Anda di halaman 1dari 39

ANALISIS PENGARUH TATA KELOLA PERUSAHAAN DAN PENGUNGKAPAN

TANGGUNG JAWAB SOSIAL PERUSAHAAN TERHADAP KINERJA KEUANGAN


DENGAN MANAJEMEN LABA SEBAGAI VARIABEL MEDIASI
(Studi Kasus Pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia
Tahun 2019-2021)

Diajukan sebagai salah satu syarat

Untuk menyelesaikan Program Sarjana (S1)

Pada Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Pelita Nusantara Semarang

Disusun oleh :

IKA PUJI LESTARI

B01.19.0360

PROGRAM STUDI AKUNTANSI


STIE PELITA NUSANTARA
SEMARANG
2022
1.1 Latar Belakang Masalah
Kinerja keuangan perusahaan merupakan prestasi kerja yang telah dicapai oleh
perusahaan dalam suatu periode tertentu dan tertuang dalam laporan keuangan perusahaan
yang bersangkutan (Anggitasari & Mutmainah, 2012). Terdapat dua pendekatan yang biasa
digunakan para peneliti untuk menentukan kinerja perusahaan, yakni pendekatan pasar dan
pendekatan laporan keuangan (Ujunwa, 2012). Kinerja keuangan adalah penentuan ukuran-
ukuran tertentu yang dapat mengukur keberhasilan suatu organisasi atau perusahaan dalam
menghasilkan laba menurut (Sucipto, 2004). Sedangkan menurut Ikatan Akuntan Indonesia
(2007) kinerja keuangan adalah kemampuan perusahaan dalam mengelola dan
mengendalikan sumber daya dimilikinya.
Pendetakatan laporan keuangan menggunakan angka-angka akuntansi dalam laporan
keuangan untuk menilai kinerja keuangan. Beberapa rasio keuangan yang digunakan sebagai
instrumen untuk mengukur kinerja keuangan perusahaan berdasarkan pendekatan laporan
keuangan diantaranya adalah ROA dan ROE. Dalam kaitannya dengan kinerja keuangan,
laporan keuangan menjadi patokan untuk mengukur bagaimana kinerja suatu perusahaan itu
dikatakan baik. Kinerja perusahaan merupakan suatu gambaran tentang kondisi keuangan
suatu perusahaan yang dianalisis dengan alat-alat analisis keuangan, sehingga dapat diketahui
mengenai baik buruknya keadaan keuangan suatu perusahaan yang mencerminkan prestasi
kerja dalam periode tertentu.
Pandangan paling terkini tentang manajemen laba dikemukaan oleh (Healy & Wahlen,
1999) yang menyebutkan manajemen laba adalah proses di mana manajer memiliki
kemampuan untuk menggunakan deskresi yang mereka miliki untuk menyesatkan
stakeholders atau mempengaruhi hasil kontraktual mereka dengan owner. Sedangkan
(Subramanyam & Wild, 2010) secara ekstrim mengungkapkan bahwa earnings management
dapat dikatakan sebagai cosmetic, manajer melakukan manipulasi akrual tanpa ada
konsekuensi cash flow.
Informasi laba menjadi bagian dari laporan keuangan yang dianggap paling penting,
karenaa informasi tersebut secara umum dipandang sebagai represtasi kinerja manajemen
pada periode tertentu. Menjabarkan pentingnya informasi laba bagi pihak-pihak yang
berkepentingan, pertama karena laba dijadikan dasar bagi perusahaan dalam menentuan
kebijakan dividen (Belkaoui & Karpik, 1989) . Kedua, laba merupakan dasar dalam
memperhitungkan kewajiban perpajakan peruahaan. Ketiga, laba dipandang sebagai
petunjuk dalam menentukan arah investasi dan pembuatan keputusan ekonomi. Keempat
laba diyakini sebagai sarana prediksi yang membantu dalam memprediksi laba dan kejadian
ekonomi di masa mendatang, dan kelima, laba dijadikan pedoman dalam mengukur kinerja
manajemen.
Manajemen laba adalah intervensi yang dilakukan dengan sengaja oleh pihak manajemen
dalam proses penentuan laba, dan biasanya dilakukan untuk tujuan pribadi.
Manajemen laba dapat berupa kosmetik untuk mempercantik laporan keuangan jika
manajer memanipulasi tindakan akrual yang tidak memiliki konsekuensi terhadap
arus kas. Selain itu manajemen laba juga dapat terlihat nyata jika manajer memilih
tindakan dengan konsekuensi arus jasa dengan tujuan mengubah laba (Subramanyam &
Wild, 2010). Manajemen Laba berfokus pada pelaksanaan penilaian dalam laporan
keuangan untuk menyesatkan stakeholders tentang kinerja ekonomi perusahaan dan
untuk membuat laporan keuanganlebih informatif.
Manajemen laba adalah tindakan manajer yang meningkatkan atau menurunkan laba
yang dilaporkan dari unit tanggung jawab mereka yang tidak memiliki hubungan dengan
peningkatan dan penurunan profitabilitas perusahaan jangka panjang (Fischer dan
Rosenzweig, 1995). Manajemen laba terjadi ketika manajer menggunakan
judgement dalam laporan keuangan dan penyusunan transaksi untuk mengubah
laporan keuangan (Jooste, 2011).
Tanggungjawab sosial perusahaan merupakan salah satu kewajiban yang
harus dilaksanakan oleh suatu perusahaan dimana merupakan wujud tanggungjawab
dan sikap kepedulian perusahaan terhadap lingkungan dan masyarakat. Tanggungjawab
sosial perusahaan saat ini telah menunjukkan adanya kesadaran bahwa terdapat
potensi timbulnya dampak buruk dari suatu kegiatan usaha. Dampak buruk tersebut tentunya
harus dikurangi sedemikian rupa sehingga tidak membahayakan keselamatan
masyarakat sekaligus tetap bersifat mendukung terhadap dunia usaha untuk masa yang akan
datang. Tanggungjawab sosial perusahaan diperlukan untuk memeperhatikan kondisi
lingkungan sekitar dimana perusahaan itu berada, agar dapat mensejahterahkan
masyarakat di sekitarnya (Anggraini, 2006). Untuk itu terdapat satu hal penting yang harus
menjadi perhatian bagi perusahaan ataupun pelaku bisnis diantaranya mengenai
kegiatan tanggung jawab sosial perusahaan.
Tanggungjawab sosial perusahaan adalah komitmen perusahaan atau dunia bisnis
untuk berkontribusi dalam pengembangan ekonomi yang berkelanjutan dengan
memperhatikan tanggungjawab sosial perusahaan dan menitik beratkan pada keseimbangan
antara perhatian terhadap aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan (Untung, 2008).
Perusahaan melakukan pengungkapan tanggungjawab sosial merupakan proses
pengkomunikasian dampak social dan lingkungan dari aktivitas ekonomi sebuah organisasi
atau perusahaan terhadap kelompok khusus yang berkepentingan dan terhadap masyarakat
secara keseluruhan (Sembiring, 2006).
Tata kelola perusahaan merupakan seperangkat aturan yang mendefinisikan hubungan
antara pemegang saham, manajer, kreditor, pemerintah, pegawai, dan stakeholders internal
maupun eksternal dalam kaitannya dengan hak-hak dan tanggung jawabnya (Cadbury,
1992).
Tata kelola perusahaan pada dasarnya menyangkut masalah pengendalian perilaku para
eksekutif puncak perusahaan untuk melindungi kepentingan para pemegang saham. Secara
umum tata kelola perusahaan merupakan sarana, mekanisme, dan struktur yang berperan
sebagai pengawasan atas self serving behavior manajer (Short et al., 1999).
Tata kelola perusahaan juga memberikan suatu struktur yang memfasilitasi penentuan
sasaran dari suatu perusahaan, dan juga sebagai sarana untuk menentukan teknik monitoring
(Darmawati et al., 2005) . Konsep Tata kelola perusahaan menekankan dua hal, yaitu yang
pertama adalah pentingnya hak pemegang saham untuk memperoleh informasi dengan benar
dan tepat pada waktunya. Yang kedua adalah kewajiban perusahaan untuk melakukan
pengungkapan (disclosure) secara akurat, tepat waktu dan transparan terhadap semua
informasi kinerja perusahaan, kepemilikan, dan stakeholders.
Tabel 1.1 Research Gap

Research Gap Hasil Peneliti


GCG terhadap Berpengaruh (Prasinta, 2012)
kinerja keuangan (Yunizar & Rahardjo, 2014)
Tidak Berpengaruh (Arifani, 2012)
(Sitanggang & Ratmono, 2019)
CSR terhadap Berpengaruh (Suciwati et al., 2017)
kinerja keuangan (Saleh et al., 2011)
Tidak Berpengaruh (Sari & Suaryana, 2013)
(Chen & Wang, 2011)
GCG terhadap Berpengaruh (Sasono, 2011)
manajemen laba (Hermiyetti & Manik, 2013)
Tidak Berpengaruh (Utama & Dewi, 2012)
(Hazri & Laela, 2011)
CSR terhadap Berpengaruh (Kalbuana et al., 2020)
manajemen laba Tidak Berpengaruh (Ricardo, 2015)
Manajemen laba Berpengaruh (Fitriani, 2019)
terhadap kinerja (Sukaesih & Risa, 2014)
keuangan Tidak Berpengaruh (Ujiyantho & Pramuka, 2007)

