Anda di halaman 1dari 18

IV.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil penelitian analisis proksimat pakan berbasis limbah

sayuran dan pengaruhnya terhadap pertumbuhan ikan lele (Clarias sp) dipelihara

dalam aquarium selama 30 hari diperoleh data sebagai berikut :

A. Pertumbuhan Berat Mutlak Ikan Lele (Clarias Sp)

Data kecepatan pertumbuhan berat (gram) rata-rata ikan lele (Clarias Sp.)

Pada (Lampiran 7) selama masa pemeliharaan dapat dilihat pada tabel dibawah

ini:

Tabel 4. Rerata Pertumbuhan Bobot Ikan Lele (Clarias Sp) (gram)


Rerata Penambahan Bobot Mutlak
Perlakuan Pengamatan Penambahan
AWAL (gr) AKHIR (gr) Bobot (gr)
A 6,75 22,23 15,48
B 6,73 22,64 15,91
C 6,38 21,17 14,79
D 6,66 17,25 10,59
Sumber :Data Primer diolah (2023)

Dapat dilihat pada tabel 3 menunjukkan bahwa rerata pertumbuhan mutlak

ikan lele yang dipelihara selama 30 hari,yaitu pada perlakuan A sebesar 15,48

gr,perlakuan B 15,91 gram,Perlakuan C 14,79 gram, perlakuan D 10,59 gram,

diantara keempat perlakuan tersebut pertambahan pertambahan berat mutlak

tertinggi terdapat pada perlakuan B dengan pertambahan 15,91 gram dengan

penambahan limbah sayuran dosis berbeda terhadap pertumbuhan ikan lele

(Clarias Sp).

Pada tabel 3 dapat dilihat perbedaan pertumbuhan bobot mutlak ikan lele

pada masing-masing perlakuan.Pertumbuhan bobot mutlak tetinggi terdapat pada


perlakuan B, yaitu sebesar 15,91 gram,selanjutnya pada perlakuan A,yaitu sebesar

15,48 gram dan juga pada perlakuan C, sebesar yaitu 14,79 dan yang terendah

pada perlakuan D, yaitu sebesar 10,59 gram. Hal ini dikarenakan pada perlakuan

D diduga karena sifat agresif pada ikan lele membuat ikan banyak menghabiskan

energi dari pakan yang dimakan sehingga bobot mutlak ikan lele lebih rendah

dibandingkan pada perlakuan A dan C.Pertumbuhan tertinggi pada perlakuan B

diduga karena perlakuan B padat tebarnya sesuai dengan kondisi ikan sehingga

tingkat persaingan terhadap perebutan makanan dan memafaatkan pakan dapat

terjadi dengan baik, hal ini mengakibatkan bobot mutlak pada perlakuan B terbaik

dari semua perlakuan.Sedangkan pertumbuhan terendah yaitu pada perlakuan D

hasil uji proksimat protein rendah sebesar 10,49% masih belum sesuai dengan

kondisi ikan hal ini mengakibatkan tingkat persaingan dalam berebut pakan tinggi

sehingga pemanfaatan pakan dimakan oleh ikan tidak merata mengakibatkan

bobot mutlaknya rendah dan pertumbuhannya lambat pada ukuran ikan.

Hasil uji normalitas data duga galat pertumbuhan berat mutlak ikan

lele (Lampiran 8b) didapat nilai sig 0,070 > sig p (0,05) yang berarti data

menyebar normal dan hasil uji homogenitas pertumbuhan berat mutlak ikan lele

(Lampiran 8c) data pertumbuhan berat mutlak dengan nilai sig 0,124 > sig p

(0,05) yang berarti data pertumbuhan berat mutlak ikan lele homogen. Hasil

ANOVA data pertumbuhan berat mutlak dengan nilai sig 0,614 > sig p (0,05)

ataudengan nilai F hitung (0,633) < F tabel 5% (4,07) pada (Lampiran 8d ) yang

berarti terima hipotesis Ho dan tolakhipotesis Hi yaitu Pemberian limbah sayuran

dengan dosis berbeda tidak berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan ikan lele.
Pertumbuhan didefenisikan sebagai perubahan ikan dalam berat, ukuran

maupun volume seiring dengan berubahnya waktu. Faktor internal merupakan

faktor-faktor yang berhubungan dengan ikan yang meliputi sifat fisika dan kimia

air, ruang gerak dan ketersediaan makanan dari segi kualitas dan kuantitas

(Mudjiman, 1998 dalam Rahmalia, 2015). Meningkatnya asupan pakan memicu

peningkatan pertumbuhan berat, semakin banyak pakan yang dikonsumsi maka

pertumbuhan semakin tinggi.

