Anda di halaman 1dari 20

BAB 4.

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil
Hasil penelitian “Variasi dosis hormon ovaprim terhadap ovulasi
pemijahan induk ikan toman (Channa micropeltes)” Didapatkan data pengamatan
terhadap Waktu Laten, Ovulasi, Fekunditas, Fertilisasi, Daya Tetas dan Kualitas
Air.
4.1.1. Waktu Laten
Pengamatan waktu laten pemijahan ikan toman dilakukan setelah proses
injeksi hormon ovaprim sampai induk ikan mengalami proses ovulasi.Proses
ovulasi ikan Toman (Channa micropeltes) ditandai dengan keluarnya telur. Hasil
pengamatan waktu laten ikan toman disajikan pada tabel 4.1 dan rata-rata waktu
laten disajikan pada gambar 4.1.
Tabel 4.1. Nilai Rata-Rata Waktu Laten Ikan Toman
Perlakuan
Kelompok Jumlah Rerata
A B C
I 138 150 119 407,00 135,67
II 166 112 98 376,00 125,33
III 163 108 118 389,00 129,67
Jumlah 467,00 370,00 335,00 1172,00
Rerata 155,67 123,33 111,67 130,22
Sumber : Data primer yang diolah, 2020
Berdasarkan tabel 4.1 diatas dapat dilihat bahwa kisaran rerata perlakuan
terhadap waktu laten ikan toman adalah 111,67-155,67 Jam, diaman pada
perlakuan A yaitu 155,67Jam, pada perlakuan B yaitu 123,33Jam, dan pada
perlakuan C yaitu 111,67Jam. Data rata-rata kelompok digunakakan untuk
menyisihkan keragaman yang disebabkan oleh TKG induk dan faktor internal lain
yang mempengaruhi di luar perlakuan, dimana rerata pada kelompok I yaitu
135,67, pada kelompok II yaitu 125,33, dan pada kelompok III yaitu 129,67.
Grafik rata-rata waktu laten ikan Toman dapat dilihat pada gambar 4.1.
180.00
155.67
160.00
140.00 123.33
120.00 111.67
100.00
80.00
60.00
40.00
20.00
0.00
A B C

Waktu Laten

Gambar 4.1. Rerata Nilai Waktu Laten Ikan Toman


Waktu laten tercepat adalah pada perlakuan C (dosis 0,4 ml/kg) dengan
rata-rata 111,67 Jam (111 jam 40 menit), diikuti oleh perlakuan B (dosis 0,3
ml/kg) dengan rata-rata 123,33 Jam (123 jam 19 menit), kemudian perlakuan A
(dosis 0,2 ml/kg) dengan rata-rata 155,67 Jam (155 jam 40 menit). Berdasarkan
grafik di atas dapat dilihat bahwa semakin banyak dosis hormon ovaprim yang
diberikan pada induk ikan, maka semakin cepat proses pemijahan terjadi atau
semakin singkat waktu laten pemijahan.
Uji normalitas Liliefors terhadap waktu laten menunjukan bahwa data
menyebar normal dimana Limax (0.230) < Litable 5%(0.271) dan 1%(0.311), secara
rinci dapat dilihat pada lampiran xx. Pada uji homogenitas Bartlett menunjukan
varian data homogen dimana X2hitung (3,330) < X2tabel 5%(5,991) dan 1%(9,210),
secara rinci dapat dilihat pada lampiran xx. Pada parameter waktu laten ikan
toman dilakukan uji Analisis Sidik Ragam (Anova) data tersebut tidak
berpengaruh nyata dilihat dari F hitung 5,116< F tabel (5%) 5,143, hal yang sama
terjadi pada hasil uji Anova kelompok dengan F hitung 0,265< F tabel (5%) 5,143
membuktikan bahwaTKG induk homogen.
Tabel Hasil Uji Anova Waktu Laten Ikan Toman
F tabel
SK DB JK KT F Hitung
0,05 0,01
Kelompok 2 161,5556 80,77778 0,265 5,143 10,925
Perlakuan 2 3117,56 1558,778 5,116 5,143 10,925
Galat 6 1828,00 304,6667
Total 8 4945,56
4.1.2. Ovulasi
Ovulasi merupakan proses keluarnya telur ke rongga ovari atau rongga
perut setelah pecahnya folikel oosit, waktu ovulasi diamati dari proses pemijahan
hingga ikan mengeluarkan telur. Hasil pengamatan waktu ovulasi ikan toman
disajikan pada tabel 4.2 dan rerata ovulasi disajikan pada gambar 4.2.
Tabel 4.2. Nilai Rata-Rata Ovulasi Ikan Toman (Jam)
Perlakuan
Kelompok Jumlah Rerata
A B C
I 27 32 13 72,00 24,00
II 30 48 23 101,00 33,67
III 24 27 31 82,00 27,33
Jumlah 81,00 107,00 67,00 255,00
Rerata 27,00 35,67 22,33 28,33
Sumber : Data primer yang diolah, 2020
Berdasarkan tabel 4.1 diatas dapat dilihat bahwa kisaran rerata perlakuan
terhadap waktu ovulasi ikan toman adalah 33,33 jam – 35,67 jam, dimana pada
perlakuan A yaitu 27 jam, pada perlakuan B yaitu 35,67 jam, dan pada perlakuan
C yaitu 22,33 jam.

