 2,23 g (35,96%), dan 1,40 g (22,58%).
Akan tetapi, pada perlakuan 50%, dan 150% dosis limbah bahan organik, bobot segar umbi yang
dihasilkan tidak berbeda nyata.
Dilihat dari pengaruh dosis limbah bahan organik pada berbagai sumber limbah bahan
organik, Perlakuan tanpa limbah dan 100% menunjukkan pola hasil yang sama. Umumnya
penggunaan limbah kotoran sapi menghasilkan bobot segar umbi paling berat. Penggunaan yang
berbeda dari limbah kotoran sapi menjadi limbah kotoran ayam dan limbah kotoran kambing
menyebabkan menurunnya bobot segar umbi masing-masing sebesar 2,06 g (18,74%) dan 0,82 g
(7,46%). Perlakuan 50% dosis limbah bahan organik, penggunaan limbah kotoran sapi dan
limbah kotoran kambing menghasilkan bobot segar umbi lebih berat 0,73 g (14,54%) dan 1,05 g
(20,91%) jika dibandingkan dengan perlakuan limbah kotoran ayam. Akan tetapi, pada
penggunaan limbah kotoran sapi dan limbah kotoran kambing, bobot segar umbi yang dihasilkan
tidak berbeda nyata.
Perlakuan 150% dosis limbah bahan organik penggunaan limbah kotoran ayam dan limbah
kotoran sapi menghasilkan bobot segar umbi lebih berat 1,18 g (19,73%) dan 0,8 g (14,28%) jika
dibandingkan dengan perlakuan limbah kotoran kambing. Akan tetapi, pada penggunaan limbah
kotoran ayam dan limbah kotoran sapi, bobot segar umbi yang dihasilkan tidak berbeda nyata.
4.1.3 Komponen Panen
a. Jumlah Siung per PP

Hasil analisis ragam menunjukkan adanya interaksi nyata antara sumber dan dosis limbah
bahan organik pada jumlah suing per petak panen (Lampiran X, Tabel a, b,c dan d). Rata-rata
jumlah suing per petak panen akibat terjadinya interaksi nyata antara sumber dan dosis limbah
bahan organik disajikan pada Tabel Z.
Tabel Z. Rata-rata Jumlah Siung per Petak Panen (g) pada berbagai sumber dan dosis limbah
bahan organik
Dosis (%)
Jumlah Siung per Sumber
0 (tanpa bahan
PP Limbah bahan 50 100 150
organik)
33,66 a 48,66 b 52 b 50,33 b
Kotoran ayam
A B A A
32,66 a 54,66 b 67,33 c 64,66 c
Kotoran sapi
A B B B
Kotoran 34,66 a 42,66 b 66 c 63,66 c
kambing A A B B
3,490
BNJ
0,57
KK-ab (%)
Keterangan: Bilangan yang didampingi oleh huruf yang sama pada kolom dan perlakuan yang sama menunjukkan
tidak berbeda nyata berdasarkan uji BNJ pada taraf = 5%, hst = hari setelah tanam, tn = tidak
berpengaruh nyata