B. Pertumbuhan Berat Relatif Ikan Lele (Clarias Sp)


Berdasarkan hasil pengamatan selama 30 hari, dapat dilihat untuk rata-

rata pertumbuhan berat relatif ikan lele pada (Lampiran 10) pada setiap

perlakuannya seperti yang terdapat pada Tabel 5.

Tabel 5. Rerata Pertumbuhan Berat Relatif (%) Ikan Lele Selama Masa
Pemeliharaan
Rerata Pertumbuhan Berat Relatif (%)
Perlakuan Pengamatan Rerata
AWAL (gr) AKHIR (gr) Pertumbuhan
Berat Relatif
(%)
A 6,75 24,57 15,5
B 6,73 22,64 15,9
C 6,38 21,17 2,27
D 6,66 17,25 10,6
Sumber : Data Primer Diolah 2022
Dapat dilihat pada Tabel 5 menunjukkan rerata pertumbuhan berat relatif

ikan lele selama 30 hari yaitu pada perlakuan A sebesar 15,5%, perlakuan B

sebesar 15,9 %, perlakuan C sebesar 2,27 %. Perlakuan yang menunjukkan angka

tertinggi adalah perlakuan B, dan perlakuan yang terkecil pada perlakuan C dan

Perlakuan D .
Hasil uji normalitas ( Lampiran 10b ) data duga galat pertumbuhan berat

relatif ikan lele di dapat nilai sig 0,200 > sig p (0,05) yang berarti data menyebar

normal dan hasil uji homogenitas (Lampran 10c ) pertumbuhan berat relatif ikan

lele di dapat nilai sig 0,998 > sig p (0,05) yang berarti data pertumbuhan berat

relatif ikan lele homogen. Hasil ANOVA (Lampiran 7,4) data pertumbuhan berat

relatif dengan sig 0,420 > sig p (0,05) atau dengan nilai F hitung (1,054) < F tabel

5% (4,07) yang berarti terima hipotesis Ho dan tolak hipotesis Hi yaitu

Pemberian limbah sayuran tidak berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan benih

ikan lele dengan padat tebar yang berbeda.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertumbuhan berat mengalami

kenaikan dari tahap awal penelitian hingga tahap akhir penelitian.Pertumbuhan

berat menunjukkan adanya perkembangan berat ikan dalam kurun waktu 30 hari.

Menurut (Effendie,2002) pertumbuhan dapat dirumuskan sebagai pertambahan

ukuran panjang atau berat dalam suatu waktu.Ikan dapat tumbuh optimal jika

memperoleh makanan dalam jumlah yang cukup dan gizi seimbang. Pakan yang

baik akan memberikan pertumbuhan yang baik pula. Apabila pakan yang

diberikan berkualitas jelek, jumlahnya tidak mencukupi dan kondisi

lingkungannya tidak mendukung dapat dipastikan pertumbuhan ikan akan

terhambat (Amri dan Khairuman 2002).

C. Pertumbuhan Panjang Mutlak Ikan Lele

Berdasarkan hasil pengamatan selama 30 hari, dapat dilihat untuk rata-rata

pertumbuhan panjang ikan Lele (Lampiran 9) pada setiap perlakuannya yang

terdapat pada Tabel 6.


Tabel 6. Rerata Pertumbuhan Panjang (cm) Ikan lele Selama Masa Pemeliharaan
Rerata Pertumbuhan panjang Mutlak (cm)
Perlakuan Pengamata Rerata
AWAL (cm) AKHIR (cm) Pertumbuhan
Panjang Mutlak
(cm)
A 3,00 5,44 2,44
B 3,01 5,28 2,27
C 3,00 5,13 2,13
D 3,00 5,17 2,17
Sumber : Data Primer Diolah (2023)

Dapat dilihat pada Tabel 6 menunjukkan bahwa rerata pertumbuhan

panjang ikan lele yang dipelihara selama 30 hari, yaitu pada perlakuan A sebesar

2,44 cm, perlakuan B sebesar 2,27 cm, perlakuan C sebesar 2,13 cm dan

perlakuan D 2,17 diantara keempat perlakuan tersebut pertumbuhan panjang ikan

lele tertinggi terdapat pada perlakuan A sebesar 2,44 dan perlakuan C, yang

terkecil dan perlakuan D.