Alasan memilih perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia


sebagai objek penelitian dikarenakan perusahaan manufaktur merupakan perusahaan
yang berskala besar jika dibandingkan dengan perusahaan lain sehingga dapat melakukan
perbandingan antara perusahaan satu dengan perusahaan lain. Dipilihnya BEI sebagai
tempat penelitian karena BEI merupakan bursa pertama di Indonesia, yang dianggap
memiliki data yang lengkap dan telah terorganisasi dengan baik.
Berdasarkan Tabel 1.1 Research Gap terlihat bahwa hasil penelitian mengenai
pengaruh GCG dan CSR Terhadap Kinerja Keuangan Dengan Manajemen Laba masih
memberikan hasil yang berbeda. Oleh karena itu, Studi lebih lanjut diperlukan untuk
mengungkap hubungan ini, berusaha memahami CSR dan GCG mempengaruhi kinerja
keuangan. Dengan bertujuan untuk berkontribusi memperluas perdebatan tentang apakah
dan bagaimana GCG dan CSR menumbuhkan kinerja keuangan di Bursa Efek Indonesia.
Topik yang diajukan dalam penelitian ini adalah “ Analisis Pengaruh Tata Kelola
Perusahaan dan Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Terhadap
Kinerja Keuangan dengan Manajemen Laba Sebagai Variabel Mediasi”

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan uraian di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Apakah kualitas audit berpengaruh terhadap kinerja keuangan ?
2. Apakah komisaris independen berpengaruh terhadap kinerja keuangan?
3. Apakah tanggung jawab sosial perusahaan berpengaruh terhadap kinerja keuangan ?
4. Apakah kualitas audit berpengaruh terhadap manajemen laba ?
5. Apakah komisaris independen berpengaruh terhadap manajemen laba?
6. Apakah tanggung jawab sosial perusahaan berpengaruh terhadap manajemen laba ?
7. Apakah manajemen laba berpengaruh terhadap kinerja keuangan ?

1.3 Tujuan Penelitian


Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini
adalah:
1. Untuk menganalisis pengaruh kualitas audit terhadap kinerja keuangan
2. Untuk menganalisis pengaruh komisaris independen terhadap kinerja keuangan
3. Untuk menganalisis pengaruh tanggung jawab sosial perusahaan terhadap kinerja
keuangan
4. Untuk menganalisis pengaruh kualitas audit terhadap manajemen laba
5. Untuk menganalisis pengaruh komisaris independen terhadap manajemen laba
6. Untuk menganalisis pengaruh tanggung jawab sosial perusahaan terhadap manajemen
laba
7. Untuk menganalisis pengaruh manajemen laba terhadap kinerja keuangan

1.4 Manfaat Penelitian


1.4.1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai sarana untuk menambah wawasan dan
pengetahuan terkait ukuran kualitas audit, komisaris independen, tanggung jawab sosial
perusahaan, kinerja keuangan, manajemen laba, serta dapat menjadi referensi penelitian
selanjutnya.

1.4.2. Manfaat Praktis


Penelitian ini diharapkan bisa menjadi pedoman bagi perusahaan-perusahaan yang ada di
Indonesia supaya bisa mengungkapkan dan menjalankan tanggung jawab sosial perusahaan
yang mereka pimpin serta berupaya memberikan dampak positif kepada semua stakeholders
lebih khususnya kepada lingkungan dimana perusaahaan berdiri.
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Kinerja Keuangan

Pengukuran kinerja keuangan dapat dilihat menggunakan analisis laporan


keuangan atau analisis rasio, karena rasio merupakan cara untuk membandingkan dan
menyelidiki hubungan yang ada diantara berbagai bagian informasi keuangan (Ross &
Crossan, 2012). Rasio yang umum digunakan adalah rasio likuiditas, solvabilitas, dan
profitabilitas. Dalam rasio likuiditas, hal-hal utama yang diukur adalah kemampuan
perusahaan untuk melunasi kewajiban-kewajibannya dalam jangka pendek tanpa ada
tekanan yang berlebihan (Ross & Crossan, 2012). Rasio ini memfokuskan pada aset
lancar dan kewajiban lancar. Solvabilitas adalah kemampuan jangka panjang
perusahaan untuk memenuhi kewajiban jangka panjangnya (Ross & Crossan, 2012).
Pengukuran solvabilitas ini dapat disebut juga leverage ratio. Profitabilitas adalah
ukuran kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba dengan menggunakan asset
dan mengelola operasinya secara efisien (Ross & Crossan, 2012). Rasio Profitabilitas,
yaitu rasio yang menunjukkan kemampuan perusahaan dalam mencetak laba. Untuk
para pemegang saham (pemilik perusahaan), rasio ini menunjukkan tingkat penghasilan
mereka dalam investasi.

Kinerja keuangan menggambarkan bagaimana kegiatan bisnis suatu perusahaan


dijalankan serta apa yang sudah dicapai dari kegiatan bisnis tersebut. Pencapaian
kegiatan bisnis perusahaan ini digambarkan dengan menghasilkan laba. Hal ini sesuai
pendapat (Pujiasih et al., 2013) yaitu kemampuan suatu perusahaan dalam menghasilkan
laba merupakan hal yang utama dalam penilaian kinerja keuangan perusahaan.
Penggunaan laba sebagai parameter dalam mengukur kinerja keuangan ini didasarkan
karena laba sangat diperlukan oleh suatu perusahaan untuk kelangsungan hidup
perusahaannya (Jayati, 2012). Kinerja keuangan dengan menggunakan berbagai rasio
keuangan masih menjadi ukuran penilaian kinerja perusahaan yang paling banyak
digunakan (Supatmi, 2007)

Kinerja keuangan adalah suatu analisis yang dilakukan untuk melihat sejauh
mana suatu perusahaan telah melaksanakan dengan menggunakan aturan-aturan
pelaksanaan keuangan secara baik dan benar (Fahmi, 2014). Kinerja keuangan
merupakan suatu proses atau perangkat proses untuk mengetahui kondisi
keuangan perusahaan dengan cara pengambilan keputusan secara rasional dengan
menggunakan alat-alat analisis tertentu (Sawir et al., 2008). kinerja keuangan adalah
perbandingan antara hasil nyata (realisasi) dengan tolak ukur yang telah
ditetapkan sebelumnya (Islahuzzaman, 2012).

2.1.2 Tata Kelola Perusahaan (GCG)


Tata kelola perusahaan yang terdiri dari kepemilikan manajerial, dewan
komisaris dan komite audit secara statistik berpengaruh terhadap nilai perusahaan
(Siallagan dan Machfoedz, 2006). Good Corporate Governance (GCG) merupakan tata
kelola perusahaan yang memiliki agenda yang lebih luas lagi dimasa yang akan datang.
Fokus dari akuntabilitas perusahaan yang semula masih terkonsentrasi atau berorientasi
pada para pemegang saham (stockholder), sekarang menjadi lebih luas dan untuk tata
kelola perusahaan juga harus memperhatikan kepentingan stakeholder. Akibat yang
muncul dari pergeseran paradigma ini, tata kelola perusahaan harus mempertimbangkan
masalah seperti corporate social responsibility (CSR). Kebijakan dan tata kelola suatu
perusahaan pada masa mendatang harus lebih memperhatikan kebutuhan dari para
stakeholder (Murtanto, 2005;4). Pengungkapan (disclosure) terhadap aspek ekonomi
(economic), lingkungan (environmental), dan sosial (social) sekarang ini menjadi cara
bagi perusahaan untuk mengkomunikasikan bentuk akuntabilitasnya kepada
stakeholder. Hal ini dikenal dengan nama sustainability reporting atau triple bottom
line reporting yang direkomendasikan oleh Global Reporting Initiative (GRI).
Good Corporate Governance (GCG) pada dasarnya merupakan sistem yang
mengatur, mengelola, dan mengawasi proses pengelolaan usaha untuk
melancarkan hubungan antar manajemen, pemegang saham, dan pihak
lainnnya yang berkepentingan, tujuannya untuk menciptakan nilai tambah bagi
perusahaan. Dalam aspek yang lebih luas penerapan prinsip GCG untuk
memperoleh kepercayaan dari masyarakat sekitar. Keberhasilan penerapan GCG,
ketika perusahaan mampu menjalankan fungsi akuntabilitas, fairness, transparency,
tanggung jawab, dan independensi secara menyeluruh di setiap bagian dalam
perusahaan (Pratiwi, 2016). Perusahaan-perusahaan yang memiliki kepedulian
sosial dapat menggunakan informasi tanggung jawab sosial (kegiatan CSR)
sebagai salah satu keunggulan kompetitif perusahaan (Dianawati & Fuadati, 2016).
Bahwa stakeholders tertarik terhadap informasi sosial yang dilaporkan dalam laporan
tahunan, sehingga manajemen perusahaan tidak hanya dituntut terbatas atas
pengelolaan dana yang diberikan, namun juga meliputi dampak yang ditimbulkan
oleh perusahaan terhadap lingkungan alam dan sosial. Keterkaitan perusahaan
dengan daerah lingkungan sosialnya menuntut dipenuhinya pertanggungjawaban sosial
perusahaan (CSR) sehingga diperlukannya tata kelola usaha yang baik (GCG).
Melalui pelaksanaan CSR dan GCG, perusahaan diharapkan dapat
meningkatkan perhatian terhadap lingkungan, kondisi tempat kerja, hubungan
perusahaan, masyarakat, investasi sosial perusahaan, kinerja keuangan perusahaan
dan akses capital serta citra perusahaan di mata publik menjadi baik. Jika CSR
dilaksanakan maka GCG akan memadai, karena dengan dilakukannya CSR pada
lingkungan perusahaan maka akan dapat memberi jaminan kepada pemangku
kepentingan (stakeholders) bahwa perusahaan telah melakukan tata kelola perusahan
yang baik.
Kualitas audit adalah karakteristik atau gambaran praktik dan hasil audit
berdasarkan standar auditing dan standar pengendalian mutu yang menjadi ukuran
pelaksanaan tugas dan tanggung jawab profesi seorang auditor. Kualitas audit
berhubungan dengan seberapa baik sebuah pekerjaan diselesaikan dibandingkan dengan
kriteria yang telah ditetapkan. Kualitas audit adalah pemeriksaan yang sistematis dan
independensi untuk menentukan aktivitas, mutu dan hasilnya sesuai dengan pengaturan
yang telah direncanakan (Simanjuntak, 2008).
Komisaris Independen merupakan anggota Dewan Komisaris yang tidak
memiliki hubungan keuangan, kepengurusan, kepemilikan saham dan/atau
hubungan keluarga dengan anggota Dewan Komisaris, anggota Direksi dan/atau
pemegang saham pengendali atau dengan perusahaan yang mungkin menghalangi
atau menghambat posisinya untuk bertindak independen sesuai dengan prinsip-
prinsip GCG. Komisaris Independen bertanggung jawab untuk melakukan
pengawasan dan juga mewakili kepentingan Pemegang Saham minoritas.
Pengangkatan Komisaris Independen diatur dalam Peraturan OJK Nomor
33/POJK.04/2014 tentang Direksi dan Dewan Komisaris Emiten atau Perusahaan
Publik atau Regulasi Bursa Efek Indonesia dalam Peraturan Bapepam- LK Nomor
IX.I.5 dan Bursa Efek Indonesia Nomor IA Kep- 305/ BEJ/07-2004.
Komisaris Independen dipillih berdasarkan RUPS (Rapat Umum Pemegang
Saham) keputusan dalam RUPS tidak berdasarkan pada jumlah suara yang biasanya
satu orang satu suara tetapi berdasarkan pada jumlah saham yang dimilikinya.
Komisaris Independen memiliki tugas yakni melakukan pengawasan dan memberikan
masukan kepada dewan direksi. Sehingga Komisaris Independen memiliki fungsi yaitu
mengawasi kualitas informasi atas kinerja Dewan Direksi juga untuk mengawasi
kelengkapan laporan atas kinerja Dewan Direksi. Perihal hal tersebut Komisaris
Independen memliki posisi yang sangat penting dalam perusahaan. Komisaris
independen merupakan pihak yang ditunjuk tidak dalam kapasitas mewakili pihak mana
pun dan semata – mata ditunjuk berdasarkan latar belakang pengetahuan, pengalaman,
dan keahlian profsessional yang dimilikinya untuk sepenuhnya menjalankan tugas demi
kepentingan perusahaan (Sukrisno dan Cenik, 2014:110).