Ovulasi (Jam)
40.00
35.00
30.00
25.00
20.00
35.67
15.00
27.00
10.00 22.33

5.00
0.00
A B C

Gambar 4.2. Rerata Nilai Ovulasi Ikan Toman


Berdasarkan gambar 4.2 diatas dapat dilihat bahwa ovulasi ikan toman
yang tercepat adalah pada perlakuan C (dosis 0,4 ml/kg) dengan waktu 22 jam20
menit, diikuti perlakuan A (dosis 0,2 ml/kg) dengan waktu 27 jam, dan yang
terakhir pada perlakuan B (dosis 0,3 ml/kg) dengan waktu 35 jam 40 menit.
Hasil uji normalitas Liliefors dan homogenitas ragam Bartlett terhadap
waktu ovulasi ikan toman menunjukan bahwa data menyebar normal Limax (0.236)
< Litable 5%(0.271) dan 1%(0.311) dan varian data homogen dimana X2hitung (2,169)
< X2tabel 5%(5,991) dan 1%(9,210), lebih rinci dapat dilihat pada lampiran xx dan
xx. Hasil uji Anova menunjukan bahwa perlakuan tidak berpengaruh nyata
terhadap waktu ovulasi ikan Toman, dibuktikan dari nilai Fhitung (1,956) < Ftabel
5%(5,143), hal yang sama terjadi pada hasil uji Anova kelompok dengan F hitung
1,030< F tabel (5%) 5,143 membuktikan bahwa faktor internal lain yang
mempengaruhi ovulasi di luar perlakuan hampir tidak ada.
Tabel Hasil Uji Anova Waktu Ovulasi Ikan Toman
F tabel
SK DB JK KT F Hitung
0,05 0,01
Kelompok 2 144,667 72,333 1,030 5,143 10,925
Perlakuan 2 274,67 137,333 1,956 5,143 10,925
Galat 6 421,33 70,222
Total 8 696
4.1.3. Fekunditas
Fekunditas adalah jumlah telur matang dalam ovari yang akan
dikeluarkan pada waktu memijah. Dalam penelitian ini untuk menghitung
fekunditas menggunakan cara sensus atau menghitung secara langsung. Hasil
perhitungan terhadap fekunditas disajikan pada tabel 4.3 dan gambar 4.3.
Tabel 4.3. Nilai Rata-Rata Perhitungan Fekunditas Ikan Toman
Kelompo Perlakuan
Jumlah Rerata
k A B C
I 3234 3218 3051 9503,00 3167,67
II 2283 3580 2293 8156,00 2718,67
III 2758 3399 2672 8829,00 2943,00
Jumlah 8275,00 10197,00 8016,00 26488,00
Rerata 2758,33 3399,00 2672,00 2943,11
Sumber : Data primer yang diolah, 2020
Tabel 4.3. dapat dilihat bahwa kisaran rata-rata perlakuan terhadap
fekunditas ikan toman adalah2672 butir – 3399 butir, dimana pada perlakuan A
yaitu 2758 butir, pada perlakuan B yaitu 3399 butir, dan pada perlakuan C yaitu
2672 butir.
Rerata Fekunditas (Butir)
4000.00

3500.00

3000.00

2500.00

2000.00
3399.00
1500.00
2758.33 2672.00
1000.00

500.00

0.00
A B C

Gambar 4.3. Grafik Rerata Fekunditas Ikan Toman


Gambar 4.3. Menunjukan grafik rata-rata hasil perhitungan fekunditas ikan
toman yang terbanyak pada perlakuan B dengan rerata 3399 butir diikuti
perlakuan A sebesar 2758,33 butir dan fekunditas yang paling sedikit pada
perlakuan C memiliki rata-rata2672 butir. Hasil uji normalitas Liliefors dan
homogenitas ragam Bartlett terhadap fekunditas ikan toman menunjukan bahwa
data menyebar normal Limax (0.209) < Litable 5% (0.271) dan 1% (0.311) dan varian
data homogen dimana X2hitung (8,532) < X2tabel 5% (5,991) dan 1% (9,210), lebih
rinci dapat dilihat pada lampiran xx dan xx. Hasil uji ANOVA menunjukan bahwa
perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap fekunditas ikan Toman, dibuktikan
dari nilai Fhitung (3,527) < Ftabel 5% (5,143), hal yang sama terjadi pada hasil uji
Anova kelompok dengan F hitung 1,127< F tabel (5%) 5,143 membuktikan
bahwa berat induk homogen danfaktor internal lain yang mempengaruhi
fekunditas di luar perlakuan hampir tidak ada.
Tabel Hasil Uji Anova Fekunditas Ikan Toman
F tabel
SK DB JK KT F Hitung
0,05 0,01
Kelompok 2 302401,56 151200,778 1,127 5,143 10,925
Perlakuan 2 946436,22 473218,111 3,527 5,143 10,925
Galat 6 805004,67 134167,444
Total 8 1751440,89
4.1.4. Fertilisasi
Fertilisasi merupakan proses penyatuan antara sel telur dengan sel
spermatozoa untuk membentuk zigot. Fertilisasi dapat dihitung dari jumlah
persentase telur yang dibuahi setelah proses ovulasi dengan cara melihat warna
telur secara langsung. Hasil perhitungan pengamatan fertilisasi telur ikan toman
disajikan pada tabel 4.4 dan gambar 4.4.
Tabel 4.4. Nilai Rata-Rata Perhitungan Pengamatan Fertilisasi Telur Ikan Toman
Perlakuan
Kelompok Jumlah Rerata
A B C
I 89,98 92,08 71,62 253,67 84,56
II 90,49 90,98 61,93 243,40 81,13
III 90,83 91,64 67,55 250,02 83,34
Jumlah 271,30 274,70 201,10 747,10
Rerata 90,43 91,57 67,03 83,01
Sumber : Data primer yang diolah, 2020
Pada tabel 4.4 menunjukkan rata-rata nilai hasil pengamatan fertilisasi
atau jumlah telur terbuahi yaitu memiliki kisaran 67,03%-91,57%, dimana pada
perlakuan A yaitu 90,43%, perlakuan B yaitu 91,57%, kemudian perlakuan C
yaitu 67,03%.