Hasil penelitian (Effendi,2002) menunjukkan bahwa pertumbuhan

panjang mengalami perpanjangan dari tahap awal penelitian hingga tahap akhir

penelitian.Pertambahan panjang menunjukkan adanya perkembangan panjang

ikan dalam kurun waktu 30 hari. Dapat dilihat untuk rata-rata pertumbuhan

panjang mutlak ikan Lele terdapat pada perlakuan terdapat pada perlakuan A

sebesar 2,44 gram dan pertambahan panjang terendah di perlakuan C sebesar 2,13

gram.
A. Pertumbuhan Panjang Relatif (%) Ikan Lele

Berdasarkan hasil pengamatan selama 30 hari, dapat dilihat untuk rata-rata

pertumbuhan panjang ikan Lele (Lampiran 11) pada setiap perlakuannya yang

terdapat pada Tabel 7 dan disajikan sebagai berikut:

Tabel 7. Rerata Pertumbuhan Panjang Relatif (%) Ikan Lele Selama Masa
Pemeliharaan
Rerata Pertumbuhan
Perlakuan Panjang (gr) Pertumbuhan Panjang Relatif (%)
Awal Akhir

A 4,97 5,44 2,44

B 3,97 4,52 2,27

C 4,04 5,13 2,13

D 3,90 5,17 2,17

Sumber : Data Primer Diolah 2022

Dapat dilihat pada Tabel 7 menunjukkan rerata pertumbuhan panjang

relatif ikan lele selama 30 hari yaitu pada perlakuan A sebesar 2,44%, perlakuan B

sebesar 2,27%, perlakuan C sebesar 2,13% dan perlakuan D 2,17 Perlakuan yang

menunjukkan angka tertinggi adalah perlakuan A, kemudian perlakuan yang

terkecil pada perlakuan C.

Hasil uji normalitas (Lampiran 13b) data duga galat pertumbuhan

panjang relatif ikan lele di dapat nilai sig 0,200 > sig p (0,05) yang berarti data

menyebar normal dan hasil uji homogenitas (Lampiran 13c) pertumbuhan panjang

relatif ikan lele di dapat nilai sig 0,323 > sig p (0,05) yang berarti data

pertumbuhan panjang relatif ikan lele homogen.


Hasil Uji Anova (Lampiran 10,4) didapat nilai sig (0,059) > p (0,05)

atau F hit (3,783) < dari F tab 5% (4,07), sehingga terima Ho dan tolak Hi, yaitu

Pemberian limbah sayuran tidak berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan ikan

lele dengan dosis yang berbeda.

E. Nilai Konversi Pakan (FCR)


Hasil rerata nilai konversi pakan pada setiap perlakuan selama 30 hari

dapat dilihat pada (Lampiran 15) dan disajikan sebagai berikut:

Tabel 8. Rerata Nilai Konversi Pakan Ikan Lele Selama Masa Pemeliharaan
Berat (gr) Nilai
Perlakua Jumlah
Ikan Mati (gr) Konversi
n Awal Akhir Pakan (gr)
Pakan

A 6,75 22,23 0,40 18,2 1,15

B 6,73 22,64 4,98 18,5 0,79

C 6,38 21,17 3,60 1,71 1,71

D 6,66 17,25 0,93 15,4 0,91

Sumber : Data Primer Diolah 2023

Dapat dilihat pada Tabel 8 menunjukkan bahwa rerata nilai konversi

pakan yang diberikan pada ikan lele yang dipelihara selama 30 hari yaitu

perlakuan A (pertumbuhan berat awal 6,75 gram dan akhir 22,23 gram, ikan yang

mati 0,40 gram, jumlah pakan yang diberikan 18,2 gram dan nilai konversi pakan

1,15). perlakuan B (pertumbuhan berat awal 6,73 gram dan akhir 22,64 gram, ikan

yang mati 4,98, jumlah pakan yang diberikan 18,5 gram dan nilai konversi pakan

0,79), perlakuan C (pertumbuhan berat awal 6,38 gram dan akhir 21,17 gram, ikan
yang mati 3,60 gram, jumlah pakan yang diberikan 17,1 gr dan nilai konversi

pakan 17,1).