2.1.3 Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (CSR)


Tanggungjawab sosial perusahaan diperlukan untuk memeperhatikan kondisi
lingkungan sekitar dimana perusahaan itu berada, agar dapat mensejahterahkan
masyarakat di sekitarnya, untuk itu terdapat satu hal penting yang harus menjadi
perhatian bagi perusahaan ataupun pelaku bisnis diantaranya mengenai kegiatan
tanggung jawab sosial perusahaan (Anggraini, 2006). Pelaksanaan CSR yang menuntut
adanya pertanggungjawaban dari perusahaan kepada masyarakat (sosial) dan
lingkungan melanda dunia bisnis secara global, tidak terkecuali di Indonesia
(Setianto & Purwanto, 2014).
Pada saat banyak perusahaan menjadi semakin berkembang, maka pada saat itu
pula kesenjangan sosial dan kerusakan lingkungan sekitarnya dapat terjadi, karena itu
muncul pula kesadaran untuk mengurangi dampak negatif ini. Banyak perusahaan
swasta kini mengembangkan apa yang disebut Corporate Sosial Responsibility (CSR).
Penerapan CSR tidak lagi dianggap sebagai biaya, melainkan investasi perusahaan
(Ernawan, 2007). (CSR) adalah basis teori tentang perlunya sebuah perusahaan
membangun hubungan harmonis dengan masyarakat tempatan. CSR memandang
perusahaan sebagai agen moral (luthfi ,2012). Terdapat lima prinsip utama yang
terkandung dalam Good Corporate Governance Daniri (2005) yaitu; kerterbukaan
(transparancy), akuntabilitas (accountability), pertanggung jawaban (responsibility),
kewajaran (fairness), dan independensi (independency). Pada intinya, pelaku CSR
sebaiknya tidak memisahkan aktifitas CSR dengan Good Corporate Governance.
Karena keduanya merupakan satu continuum (kesatuan), dan bukan merupakan
penyatuan dari beberapa bagian yang terpisahkan Murwaningsari (2009). Dari
pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa tanggung jawab sosial (CSR) mempunyai
keterkaitan erat dengan Good Coorporate Governance.
Tanggung jawab Sosial Perusahaan merupakan salah satu faktor non keuangan
lainnya yang sekarang ini perlu dipertimbangkan oleh perusahaan dalam upaya
meningkatkan nilai perusahaan. Tanggung jawab Sosial Perusahaan sering dianggap inti
dari etika bisnis, yang berarti bahwa perusahaan tidak hanya mempunyai kewajiban-
kewajiban ekonomi dan legal (artinya kepada pemegang saham atau shareholder) tetapi
juga kewajiban-kewajiban terhadap pihak-pihak lain yang berkepentingan (stakeholder)
yang jangkauannya melebihi kewajiban kewajiban ekonomi dan legal (Kusumadilaga,
2010).

2.1.4 Manajemen Laba


Manajemen laba adalah campur tangan manajemen dalam proses penyusunan
laporan keuangan eksternal untuk mencapai tingkat keuntungan tertentu dengn tujuan
untuk menguntungkan perusahaannya sendiri (Saputro dan Setiawan, 2004).
Manajemen laba merupakan suatu kegiatan intervensi dengan tujuan tertentu dalam
proses pelaporan keuangan eksternal, untuk memperoleh beberapa keuntungan
(Schipper, 1989). Manajemen laba sebagai suatu proses yang dilakukan dengan sengaja
dalam batasan GAAP (General Addopted Accounting Principle) untuk mengarahkan
tingkatan laba yang dilaporkan. Jadi jika disimpulkan manajemen laba ini adalah
tindakan sengaja atau manipulasi keuntungan pada laporan keuangan agar mendapatkan
keuntungan yang lebih (Asih dan Gudono, 2000).
Sebagai tindakan yang dilakukan oleh manajemen perusahaan untuk
mempengaruhi laba yang dilaporkan yang bisa memberikan informasi mengenai
keuntungan ekonomis (economic advantage) yang sesungguhnya tidak dialami
perusahaan, yang dalam jangka panjang tindakan tersebut bahkan bisa merugikan
perusahaan (Merchant dan Rockness, 1994). Manajemen laba adalah suatu tindakan
manajemen untuk memilih kebijakan akuntansi dari suatu standar tertentu dngan tujuan
memaksimisasi kesejahteraan pihak manajemen dan atau nilai pasar perusahaan (Scott
& O’Brien, 2003).

2.1.5 Hubungan Antar Variabel


2.1.5.1 Pengaruh antara Kualitas Audit terhadap Kinerja Keuangan
Kinerja keuangan perusahaan dipengaruhi oleh beberapa faktor salah satunya
adalah corporate governance. Sejak krisis yang terjadi di Indonesia pada tahun 1998
isu mengenai corporate governance telah menjadi salah satu bahasan penting yang
menarik (Suhardjanto dan Apreria, 2010). Mekanisme good corporate governance
memiliki beberapa indikator yang berupa komite audit, ukuran dewan komisaris,
proporsi komisaris independen, dan latar belakang pendidikan komisaris. Banyak
penelitian yang dilakukan untuk menguji keterkaitan antara mekanisme corporate
governance terhadap kinerja keuangan perusahaan.
Penelitian terdahulu lainnya yang telah dilakukan untuk menguji keterkaitan
antara mekanisme corporate governance terhadap kinerja keuangan perusahaan
Beberapa hasil penelitian terdahulu menunjukkan tidak ada hubungan corporate
governance dengan kinerja perusahaan (Daily et. al, 1998). Di lain pihak menyatakan
bahwa perusahaan yang mempunyai poor perfomance disebabkan oleh poor
governance, adanya hubungan positif antara corporate governance dengan
nilai/kinerja perusahaan.
Beberapa penelitian menunjukkan tidak ada hubungan corporate governance
dengan kinerja perusahaan, misalnya penelitian (Daily et. al. 1998) dan hasil survey
CBI, (Deloitte dan Touche 1996) sebagaimana yang dikutip oleh (Darmawati dkk
2004). Demikian juga dengan (Young 2003) yang menganalisis beberapa penelitian
yang menghubungkan corporate governance dengan kinerja perusahaan. Di lain pihak,
berdasarkan beberapa hasil penelitian, Berghe dan Ridder menyatakan bahwa
perusahaan yang mempunyai poor perfomance disebabkan oleh poor governance.
Pernyataan ini didukung oleh penelitian (Gompers dkk 2003) dalam (Darmawati 2004)
yang menemukan hubungan positif antara indeks corporate governance dengan kinerja
perusahaan jangka panjang.
Kualitas audit bisa terwujud apabila dapat memenuhi standar audit yang
berlaku umum. Standar audit merupakan pedoman umum untuk membantu auditor
untuk memenuhi tanggung jawab profesionalnya dalam audit atas laporan keuangan.
Standar ini mencakup pertimbangan mengenai kualitas profesional seperti kompetensi
dan independensi, persyaratan pelaporan, dan bukti (Randal J dkk, 2011). Sedangkan
para pengguna laporan keuangan berpendapat bahwa kualitas audit yang dimasuk jika
auditor memberikan jaminan bahwa tidak ada salah saji yang material (no material
misstatements) atau kecurangan (fraud) dalam laporan keuangan. Auditor sendiri
memandang kualitas audit terjadi apabila mereka bekerja sesuai standar profesional
yang ada, dapat menilai resiko bisnis dengan tujuan untuk meminimalisasikan resiko
litigasi, dapat meminimalisasi ketidakpuasan dan menjaga kerusakan reputasi auditor.
Kualitas Audit sebagai suatu kemungkinan (joint probability) dimana seorang
auditor akan menemukan dan melaporkan pelanggaran yang ada dalam sistem
akuntansi kliennya. Kemungkinan dimana auditor akan menemukan salah saji
tergantung pada kemampuan teknikal auditor sementara tindakan melaporkan salah
saji tergantung pada independensi auditor tersebut. Kualitas audit ini sangat penting
karena kualitas audit yang tinggi akan menghasilkan laporan keuangan yang dapat
dipercaya sebagai dasar pengambilan keputusan (De Angelo dalam Pancawati, 2008).