Rata-Rata Fertilitas
100.00

90.00

80.00

70.00

60.00

50.00
90.43 91.57
40.00
67.03
30.00

20.00

10.00

0.00
A B C

Gambar 4.4. Grafik Nilai Rata-Rata Fertilisasi Telur Ikan Toman (%)
Gambar 4.4. Menunjukan grafik rata-rata hasil perhitungan fertilisasi ikan
toman yang terbanyak pada perlakuan B sebesar 91,57%, diikuti perlakuan A
sebesar 90,43%, dan yang terendah pada perlakuan C sebesar 67,03%.
Hasil uji normalitas Liliefors dan homogenitas ragam Bartlett terhadap
fertilisasi ikan toman menunjukan bahwa data menyebar normal Limax (0.271) <
Litable 1% (0.311) dan varian data homogen dimana X2hitung (0,766) < X2tabel 5%
(5,991) dan 1% (9,210), lebih rinci dapat dilihat pada lampiran xx dan xx. Hasil
uji ANOVA menunjukan bahwa perlakuan berpengaruh sangat nyata terhadap
fertilitas ikan Toman, dibuktikan dari nilai Fhitung (71,464) > Ftabel 1% (10,925),
sedangkan pada kelompok tidak berpengaruh nyata Fhitung (1,123) < Ftabel 5%
(5,143), hal ini membuktikan bahwa jumlah sperma untuk membuahi telur pada
masing-masing perlakuan adalah homogen dan faktor internal lain yang
mempengaruhi fertilitas di luar perlakuan hampir tidak ada.
Tabel Hasil Uji Anova Fertilitas Ikan Toman
F tabel
SK DB JK KT F Hitung
0,05 0,01
Kelompok 2 18,08 9,040 1,123 5,143 10,925
Perlakuan 2 1150,87 575,437 71,464 5,143 10,925
Galat 6 48,31 8,052
Total 8 1199,19

4.1.5. Daya Tetas


Daya tetas telur (hatching rate) adalah persentase telur yang menetas
setelah waktu tertentu. Daya tetas dihitung menggunakan metode sensus (total)
yaitu dengan menghitung satu persatu semua telur ikan yang tebuahi dan yang
menetas kemudian dinyatakan dalam persen. Hasil perhitungan daya tetas
disajikan pada tabel 4.5 dan gambar 4.5.
Tabel 4.5. Nilai Rata-Rata Hasil Pengamatan Daya Tetas Telur Ikan Toman
Perlakuan
Kelompok Jumlah Rerata
A B C
I 100,00 98,82 97,71 296,53 98,84
II 98,31 98,93 96,83 294,06 98,02
III 98,60 98,72 97,23 294,55 98,18
Jumlah 296,91 296,46 291,77 885,14
Rerata 98,97 98,82 97,26 98,35
Sumber : Data yang diolah, 2020
Pada tabel 4.5 menunjukkan rata-rata nilai hasil pengamatan daya tetas
yaitu memiliki kisaran 97,26%-98,97%, dimana pada perlakuan A yaitu 98,97%,
perlakuan B yaitu 98,82%, kemudian perlakuan C yaitu 97,26%.