Hasil perhitungan nilai konversi pakan ikan lele termasuk dalam kategori

baik. Sesuai dengan pendapat Mudjiman (2011) di dalam (Iskandar & Elrifadah,

2015) yang menyatakan bahwa konversi makanan pada ikan berkisar antara 1,5 –

8.

Hasil uji normalitas (Lampiran 16b) nilai duga galat nilai konversi pakan

ikan lele di dapat nilai sig 0,166 > sig p (0,05) yang berarti data menyebar normal

dan hasil uji homogenitas (Lampiran 16c) di dapat nilai sig 0,142 > sig p (0,05)

yang berarti data nilai konversi pakan ikan lele homogen.

Setelah dilakukan uji normalitas dan homogenitas dilanjutkan dengan

hasil Uji ANOVA (Lampiran 16d) konversi pakan, dapat dilihat untuk konversi

pakan nilai sig 0,293< sig p (0,05) dan F hitung 1,476 > F tabel 5% (4,07) yang

berarti pakan yang berbeda tidak berpengaruh nyata terhadap nilai konversi pakan

ikan lele

Hasil analisa varian menunjukkan uji proksimat pakan berbasis limbah

sayuran dengan dosis yang berbeda tidak berpengaruh terhadap nilai konversi

pakan ikan lele, hal ini dikarenakan nilai konversi pakan merupakan nilai yang

menunjukkan seberapa besar pakan yang dimakan oleh ikan dapat diubah menjadi

biomassa pada tubuh ikan. sehingga padat tebar tidak berpengaruh langsung

terhadap nilai konversi pakan (Fry et al., 2018 di dalam (Nurhayati & Nazlia,

2019).
F. Sintasan
Data ikan mai selama pengamatan dapat di lihat pada (Lampiran 17) hasil

rerata kelangsungan hidup ikan lele pada setiap perlakuan selama 30 hari dapat

dilihat pada Tabel 9 disajikan sebagai berikut:

Tabel 9. Rerata Sintasan ikan lele Selama Masa Pemeliharan


Rerata jumlah ikan hidup
Perlakuan Awal Akhir Ikan Mati Sintasan Mortalitas
(ekor) (ekor) (ekor) (%) (%)
A 10 9,67 0,33 96,67 3,33
B 10 9 1 90 10
C 10 9,67 0,33 70 3,3
D 10 9,67 0,33 96,67 3,33
Sumber : Data primer diolah 2023

Dapat dilihat pada Tabel 9 menunjukkan bahwa sintasan pada perlakuan

A sebesar 96,67 %, perlakuan B sebesar 90%, perlakuan C sebesar 70 %.

Perlakuan yang menunjukkan tingkat sintasan tertinggi yaitu perlakuan A, 96,67

kemudian diikuti perlakuan D ,serta perlakuan C 70% memiliki tingkat sintasan

terendah.

Hasil uji normalitas (Lampiran 19 b) data duga galat sintasan ikan lele di

dapat nilai sig 0,004 < sig p (0,05) yang berarti data menyebar tidak normal dan

hasil uji homogenitas (Lampiran 19c) di dapat nilai sig 0,002 < sig p (0,05) yang

berarti data kelangsungan hidup ikan lele tidak homogen.Uji ANOVA (Lampiran

19e) data sintasan galat dengan sig 0,583 > sig p (0,05)atau dengan F hitung

(0,691) < F tabel 5% ( 4,07 ) yang berarti terima hipotesis Ho dan tolak hipotesis

Hi yaitu pemberian limbah sayuran dengan dosis yang berbeda tidak berpengaruh

nyata terhadap pertumbuhan ikan lele.


Setelah dilakukan tranformasi data dilanjutkan dengan Uji Anova untuk

sintasan, di dapat nilai sig 0,009 < sig p (0,05) dan F hitung 8,000 > F tabel 5%

(4,07) sehingga pemberian pakan berbasis limbah sayuran dengan dosis yang

berbeda tidak berpengaruh nyata terhadap sintasan ikan lele.

G. Faktor Kondisi

Faktor kondisi merupakan keadaan baik dari ikan yang dapat dilihat dari

kapasitas fisik untuk survival dan juga reproduksi(Effendi, 2002). Bedasarkan

hasil penelitian ini rata –rata faktor kondisi (Lampiran 20) sebesar 1,02

gr/mm3yang menunjukkan bahwa ikan lele tergolong ikan pipih (sedang).