2.1.5.2 Pengaruh antara Komisaris Independen terhadap Kinerja Keuangan


Komisaris independen adalah anggota dewan komisaris yang tidak
terafiliasi dengan manajemen, anggota dewan komisaris lainnya dan pemegang saham
pengendali, serta bebas dari hubungan bisnis atau hubungan lainnya yang dapat
mempengaruhi kemampuannya untuk bertindak independen atau bertindak
semata-mata demi kepentingan perusahaan (Komite Nasional Kebijakan
Governance, 2006).
Keberadaan komisaris independen telah diatur Bursa Efek Jakarta melalui
peraturan BEJ Tanggal 1 Juli 2000. Dikemukakan bahwa perusahaan yang
listed di bursa harus mempunyai komisaris independen yang secara profesional
sama dengan jumlah saham yang dimiliki pemegang saham minoritas (bukan
controlling shareholders). Dalam peraturan ini, persyaratan jumlah minimal
komisaris independen adalah 30% dari seluruh anggota dewan komisaris.
Komisaris independen bertindak sebagai penengah dalam perselisihan yang
terjadi di antara manajer internal dan mengawasi kebijakan manajemen serta
memberikan nasihat kepada manajemen (Fama dan Jensen, 1983). Beberapa
penelitian terdahulu menunjukkan bahwa kehadiran dewan komisaris independen
memiliki pengaruh positif terhadap kinerja, seperti penelitian yang
dilakukan oleh Hapsoro (2008), Maryanah dan Amilin (2011), serta Abbasi et
al. (2012). Hasil penelitian Wulandari (2006), Darwis (2009), danRomano et
al.(2012) menyatakan bahwa proporsi dewan komisaris independen tidak
berpengaruh terhadap kinerja keuangan perusahaan. Keberadaan komisaris
independen dalam perusahaan hanyalah bersifat formalitas untuk memenuhi
regulasi saja sehingga keberadaan komisaris independen ini tidak untuk menjalankan
fungsi monitoring yang baik dan tidak menggunakan independensinya untuk
mengawasi kebijakan direksi (Darwis, 2009).

2.1.5.3 Pengaruh antara CSR terhadap Kinerja Keuangan


Kinerja keuangan diproksikan dengan menggunakan return on asset (ROA),
return on equty (ROE), Earning Per Share (EPS). Laporan tahunan merupakan salah
satu sumber informasi guna mendapatkan gambaran kinerja perusahaan. Informasi
ini diberikan oleh pihak manajemen perusahaan kepada shareholder. Kinerja
manajemen memiliki dampak terhadap likuiditas dan volatilitas harga saham, yang
dijadikan dasar oleh para investor dalam melakukan investasi. (Fauzi 2007)
menyatakan bahwa pengukuran kinerja keuangan didasarkan pada pemikiran bahwa
mengukur dapat menunjukkan suatu entitas kinerja yang tidak terpengaruh oleh
perbedaan ukuran perusahaan. (Crisostomo et al. 2007) berpendapat bahwa CSR
tidak mampu menaikkan nilai perusahaan, begitu juga dengan investasi dan
pengeluaran perusahaan.
Perusahaan yang mengungkapkan CSR lebih banyak maka kinerja keuangan
perusahaan cenderung lebih baik dibandingkan dengan perusahaan yang tidak
mengungkapkan CSR (Chung et al. 2008). Selain itu CSR atau tanggung jawab
perusahaan merupakan masalah yang sangat penting untuk kegiatan ekonomi karena
memperhatikan semua aspek dari aktivitas ekonomi perusahaan dan hubungannya
dengan stakeholder (Geovanni Fiori et al., 2007).

2.1.5.4 Pengaruh antara Kualitas Audit terhadap Manajemen Laba


Manajemen laba merupakan upaya manajer perusahaan untuk mempengaruhi
informasi dalam laporan keuangan dengan tujuan untuk mengelabui stakeholder yang
ingin mengetahui kinerja dan kondisi perusahaan (Sulistyanto, 2008). Manajemen
laba merupakan salah satu faktor yang dapat mengurangi kredibilitas laporan
keuangan dan menambah bias dalam laporan keuangan, serta dapat mengganggu para
pemakai laporan keuangan dalam mempercayai angka-angka dalam laporan
keuangan tersebut (Setiawati dan Na’im 2001).
Terdapat motivasi yang mendorong manajer untuk berperilaku oportunis yang
sejalan dengan tiga hipotesis utama dalam teori akuntansi positif (Positive
Accounting Theory), yaitu bonus plan hypothesis, debt covenant hypothesis dan
political cost hypothesis (Watts dan Zimmerman 1990). Dalam bonus plan
hypothesis dijelaskan bahwa pemilik perusahaan berjanji manajer akan menerima
sejumlah bonus jika kinerja perusahaan mencapai jumlah tertentu. Janji bonus inilah
yang merupakan alasan bagi manajer untuk mengelola dan mengatur laba perusahaan
pada tingkat tertentu sesuai dengan yang disyaratkan agar dapat menerima bonus.
Menurut debt covenant hypothesis, disebutkan bahwa dalam konteks perjanjian
hutang, manajer akan mengelola dan mengatur laba perusahaan agar kewajiban
hutang perusahaan yang seharusnya diselesaikan pada tahun tertentu dapat ditunda
untuk tahun berikutnya. Menurut political cost hypothesis, disebutkan bahwa
manajemen laba disebabkan adanya regulasi dari pemerintah, misalnya regulasi
dalam penetapan pajak.
Besar kecilnya pajak tergantung pada besar kecilnya laba perusahaan.
Semakin besar laba perusahaan, maka semakin besar pula pajak yang akan ditarik
oleh pemerintah. Kondisi inilah yang merangsang manajer untuk mengelola dan
mengatur laba perusahaan agar besarnya pajak yang dibayarkan tidak terlalu tinggi.
Manajemen laba dapat terjadi karena dalam penyusunan laporan keuangan
menggunakan basis akrual. Akuntansi berbasis akrual menggunakan prosedur akrual,
deferral, pengalokasian yang bertujuan untuk menghubungkan pendapatan, biaya,
keuntungan (gains), dan kerugian (losses) untuk menggambarkan kinerja perusahaan
selama periode berjalan, meski kas belum diterima dan dikeluarkan (Sulistyanto,
2008). Manajamen laba diproksikan dengan menggunakan discretionary accruals
(DAC). Konsep model akrual memiliki dua komponen, yaitu discretionary accruals
dan non discretionary accruals (Healy, 1985). Discretionary accruals merupakan
komponen akrual yang dapat diatur dan direkayasa sesuai dengan kebijakan
(discretion) manajerial, sementara non discretionary accruals merupakan komponen
akrual yang tidak dapat diatur dan direkayasa sesuai dengan kebijakan manajer
perusahaan. Manajer akan melakukan manajemen laba dengan memanipulasi
akrualakrual tersebut untuk mencapai tingkat pendapatan yang diinginkan.
Audit sebagai suatu proses untuk mengurangi ketidak selarasan informasi
yang terdapat antara manajer dan para pemegang saham dengan menggunakan pihak
luar untuk memberikan pengesahan terhadap laporan keuangan (Meutia, 2004).
Kualitas audit sebagai probabilitas gabungan untuk mendeteksi dan melaporkan
kesalahan yang material dalam laporan keuangan (DeAngelo, 1981). Kualitas audit
dipandang sebagai kemampuan untuk mempertinggi kualitas pelaporan keuangan
perusahaan. Dengan kualitas audit yang tinggi diharapkan mampu meningkatkan
kepercayaan investor. Kualitas audit diproksikan dengan dua variabel yaitu ukuran
KAP (KAP The big- 4 dan KAP Non The big- 4) dan spesialisasi industri auditor
(Gerayli et al, 2011).

2.1.5.5 Pengaruh antara Komisaris Independen terhadap Manajemen Laba


Komisaris independen menurut Keputusan Ketua Bapepam Nomor Kep-
643/BL/2012 adalah anggota dewan komisaris yang berasal dari luar emiten atau
perusahaan publik. “Istilah dan keberadaan komisaris independen baru muncul
setelah terbitnya Surat Edaran Bapepam Nomor: SE03/PM/2000 dan Peraturan
Pencatatan Efek Nomor 339/BEJ/07 - 2001 tgl. 21 Juli 2001. Menurut
ketentuan tersebut perusahaan publik yang tercatat di bursa wajib memiliki
beberapa anggota dewan komisaris yang memenuhi kualifikasi sebagai komisaris
independen yaitu jumlah komisaris independen adalah sekurang-kurangnya 30%
dari seluruh jumlah anggota komisaris, perlunya dibentuk komite audit serta
keharusan perusahaan memiliki sekretaris perusahaan”(Januarti & Sentosa,
2009).
Dewan komisaris independen tidak berpengaruh terhadap manajemen laba.
Hal ini dikarenakan pembentukan pengangkatan komisaris independen oleh
perusahaan hanya memenuhi peraturan BEJ tanggal 1 Juli 2000 yang menyatakan
bahwa “perusahaan yang listed di Bursa harus mempunyai komisaris
independen”. “Di Indonesia sering terjadi anggota dewan komisaris hanya bertindak
pasif bahkan sama sekali tidak menjalankan peran pengawasannya yang sangat
mendasar terhadap dewan direksi. Dewan komisaris seringkali dianggap tidak
memiliki manfaat. Hal ini dapat dilihat dalam fakta, bahwa banyak anggota dewan
komisaris tidak memiliki kemampuan, dan tidak dapat menunjukkan
independensinya” (FCGI, 2012).

