Anda di halaman 1dari 14

BAB II

TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

A. Tinjauan Penelitian Terdahulu

Suryono dan Prastiwi (2011) dalam penelitiannya tentang pengaruh

profitabilitas, likuiditas, leverage, aktivitas, ukuran perusahaan, dan corporate

governance terhadap praktik pengungkapan sustainability report. Hasil penelitian

ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan, antara karakteristik

perusahaan dan implementasi corporate governance terhadap laporan

keberlanjutan pengungkapan perusahaan dengan perusahaan yang tidak melakukan

pengungkapan, tetapi tidak ada perbedaan leverage yang signifikan. Selanjutnya,

ada pengaruh positif yang disebabkan oleh variabel profitabilitas, ukuran, dewan

direksi, dan komite audit. Berbeda dengan variabel lain seperti likuiditas, leverage,

aktivitas, dan komite tata kelola tidak mempengaruhi tingkat pengungkapan laporan

keberlanjutan perusahaan.

Khaula (2012) menguji tentang pengaruh kinerja keuangan, ukuran

perusahaan, struktur modal dan corporate governance terhadap publikasi

sustainability report. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa total aset, jumlah

karyawan, rapat dewan, dan komite komite berpengaruh positif terhadap publikasi

SR. Leverage menunjukkan efek negatif pada publikasi SR. Sementara laba atas

aset, rasio lancar, perputaran persediaan, struktur modal, rapat komite audit

menunjukkan tidak berpengaruh pada publikasi SR.

Idah (2013) dengan penelitiannya tentang corporate governance dan

karakteristik perusahaan dalam pengungkapan sustainability report. Hasil dari

10
11

penelitian ini menunjukkan bahwa dewan direksi, governance committee,

profitabilitas dan ukuran perusahaan memilki peran positif terhadap pengungkapan

sustainability report. Sedangkan, dewan komisaris, komite audit, likuiditas,

leverage dan aktivitas prusahan tidak memilki peran terhadap pengungkapan

sustainability report.

Aulia dan Syam (2013) menguji tentang pengaruh karakteristik perusahaan

terhadap praktek pengungkapan sustainability reporting. Hasilnya menunjukkan

bahwa karakteristik perusahaan (ukuran, leverage, profitabilitas, dan jenis industri),

semuanya, berpengaruh positif terhadap praktik pelaporan keberlanjutan. Secara

terpisah, t-test menunjukkan bahwa hanya ukuran dan jenis industri yang

berdampak pada praktik pelaporan keberlanjutan.

Adhipradana (2013) dengan penelitiannya tentang pengaruh kinerja

keuangan, ukuran perusahaan, dan corporate governance terhadap pengungkapan

sustainability report. Hasil pengujian menunjukkan bahwa total aset, total

karyawan, dan governance committee bepengaruh positif terhadap pengungkapan

Sustainability Report. Sedangkan variable profitabilitas, likuiditas, DPR, komite

audit, dewan komisaris, kepemilikan manajemen, dan kepemilikan asing tidak

berpengaruh terhadap pengungkapan Sustainability Report.

Nasir. dkk (2014) menguji tentang pengaruh karakteristik perusahaan dan

corporate governance terhadap pengungkapan sustainability report. Hasil

penelitian ini berdasarkan uji hipotesis menunjukkan bahwa likuiditas, aktivitas

analisis, ukuran, komite audit dan dewan direksi tidak berpengaruh signifikan
12

terhadap publikasi laporan keberlanjutan dengan signifikan yaitu 0,052, 0,213,

0,084, 0,564 dan 0,111, sedangkan profitabilitas, leverage dan komite tata kelola

memiliki pengaruh signifikan terhadap publikasi laporan keberlanjutan dengan

signifikan yaitu 0,008, 0,022 dan 0,043. Besarnya efek (Nagelkerke R-Square) dari

kualitas pelaporan keuangan, kepemilikan institusional dan ukuran perusahaan

pada asimetri informasi adalah 77,6%. Sedangkan sisanya 22,4% dipengaruhi oleh

variabel lain

Raharjo (2016) dalam penelitiannya tentang pengaruh corporate

governance dan karakteristik perusahaan terhadap pengungkapan sustainability

report. Hasil penelitian menunjukan bahwa leverage, jumlah rapat komite audit,

jumlah rapat dewan direksi dan governance committee berpengaruh signifikan

terhadap pengungkapan sustainability report. Sedangkan profitabilitas, likuiditas,

dan ukuran perusahaan tidak berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan

sustainability report.