Tabel Z menunjukkan bahwa pada pengamatan Jumlah Siung per pertak panen,
penggunaan limbah bahan organik kotoran ayam dengan dosis 50%, 100%, dan 150%
menunjukkan hasil lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan tanpa limbah. Penurunan dosis
bahan organik yaitu dari 50%, 100%, dan 150% dosis limbah bahan organik menjadi perlakuan
tanpa limbah menyebabkan menurunnya masing-masing sebesar 15 buah (30,82%), 18,34 buah
(35,26%), dan 16,67 buah (33,12%). Pada penggunaan limbah bahan kotoran sapi dan limbah
kotoran kambing menunjukkan pola hasil yang sama. Umumnya jumlah siung per petak panen
lebih tinggi didapatkan pada perlakuan 100% dan 150% dosis limbah bahan organik, dan kedua
perlakuan tersebut menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata. Perlakuan yang berbeda dari
100% dosis limbah bahan organik menjadi tanpa limbah dan 50% dosis limbah bahan organik
menyebabkan menurunnya jumlah suing per petak panen masing-masing sebesar 4,07 g
(58,56%) dan 1,88 g (27,05%). Perlakuan yang berbeda dari 150% dosis limbah bahan organik
menjadi tanpa limbah dan 50% dosis limbah bahan organik menyebabkan menurunnya jumlah
suing per petak panen masing-masing sebesar 3,54 g (55,14%) dan 1,35 g (21,02%).
Dilihat dari pengaruh dosis limbah bahan organik pada berbagai sumber limbah bahan
organik, pada perlakuan tanpa limbah, jumlah suing per petak panen yang dihasilkan
menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata pada seluruh sumber limbah bahan organik.
Perlakuan 50%, penggunaan limbah kotoran ayam dan limbah kotoran sapi menghasilkan jumlah
suing per petak panen lebih tinggi 6 buah (10,71%) dan 12 buah (21,95%) jika dibandingkan
dengan perlakuan limbah kotoran kambing. Akan tetapi, pada penggunaan limbah kotoran ayam
dan limbah kotoran sapi, jumlah suing per petak panen yang dihasilkan tidak berbeda nyata.
Perlakuan 100% dan 150% dosis limbah bahan organik menunjukkan pola hasil yang sama.
Umumnya penggunaan limbah kotoran sapi dan limbah kotoran kambing menghasilkan jumlah
suing per petak panen lebih tinggi 14,82 buah (22,47%) dan 13,67 buah (21,08%) jika
dibandingkan dengan perlakuan limbah kotoran ayam. Akan tetapi, pada penggunaan limbah
kotoran sapi dan limbah kotoran kambing, jumlah suing per petak panen yang dihasilkan tidak
berbeda nyata.
b. Bobot Umbi Per PP

Hasil analisis ragam menunjukkan adanya interaksi nyata antara sumber dan dosis limbah
bahan organik pada bobot umbi per petak panen (Lampiran X, Tabel a, b,c dan d). Rata-rata bobo
tumbi per petak panen akibat terjadinya interaksi nyata antara sumber dan dosis limbah bahan
organik disajikan pada Tabel Z.
Tabel Z. Rata-rata Bobot Umbi per petak panen (g) pada berbagai sumber dan dosis limbah
bahan organik.
Dosis (%)
Bobot Umbi Per Sumber
0 (tanpa bahan
PP Limbah bahan 50 100 150
organik)
Kandang 46,67 a 75,57 b 94,39 c 102,68 d
ayam A B A A
51,22a 94,75 b 118,33 d 102,52 c
Kandang sapi
A C B A
Kandang 49,61 a 68,21 b 89,82 c 104,4 d
kambing A A A A
BNJ 5,120
KK-ab (%) 0,51
Keterangan: Bilangan yang didampingi oleh huruf yang sama pada kolom dan perlakuan yang sama menunjukkan
tidak berbeda nyata berdasarkan uji BNJ pada taraf = 5%, hst = hari setelah tanam, tn = tidak
berpengaruh nyata
Tabel Z menunjukkan bahwa penggunaan limbah bahan organik kotoran ayam dan kotoran
kambing menunjukkan pola hasil yang sama. Umumnya bobot umbi per petak panen paling berat
didapatkan pada dosis 150% bila dibandingkan dengan perlakuan tanpa maupun dengan 50%,
dan 100% dosis limbah bahan organik. Penurunan dosis bahan organik yaitu dari 150% menjadi
100%, 50%, dan tanpa limbah menyebabkan menurunnya bobot umbi per petak panen masing-
masing sebesar 11,44 g (11,04%), 31,65 g (30,56%), dan 55,4 g (53,50%). Penggunaan limbah
bahan organik kotoran sapi dengan dosis 100% mampu menghasilkan bobot umbi per petak
panen paling berat bila dibandingkan dengan perlakuan tanpa maupun dengan 50%, dan 100%
dosis limbah bahan organik. Penurunan dosis bahan organik yaitu dari 150% menjadi 100%,
50%, dan tanpa limbah menyebabkan menurunnya bobot umbi per petak panen masing-masing
sebesar 67.11 g (56,71%), 23.58 g (19,92%), dan 15.81 g (13,35%).
Dilihat dari pengaruh dosis limbah bahan organik pada berbagai sumber limbah bahan
organik, pada perlakuan tanpa limbah dan perlakuan 150% dosis limbah bahan organik
menunjukkan pola hasil yang sama. Umumnya, bobot umbi per petak panen yang dihasilkan
menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata pada seluruh sumber limbah bahan organik.
Perlakuan 50% dosis limbah bahan organik, penggunaan limbah kotoran sapi menghasilkan
bobot umbi per petak panen paling berat. Penggunaan yang berbeda dari limbah kotoran sapi
menjadi limbah kotoran ayam dan limbah kotoran kambing menyebabkan menurunnya bobot
umbi per petak panen masing-masing sebesar 19.18 g (20,24%) dan 26.54 g (28,01%). Perlakuan
100% dosis limbah bahan organik, penggunaan limbah kotoran sapi menghasilkan bobot umbi
per petak panen paling berat. Penggunaan yang berbeda dari limbah kotoran sapi menjadi limbah
kotoran ayam dan limbah kotoran kambing menyebabkan menurunnya bobot umbi per petak
panen masing-masing sebesar 23.94 g (20,23%) dan 28.51 g (24,09%). Akan tetapi, pada
penggunaan limbah kotoran ayam dan limbah kotoran kambing, bobot umbi per petak panen
yang dihasilkan tidak berbeda nyata.
c. Bobot Umbi Kering Angin