Menurut Sutriana et al.(2020), nilai faktor kondisi berkisar 3 –4 tergolong ikan

montok dan jika nilai faktor kondisi berkisar 1 –2 menunjukkan tubuh ikan kurus.

Faktor yang mempengaruhi faktor kondisi ketersediaan pakan,ukuran ikan, usia,

jenis kelamin dan kematangan gonad (Farikhah et al., 2020).

Tabel 10. Faktor Kondisi Ikan lele (gr/mm3)


Rerata Faktor Kondisi Ikan Lele
Perlakuan 0 10 20 30
A 2,48 1,80 1,38 1,39
B 1,70 1,30 1,14 2,43
C 2,59 1,72 1,40 2,38
D 2,47 1,72 1,47 1,54
Sumber : Data primer diolah 2023

Pada Tabel akhir rerata faktor kondisi dapat diliha pada perlakuan A

dengan nilai sabesar 1,39 gr/mm3 ,Perlakuan B 2,43 gr/mm3 ,dan perlakuan C

2,38 gr/mm3 ,serta Perlakuan D 1,54 gr/mm3 . Data terbesar terdapat pada

perlakuan B sebesar 2,43 gr/mm3 dan diikuti data terkecil pada faktor kondisi

ikan lele terdapat di perlakuan A sebesar 1,39 gr/mm3 . Dalam penelitian ini ikan
lele yang diberi pakan limbah sayuran tergolong sedang, walaupun dalam

pemberian pakan memenuhi 2 –3 kg. Hal ini dapat dipengaruhi oleh faktor lain

seperti tidak mampu bersaing dalam mendapatkan makanan dan aktivitas

metabolisme tinggi ( Diana Arfiati 2021). Murhananto (2002) mengemukakan

bahwa pertumbuhan ikan dapat dipengaruhi oleh faktor eksternal dan internal.

Faktor eksternal meliputi: jumlah dan mutu makanan, kualitas air dan ruang

gerak. Untuk faktor internal meliputi : keturunan, umur, ketahanan terhadap

penyakit dan kemampuan memanfaatkan makanan

H. Proksimat

Hasil uji proksimat limbah sayuran yang dicampurkan pakan pelet pada

setiap perlakuan B,C, dan D dapat dilihat pada (Lampiran 23 ). Pada pakan B

( Dosis limbah sayuran 75% + pelet 25%/pakan harian) dengan parameter uji

kadar air yaitu 10,25% dan kadar abu 10,57% dan protein 10,47% dan lemak

kasar 9,06% dan serat kasar 12,08%. Pakan C (Dosis limbah sayuran 50%+ pelet

50%/pakan harian) dengan parameter uji kadar air yaitu 10,04% dan kadar abu

10,20% dan protein 10,51% dan lemak kasar 9,27% dan serat kasar

12,48%..Untuk hasil uji proksimat parameter tertinggi pada pakan C dengan

parameter uji serat kasar yaitu 12,48% dan parameter terendah pada pakan B

parameter uji lemak kasar yaitu 9,06%.

Tetapi yang paling baik dan bagus untuk meningkatkan pertumbuhan ikan

lele yaitu pakan pada perlakuan B dimana hampir cukup baik,. Hal ini sesuai

dengan penelitian yang dilakukan oleh Shafrudin (2006) bahwa pakan yang baik

digunakan untuk pertumbuhan ikan lele memiliki nilai kandungan protein 40%.
Karbohidrat dalam pakan ikan dapat berkisar antara 10-50% (Sutikno, 2011).

Menurut Sahwan (2002) kadar air pakan sebaiknya lebih baik tidak lebih besar

dari 12%. Tingkat kekeringan pakan ini sangat menentukan daya tahan pakan

karena apabila pakan buatan mengandung banyak air maka akan menjadi lembab.

Dalam kondisi ini apabila pakan disimpan terlalu lama akan ditumbuhi jamur.

Kadar abu yang baik dalam pakan sebaiknya kurang dari 13%. Abu berpengaruh

pada daya cerna ikan dan pertumbuhan ikan (Sutyono, 2012).