Rerata Daya Tetas


99.50

99.00

98.50

98.00

97.50 98.97 98.82

97.00

97.26
96.50

96.00
A B C

Gambar 4.5. Grafik Nilai Rata-Rata Daya Tetas Ikan Toman (%)
Gambar 4.5. Menunjukan grafik rata-rata hasil perhitungan daya tetas ikan
toman yang terbanyak pada perlakuan A sebesar 98,97%, diikuti perlakuan B
sebesar 98,82%, dan yang terendah pada perlakuan C sebesar 97,26%. Hasil uji
normalitas Liliefors dan homogenitas ragam Bartlett terhadap daya tetas ikan
toman menunjukan bahwa data menyebar normal Limax (0.164) <Litable 5%(0.271)
dan 1%(0.311)dan varian data homogen dimana X2hitung (2,187) < X2tabel 5%(5,991)
dan 1%(9,210), lebih rinci dapat dilihat pada lampiran xx dan xx. Hasil uji
ANOVA menunjukan bahwa perlakuan berpengaruhnyata terhadap daya tetas
ikan Toman, dibuktikan dari nilai Fhitung (7,904) > Ftabel 5%(5,143), sedangkan pada
kelompok tidak berpengaruh nyata Fhitung (1,670) < Ftabel 5%(5,143), hal ini
Tabel Hasil Uji Anova Daya Tetas Ikan Toman
F tabel
SK DB JK KT F Hitung
0,05 0,01
Kelompok 2 1,139 0,5697 1,670 5,143 10,925
Perlakuan 2 5,39 2,6974 7,904 5,143 10,925
Galat 6 2,05 0,3412
Total 8 7,44
4.2. Pembahasan
4.2.1. Waktu Laten
Pengamatan waktu laten pada pemijahan ikan toman terhitung dari
hormon diinjeksikan ke tubuh ikan toman sampai dengan terjadinya ovulasi.
Berdasarkan hasil penelitian pada Tabel 4.1. menunjukkan rata-rata waktu laten
pada penelitian ini berkisar antara 111,67 - 155,67 jam. Dimana waktu laten yang
tertinggi didapat pada perlakuan C (dosis 0,4 ml/kg) dengan rata-rata 111,67 jam
(111 jam 67 menit), diikuti oleh perlakuan B (dosis 0,3 ml/kg) dengan rata-rata
123,33 jam (123 jam 33 menit), kemudian perlakuan A (dosis 0,2 ml/kg) dengan
rata-rata 155,67 jam (155 jam 67 menit) adalah rata-rata paling lama induk ikan
toman untuk melakukan pemijahan. Berdasarkan penelitian Slamat (2019)
pemijahan ikan toman secara semi buatan dengan pemberian dosis hormon yang
lebih tinggi yaitu perlakuan A dengan 0,4 ml/kg, perlakuan B dengan 05 ml/kg
dan perlakuan C dengan 0,6 ml/kg diperoleh rata-rata waktu laten selama
percobaan pada ikan toman adalah 22-62 jam. Dimana waktu laten yang tetinggi
didapat pada pemberian hormon dengan dosis 0,6 ml/kg dengan rata-rata waktu
laten 22-24 jam, kemudian diikuti dengan pemberian hormon dengan dosis 0,4
ml/kg dengan rata-rata waktu laten 28-32 jam dan yang terendah pada pemberian
hormon dengan dosis 0,5 ml/kg dengan rata-rata waktu laten 57-62 jam.
Seharusya pada perlakuan A waktu laten lebih rendah dibandingkan dengan
perlakuan B dimana dosis hormon yang digunakan lebih rendah. Perbedaan ini
dikarenakan TKG yang dipijahkan pada perlakuan B lebih rendah dibandingakan
pada perlakuan A yang lebih tinggi. Berdasarakan penelitian yang dilakukan
Muslim (2017) pada pemijahan ikan haruan secara semi buatan diporoleh rata-rata
waktu laten 24 - 36 jam. Pemijahan ini dilakukan dengan pemberian hormon
ovaprim dengan dosis 0,6 ml/kg merupakan waktu tercepat memijah selama 24
jam dan dosis terendah sebanyak 0,4 ml/kg memperoleh waktu memijah selama
36 jam. Perbedaan ini sangat terlihat dikarenakan ukuran induk yang sangat
berdeda, dimana induk yang digunakan pada pemijahan ikan toman berkisar 2-5
kg/ekor dengan umur minimum 2 tahun.
Penggunaan dosis hormon Ovaprim yang berbeda terhadap waktu laten
pemijahan induk ikan toman pada Gambar 4.1. grafik menunjukkan terjadinya
penurunan waktu laten yang diperlukan induk ikan toman untuk malakukan
pemijahan, semakin singkat waktu laten maka semakin bagus telur yang
didapatkan. Penggunaan ovaprim dengan dosis 0,4 ml/kg berat tubuh induk ikan
toman merupakan dosis yang tercepat untuk waktu laten, Hal ini karena ovaprim
yang disuntikkan dalam tubuh induk ikan toman betina adalah dosis yang diduga
mampu merangsang sekresi follicle stimulating hormone (FSH) pada kelenjar
pituitari sehingga merangsang estrogen dan memproduksi luteinizing hormone
(LH) sehingga terjadi ovulasi. Hal ini sesuai dengan pendapat yang dikemukakan
oleh Frandson (1992) bahwa kenaikan konsentrasi LH yang cepat dan tinggi
menyebabkan pecahnya folikel dan terjadi ovulasi. Dari hasil penelitian ini
menunjukan bahwa induk ikan toman yang disuntik dengan hormon Ovaprim
dengan dosis 0,4 ml/kg berat badan dapat menyebabkan peningkatan konsentrasi
hormon gonadotropin di dalam darah sehingga dapat merangsang perkembangan
telur dan mempercepat proses pemijahan ikan dengan waktu laten 111,67 jam
lebih cepat dari perlakuan lainnya. Hal ini karena hormon Ovaprim yang
disuntikkan dalam tubuh induk ikan betina dapat memacu proses ovulasi dengan
cepat. Sesuai dengan fungsinya Ovaprim sangat berperan di dalam mamacu terjadi
ovulasi dan pemijahan pada ikan, yaitu pada saat pematangan gonad dimana
GnRH analog berperan merangsang hipofisis untuk melepas gonadrotropin, Hal
ini sesuai dengan pendapat yang di kemukakan oleh (Lam, 1985), yang dalam
kondisi alamiah sekresi gonadotropin dihambat oleh dopamine sehingga apabila
dopamine dihalang dengan antagonisnya maka peranan dopamine akan terhenti
dan sekresi gonadotropin akan meningkat.
Berdasarakan hasil Uji Anova pada taraf nyata 5% menunjukan bahwa
perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap waktu laten ikan toman. Hal ini
diduga karena fase TKG ikan tergolong rendah misalnya TKG 3, sehingga respon
tubuh ikan terhadap rangsangan hormon ovaprim yang diberikan untuk
mengeluarkan sel telur lebih lama. Pada fase ini ovari seharusnya mendapatkan
hormon ovaprim yang lebih banyak untuk mempercepat fase TKG 4. Pada fase
TKG 3 untuk mencapai TKG 4 ini memerlukan waktu peralihan yang sangat
bervariasi tergantung kondisi tubuh induk yang digunakan, lingkungan perairan
dan jumlah rangsangan hormon. Berbeda halnya jika kondisi ikan memasuki TKG
4 atau dalam kondisi optimal (siap mijah) jika diberikan rangsangan hormon
walaupun dalam jumlah sedikit, maka respon tubuh induk ikan akan cepat untuk
melepaskan sel telur. Jika ditalaah mendalam hasil analisis penggunaan hormon
ovaprim yang berbeda terhadap waktu laten pemijahan ikan toman pada Gambar
4.1. menunjukkan grafik penurunan waktu laten yang diperlukan induk ikan
toman dalam melakukan pemijahan. Di mana waktu latin yang tertinggi didapat
pada perlakuan C dengan pemberian ovaprim dengan dosis 0,4 ml/kg dengan rata-
rata waktu laten 111,67 jam (111 jam 40 menit), kemudian diikuti oleh perlakuan
B dengan pemberian ovaprim dengan dosis 0,3 ml/kg dengan rata-rata waktu
laten 123,33 jam (123 jam 19 menit) dan yang terendah pada perlakuan A dengan
pemberian ovaprim dengan dosis 0,2 ml/kg dengan rata-rata 155,67 jam (155 jam
40 menit). Sehingga dapat dikatakan bahwa semakin banyak dosis hormon
ovaprim yang diberikan pada induk ikan toman, maka semakin singkat waktu
laten pemijahan ikan toman. Slamat, (2019) melaporkan semakin singkat waktu
laten yang diperlukan induk ikan toman untuk memijah, maka semakin bagus
hasil telur yang dihasilkan. Banyak faktor yang mempengaruhi cepat atau
lambatnya waktu laten seperti tingkat kematangan gonad (TKG), faktor
fisikologis, kesehatan induk dan lingkungan. Cepat atau lambatnya waktu laten
atau batas waktu ovulasi dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu faktor hormonal
berupa rangsangan penyuntikan hormon gonadotropin sintetik terhadap proses
spermiasi dan faktor lingkungan berupa kuantitas dan kualitas air (Najmiyati,
2009 dalam Muslim, 2017).