Hasil analisis ragam menunjukkan adanya interaksi nyata antara sumber dan dosis limbah
bahan organik pada bobot umbi kering angin (Lampiran X, Tabel a, b,c dan d). Rata-rata bobot
umbi kering angin akibat terjadinya interaksi nyata antara sumber dan dosis limbah bahan
organik disajikan pada Tabel Z.
Tabel Z. Rata-rata bobot Umbi kering angin (g) pada berbagai sumber dan dosis limbah bahan
organik.
Dosis (%)
Bobot Umbi Sumber Limbah
0 (tanpa bahan
Kering Angin bahan 50 100 150
organik)
44,09 a 72,43 b 92,48 c 100,83 d
Kandang ayam
A B B A
48,43 a 92,05 b 115,35 d 100,4 c
Kandang sapi
A C C A
Kandang 47,03 a 65,69 b 87,03 c 101,51 d
kambing A A A A
5,074
BNJ
0,52
KK-ab (%)
Keterangan : Bilangan yang didampingi oleh huruf yang sama pada kolom dan perlakuan yang sama menunjukkan
tidak berbeda nyata berdasarkan uji BNJ pada taraf = 5%, hst = hari setelah tanam, tn = tidak
berpengaruh nyata

Tabel Z menunjukkan bahwa penggunaan limbah bahan organik kotoran ayam dan
kotoran kambing menunjukkan pola hasil yang sama. Umumnya bobot umbi kering angin paling
berat didapatkan pada dosis 150% bila dibandingkan dengan perlakuan tanpa maupun dengan
50%, dan 100% dosis limbah bahan organik. Penurunan dosis bahan organik yaitu dari 150%
menjadi 100%, 50%, dan tanpa limbah menyebabkan menurunnya bobo tumbi kering angin
masing-masing sebesar 11,42 g (11,28%), 32,08 g (31,70%), dan 55,61 g (54,96%). Penggunaan
limbah bahan organik kotoran sapi dengan dosis 100% mampu menghasilkan bobot umbi kering
angin paling berat bila dibandingkan dengan perlakuan tanpa maupun dengan 50%, dan 100%
dosis limbah bahan organik. Penurunan dosis bahan organik yaitu dari 150% menjadi 100%,
50%, dan tanpa limbah menyebabkan menurunnya bobot umbi kering angin masing-masing
sebesar 66.92 g (58,01%) , 23.3 g (20,19%) , dan 14.95 g (12,96%).
Dilihat dari pengaruh dosis limbah bahan organik pada berbagai sumber limbah bahan
organik, pada perlakuan tanpa limbah dan perlakuan 150% dosis limbah bahan organik
menunjukkan pola hasil yang sama. Umumnya, bobot umbi kering angin yang dihasilkan
menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata pada seluruh sumber limbah bahan organik.
Perlakuan 50% dan 100% dosis limbah bahan organik menunjukkan pola hasil yang sama.
Umumnnya, penggunaan limbah kotoran sapi menghasilkan bobot umbi kering angin paling
berat. Penggunaan yang berbeda dari limbah kotoran sapi menjadi limbah kotoran ayam dan
limbah kotoran kambing menyebabkan menurunnya bobot umbi kering angin masing-masing
sebesar 21,25 g (20,49%) dan 27,34 g (26,26%).
d. HPPH Bobot Kering Angin Umbi