Peneliti tertarik untuk melakukan penelitian kembali terkait sustainability

report. Kemudian untuk periode sustainability report yang akan digunakan dari

perusahaan yang menerbitkan pada tahun 2015-2017. Alasannya karena peneliti

ingin melanjutkan penelitian terdahulu, menggali lebih dalam tentang

pengungkapan sustainability report sesuai dengan pedoman GRI-G4 dan GRI

Standard, dan mencari untuk memperoleh hasil penelitian yang lebih kuat sehingga

bisa mengetahui bagaimana perkembangannya di Indonesia sampai pada tahun

2017. Selain itu, hal tersebut disebabkan karena periode tersebut mengindikasikan

kondisi yang masih relatif baru, sehingga hasil penelitian yang diharapkan akan
13

lebih relevan dengan kondisi di Indonesia. Objek penelitian yang digunakan dalam

penelitian ini yaitu perusahaan LQ 45 yang terdaftar di BEI tahun 2015-2017,

sedangkan penelitian terdahulu menggunakan perusahaan yang terdaftar di BEI

tahun 2008. Variabel profitabilitas menggunakan return on assets, leverage

menggunakan debt to assets ratio, Ukuran Perusahaan menggunakan total aset, dan

Tipe Industri menggunakan high profile atau low profile. Metode penelitian Aulia

dan Syam memiliki perbedaan dengan metode penelitian yang peneliti ajukan yaitu

menggunakan metode kuantitatif dengan regresi logistik.

B. Teori dan Tinjauan Pustaka

1. Grand Theory

a. Teori Sinyal

Signalling Theory pertama kali dikembangkan oleh Ross (1977) yang

menjelaskan bahwa laporan keuangan yang baik memberikan sinyal atau tanda

bahwa perusahaan tersebut berjalan dengan baik. Teori sinyal menjelaskan

mengapa perusahaan memberikan informasi kepada pihak-pihak eksternal,

munculnya dorongan perusahaan untuk menyampaikan informasi tersebut tidak

lain untuk meningkatkan nilai perusahaan. Pihak eksternal memerlukan informasi

yang relevan, akurat dan lengkap untuk pengambilan keputusan.

Signalling Theory menekankan pentingnya informasi yang dikeluarkan oleh

perusahaan terhadap pihak-pihak pemangku kepentingan. Informasi menjadi unsur

penting karena dapat memberikan gambaran baik pada masa lalu, saat ini dan masa

yang akan datang bagi kelangsungan suatu perusahaan (Brigham dan Houston,

2010). Pengungkapan sustainability report diharapkan dapat memberikan sinyal


14

yang baik bagi stakeholders, seperti meyakinkan investor untuk menanamkan dana,

meningkatkan kepercayaan dan dukungan dari masyarakat, pemerintah dan

pemangku kepentingan lainnya (Kastutisari dan Dewi, 2013).

2. Laporan Keberlanjutan (Sustainability Report)

Menurut Elkington (1997), sustainability report berarti laporan yang

memuat tidak saja informasi kinerja keuangan tetapi juga informasi non keuangan

yang terdiri dari informasi aktivitas sosial dan lingkungan yang memungkinkan

perusahaan bisa bertumbuh secara berkesinambungan (sustainable performance).

Sedangkan menurut Global Report Initiative (GRI) (2015), sustainability report

adalah laporan keberlanjutan yang dikeluarkan oleh sebuah perusahaan atau

organisasi tentang dampak ekonomi, lingkungan dan sosial yang disebabkan oleh

aktivitas sehari-hari. GRI mempromosikan dan mengembangkan pendekatan

standarisasi pelaporan tersebut untuk menanggapi permintaan terhadap informasi

yang terdapat pada sustainability report yang akan menguntungkan pelaporan

perusahaan dan kepada yang menggunakan informasi laporan sejenis.