2.1.5.6 Pengaruh antara CSR terhadap Manajemen Laba


Corporate Social Responsibility (CSR) adalah suatu konsep kewajiban
organisasi bisnis untuk mengambil bagian dalam kegiatan yang bertujuan
melindungi dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan
(Yuliana et al., 2008). Pelaporan praktik CSR oleh perusahaan diperlukan
sebagai bentuk informasi pertanggungjawaban atas kegiatan CSR perusahaan.
Penelitian mengenai hubungan CSR dan manajemen laba dilakukan oleh (Scholtens
& Kang, 2013) yang menyatakan bahwa perusahaan yang berkomitmen dalam
melakukan CSR akan mengurangi tindakan manajemen laba bila dibandingkan
dengan perusahaan yang kurang berkomitmen dalam melakukan CSR. Peningkatan
informasi dalam pengungkapan laporan keuangan akan menurunkan asimetri
informasi. Dengan demikian, peningkatan pengungkapan menyebabkan
fleksibilitas manajer untuk melakukan manajemen laba akan berkurang
karena berkurangnya asimetri informasi antara manajemen dengan stakeholders.
Selain itu, (Scholtens & Kang, 2013) juga menemukan bahwa karakteristik
perusahaan akan berpengaruh terhadap hubungan manajemen laba. Mereka
menggunakan ukuran perusahaan, profitabilitas dan leverage sebagai proksi
karakteristik perusahaan.
Karaktristik perusahaan dianggap dapat mempengaruhi keputusan
manajemen atas kebijakan mengenai CSR dan manajemen laba. Sebagai contoh,
semakin besar ukuran perusahaan maka tekanan untuk melakukan CSR akan semakin
besar, hal ini sesuai dengan teori stakeholder dimana perusahaan akan mendapatkan
tekanan dari stakeholder. Di sisi lain insentif untuk melakukan manajemen
laba akan semakin kecil, dikarenakan perusahaan yang relatif besar akan lebih
diawasi oleh stakeholder.

2.1.5.7 Pengaruh antara Manajemen Laba terhadap Kinerja Keuangan


Manajemen laba dilakukan dengan intervensi terhadap proses penyusunan
laporan keuangan berdasarkan akuntansi akrual dengan tujuan memperoleh
keuntungan pribadi serta dapat dilakukan dengan pemilihan metode akuntansi yang
diperbolehkan menurut general accepted accounting principles (GAAP) dalam
penyusunan laporn keuangan (Sudana, 2011). Laporan keuangan diumukan secara
periodik bertujuan untuk menyediakan informsi mendasar mengenai kinerja
keuangan dan kondisi perusahaan saat ini untuk memenuhi kebutuhan para
stakeholoders yag selanjutnya dijadikan dasar dalam pengambilan keputusan. Kinerja
keuangan perusahan tidak lepas dari pengaruh keberadaan praktik manipulasi laba
oleh pihak manajemen serta mekanisme pengawaan dalam mengeola perusahaan yng
disebut dengan mekanisme good corporate governance (Sriwedari, 2012).
Manajemen laba dilakukan oleh manajer perusahaan pada faktor-
faktor fundamental perusahaan, yaitu dengan intervensi pada penyusunan laporan
keuangan berdasarkan akuntansi akrual. Padahal kinerja fundamental perusahaan
tersebut digunakan oleh pemodal untuk menilai prospek perusahaan, yang
tercermin pada kinerja saham. Manajemen laba yang dilakukan manajer pada
laporan keuangan tersebut akan memengaruhi kinerja keuangan saham
(Ujiyantho, 2007). Pengaruh mekanisme corporate governance terhadap penurunan
discretionary accruals sebagai ukuran dari manajemen laba dan berhubungan
positif dengan Cash Flow Return On Asset (CFROA). Hasil ini diinterpretasikan
sebagai indikasi bahwa CFROA merupakan fungsi positif dari indikator
mekanisme corporate governance.

2.2 Penelitian Terdahulu

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu


Peneliti/Tahun Variabel Penelitian Alat Hasil Penelitian
Analisis
(Sitanggang & Variabel Independen: Regresi Pengungkapan CSR
Ratmono, Tanggung jawab sosial Linier berpengaruh negatif
2019) perusahaan Berganda terhadap manajemen laba
Variabel Intervening:
Manajemen laba
(Meidona & Variabel Independen: Regresi Kualitas Audit berpengaruh
Yanti, 2018) Kualitas Audit Linier signifikan terhadap Kinerja
Variabel Dependen: Berganda Keuangan
Kinerja Keuangan
(Candradewi Variabel Independen: Regresi Hasil penelitian ini
& Sedana, Komisaris Independen Linier menunjukkan adanya
2016) Variabel Dependen: Berganda pengaruh positif dan tidak
Kinerja Keuangan signifikan dewan komisaris
independen terhadap
kinerja keuangan
perusahaan.
(Yendrawati, Variabel Independen: Regresi Komisaris independen tidak
2015) Komisaris independen Linier berpengaruh terhadap
Variabel Intervening: Berganda manajemen laba
Manajemen laba
(Sukaesih & Variabel Intervening: Regresi manajemen laba memiliki
Risa, 2014) Manajemen laba Linier pengaruh signifikan positif
Variabel Dependen: Berganda terhadap kinerja keuangan
Kinerja keuangan perusahaan
(Godfrey et al., Variabel Independen: Regresi Perolehan akhir dari
2009) Tanggung Jawab Sosial Linier penelitian menunjukkan
Perusahaan (CSR) Berganda variabel CSR secara positif
Variabel Dependen: berpengaruh signifikan
Kinerja Keuangan Kinerja Keuangan
(Herawaty, Variabel Independen: Regresi Hasil penelitian ini
2008) Kualitas audit Linier menunjukkan adanya
Variabel Intervening: Berganda pengaruh negatif antara
Manajemen laba kualitas audit terhadap
manajemen laba.

2.3 Kerangka Pemikiran


Berdasarkan telaah pustaka dan hipotesis yang dikembangkan diatas, maka sebuah model
konseptual atau kerangka pemikiran teoritis dapat dikembangkan seperti yang disajikan
dalam diagram berikut :
Gambar 1.1
Kerangka Pikir Penelitian
Kualitas Audit (X1)

H4 H1

Komisaris
Independen (X2) H5
Manajemen Laba H7 Kinerja
H2
Keuangan (Y)

H6
Pengungkapan
Tanggungjawab
Sosial Perusahaan H3
(CSR) (X3)
2.4 Hipotesi

2.4 HIPOTESIS
H1 : Kualitas Audit berpengruh terhadap kinerja keuangan
H2 : Komisaris Independen berpengaruh terhadap kinerja keuangan
H3 : Tanggung jawab sosial perusahaan berpengaruh terhadap kinerja keuangan
H4 : Kualitas Audit berpengaruh terhadap manajemen laba
H5 : Komisaris Independen berpengaruh terhadap manajemen laba
H6 : Tanggung jawab sosial perusahaan berpengaruh terhadap manajemen laba
H7 : Manajemen laba berpengaruh terhadap kinerja keuangan
3.1 Variabel Dan Definisi Operasional Variabel
3.1.1 Kinerja Keuangan
Kinerja keuangan perusahaan menurut Sucipto (2004) adalah penentuan
ukuran-ukuran tertentu yang dapat mengukur keberhasilan suatu organisasi atau
perusahaan dalam menghasilkan laba.
Terdapat indikator kinerja keuangan yang dapat digunakan untuk mengukur
kinerja keuangan perusahaan pada penelitian ini, yaitu: Tobin’s Q
Tobin’s Q menunjukkan nilai pasar dari suatu perusahaan. Sederhananya,
Tobin’s Q dapat dirumuskan secara matematis sebagai berikut:

MVE + DEBT
TOBIN’S Q =
TA

Keterangan:
MVE = Nilai pasar ekuitas ( harga saham x jumlah saham beredar )
DEBT = Total hutang
TA = Total aset
3.1.2 Tata Kelola Perusahaan
The Cadbury Committee (in Siswantaya, 2007) mendefinisikan tata kelola
perusahaan sebagai perangkat aturan yang mengatur hubungan antara pemegang
saham, manajer perusahaan, kreditur, pemerintah, karyawan dan pemegang
kepentigan internal dan eksternal lainnya yang berkaitan dengan hak dan
kewajiban mereka.
Variabel tata kelola perusahaan terdiri dari dua indikator yang dapat digunakan
untuk mengukur tata kelola perusahaan yaitu kualitas audit dan proporsi dari
komisaris independen.
(1) Kualitas Audit
kualitas audit adalah adalah “Suatu proses untuk memastikan bahwa
standar auditing yang berlaku umum diikuti dalam setiap audit, KAP mengikuti
prosedur pengendalian kualitas audit khusus yang membantu memenuhi standar-
standar itu secara konsisten pada setiap penugasannya” (Amir Abadi Jusuf,
2011).
Variabel kualitas audit diukur menggunakan variabel dummy yaitu klien yang
diaudit oleh Kantor Akuntan Publik Big 4 akan diberi nilai 1, sedangkan klien
yang diaudit oleh Kantor Akuntan Publik non-Big 4 akan diberi nilai 0. Kantor
Akuntan Publik Big 4 dianggap memiliki keahlian dan reputasi yang lebih tinggi
dibandingkan dengan Kantor Akuntan Publik non-Big 4.
(2) Proporsi dari Komisaris Independen
Komisaris independen merupakan pihak yang ditunjuk tidak dalam
kapasitas mewakili pihak mana pun dan semata – mata ditunjuk berdasarkan latar
belakang pengetahuan, pengalaman, dan keahlian profsessional yang dimilikinya
untuk sepenuhnya menjalankan tugas demi kepentingan perusahaan (Cenik,
2014). Proporsi Dewan Komisaris Independen diukur menggunakan indikator
persentase anggota dewan komisaris yang berasal dari luar perusahaan dan
dari seluruh ukuran anggota dewan komisaris perusahaan.