Hasil analisis ragam menunjukkan adanya interaksi nyata antara sumber dan dosis limbah
bahan organik pada HPPH bobot kering angin umbi (Lampiran X, Tabel a, b,c dan d). Rata-rata
HPPH bobot kering angin umbi akibat terjadinya interaksi nyata antara sumber dan dosis limbah
bahan organik disajikan pada Tabel Z.
Tabel Z. Rata-rata HPPH bobot kering angin umbi (ha-1) pada berbagai sumber dan dosis limbah
bahan organik.
Dosis (%)
HPPH Bobot
Sumber Limbah 0 (tanpa
Kering Angin
bahan bahan 50 100 150
Umbi
organik)
1145,36 a 1881,65 b 2402,51 c 2619,33 d
Kandang ayam
A B B A
1258,19 a 2391,34 b 2996,70 d 2608,16 c
Kandang sapi
A C C A
Kandang 1221,73 a 1706,48 b 2260,84 c 2637,17 d
kambing A A A A
131,810
BNJ
0,52
KK-ab (%)
Keterangan : Bilangan yang didampingi oleh huruf yang sama pada kolom dan perlakuan yang sama menunjukkan
tidak berbeda nyata berdasarkan uji BNJ pada taraf = 5%, hst = hari setelah tanam, tn = tidak
berpengaruh nyata
Tabel Z menunjukkan bahwa penggunaan limbah bahan organik kotoran ayam dan
kotoran kambing menunjukkan pola hasil yang sama. Umumnya HPPH bobot kering angin umbi
paling berat didapatkan pada dosis 150% bila dibandingkan dengan perlakuan tanpa maupun
dengan 50%, dan 100% dosis limbah bahan organik. Penurunan dosis bahan organik yaitu dari
150% menjadi 100%, 50%, dan tanpa limbah menyebabkan menurunnya HPPH bobot kering
angin umbi masing-masing sebesar 296,58 g (11,28%), 834,19 g (31,73%), dan 1444,71 g
(54,96%). Penggunaan limbah bahan organik kotoran sapi dengan dosis 100% mampu
menghasilkan HPPH bobot kering angin umbi paling berat bila dibandingkan dengan perlakuan
tanpa maupun dengan 50%, dan 100% dosis limbah bahan organik. Penurunan dosis bahan
organik yaitu dari 150% menjadi 100%, 50%, dan tanpa limbah menyebabkan menurunnya
HPPH bobot kering angin umbi masing-masing sebesar 1738.51 g (58,01%), 605.36 g (20,20%),
dan 388.54 g (12,96%).
Dilihat dari pengaruh dosis limbah bahan organik pada berbagai sumber limbah bahan
organik, pada perlakuan tanpa limbah dan perlakuan 150% dosis limbah bahan organik
menunjukkan pola hasil yang sama. Umumnya, HPPH bobot kering angin umbi yang dihasilkan
menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata pada seluruh sumber limbah bahan organik.
Perlakuan 50% dan 100% dosis limbah bahan organik menunjukkan pola hasil yang sama.
Umumnya, penggunaan limbah kotoran sapi menghasilkan bobot umbi kering angin paling berat.
Penggunaan yang berbeda dari limbah kotoran sapi menjadi limbah kotoran ayam dan limbah
kotoran kambing menyebabkan menurunnya HPPH bobot kering angin umbi masing-masing
sebesar 551,94 g (20,48%) dan 710,36 g (26,36%)

Anda mungkin juga menyukai