Berdasarkan jurnal penelitian Anggraeni et.,al (2016)

mengatakan bahwa hasil uji analisis protein nutrisi limbah ampas tahu

cukup tinggi yaitu sebesar 25,96%. Menurut Sahwan, M. F. (2001)

mengatakan bahwa kandungan protein nutrisi limbah bulu ayam/ unggas

cukup tinggi yaitu sebesar 82-91%. Maka limbah tulang ikan, limbah

udang, limbah ampas tahu dan limbah bulu ayam/unggas dapat dijadikan

sebagai bahan tambahan untuk dijadikan sebagai pelet pakan ikan. Sehingga

hal ini dapat diaplikasikan terhadap penelitian ini yaitu dengan

penambahan bahan baku dari limbah tulang ikan yang memeliki

kandungan protein sebesar 29,88%, limbah udang(35,44%), limbah ampas

tahu (25,96%) dan limbah bulu ayam/ unggas (82-91%) dapat mempengaruhi

kandungan protein yang cukup tinggi dan sesuai standar SNI 017242-2006

dalam upaya pembuatan pelet pakan yang mengandung protein minimal 25%

untuk ikan.

Pada Pakan B (Dosis limbah sayuran 75% + pelet 25%/pakan harian)

dengan parameter uji kadar air yaitu 10,47% dan kadar abu 10,28% dan protein
12,48% dan lemak kasar 10,57% dan serat kasar 10,04%. Pelet yang diperlukan

untuk ikan adalah pelet ikan yang berkualitas baik yang mengandung protein,

lemak, karbohidrat, vitamin dan mineral. Ikan membutuhkan makanan

dengan kadar kandungan nutrisi protein sebesar (20 - 60%), lemak (4-18%),

karbohidrat (20-30%), vitamin dan mineral berkisar antara 2-5% (Devani

et.,al 2015).

Kandungan zat gizi protein limbah sayuran dalam penelitia ini rendah.

Sehingga rekomendasi yang dapat diberikan dalam penelitian yaitu dengan

penambahan dari limbah tulang ikan, limbah udang, limbah ampas tahu

maupun limbah bulu ayam agar dapat memberikan pengaruh terhadap

kandungan zat gizi protein yang tinggi hingga mencapai kandungan protein

sesuai dengan standar SNI 01-7242-2006.

Menurut Akimaya et.al dalam Rachmawati et.al(2013) bahwa

kurangnya kandungan zat gizi protein pada pakan dapat menyebabkan

terhambatnya pertumbuhan, sehingga dapat diikuti kehilangan bobot tubuh

yang digunakan untuk pemakaian protein dari jaringan tubuh diperuntukan

untuk memelihara funsi vital. Sedangkan menurut NRC 1983 dalam

Rachmawati et.al(2013) tingginya kandungan zat gizi protein dalam pakan

tidak semua akan menyebabkan peningkatan pertumbuhan.


I. Kualitas Air
Kualitas air dapat diartikan sebagai kondisi kualitatif yang dicerminkan

oleh kategori parameter : organik, anorganik, fisik, biologik, radiologik dalam

hubungannya dengan kehidupan (Novran, 2009). Selama pemeliharaan dilakukan

pengukuran kualitas air dan diperoleh data kualitas air sebagai berikut :

1. Suhu Air (oC)

Rata-rata Suhu Air Pagi hari Selama Masa Pemeliharaan dapat dilihat

pada (Lampiran 22) menunjukkan bahwa rata-rata suhu air pagi pada perlakuan A

pada pengamatan hri ke 0 yaitu 26,700C, hari ke 10 yaitu 26,530C, dan hari ke 20

yaitu 26,300C dan harike 30 26,13oC. Perlakuan B pada pengamatan hari ke 0

yaitu 26,670C, hari ke 10 yaitu 26,500C, dan hari ke 20 yaitu 26,200C dan harike

30 26,230C. Perlakuan C pada pengamatan hari ke 0 yaitu 26,670C, hari ke 10

yaitu 26,500C, dan hari ke 20 yaitu 26,330C dan hari ke 30 26,230C.Perlakuan D

pada pengamatan hari ke 0 yaitu 26,730C, hari ke 10 yaitu 26,970C, dan hari ke 20

yaitu 26,330C dan harike 30 26,170C. Suhu rata-rata pagi tertinggi terdapat pada

perlakuan D pengamatan hari ke 10 sebesar 26,970C.

Hasil pengukuran suhu air pagi pada setiap perlakukan selama masa

pemeliharaan termasuk pada kategori suhu optimal untuk pertumbuhan ikan lele.

Sesuai dengan pernyataan (Kordi, 2010) suhu optimal untuk pertumbuhan ikan

lele antara 250C - 300C.

