A. Pengantar
Kelahiran suatu bangsa memiliki karakteristik, sifat, ciri khas serta keunikan sendiri-
sendiri, yang sangat ditentukan oleh faktor-faktor yang mendukung kelahiran bangsa tersebut.
Adapun faktor-faktor yang mendukung kelahiran bangsa Indonesia meliputi (1) faktor
obiektif, yang meliputi faktor geografis-ekologis dan demografis, (2) faktor subjektif, yaitu
faktor historis, sosial, politik, dan kebudayaan yang dimiliki bangsa Indonesia.
Seloka 'Bhinneka Tunggal Ika' yang melambangkan realitas bangsa dan negara Indonesia
yang tersusun dari berbagai unsur rakyat (bangsa) yang terdiri atas berbagai macam, suku,
adat-istiadat, golongan, kebudayaan dan agama, serta wilayah yang terdiri atas beribu-ribu
pulau menyatu menjadi bangsa dan negara Indonesia. Secara filolofis istilah seloka itu
diambil dari bahasa Jawa-kuno, berasal dari zaman kerajaan Keprabuan Majapahit yang
zaman keemas-annya di bawah kekuasaan Prabu Hayam Wuruk dan Maha Patih Gajah Mada
(1350-1364).
Sesanti atau Bhinneka Tunggal Ika pertama kali diungkapkan oleh Mpu Tantular,
pujangga agung kerajaan Majapahit pada masa pemerintahan Raja Hayam Wuruk pada abad
XIV (1350-1364). Sesanti tersebut terdapat dalam karyanya “kakawin sutasoma” yang
berbunyi “bhinneka tunggal ika, tan hana dharma mangrwa”, yang artinya “berbeda-beda,
tak ada pengabdian yang mendua”. Kutipan tersebut berasal dalam pupuh 139, bait 5
kakawin sutasoma:
Jawa Kuno Alih Bahasa Indonesia
Rwaneka dhatu winuwus Buddha Wisma Konon Buddha dan Siwa merupakan dua zat
yang berbeda
Bhinneka rakwa ring apan Mereka memang berbeda, tetapi bagaimanakan
bisa dikenali?
Kena parwanosen, Mangkang Sebab kebenaran Jina (Buddha) dan Siwa adalah
tunggal
Jinata kalawan Siwatatwa Tunggal Terpecah belah itu, tetapi satu jualah itu
Binneka tunggal ika tan hana dharma mangrwa Tidak ada kerancuan dalam kebenaran
Dalam hubungan dengan lambang Negara Garuda Pancasila yang di dalamya terdapat
seloka Bhinneka Tunggal Ika telah diatur dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945. Dalam Pasal 36A disebutkan bahwa Lambang Negara ialah Garuda
Pancasila dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika. Pasal tersebut merupakan dasar yuridis
konstitusional sekaligus merupakan pengakuan dan penegasan secara yuridis formal dan
resmi oleh negara tentang penggunaan simbol-simbol tersebut sebagai jati diri bangsa dan
identitas Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pada 1951 semboyan Bhinneka Tunggal Ika
ditetapkan oleh pemerintah Indonesia sebagai semboyan resmi negara melalui Peraturan
Pemerintah No. 66 Tahun 1951 yang menetapkan bahwa sejak 17 Agustus 1950 Bhinneka
Tunggal Ika ditetapkan sebagai semboyan negara.
Di samping itu, nilai lainnya menurut Lembaga Ketahanan Nasional Republik Indonesia
(2011):
a) Nilai toleransi, yaitu sikap untuk mau memahami orang lain sehingga komunikasi
dapat terjalin dengan baik
b) Nilai keadilan, yaitu sikap untuk menerima haknya dan tidak mau mengganggu hak
orang lain
c) Nilai gotong royong, yaitu sikap untuk bekerjasama atau membantu agar sama-
sama mencapai tujuan
Bhinneka Tunggal Ika berarti berbeda-beda tetapi satu juga, artinya meskipun bangsa
dan negara Indonesia terdiri atas beraneka ragam suku bangsa yang memiliki kebudavaan
dan adat-istiadat yang bermacam-macam seta beranekaragam kepulauan wilayah negara
Indonesia, namun merupakan suatu persatuan, yaitu bangsa dan negara Indonesia.
Bhinneka Tunggal Ika merupakan semboyan negara Indonesia sebagai dasar untuk
mewujudkan persatuan dan kesatuan Indonesia. Setiap warga negara dapat menerapkan
dalam kehidupan sehari-hari.
Bhinneka tunggal Ika selamanya akan tetap relevan bagi kehidupan bernegara di
Indonesia. Adanya globalisasi harus dihadapi secara selektif dengan mengedepankan rasa
persatuan bangsa Indonesia dalam kerangka bingkai Bhinneka Tunggal IKa.