4.2.2. Ovulasi
Berdasarkan hasil pengamatan ovulasi pada induk ikan toman dipijahkan
pada Tabel 4.1. menunjukkan rata-rata ovulasi induk ikan toman pada penelitian
ini berkisar antara 22,33 jam - 35,67 jam. Dimana waktu ovulasi yang tertinggi
didapat pada perlakuan C (dosis 0,4 ml/kg) dengan rata-rata 22,33 jam, diikuti
oleh perlakuan A (dosis 0,2 ml/kg) dengan rata-rata 27 jam, kemudian perlakuan
B (dosis 0,3 ml/kg) dengan rata-rata 35,67 jam adalah rata-rata paling lama induk
ikan toman untuk melakukan pemijahan. Berdasarkan penelitian Slamat (2019)
pemijahan ikan toman secara semi buatan dengan pemberian dosis hormon yang
lebih tinggi yaitu perlakuan A dengan 0,4 ml/kg, perlakuan B dengan 0,5 ml/kg
dan perlakuan C dengan 0,6 ml/kg diperoleh rata-rata waktu ovulasi selama
percobaan pada ikan toman adalah 22-62 jam. Dimana ovulasi yang tercepat
didapat pada pemberian hormon dengan dosis 0,6 ml/kg dengan rata-rata ovulasi
22-24 jam, kemudian diikuti dengan pemberian hormon dengan dosis 0,4 ml/kg
dengan rata-rata ovulasi 28-32 jam dan yang terendah pada pemberian hormon
dengan dosis 0,5 ml/kg dengan rata-rata ovulasi 57-62 jam. Seharusya pada
perlakuan A waktu ovulasi lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan B
dimana dosis hormon yang digunakan lebih rendah. Perbedaan ini dikarenakan
TKG yang dipijahkan pada perlakuan B lebih rendah dibandingakan pada
perlakuan A yang lebih tinggi. Muslim (2017) melaporkan cepat atau lambatnya
ovulasi ikan haruan pada pemijahan secara semi buatan dengan pemberian
hormon ovaprim sangat dipengaruhi oleh banyak dosis yang diberikan. Semakin
banyak dosis yang diberikan maka aktivitas pengeluaran feremonnya akan
semakin cepat oleh induk betina untuk melakukan ovulasi.
Hasil analisis penggunaan dosis hormon ovaprim yang berbeda terhadap
ovulasi induk ikan toman pada Gambar 4.2. Grafik menjelaskan hasil ovulasi ikan
toman yang mengalami peningkatan dan penurunan disetiap perlakuan. Dimana
hasil yang paling optimal didapat pada perlakuan C dengan pemberian hormon
dengan dosis 0,4 ml/kg memperoleh rerata waktu 22 jam 33 menit, kemudian
diikuti oleh perlakuan A dengan pemberian hormon dengan dosis 0,2 ml/kg
memperoleh rerata waktu 27 jam dan yang terendah pada perlakuan A dengan
pemberian hormon dengan dosis 0,2 ml/kg memperoleh rerata waktu 35 jam 67
menit. Jika ditelaah secara mendalam, pada perlakuan B seharusnya lebih baik
dari pada perlakuan A, dimana dosis hormon lebih rendah dibandingan perlakuan
B. Hal ini diduga karena TKG induk pada saat dipijahkan lebih rendah
dibandingkan dengan perlakuan A yang kondisi TKG nya lebih tinggi. Kondisi
kesehatan induk ikan serta penanganan pada saat melakukan pemijahan induk
ikan menjadi salah satu faktor penyebab waktu ovulasi pada perlakuan B lebih
rendah dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Saputra (2015) melaporkan
semakin banyak penggunaan dosis yang di berikan pada induk ikan haruan, maka
akan semakin cepat pemijahan terjadi. Adanya pengaruh GnRH dan anti dopamin
semakin banyak diberikan maka akan mempengaruhi GtH mensekresikan kelenjer
hipofisa semakin banyak. GtH yang terlalu banyak akan memberikan dampak
terhadap plasma darah sehingga dapat memaksimalkan kematangan gonad dan
mempercepat ovulasi.
Berdasarakan hasil Uji Anova pada taraf nyata 5% perlakuan
menunjukkan perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap ovulasi ikan toman. Hal
ini diduga karena kondisi TKG induk ikan yang digunakan tidak pada kondisi
optimal (siap pijah) bahkan fase TKG ikan ini tergolong rendah misalnya TKG 3,
sehingga respon tubuh ikan terhadap rangsangan hormon ovaprim yang diberikan
untuk mengeluarkan sel telur lebih lama. Pada fase ini ovari seharusnya
mendapatkan hormon ovaprim yang lebih banyak untuk mempercepat fase TKG
4. Pada fase TKG 3 untuk mencapai TKG 4 ini memerlukan waktu peralihan yang
sangat bervariasi tergantung kondisi tubuh induk yang digunakan, lingkungan
perairan dan jumlah rangsangan hormon. Berbeda halnya jika kondisi ikan
memasuki TKG 4 atau dalam kondisi optimal (siap mijah) jika diberikan
rangsangan hormon walaupun dalam jumlah sedikit, maka respon tubuh induk
ikan akan cepat untuk melepaskan sel telur. Sehingga dapat dikatakan pemberian
hormon dengan dosis yang tepat sangat mempengaruhi hasil dari suatu pemijahan