Dapat dilihat pada (Lampiran 23) menunjukkan bahwa rata-rata suhu air

sore pada Perlakuan A pada pengamatan hari ke 0 yaitu 27,190C, hari ke 10 yaitu

30,960C, dan hari ke 20 yaitu 28,320C. Perlakuan B pada pengamatan hari ke 0


yaitu 27,950C, hari ke 10 yaitu 30,890C, dan hari ke 20 yaitu 27,110C. Perlakuan

C pada pengamatan hari ke 0 yaitu 28,090C, hari ke 10 yaitu 30,940C, dan hari ke

20 yaitu 27,980C.Perlakuan D pada pengamatan hari ke 0 25,950C, dan hari ke 10

31,360C, dan hari ke 20 25,800C.Suhu rata-rata sore tertinggi terdapat pada

perlakuan D pengamatan hari ke 10 dan sebesar 31,360C.

Hasil pengukuran suhu air sore pada setiap perlakukan selama masa

pemeliharaan termasuk pada kategori suhu optimal untuk pertumbuhan ikan lele.

Sesuai dengan pernyataan (Kordi, 2010) suhu optimal untuk pertumbuhan ikan

lele antara 250C - 300C dan juga menurut Khairuman dan Amri (2011)

Menyatakan suhu yang cocok untuk memelihara ikan lele adalah 250C–300 C.

2. pH (Potential Hydrogen)

Rata-rata pH Air Pagi hari Selama Masa Pemeliharaan dapat dilihat pada

(Lampiran 24) menunjukkan bahwa rata-rata suhu air pagi

Dapat dilihat pada (Lampiran 24) menunjukkan bahwa rata-rata pH air

pagi pada Perlakuan A pada pengamatan hari ke 0 yaitu 8,24 hari ke 10 yaitu

7,98 dan hari ke 20 yaitu 8,25 dan hari ke 30 yaitu 7,95 . Perlakuan B pada

pengamatan hari ke 0 yaitu 8,25, hari ke 10 yaitu , dan hari ke 20 yaitu 8,01, dan

hari ke 30 yaitu 7,92. Perlakuan C pada pengamatan hari ke 0 yaitu 8,23, hari ke

10 yaitu 7,93, dan hari ke 20 yaitu 8,10,dan hari ke 30 yaitu 8,05. Perlakuan D

pada pengamatan hari ke 0 yaitu 8,18, hari ke 10 yaitu 8,04, dan hari ke 20 yaitu

8,19,dan hari ke 30 yaitu 7,98 pH rata-rata pagi tertinggi terdapat pada perlakuan

A dan B pengamatan hari ke 20 sebesar 8,25.


Hasil pengukuran pH air pagi pada setiap perlakukan selama masa

pemeliharaan termasuk pada kategori pH yang sesuai untuk habitat ikan lele yaitu

6 – 8. Namun belum termasuk dalam kategori pH yang optimal untuk

pertumbuhan ikan lele menurut (Aliyas et al., 2016).

Dapat dilihat pada (Lampiran 25) menunjukkan bahwa rata-rata pH air

sore pada Perlakuan A pada pengamatan hari ke 0 yaitu 8,09 , hari ke 10 yaitu

8,10, dan hari ke 20 yaitu 8,15,dan hari ke 30 yaitu 8,10. Perlakuan B pada

pengamatan hari ke 0 yaitu 8,10, hari ke 10 yaitu 8,09, dan hari ke 20 yaitu

8,11,dan harike 30 yatu 8,15 Perlakuan C pada pengamatan hari ke 0 yaitu 8,07,

hari ke 10 yaitu 8,09, dan hari ke 20 yaitu 8,09dan hari ke 30 yaitu 8,08. pH rata-

rata sore tertinggi terdapat pada perlakuan A pengamatan hari ke 20 sebesar 8,15.

Hasil pengukuran pH air sore pada setiap perlakuan selama masa

pemeliharaan termasuk pada kategori Nilai pH yang baik untuk ikan lele berkisar

antara 6,5 - 8,5. Walaupun demikian, ikan air tawar tetap dapat mentolerir pH air

dengan kisaran 4-10 (Wayuningsih, 2004). Tinggi rendahnya suatu pH dalam

perairan salah satunya dipengaruhi oleh jumlah kotoran dalam lingkungan

perairan khususnya sisa pakan dan hasil metabolisme (Arifin, 1991).