GRI Guidelines digunakan sebagai standar pengungkapan pelaporan

mengenai tindakan tanggung jawab sosial yang dilakukan perusahaan yang meliputi

ekonomi, lingkungan, praktek tenaga kerja, hak asasi manusia, sosial, dan tanggung

jawab produk. Pengungkapan sustainability report di indonesia masih bersifat

voluntary, sehingga masih sedikit perusahaan yang menerbitkan laporan

keberlanjutan. Padahal dengan sustainability report dapat memberikan gambaran

akan kinerja berkelanjutan dari suatu perusahaan baik kontribusi positif maupun

negatif (Anindita, 2014). Saat ini, sustainability report di Indonesia juga sudah
15

diperlombakan pada Indonesia Sutainability Report Award (ISRA) yang diadakan

oleh National Center for Sutainability Report (NCSR) pada tiap tahunnya.

3. Profitabilitas

Profitabilitas merupakan rasio yang mengukur kemampuan perusahaan

untuk menghasilkan laba dalam upaya meningkatkan nilai pemegang saham

(Mamduh dan Halim, 2009). Tingkat profitabilitas yang tinggi pada perusahaan

akan meningkatkan daya saing antar perusahaan. Tingkat profit yang tinggi akan

menandakan pertumbuhan perusahaan pada masa yang akan datang. Pertumbuhan

perusahaan memerlukan pengungkapan yang lebih luas dalam memenuhi

kebutuhan informasi sesuai kebutuhan masing-masing pengguna (Suryono dan

Prastiwi, 2011). Beberapa pengukuran dalam menghitung rasio profitabilitas:

1) Net Profit Margin

Rasio ini mengukur kemampuan perusahaan dalam menghasilkan

laba melalui penjualan (Mamduh dan Halim, 2009). Cara menghitung

NPM adalah dengan membandingkan laba bersih dengan penjualan

bersih.

𝐿𝑎𝑏𝑎 𝑏𝑒𝑟𝑠𝑖ℎ
𝑁𝑒𝑡 𝑃𝑟𝑜𝑓𝑖𝑡 𝑚𝑎𝑟𝑔𝑖𝑛 =
𝑃𝑒𝑛𝑗𝑢𝑎𝑙𝑎𝑛

2) Pengembalian atas Total Aktiva (ROA)

Pengembalian atas total aktiva dihitung dengan membagi laba

bersih sebelum bunga dan pajak terhadap rata- rata total aktiva (Mamduh

dan Halim, 2009). Rasio ini menilai efektivitas dan intensitas aktiva dalam

menghasilkan laba.
16

𝐿𝑎𝑏𝑎 𝐵𝑒𝑟𝑠𝑖ℎ
𝑅𝑂𝐴 =
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐴𝑠𝑒𝑡

3) Pengembalian atas Total Ekuitas (ROE)

Pengembalian atas total ekuitas dihitung dengan rata-rata ekuitas

pemegang saham. Rasio ini digunakan untuk menunjukkan kemampuan

modal sendiri dalam menghasilkan keuntungan yang tersedia bagi

pemegang saham (Mamduh dan Halim, 2009).

𝐿𝑎𝑏𝑎 𝐵𝑒𝑟𝑠𝑖ℎ
𝑅𝑂𝐸 =
𝑀𝑜𝑑𝑎𝑙 𝑆𝑎ℎ𝑎𝑚

Rasio ini tidak memperhitungkan deviden atau capital gain untuk

pemegang saham. Karena rasio ini bukan pengukur return pemegang

saham yang sebenarnya.

4. Leverage

Rasio leverage dapat diartikan sebagai besarnya aktiva perusahaan yang

didanai dengan pendanaan dari pihak luar. Rasio leverage menggambarkan

bagaimana suatu perusahaan dapat membayar semua kewajibannya baik yang

jangka pendek maupun jangka panjang (Brigham dan Houston, 2009).