untuk mendapatkan hasil yang baik. Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi
dalam proses pemijahan ikan yaitut faktor internal dan faktor eksternal. Faktor
intenal yang mempengaruhi proses pemijahan adalah tingat kematangan gonad
(TKG), pendorong dan penghambat hormon gonadotropin, gonadotropin pra
ovulasi, respon ovarium terhadap GtH dan kondisi kesehatan ikan pada saat
melakukan pemijahan. Sedangakn faktor eksternal yang mempengaruhi pemijahan
adalah photo periode, suhu, substrat untuk pemijahan, hubungan sosial,
kesempatan melakukan pemijahan dan pasangan pemijahan. Menurut Najmiyati,
(2009) faktor mempengaruhi cepat atau lambatnya proses ovulasi seperti faktor
hormonal berupa rangsangan penyuntikan hormon ovaprim terhadap proses
spermiasi dan faktor lingkungan berupa kuantitas serta kualitas air.
4.2.3. Fekunditas
Fekunditas adalah jumlah telur matang dalam ovari yang akan
dikeluarkan pada waktu memijah (Hunter et al, 1992). Berdasarkan hasil
pengamatan fekunditas pada induk ikan toman yang dihitung secara langsung
(sensus) pada Tabel 4.3. menunjukkan rata-rata fekunditas induk ikan toman pada
penelitian ini berkisar antara 2.672 - 3.399 butir telur. Dimana fekunditas yang
tertinggi didapat pada perlakuan B (dosis 0,3 ml/kg) dengan rata-rata 3.399 butir
telur, diikuti oleh perlakuan A (dosis 0,2 ml/kg) dengan rata-rata 2.758 butir telur,
kemudian perlakuan C (dosis 0,4 ml/kg) dengan rata-rata 2.672 butir telur.
Slamat, (2019) melaporkan rata-rata fekunditas induk toman pada pemijahan
secara semi buatan berkisar 2.283 - 3.580 butir telur. Muslim (2017) melaporkan
rata-rata fekunditas induk haruan pada pemijahan secara semi buatan berkisar
3.021 - 5.432 butir telur.
Hasil pada Gambar 4.3. grafik menunjukkan peningkatan dan penurunan
pada setiap perlakuan, dimana fekunditas ikan toman pada perlakuan B sebanyak
3.399 butir telur, lebih banyak jika dibandingkan dengan perlakuan A sebanyak
2.758 butir telur begitu juga pada perlakuan C sebanyak 2.672. Hal ini diduga
karena perbedaan ukuran berat tubuh terhadap total fekunditas telur yang diamati.
Selain itu, perkembangan ukuran tubuh ikan memiliki nilai positif terhadap
ukuran gonad, semakin berat ukuran berat gonad maka akan menambah volume
jumlah sel telur yang dikandungnya. Hasil Uji Anova pada taraf nyata 5%
fekunditas menunjukkan perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap fekunditas
telur yang dihasilkan akan tetapi ukuran berat induk ikan toman sangat
mempengaruhi banyak atau tidaknya fekunditas yang dihasilkan. Sehingga dapat
dikatakan perbandingan antara ukuran berat tubuh ikan berkaitan erat dengan
perkembangan gonad ikan, semakin berat ukuran gonad ikan maka akan semakin
bertambah volume jumlah sel telur yang dihasilkan. Menurut Makmur, (2006)
jumlah telur ikan dipengaruhi ukuran panjang total dan bobot tubuh ikan.
Beberapa faktor yang mempengaruhi fekunditas ikan toman diantaranya
umur, kualitas dan kuantitas pakan serta kondisi lingkungan seperti kehadiran
hama atau penyakit dan kualitas air. Kondisi umur ikan juga sangat
mempengaruhi fekunditas yang dihasilkan, hal ini dikarenakan ikan yang lebih tua
akan mengalami kemunduran untuk melakukan reproduksi, sedangkan ikan yang
berumur reproduktif akan menghasilkan lebih banyak sel telur yang dihasilkan.
Kualitas dan kuantitas dari pakan sangat mempengaruhi terhadap kondisi telur
yang dihasilkan, dimana pertumbuhannya lebih cepat, gemuk dan lebih besar serta
tidak menghambat proses reproduksi untuk menghasikan sel telur. Kondisi
lingkungan seperti Kehadiran hama dan penyakit ikan dapat menghambat proses
pemijahan dan jumlah telur yang dihasilkan akan lebih sedikit akibat gangguan
fisiologis dan biologisnya yang dapat menyebabkan kematian dan kecacatan
fisiknya. Selain itu kualitas air (suhu, ph dan DO) yang optimal akan menjamin
kehidupan ikan yang lebih baik jika dibandingkan dengan kualitas air yang
cenderung berubah secara ekstrim akibat perairan yang dangkal dan banyaknya
bahan organik yang terdekomposisi, sehingga dapat mempengaruhi seluruh tubuh
ikan yang berdampak pada kualitas gonad yang dikandungnya. Menurut Harianti,
(2013) menyatakan jumlah telur pada setiap induk betina tergantung pada umur,
ukuran, spesies, kondisi lingkungan seperti ketersediaan makanan dan kualitas air.