Suryaningrum (2012) mengemukakan faktor yang mempengaruhi pH adalah

konsentrasi karbondioksida dan senyawa yang bersifat asam.

Untuk rerata pH tertinggi Pagi-Sore hari yaitu pada pH pagi hari pada

perlakuan A dan B 8,25, Untuk pH terendah di pagi hari terdapat pada perlakuan

B hari ke 30 7,92.. Kisaran pH pagi-sore 8,25-7,92.Tinggi rendahnya nilai pH di

suatu perairan dapat disebabkan oleh fluktuasi bahan organik dan meningkatnya
konsentrasi CO2 karena aktivitas mikroba dalam menguraikan bahan organik

tersebut (Maniani et al., 2016)

a. DO (Dissolved oxygen)

Hasil rerata DO selama penelitian 30 hari pada perlakuan A hari ke 0

yaitu 6,24,dan hari ke 10 yaitu 6.10 dan hari ke 0 yaitu 6,29 dan hari ke 30

yaitu 5.65. Perlakuan B hari ke 0 yaitu 6,24 dan hari ke 10 yaitu 5.96 dan hari

ke 20 yaitu 6,22 dan hari ke 30 yaitu 5,64.Perlakuan C pengamatan pada hari

ke 0 yaitu 6,20 dan hari ke 10 yaitu 6,19 dan hari ke 20 yaitu 5,85 dan hari ke

30 yaitu 5,83. Untuk DO tertinggi yaitu pada perlakuan A hari ke 20 yaitu

6,29 dan DO terendah pada perlakuan B hari ke 30 yaitu 5,64.

Hardjamulia et al (1986) menyatakan bahwa kisaran oksigen terlarut yang

tidak membahayakan kehidupan ikan adalah 5,7 – 6,4 mg/l.

Nilai DO dibawah minimum (kurang dari 5 ppm) mengakibatkan

pertumbuhan organisme lambat dan berkurangnya efisiensi pemasukan pakan

yang optimal (Stickney, 1979) selain itu ketersediaan oksigen terlarut sangat

menentukan pertumbuhan serta rasio konversi pakan (Fitriani, 2013).

Menurut Kordi dan Tancung (2007), beberapa jenis ikan mampu bertahan

hidup pada perairan dengan konsentrasi oksigen 3 ppm, namun konsentrasi

oksigen terlarut yang baik untuk hidup ikan adalah 5 ppm. Pada perairan

dengan konsentrasi oksigen dibawah 4 ppm, beberapa jenis ikan masih

mampu bertahan hidup, akan nafsu makannya mulai menurun, untuk itu

konsentrasi oksigen yang baik dalam budidaya ikan lele sangkuriang adalah

5-7 ppm.
b. NH3 (Amoniak)

Hasil rerata NH3 masih sesuai dengan SNI 01-6484.5:2002.Pada

pengamatan selama 30 hari pada perlakuan A hari ke 0 yaitu 0 hari ke 10

yaitu 2,25 dan hari ke 20 yaitu 0,66 dan hari ke 30 yaitu 1,16.Perlakuan B

pada pengamatan hari ke 0 yaitu 0 dan hari ke 10 yaitu 2,00 dan hari ke 20

yaitu 0,25 dan hari ke 30 yaitu 1,08.Perlakuan C pada pengamatan hari ke 0

yaitu 0 dan hari ke 10 2,00 dan hari ke 20 0,25 dan hari ke 30 yaitu

1,83.Perlakuan D pada pengamatan hari ke 0 yaitu 0 dan hari ke 10 yaitu

2,66 dan hari ke 20 yaitu 0,66 dan hari ke 30 yaitu 1,08. Untuk rerata NH 3

tertinggi yaitu pada perlakuan D hari ke 10 yaitu 2,66 dan rerata NH 3 terendah

selain hari ke 0 pada perlakuan B dan C yaitu 0,25.

Sumber ammonia di perairan dipengaruhi oleh adanya proses pemecahan

nitrogen organik dan anorganik yang terdapat di dalam tanah dan air yang

berasal dari dekomposisi bahan organik termasuk diantaranya hasil ekskresi

biota (feses) dan sisa pakan yang tidak termakan (Efendi, 2003). Asmawi

(1983), menyatakan bahwa amoniak terlarut yang baik untuk kelangsungan

hidup ikan lele sangkuriang dari 1 ppm.

Anda mungkin juga menyukai