Jumlah komisaris independen


KIND =
Jumlah anggota dewan komisaris
Dimana KIND adalah proporsi dari komisaris independen.

3.1.3 Pengungkapan CSR


Variabel CSR dalam penelitian ini didefinisikan sebagai semua kegiatan
perusahaan yang tidak didasarkan pada paksaan hukum suatu negara dimana
perusahaan itu beroperasi dan tidak ditujukan untuk mengambil keuntungan
tetapi untuk tujuan sosial saja (McWilliams dan Siegel, 2001). Pengukuran
CSR dalam penelitian ini akan menggunakan indeks 91 Global Reporting
Initiative. Metode checklist digunakan untuk melihat pengungkapan CSR yang
dilakukan oleh perusahaan. Perusahaan yang mengungkapkan item tanggung
jawab sosial akan diberi nilai 1, sedangkan mereka yang tidak mengungkapkan
diberi nilai 0. Berikut rumus yang digunakan pada penelitian ini:

Total value of “1”


CSR =
Number of item GRI – G4 2013

3.1.4 Manajemen Laba


Penelitian ini menggunakan akrual diskresioner sebagai indikator pada
manajemen laba. Pengukuran ini menggunakan model (Jones 1995) yang telah di
modifikasi. Formula dari modifikasi model jones adalah sebagai berikut:
(1) Menghitung Total Accrual (TAC)
TAᵢₜ = NIᵢₜ - CFO ᵢₜ

(2) Menghitung niai parameter dari 1,2 dan 3 dengan model Jones (1991) :

TAᵢₜ = 1 + 2ΔREV ᵢₜ + 3PPE ᵢₜ + € ᵢₜ


Untuk menskalakan data, semua variabel diatas dibagi dengan aset tahun
sebelumnya. Jadi rumusnya menjadi :

TA ᵢₜ
Aᵢₜ−1
=1+ ( 1
Aᵢₜ −1 ) (
+2
Δ REV ᵢₜ
Aᵢₜ−1
+3 ) (
PPE ᵢₜ
Aᵢₜ−1
+€ ᵢₜ )
Nilai parameter 1, 2 dan 3 adalah nilai estimasi dengan regresi OLS.
(3) Dengan menggunakan nilai parameter 1,2 dan 3, nilai akrual nondiskresioner
dapat dihitung dengan rumus berikut :

NDA ᵢₜ = 1( Aᵢₜ1−1 )+2 ( ΔAᵢₜ−1


REV ᵢₜ Δ REV ᵢₜ

Aᵢₜ−1 ) +3 (
Aᵢₜ −1 )
PPE ᵢₜ
+€ ᵢₜ

(4) Total accrual adalah jumlah akrual diskrisioner dan akrual nondiskrisioner.
Nilai akrual diskrisioner yang merupakan indikator akrual manajemen laba
dihitung dengan mengurangkan total akrual dengan akrual diskrisionari.
DA ᵢₜ = TA ᵢₜ - NDA ᵢₜ

Keterangan :
TAit = Total akrual perusahaan i pada tahun t
NIit = Laba bersih perusahaan i pada tahun t
CFOit = Arus kas operasi perusahaan pada tahun t
NDAit = Akrual nondiskresioner perusahaan i pada tahun t
ΔREVit = Pendapatan perusahaan i pada tahn t dikurangi pendapatan tahun t-1
ΔRECit = Piutang perusahaan i pada tahun t dikurangi piutang tahun t-1
PPEit = aktiva tetap perusahaan i pada tahun t
Ait- = total aktiva perusahaan i pada tahun t-1
Β = Koefisien regresi
€it = error term perusahaan i tahun t

3.2 Populasi Dan Sampel


3.2.1 Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan manufaktur yang
terdaftar di BEI tahun 2019-2021. Kondisi sektor manufaktur yang memiliki jumlah
emiten paling banyak dan sektor yang paling variatif dapat menggambarkan kondisi
perusahaan publik di Indonesia.
3.2.2 Sampel
Sampel adalah bagian populasi yang digunakan untuk memperkirakan
karakteristik populasi (Sugiyono, 2010). Pengambilan sampel dalam penelitian ini
adalah teknik purposive sampling dimana peneliti memilih sampel berdasarkan
beberapa karakteristik anggota sampel yang disesuaikan dengan tujuan penelitian.
Kriteria pemilihan sampel dalam penelitian ini adalah:

1. Perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia serta


menerbitkan laporan tahunan selama periode tahun 2019, 2020, dan 2021.
2. Berturut-turut mengeluarkan laporan tahunan dan laporan keuangan lengkap
yang telah diaudit periode 2019-2021.
3. Perusahaan yang memiliki data sesuai variabel penelitian.

3.3 Jenis Dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data diambil dari
laporan tahunan perusahaan, laporan keuangan perusahaan yang telah selama periode
2019-2021. Laporan tersebut dapat diperoleh dari situs Bursa Efek Indonesia (BEI) yaitu
www.idx.co.id dan juga pada situs website setiap perusahaan manufaktur yang terdapat di
Indonesia.

3.4 Metode Pengumpulan Data


Pada penelitian ini, mengumpulkan data mengenai kualitas audit, komisaris
independen, tanggung jawab sosial perusahaan, dan kinerja keuangan yang berupa
laporan keuangan yang dikeluarkan oleh perusahaan manufaktur dan database yang
terdaftar di BEI tahun 2019-2021, pengambilan data yang sesuai dengan penelitian
mengenai pengaruh tata kelola perusahaan dan tanggung jawab sosial peruahaan terhadap
kinerja keuangan dengan manajemen laba sebagai variabel mediasi adalah teknik
dokumenter.

3.5 Metode Analisis Data

Metode analisis data yang digunakan didalam penelitian ini merupakan metode
analisis data kuantitatif yang dinyatakan dengan angka-angka dan perhitungannya.
Dalam penelitian ini menggunakan metode statistik yang dibantu dengan SPSS.

3.5.1 Analisis Deskriptif


Statistik deskriptif digunakan untuk menggambarkan dan mendeskripsikan
variabel-variabel dalam penelitian. Statistik deskriptif dalam penelitian pada
dasarnya merupakan proses transformasi data penelitian dalam bentuk tabulasi
sehingga mudah dipahami dan di interpretasikan. Tabulasi menyajikan ringkasan,
pengaturan atau penyusunan data dalam bentuk tabel dan grafik. Statistik
deskriptif umumnya digunakan oleh peneliti untuk memberikan informasi
mengenai karakteristik variabel penelitian yang utama. Penelitian statistik
deskriptif memberikan gambaran atau deskriptif suatu data yang dapat dilihat dari
nilai rata-rata (mean), standar deviasi, varians, dan maksimum-minimum (I.
Ghozali, 2016).

3.5.2 Uji Asumsi Klasik


Ada beberapa pengujian yang harus dilakukan terlebih dahulu untuk
menguji apakah model yang dipergunakan tersebut mewakili atau mendekati
kenyataan yang ada. Untuk menguji kelayakan model regresi yang digunakan,
maka harus terlebih dahulu memenuhi uji asumsi klasik dimana terdapat empat
jenis pengujian pada uji asumsi klasik ini, diantaranya:

3.5.2.1 Uji Normalitas


Uji normalitas data dilakukan sebelum data diolah berdasarkan model-
model penelitian. Uji normalitas ini bertujuan untuk mengetahui distribusi data
dalam variabel yang akan digunakan dalam penelitian. Data yang baik dan layak
digunakan dalam penelitian adalah data yang memiliki distribusi normal. Dasar
pengambilan keputusan bisa dilakukan berdasarkan probabilitas (Santoso, 2012),
yaitu:
1. Jika probabilitas > 0,05 maka distribusi dari model regresi
adalah normal.
2. Jika probabilitas < 0,05 maka distribusi dari model regresi
adalah tidak normal.

3.5.2.2 Uji Multikolinieritas


Uji Multikolinieritas bertujuan untuk menguji apakah pada sebuah model
regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel independen. Jika terjadi korelasi,
maka dinamakan terdapat problem multikolinieritas. Model regresi yang baik
seharusnya tidak terjadi korelasi di antara variabel independen. Jika terbukti ada
multikolinieritas, sebaiknya salah satu dari variabel independen yang ada
dikeluarkan dari model, lalu pembuatan model regresi diulang kembali (Santoso,
2012). Untuk mendeteksi ada tidaknya multikolinieritas dapat dilihat pada besaran
Variance Inflation Factor (VIF) dan Tolerance. Pedoman suatu model regresi yang
bebas multikolinieritas adalah mempunyai angka tolerance mendekati 1. Batas
VIF adalah 10, jika nilai VIF di bawah 10, maka tidak terjadi gejala
multikolinieritas.