Tingkat rasio leverage yang semakin tinggi menyebabkan peluang yang

semakin besar bagi perusahaan untuk melanggar kontrak utang sehingga memicu

manajer dalam melaporkan laba sekarang yang lebih tinggi dibandingkan laba di

masa mendatang. Ada beberapa pengukuran yang digunakan dalam menghitung

leverage, yaitu:

1) Rasio Hutang Terhadap Aktiva ( Debt to Asset Ratio/ DAR)


17

Rasio hutang terhadap aktiva dihitung dengan membagi total hutang

terhadap total aktiva. Rasio ini mengukur jumlah aktiva yang didanai

dengan hutang.

𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑢𝑡𝑎𝑛𝑔
𝐷𝐴𝑅 =
𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑎𝑠𝑒𝑡

2) Rasio Kelipatan Pembayaran Bunga (Time Interest Earned Ratio)

Rasio kelipatan pembayaran bunga dihitung dengan membagi

jumlah laba sebelum bunga dan pajak dengan beban bunga. Rasio ini

digunakan untuk menunjukkan kemampuan laba sebelum bunga dan

pajak untuk membayar beban bunga.

𝐸𝐵𝐼𝑇
𝑇𝐼𝐸 =
𝐵𝑒𝑏𝑎𝑛 𝑏𝑢𝑛𝑔𝑎

5. Ukuran Perusahaan

Ukuran perusahaan pada dasarnya adalah pengelompokan perusahaan

kedalam beberapa kelompok, diantaranya perusahaan besar, sedang, dan kecil.

Skala perusahaan merupakan ukuran yang dipakai untuk mencerminkan besar

kecilnya perusahaan yang didasarkan kepada total aset perusahaan (Suwito dan

Herawaty, 2005).

Ukuran perusahaan adalah faktor penentu penting dalam pengungkapan

perusahaan. Perusahaan besar memiliki jumlah aset, penjualan dan sistem informasi

yang baik sehingga pengungkapan memungkinkan menjadi lebih luas. Selain itu

perusahaan yang besar akan lebih terlihat dan memberikan dampak yang lebih besar

terhadap sosial lingkungan (Simbolon dan Sueb, 2016). Ukuran perusahaan dalam
18

penelitian ini menggunakan nilai Log n Total Aset karena dalam menilai ukuran

perusahaan, total aset merupakan kekayaan yang dimiliki oleh perusahaan.

6. Tipe Industri

Roberts (1992) mendefinisikan industri high-profile adalah industri yang

memiliki visibilitas konsumen, risiko politis yang tinggi, atau menghadapi

persaingan yang tinggi. Sedangkan industri low-profile didefinisikan sebagai

perusahaan yang memiliki tingkat visibilitas konsumen dan risiko politis yang

rendah. Perusahaan yang termasuk dalam industri yang high-profile akan

memberikan informasi sosial lebih banyak dibandingkan perusahaan yang low-

profile. Hal ini dikarenakan masyarakat umumnya lebih sensitif terhadap industri

high-profile karena kelalaian perusahaan dalam penanganan proses produksi dan

hasil produksi dapat membawa akibat yang fatal bagi masyarakat sehingga

perusahaan lebih sensitif terhadap keinginan konsumen. Sedangkan perusahaan

yang low-profile tidak terlalu mendapat sorotan luas dan lebih ditoleransi

masyarakat luas manakala melakukan kesalahan.

C. Perumusan Hipotesis

1. Hubungan antar Variabel

Profitabilitas, leverage, ukuran perusahaan dan tipe industri, diasumsikan

berbeda antara perusahaan yang mempublikasikan dengan yang tidak. Hal ini yang

kemudian mendasari penelitian untuk menganalisis bagaimana pengaruhnya

terhadap praktik pengungkapan sustainability report. Kerangka pemikiran dapat

memperlihatkan hubungan antara variabel-variabel perusahaan yang

mempengaruhi praktik pengungkapan sustainability report sebagai berikut :


19

a) Tingkat profitabilitas perusahaan yang diproksikan melalui ROA

memiliki hubungan dengan praktik pengungkapan sustainability report.

b) Tingginya rasio leverage yang diproksikan dengan DAR memiliki

hubungan dengan praktik pengungkapan sustainability report.

c) Jumlah aset yang dimiliki oleh perusahaan memiliki hubungan dengan

praktik pengungkapan sustainability report.

d) Tipe industri yang dipilih oleh perusahaan memiliki hubungan dengan

praktik pengungkapan sustainability report.