4.2.4. Fertilisasi
Fertilisasi ialah proses penyatuan atau peleburan inti sel telur (ovum)
dengan inti sel spermatozoa membentuk makhluk hidup baru yang disebut zigot.
Zigot adalah bentuk paling awal dari semua makhluk hidup yang berkembang
melalui proses fertilisasi. Berdasarkan hasil pengamatan pada Tabel 4.4. rata-rata
fertilisasi ikan toman yang dihasilkan berkisar antara 67,03% - 91,57%.
Berdaarkan peneitian Slamat (2019) rata-rata fertilisasi ikan toman yang
dihasilkan pada pemijahan secara semi buatan berkisar antara 700-3.000 butir
telur. Sakuro (2016) melaporkan rata-rata fertilisasi ikan haruan yang dihasilkan
pada pemijahan secara semi buatan berkisar antara 98,23% - 99,54%.
Hasil pengamatan pada Gambar 4.4. menjelaskan fertilisasi terhadap
fekunditas ikan yang dihasilkan mengalami peningkatan dan penurunan, dimana
fertilisasi ikan toman yang tertinggi pada perlakuan B sebesar 91,57%, diikuti
perlakuan A sebesar 90,43%, dan yang terendah pada perlakuan C sebesar
67,03%. Sehingga dapat dikatakan bahwa hanya sebagian telur yang terbuahi dan
sebagiannya tidak terbuahi. Hal ini diduga karena fertilisasi berkaitan erat dengan
tingkat kematangan, waktu keluarnya sel telur dari ovum dengan sperma
bersamaan, kesehatan sperma dan waktu motil seperma dalam membuahi sel telur,
kondisi kesehatan telur dan kondisi lingkungan. Muslim (2017) melaporkan
tingginya persentase fertilisasi ikan dipengaruhi beberapa faktor, antara lain telur
yang diovulasikan oleh ikan betina sudah matang sempurna, jumlah spermatozoa
ikan jantan secara kualitas dan kuantitas memenuhi, serta faktor ligkungan
(kualitas air) yang mendukung proses fertilisasi, sehingga tingkat keberhasilan
spermatozoa membuahi sel telur sangat tinggi.
Hasil uji anova pada taraf 5% menunjukkan perlakuan pemeberian hormon
ovaprim yang berbeda berpengaruh sangat nyata terhadap fertilisasi telur ikan
toman. Hal ini diduga karena dosis hormon ovaprim yang digunakan pada
perlakuan B (dengan dosis ovaprim 0,3 ml/kg) adalah dosis yang optimal walupun
hasil perlakuan A (dengan dosis ovaprim 0,2 ml/kg) dan B (dengan dosis ovaprim
0,3 ml/kg) menujukkan perbedaan yang tidak signifikan. Sebaliknya pada
perlakuan C (dengan dosis ovaprim 0,4 ml/kg) pemberian dosis yang tinggi dan
tidak tepat mengakibatkan ikan betina lebih cepat berovulasi karena efek dari
pemberian GnRH-a. Akibat pemberian GnRH-a proses pematangan telur semakin
cepat, menyebabkan tidak meratanya kematangan telur. Sedangkan pada induk
jantan penggunaan dosis yang tinggi akan mempercepat proses kinerja
pematangan gonad sehingga konsentrasi sperma tinggi, semakin tinggi
konsentrasi spermatozoa untuk pembuahan telur maka semakin rendah tingkat
pembuahan karena volume kantung sperma yang dihasilkan menjadi rendah
sehingga perbandingan antara sel telur dan sel sperma tidak sebanding dan
mengakibatkan fertilisasi menjadi rendah. Seperti yang dikemukakan oleh
Novianto, (2004) pada ikan Brown trout, treatment GnRH-a akan menyebabkan
ketidak sinkronan antara kematangan meiotic telur dengan proses ovulasi
sehingga telur yang belum matang akan ikut diovulasikan, hal ini yang
menyebabkan kurangnya derajat pembuahan. Muhammad et al. (2003)
menambahkan bahwa dosis yang tinggi akan memberikan efek negatif terhadap
kinerja gonad sehingga mengakibatkan volume semen rendah dan konsentrasi
sperma tinggi, semakin tinggi konsentrasi spermatozoa untuk pembuahan telur
maka semakin rendah tingkat pembuahan.
4.2.5. Daya Tetas
Berdasarakan hasil pengamatan daya tetas pada Tabel 4.5. menjelaskan
pemberian hormon ovaprim dengan dosis yang berbeda terhadap persentase
penetasan telur menunjukkan nilai rata-rata daya tetas telur yaitu 97,26 - 98,97%.
Berdaarkan peneitian Slamat (2019) rata-rata daya tetas telur ikan toman yang
dihasilkan pada pemijahan secara semi buatan berkisar antara 300-1.900 butir
telur. Sakuro (2016) melaporkan rata-rata daya tetas telur ikan haruan yang
dihasilkan pada pemijahan secara semi buatan berkisar antara 51,67% - 64,33%.
Berdaarkan hasil pada Gambar 4.5. Grafik menjelaskan nilai rata-rata
persentase penetesan telur mengalami penurunan, dimana nilai nilai rata-rata
persentase penetesan telur yang tertinggi diporeloh pada pada perlakuan A sebesar
98,97%, diikuti perlakuan B sebesar 98,82%, dan yang terendah pada perlakuan C
sebesar 97,26%. Tingginya daya tetas telur ikan toman yang dihasilkan, diduga
karena oleh sifat induk toman yang selalu menjaga telurnya. Selain itu faktor telur
terbuahi, kodisi telur dan lingkungan akan mempengaruhi daya tetas telur. Sakuro
(2016) melaporkan daya tetas telur berhubungan erat dengan keberhasilan
fertilisasi. Keberhasilan daya tetas akan menurun dengan semakin menurunnya
keberhasilan fertelisasi, sebaliknya keberhasilan daya tetas akan meningkat seiring
meningkatnya keberhasilan fertilsasi.
Hasil Uji Anova pada taraf 5% menunjukkan perlakuan pemeberian
hormon ovaprim yang berbeda berpengaruh nyata terhadap daya tetas telur ikan
toman. Hal ini diduga karena kualitas telur yang terbuahi oleh induk ikan toman
dapat dikatakan dalam kondisi bagus (sehat). Pada dasarnya daya tetas telur ikan
toman ini tergolong tinggi hal ini dikarenakan oleh sifat induk toman toman yang
selalu menjaga telurnya. Meski demikian telur yang terbuahi tentu tidak
sepenuhnya akan menetas hal ini tergantung oleh tingkat kesuburan dari telur ikan
yang terbuahi. Selain itu fakor yang mempengaruhi daya tetas telur adalah faktor
lingkungan seperti suhu, pH dan Oksigen. Hal ini sesuai dengan pendapat Nur, et
al. (2009) daya tetas dipengaruhi beberapa faktor yaitu kualitas telur itu sendiri,
fertilisasi telur terkait dengan kemampuan sperma untuk membuahi sel telur serta
kualitas air. Menurut Simbolon (2016) penetesan telur dipengaruhi oleh faktor
internal seperti kerja hormon atau volume kuning telur serta faktor eksternal
berupa suhu, oksigen terlarut dan intensitas cahaya.