3.5.2.3 Uji Heteroskedastisitas


Uji heteroskedastisitas bertujuan menguji apakah dalam model regresi
terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang
lain. Jika vatiance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain tetap,
maka disebut homoskedastisitas dan jika berbeda disebut heteroskedastisitas.
Model regresi yang baik adalah yang homoskesdastisitas atau tidak terjadi
heterpskesdastisitas. Kebanyakan data crossection mengandung situasi
heteroskesdastisitas karena data ini menghimpun data yang mewakili berbagai
ukuran (kecil, sedang, dan besar) (I. Ghozali, 2013). Ada beberapa cara untuk
mendeteksi ada atau tidaknya heteroskedastisitas yaitu melihat Grafik Plot antara
nilai prediksi variable terkait (dependen) yaitu ZPRED dengan residualnya
SRESID. Deteksi ada tidaknya heteroskedastisitas dapat dilakukan dengan melihat
ada tidaknya pola tertentu pada grafik scatterplot antara SRESID dan ZPRED
dimana sumbu Y adalah Y yang telah diprediksi, dan sumber X adalah residual (Y
prediksi – Y sesungguhnya) yang telah di-stundentized. Dasar dasar analisis:
1. Jika ada pola tertentu, seperti titik-titik yang ada membentuk
pola tertentu yang teratur (bergelombang, melebar kemudian
menyempit), maka mengindikasikan telah terjadi
heteroskedastisitas.
2. Jika tidak ada pola yang jelas, serta titik-titik menyebar di atas
dan di bawah angka 0 pada sumbu Y, maka tidak terjadi
heteroskedastisitas.

3.5.2.4 Uji Autokorelasi

Uji autokorelasi yang dilakukan dalam penelitian ini bertujuan untuk


mengetahui apakah dalam sebuah model regresi linier ada korelasi antara
kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pada periode t-1
(sebelumnya). Jika terjadi korelasi, maka dinamakan ada problem autokorelasi.
Tentu saja model regresi yang baik adalah regresi yang bebas dari autokorelasi
(Santoso, 2012). Pada prosedur pendeteksian masalah autokorelasi dapat
digunakan besaran Durbin-Watson. Uji autokorelasi dilakukan dengan membuat
hipotesis:
H0 : Tidak ada autokorelasi
Ha : Ada autokorelasi

3.5.3 Uji Regresi Berganda

Pada penelitian ini terdapat 2 tipe pengujian langsung dan pengujian tidak
langsung. Pengujian langsung menggunakan pengujian hipotesis probabilitas dan
pada pengujian tidak langsung menggunakan SPSS. Sehingga dapat disimpulkan
persamaan regresi untuk menguji hipotesis beserta keterangannya sebagai berikut:
EM = α + β1GCG + β2CSR... + e
KINERJA = α + β1GCG + β2CSR + β3EM....+ e
Dimana :
EM = Manajemen Laba
KINERJA = Kinerja Keuangan Perusahaan
CSR = Tanggung Jawab Sosial Peusahaan
GCG = Mekanisme Tata Kelola Perusahaan
α = Konstanta
β = Koefisien Regresi
e = error

3.5.3.1 Uji t
Uji t digunakan untuk mengetahui seberapa jauh pengaruh setiap
variabel independen terhadap variabel dependen (Ghozali, 2018: 98-99).
Uji t digunakan untuk mengukur signifikansi pengaruh pengambilan
keputusan dilakukan berdasarkan perbandingan nilai t hitung masing-
masing koefisien regresi dengan t tabel sesuai dengan tingkat signifikansi
yang digunakan. Ketentuan menilai hasil nilai t tabel digunakan tingkat
signifikansi 0,05 dengan derajat kebebasan df=n-1 sebagai berikut:
1) Jika t hitung > t tabel dengan p value < α=5%, maka Ho ditolak atau
Ha diterima, artinya variabel independen mempunyai pengaruh terhadap
variabel dependen.
2) Jika t hitung < t tabel dengan p value > α=5%, maka Ho diterima atau
Ha tidak dapat diterima, artinya variabel independen tidak mempunyai
pengaruh terhadap variabel dependen.

3.5.3.2 Uji F
Uji F pada dasarnya digunakan untuk mengukur ketepatan fungsi
regresi sampel dalam menaksir nilai aktual (Goodness of fit).Uji F
menguji apakah variabel independen mampu menjelaskan variabel
dependen secara baik atau untuk menguji apakah model yang digunakan
telah fit atau tidak (Ghozali, 2018: 98). Membandingkan nilai F hitung
dengan nilai F tabel dengan derajat bebas df:α,(k-1),(n-k). Uji ini
digunakan untuk mengetahui apakah variabel independen secara
bersama-sama berpegaruh secara signifikan terhadap variabel dependen
pada tingkat kepercayaan 95% atau α=5%, dengan kriteria pengujian
sebagai berikut:
1. Jika F hitung > F tabel dengan p value < α=5%, maka
modelnya fit, dan layak digunakan dalam penelitian.
2. Jika F hitung < F tabel dengan p value > α=5%, maka
modelnya tidak fit, dan tidak layak digunakan dalam
penelitian.

3.5.3.3 Uji Koefisien Determinasi


Untuk melihat seberapa besar tingkat pengaruh variabel
independen terhadap variabel dependen secara parsial digunakan koefisien
determinasi. Koefisien determinasi merupakan kuadrat dari koefisien
kolerasi sebagai ukuran untuk mengetahui kemampuan dari masing-
masing varaibel yang digunakan. Koefisien deteminasi menjelaskan
proporsi variasi dalam variabel dependen (Y) yang dijelaskan oleh hanya
satu varibel independen (lebih dari satu variabel independen : : i = 1,2,3,4,
dan seterusnya) secara bersama-sama.
Sementara itu R adalah koefisien kolerasi majemuk yang mengukur
tingkat
hubungan antara variabel dependen (Y) dengan semua variabel
independen
yang menjelaskan secara bersama-sama dan nilainya selalu positif. Kriteria
untuk analisis koefisien determinasi adalah:
1. Jika Koefisien determinasi mendekati (0), berarti pengaruh
variabel dependen terhadap independen lemah
2. Jika Koefisien determinasi mendekati satu (1), berarti pengaruh
variabel independen terhadap dependen kuat.
3.5.4 Uji Sobel Test
Dalam uji sobel ini digunakan untuk mengetahui pengaruh variabel
mediasi yaitu kepuasan. Menurut (Baron & Kenny, 1986) dalam (A. Ghozali et
al., 2016) suatu variabel disebut intervening jika variabel tersebut ikut
mempengaruhi hubungan antara variabel independen dan variabel dependen.
Uji Sobel untuk menguji kekuatan dari pengaruh tidak langsung variabel
independen (X) ke variabel dependen (Y2) melalui variabel intervening (Y1).
Dengan cara perhitungan mengalikan pengaruh tidak langsung X ke Y2 melalui
Y1 dengan cara mengalikan jalur X – Y1 (a) dengan jalur Y1 – Y2 (b) atau ab.
Jadi koefisien ab = (c-c’) dimana c adalah pengaruh X terhadap Y2 tanpa
menghubungkan Y1, sedangkan c’ adalah koefisien pengaruh X terhadap Y2
setelah menghubungkan Y1. Ghozali (2011) pengujian hipotesis dapat dilakukan
dengan prosedur uang dikembangkan oleh Sobel (Sobel Test). Rumus uji Sobel
adalah sebagai berikut:

Sab =
Dengan keterangan:
Sab : Besarnya standar eror pengaruh tidak langsung
a : Jalur variabel independen (X) dengan variabel intervening (Y1)
b : Jalur variabel intervening (Y1) dengan variabel dependen (Y2)
sa : Standar eror koefisien a
sb : Standar eror koefisien b
Untuk menguji signifikansi pengaruh tidak langsung, maka kita perlu
menghitung nilai t dari koefisien dengan rumus sebagai berikut:

Nilai t hitung ini dibandingkan dengan nilai t tabel, jika nilai t hitung > nilai t
tabel maka dapat disimpulkan terjadi pengaruh mediasi. Asumsi uji sobel
memerlukan jumlah sampel yang besar, jika jumlah sampel kecil, maka uji
sobel kurang konservatif (A. Ghozali et al., 2016).
DAFTAR PUSTAKA