2. Pengembangan Hipotesis

a. Pengaruh profitabilitas terhadap praktik pengungkapan sustainability

report.

Profitabilitas merupakan rasio yang mengukur kemampuan perusahaan

untuk menghasilkan laba dalam upaya meningkatkan nilai pemegang saham

(Mamduh dan Halim, 2009). Teori sinyal mengemukakan perusahaan akan

memberikan sinyal kepada pengguna laporan terkait kondisi perusahaan yang

sedang memiliki profitabilitas yang tinggi serta keberlangsungan terkait ekonomi,

sosial dan lingkungan di masa mendatang. Perusahaan dengan tingkat profitabilitas

yang tinggi cenderung ingin menunjukkan lebih banyak informasi kepada publik

bahwa perusahaan memiliki tingkat profitabilitas yang tinggi dibandingkan dengan

perusahaan lain atau kompetitornya (Adhipradana, 2013).

Kamil dan Herusetya (2012) menyatakan bahwa semakin tinggi tingkat

profitabilitas, semakin tinggi pula tingkat pengungkapan tanggung jawab sosial

perusahaan. Hal ini memberikan interpretasi bahwa perusahaan dengan


20

profitabilitas yang tinggi dapat mengatasi biaya-biaya atas pengungkapan tanggung

jawab sosial tersebut. Penjelasan tersebut nantinya akan berdampak pada semakin

banyaknya informasi yang dapat diungkapkan dalam sustainability report. Dengan

demikian, semakin tinggi tingkat profitabilitas perusahaan maka akan semakin

besar pula pengungkapan informasi sosial (Anggraini, 2006).

Beberapa hasil penelitian yang melihat hubungan atau pengaruh

profitabilitas terhadap praktik pengungkapan sustainability report menunjukkan

dukungan atas logika di atas. Penelitian Widianto (2011), Nasir, dkk (2014),

Prastiwi dan Puspitaningrum (2012), Sari (2013), Idah (2013), dan Mulyaningsih

(2015) mengungkapakan profitabilitas berpengaruh terhadap praktik pengungkapan

sustainability report. Oleh karena itu, hipotesis dirumuskan sebagai berikut :

H1: Proftabilitas berpengaruh terhadap praktik pengungkapan sustainability

report.

b. Pengaruh leverage terhadap praktik pengungkapan sustainability report.

Rasio leverage menggambarkan bagaimana suatu perusahaan dapat

membayar semua kewajiban jangka panjang maupun jangka pendeknya (Mamduh

dan Halim, 2009). Sesuai dengan signaling theory yaitu, manajemen perusahaan

dengan tingkat leverage yang tinggi akan mengurangi pengungkapan tanggung

jawab sosial yang dibuatnya agar tidak menjadi sorotan dari para debtholders

(Sembiring, 2005).

Perusahaan yang mengungkapkan informasi leverage dan tingkat leverage-

nya tinggi, maka akan membuat stakeholders tidak mau berinvestasi pada
21

perusahaan, sebab hal tersebut menjadi sinyal buruk bagi stakeholders. Selain itu,

perusahaan mungkin akan mengurangi tingkat pengungkapan sustainability report,

sehingga akibat yang diperoleh ialah pengaruh dan dukungan dari stakeholder

menjadi menurun terhadap perusahaan. Hal ini didukung dengan penelitian Astuti

(2015), Raharjo (2016), Ratnasari (2010), Nasir. dkk (2014), Khaula (2012) yang

menyatakan leverage berpengaruh terhadap praktik pengungkapan sustainability

report. Oleh karena itu, hipotesis dirumuskan sebagai berikut :

H2 : Leverage berpengaruh terhadap praktik pengungkapan sustainability

report.

c. Pengaruh ukuran perusahaan terhadap praktik pengungkapan sustainability

report.