4.2.6. Kualitas Air


DAFTAR PUSTAKA

Bakkara, T. S., Aryani, N., & Adelina, A. 2015. Use of Different Doses of


Ovaprim to Induced Lelan (Osteochilus pleurotaenia Blkr). Jurnal
Online Mahasiswa Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas
Riau. 3(1) : 1-11.
Frandson, R.D. 1992. Anatomi dan Fisiologi Ternak. Universitas Gadjahmada.
Press. Yogyakarta.

Harianti. 2003. Fekunditas dan diameter telur ikan gabus (Channa striata Bloch)
di danau Tempe, Kabupaten Wajo. Sulawesi Selatan. Jurnal Saintek
Perikanan. 8(2):18-24.
Hunter, J.R, B.J.Macewicz, N. Chyanhulio, and C.A. Kimbrill. 1992. Fecundity,
Spawning and Maturity of Female dover sole, Microstumuspacificus and
Evaluation of Asumption and Precisions. Fishery Bulletin (90) : 101-128.
Makmur S, Prasetyo D. 2006. Kebiasaan Makan Tingkat Kematangan Gonad dan
Fekunditas Ikan Haruan (Channa striata BLOCH) Di Suaka Perikanan
Sungai Sambujur DAS Barito Kalimantan Selatan. Jurnal Ilmu-ilmu
Perairan dan Perikanan Indonesia. 13(1): 2731.
Makmur S. 2006. Fekunditas dan diameter telur ikan gabus (Channa striata Bloch)
di daerah banjiran sungai Musi Sumatra Selatan. Jurnal Fish Science. 7
(2):254-259.
Muhammad, Hamzah S dan Irfan A 2003. Pengaruh donor dan dosis kelenjar
hipofisa terhadap ovulasi dan daya tetas telur ikan betok (Anabas
testudineus). Jurnal Sain dan Teknologi. 3(3):87-94.
Muslim, M. 2017. Pemijahan Ikan Gabus (Channa striata) Secara Alami dan
Semi Alami. Jurnal Akuakultur Rawa Indonesia. 5(1) : 25-32.
Najmiyati E. 2009. Induksi Ovulasi dan Derajat Penetasan Telur Ikan Hike
(Labeobarbus longipinnis) dalam Penangkaran Menggunakan GnRH
Analog. Tesis (Tidak dipublikasikan). Sekolah Pasca Sarjana Institut
Pertanian Bogor, Bogor.
Novianto E. 2004. Evaluasi Penyuntikan Ovaprim-C dengan Dosis Berbeda pada
Ikan Sumatera (Puntius tetrazona). Skripsi. Departemen Budidaya
Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor,
Bogor.
Nur, B., Chumaidi, Sudarto, Pouyaud, L. Dan Slembrouck, J., 2009. Pemijahan
dan Perkembangan Embrio Ikan Pelangi (Melanotaenia spp.) Asal
Sungai Sawiat, Papua. Riset Akuakultur, 4(2), pp. 147-156.
Sakuro, B. A., Muslim dan Yulisman. 2016. Rangsangan Pemijahan Ikan Gabus
(Channa striata) Menggunakan Ekstrak Hipofisa Ikan Gabus. Jurnal
Akuakultur Rawa Indonesia. 4(1) : 91-102.
Saputra, A., Muslim, dan Fitriani, M. 2015. Pemijahan Ikan Gabus (Channa
striata) dengan Rangsangan Hormon Gonadotropin Sintesik Dosis
Berbeda. Jurnal Akuakultur Rawa Indonesia. 3(1) : 1-9.

Simbolon, F., 2016. Perbandingan Jumlah Induk Terhadap Keberhasilan Daya


Tetas dan Kelulushidupan Larva Ikan Mas Koki (Carrasius auratus),
Medan: Repositori Institusi Universitas Sumatra Utara.

Zairin Jr, M., Sari, R. K., & Raswin, M. (2005). Pemijahan Ikan Tawes dengan
Sistem Imbas Menggunakan Ikan Mas Sebagai Pemicu. Jurnal
Akuakultur Indonesia, 4(2), 103-108.

Anda mungkin juga menyukai