Anggitasari, N., & Mutmainah, S. (2012). Pengaruh Kinerja Keuangan Terhadap Nilai
Perusahaan Dengan Pengungkapan Corporate Social Sebagai Variabel Pemoderasi.
Diponegoro Journal of Accounting, 1.
Anggraini, F. R. R. (2006). Pengungkapan informasi sosial dan faktor-faktor yang
mempengaruhi pengungkapan informasi sosial dalam laporan keuangan tahunan (Studi
empiris pada perusahaan-perusahaan yang terdaftar Bursa Efek Jakarta). Simposium
Nasional Akuntansi, 9(23–26).
Arifani, R. (2012). Pengaruh good corporate governance terhadap kinerja keuangan Perusahaan
(studi pada perusahaan yang tercatat di bursa efek indonesia). Jurnal Ilmiah Mahasiswa
FEB, 1(2).
Baron, R. M., & Kenny, D. A. (1986). The moderator–mediator variable distinction in social
psychological research: Conceptual, strategic, and statistical considerations. Journal of
Personality and Social Psychology, 51(6), 1173.
Belkaoui, A., & Karpik, P. G. (1989). Determinants of the corporate decision to disclose social
information. Accounting, Auditing & Accountability Journal, 2(1), 0.
Cadbury, A. (1992). Report of the committee on the financial aspects of corporate governance
(Vol. 1). Gee.
Candradewi, I., & Sedana, I. B. P. (2016). Pengaruh kepemilikan manajerial, kepemilikan
institusional dan dewan komisaris independen terhadap Return On Asset. Udayana
University.
Chen, H., & Wang, X. (2011). Corporate social responsibility and corporate financial
performance in China: an empirical research from Chinese firms. Corporate Governance:
The International Journal of Business in Society.
Darmawati, D., Khomsiyah, K., & Rahayu, R. G. (2005). Hubungan Corporate Governance dan
kinerja perusahaan. The Indonesian Journal of Accounting Research, 8(1).
Dianawati, C. P., & Fuadati, S. R. (2016). Pengaruh CSR dan GCG terhadap nilai perusahaan:
profitabilitas sebagai variabel intervening. Jurnal Ilmu Dan Riset Manajemen (JIRM), 5(1).
Fahmi, I. (2014). Perilaku Organisasi: Teori, Aplikasi, dan Kasus.
Fitriani, R. (2019). Pengaruh Kepemimpinan Transformasional Dan Kepercayaan Kepada
Organisasi Terhadap Perilaku Berbagi Pengetahuan Di SMA Negeri Dan Boarding School
Di Kota Tarakan.
Ghozali, A., Sukmara, R. B., & Aulia, B. U. (2016). A comparative study of climate change
mitigation and adaptation on flood management between Ayutthaya City (Thailand) and
Samarinda City (Indonesia). Procedia-Social and Behavioral Sciences, 227, 424–429.
Ghozali, I. (2013). aplikasi analisis multivariate dengan program IBM SPSS 21 Update PLS
Regresi. semarang: Badan penerbit Universitas Diponegoro. Information Technology, 2(2).
Ghozali, I. (2016). Aplikasi Analisis multivariete dengan program IBM SPSS 23 (Edisi 8).
Cetakan Ke VIII. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro, 96.
Godfrey, P. C., Merrill, C. B., & Hansen, J. M. (2009). The relationship between corporate social
responsibility and shareholder value: An empirical test of the risk management hypothesis.
Strategic Management Journal, 30(4), 425–445.
Hazri, M., & Laela, S. F. (2011). Pengaruh Mekanisme Good Corporate Governance Terhadap
Praktik Manajemen Laba: Studi Pada Perusahaan Yang Termasuk Dalam CGPI. Tazkia
Islamic Finance and Business Review, 6(1).
Healy, P. M., & Wahlen, J. M. (1999). A review of the earnings management literature and its
implications for standard setting. Accounting Horizons, 13(4), 365–383.
Herawaty, V. (2008). Peran praktek corporate governance sebagai moderating variable dari
pengaruh earnings management terhadap nilai perusahaan. Jurnal Akuntansi Dan
Keuangan, 10(2), 97–108.
Hermiyetti, H., & Manik, E. N. (2013). The influence of good Corporate governance mechanism
on earnings management: empirical study in Indonesian Stock Exchange listed company for
periods of 2006-2010. The Indonesian Capital Market Review, 5(1), 5.
Jooste, L. (2011). A comparison of ethical perceptions of earnings management practices. South
African Journal of Economic and Management Sciences, 14(4), 422–435.
Kalbuana, N., Hastomo, W., & Maharani, Y. (2020). Pengaruh Pengungkapan Islamic Social
Reporting, Tingkat Pajak Efektif, Dan Beban Pajak Tangguhan Terhadap Penghindaran
Pajak Di Indonesia Pada Perusahaan Di Jakarta Islamic Index. Proseding Seminar Nasional
Akuntansi, 3(1).
Meidona, S., & Yanti, R. (2018). Pengaruh Corporate Governance dan Kualitas Audit terhadap
Kinerja Keuangan pada Perusahaan Lq45 yang Terdaftar di Bei. Jurnal Indovisi, 1(1),
232803.
Prasinta, D. (2012). Pengaruh good corporate governance terhadap kinerja keuangan. Accounting
Analysis Journal, 1(2).
Pratiwi, A. (2016). Pengaruh kualitas penerapan good corporate governance (gcg) terhadap
kinerja keuangan pada bank umum Syariah di Indonesia (Periode 2010-2015). Al-Tijary,
55–76.
Pujiasih, I. A., Aji, S. D., & Huda, C. (2013). Perbedaan model pembelajaran di (direct
instruction) melalui metode mind mapping dan metode konvensional terhadap kemampuan
berpikir kreatif dan prestasi belajar fifika siswa smp wahid hasyim malang. Erudio Journal
of Educational Innovation, 1(2).
Ricardo, D. M. (2015). Pengaruh Pengungkapan Corporate Social Responsibility Terhadap
Praktik Manajemen Laba. Diponegoro Journal of Accounting, 4(2), 33–42.
Ross, A., & Crossan, K. (2012). A review of the influence of corporate governance on the
banking crises in the United Kingdom and Germany. Corporate Governance: The
International Journal of Business in Society.
Saleh, M., Zulkifli, N., & Muhamad, R. (2011). Looking for evidence of the relationship
between corporate social responsibility and corporate financial performance in an emerging
market. Asia-Pacific Journal of Business Administration.
Santoso, S. (2012). Aplikasi SPSS pada statistik non parametrik.
Sari, N. L. K. M., & Suaryana, I. G. N. A. (2013). Pengaruh Pengungkapan CSR terhadap
Kinerja Keuangan dengan Kepemilikan Asing sebagai Variabel Moderator. E-Jurnal
Akuntansi Universitas Udayana, 3(2013), 248–257.
Sasono, Y. (2011). Pengaruh Corporate Governance terhadap Manajemen Laba (Studi pada
Perusahaan Manufaktur yang Listed di BEI).
Sawir, E., Marginson, S., Deumert, A., Nyland, C., & Ramia, G. (2008). Loneliness and
international students: An Australian study. Journal of Studies in International Education,
12(2), 148–180.
Scholtens, B., & Kang, F. (2013). Corporate social responsibility and earnings management:
Evidence from Asian economies. Corporate Social Responsibility and Environmental
Management, 20(2), 95–112.
Scott, W. R., & O’Brien, P. C. (2003). Financial accounting theory (Vol. 3). prentice hall
Toronto.
Sembiring, E. R. (2006). Karakteristik perusahaan dan pengungkapan tanggung jawab sosial:
study empiris pada perusahaan yang tercatat di Bursa Efek Jakarta. MAKSI, 6.
Setianto, A. P., & Purwanto, A. (2014). Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Pengungkapan Modal Intelektual (Studi Empiris pada Perusahaan yang Terdaftar di
“Indeks Kompas 100” Tahun 2010-2012). Fakultas Ekonomika dan Bisnis.
Short, H., Keasey, K., Wright, M., & Hull, A. (1999). Corporate governance: From
accountability to enterprise. Accounting and Business Research, 29(4), 337–352.
Sitanggang, R. P., & Ratmono, D. (2019). Pengaruh Tata Kelola Perusahaan Dan Pengungkapan
Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Terhadap Kinerja Keuangan Dengan Manajemen Laba
Sebagai Variabel Mediasi. Diponegoro Journal of Accounting, 8(4).
Sriwedari, T. (2012). Mekanisme good corporate governance, manajemen laba dan kinerja
keuangan perusahaan manufaktur di Bursa Efek Indonesia. Jurnal Mediasi, 4(01), 78–88.
Subramanyam, K. R., & Wild, J. J. (2010). Analisis Laporan Keuangan Buku 1 Edisi 10.
Penerbit Salemba Empat. Jakarta.
Suciwati, D. P., Pradnyan, D. P. A., & Ardina, C. (2017). Pengaruh corporate social
responsibility terhadap kinerja keuangan. Jurnal Bisnis Dan Kewirausahaan, 12(2 Juli),
104.
Sudana, I. (2011). Manajemen Keuangan Perusahaan: Teori & Praktik.
Sugiyono, D. (2010). Memahami penelitian kualitatif.
Sukaesih, S., & Risa, N. (2014). Pengaruh Manajemen Laba terhadap Kinerja Keuangan
Perusahaan melalui GCG sebagai Variabel Moderating (Studi Kasus pada Perusahaan
Manufaktur di Bei Tahun 2009-2011). JRAK: Jurnal Riset Akuntansi & Komputerisasi
Akuntansi, 5(01), 4488.
Supatmi, S. (2007). Corporate Governance dan Kinerja Keuangan. Jurnal Bisnis Dan Ekonomi,
14(2), 24237.
Ujiyantho, M. A., & Pramuka, B. A. (2007). Mekanisme corporate governance, manajemen laba
dan kinerja keuangan. Simposium Nasional Akuntansi X, 10(6), 1–26.
Ujunwa, A. (2012). Board characteristics and the financial performance of Nigerian quoted
firms. Corporate Governance: The International Journal of Business in Society.
Utama, I. M. K., & Dewi, K. A. M. (2012). Analisis CAMELS: Penilaian Tingkat Kesehatan
Bank yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Jurnal Bisnis Dan Kewirausahaan, 8(2),
139–148.
Yendrawati, R. (2015). Pengaruh dewan komisaris independen, komite audit, kepemilikan
manajerial, dan kepemilikan institusional terhadap manajemen laba. Jurnal Entrepreneur
Dan Entrepreneurship, 4(1, 2), 33–40.
Yuliana, R., Purnomosidhi, B., & Sukoharsono, E. G. (2008). Pengaruh karakteristik perusahaan
terhadap pengungkapan corporate social responsibility (CSR) dan dampaknya terhadap
reaksi investor. Jurnal Akuntansi Dan Keuangan Indonesia, 5(2), 245–276.
Yunizar, R. I., & Rahardjo, S. N. (2014). Pengaruh Mekanisme Corporate Governance dan
Ukuran Perusahaan terhadap Kinerja Keuangan Perusahaan. Diponegoro Journal of
Accounting, 175–184.

Anda mungkin juga menyukai