Ukuran perusahaan pada dasarnya adalah pengelompokan perusahaan

kedalam beberapa kelompok, diantaranya perusahaan besar, sedang, dan kecil.

Semakin besar ukuran suatu perusahaan maka memiliki aktivitas yang kompleks

dan menimbulkan resiko yang lebih besar terhadap lingkungan sehingga

memungkinkan tingkat pengungkapan yang lebih luas. Pengungkapan

sustainability report dapat memberikan sinyal terhadap stakeholders bahwa

perusahaan berusaha meminimalisir resiko yang akan ditimbulkan dari

operasionalnya (Simbolon dan Sueb, 2016).

Menurut Cowen et al. (1987) mengemukakan bahwa perusahaan yang lebih

besar akan memiliki pengaruh dan aktivitas yang lebih banyak terhadap

masyarakat, sehingga akan membuat para pemegang sahamnya untuk lebih

memperhatikan laporan-laporan perusahaan dalam menyebarkan informasi


22

aktivitas-aktivitas sosial yang telah diimplementasikan. Oleh karena itu semakin

besar perusahaan, semakin memiliki kecenderungan untuk mengungkap informasi

lebih banyak, sehingga semakin mungkin untuk melakukan praktik pengungkapan

sustainability report. Beberapa penelitian sebelumnya, Hasil Penilitian Aulia dan

Syam (2013), Mulyaningsih (2012), Suryono dan Prastiwi (2011), Prastiwi &

Puspitaningrum (2012), Khaula (2012), dan Idah (2013) ukuran perusahaan

berpengaruh terhadap praktik pengungkapan sustainability report. Oleh karena itu,

hipotesis dirumuskan sebagai berikut :

H3: Ukuran perusahaan berpengaruh terhadap praktik pengungkapan

sustainability report.

d. Pengaruh tipe industri terhadap praktik pengungkapan sustainability report.

Tipe industri mendiskripsikan perusahaan berdasarkan lingkup operasi,

risiko perusahaan serta kemampuan dalam menghadapi tantangan bisnis. Tipe

industri diukur dengan membedakan industri high-profile dan low-profile. Robert

(1992) mendefinisikan industri high-profile sebagai perusahaan yang memiliki

sensitivitas yang tinggi terhadap lingkungan, tingkat risiko politik dan tingkat

kompetisi yang tinggi. Teori sinyal menemukan bahwa perusahaan yang tergolong

high-profile dan low-profile terdapat perbedaan dalam pengungkapan sosial

(Oyelere et al, 2003).

Perusahaan high-profile merupakan perusahaan yang mendapat perhatian

dari masyarakat luas karena aktivitas operasinya berpotensi untuk berhubungan

dengan masyarakat banyak. Oleh karena itu, pengungkapan tanggung jawab sosial

perusahaan diperlukan sebagai media oleh perusahaan untuk mempertanggung


23

jawabkan pelaporan kegiatan sosial yang telah diberikan kepada masyarakat.

Sehingga hal ini menunjukkan bahwa perusahaan high-profile melakukan

pengungkapan sukarela sustainability reporting yang lebih banyak dibandingkan

perusahaan low-profile. Hal ini didukung oleh penelitian sebelumnya, penilitian

ikmal (2016), Wulan (2014), Anindita (2014), Ahmad (2014), Aulia dan Syam

(2013) tipe industri berpengaruh terhadap praktik pengungkapan sustainability

report. Oleh karena itu, hipotesis dirumuskan sebagai berikut :

H4 : Tipe industri berpengaruh terhadap praktik pengungkapan

sustainability report.

3. Kerangka Berpikir

Profitabilitas (X1)
H1
Praktik
Leverage (X2) H2 Pengungkapan
H3 Sustainability Report
Ukuran Perusahan (X3)
(Y)
H4
Tipe Industri (X4)

Anda mungkin juga menyukai