Abad 21 ditandai sebagai abad keterbukaan atau abad globalisasi, yang artinya kehidupan
manusia pada abad ke-21 mengalami perubahan-perubahan yang fundamental yang berbeda
dengan tata kehidupan dalam abad sebelumnya. Abad 21 ditandai dengan berkembangannya
teknologi informasi yang sangat pesat serta perkembangan otomasi dimana banyak pekerjaan
yang sifatnya pekerjaan rutin dan berulang-ulang mulai digantikan dengan mesin, baik mesin
produksi maupun mesin komputer. Memasuki abad 21 kemajuan teknologi tersebut telah
memasuki berbagai sendi kehidupan, tidak terkecuali dibidang pendidikan.
Peserta didik di masa lalu dan masa kini memiliki banyak perbedaan penting dalam cara
mereka belajar, berinteraksi, dan tuntutan yang mereka hadapi. Dahulu siswa seringkali
terbatas pada sumber daya atau materi pembelajaran, seperti buku cetak dan akses terhadap
informasi yang terbatas. Siswa lebih cenderung belajar secara terpusat di dalam kelas, dengan
penekanan pada pendidikan tradisional yang berfokus pada papan tulis, buku teks dan
pembelajaran lisan dengan metode ceramah.
Di zaman sekarang, siswa memiliki akses yang lebih luas ke informasi melalui internet
dan teknologi digital. Mereka dapat belajar dari berbagai sumber online, berinteraksi dengan
siswa lain di seluruh dunia, dan mengakses sumber daya pendidikan secara daring tanpa
batas. Pembelajaran menjadi lebih interaktif dan personal dengan bantuan perangkat lunak
edukasi dan platform pembelajaran online. Namun, ditengah kemudahan ini siswa juga
diperhadapkan dengan tantangan baru, seperti gangguan digital dan tekanan untuk
beradaptasi dengan perkembangan teknologi yang pesat. Dalam era modern ini, pendidikan
lebih fokus pada pengembangan keterampilan abad ke-21 seperti pemecahan masalah,
berpikir kritis, dan kolaborasi untuk mempersiapkan siswa menghadapi tantangan masa
depan yang semakin kompleks. Karakteristik siswa abad ke-21 sesungguhnya mencerminkan
perubahan mendasar dalam pendidikan dan budaya di masyarakat, yang dapat dijabarkan
sebagai berikut :
1. Peserta didik abad ke-21 ditandai dengan literasi digital yang tinggi
Literasi digital adalah kemampuan menggunakan teknologi dan informasi dari piranti
digital secara efektif dan efisien dalam berbagai konteks seperti akademik, karir dan
kehidupan sehari-hari (Gilster dalam Umayah & Riwan, 2020). Pendapat Gilster tersebut
seolah-olah menyederhanakan media digital yang sebenarnya yang terdiri dari berbagai
bentuk informasi sekaligus seperti suara, tulisan dan gambar. Oleh sebab itu Eshet (dalam
Athena Barus dkk, 2023) menekankan bahwa literasi digital seharusnya lebih dari sekedar
kemampuan dalam menggunakan berbagai sumber digital secara efektif. Literasi digital
juga merupakan bentuk pola berpikir penggguna digital.
Keadaan siswa masa kini yang tumbuh di era di mana teknologi informasi
berkembang sangat pesat telah memungkinkan mereka memiliki akses yang luas ke
berbagai perangkat elektronik. Hal ini memungkinkan siswa untuk memanfaatkan
peluang belajar secara daring, berkomunikasi secara efektif melalui media sosial, dan
berkolaborasi secara online dengan teman sekelas atau bahkan individu di seluruh dunia
(Prensky dalam Athena Barus dkk, 2023). Peningkatan kemampuan mengakses dan
memanfaatkan teknologi digital telah menjadi bagian penting dalam pendidikan siswa
abad ke-21 dan membuka jendela luas menuju pembelajaran yang berorientasi pada
teknologi dan terkoneksi secara global.
Siswa didorong untuk berpikir "out of the box," yang berarti mereka diajarkan untuk
berpikir di luar batasan dan menggali cara-cara baru dalam menyelesaikan suatu masalah.
Siswa-siswa ini didorong untuk menciptakan solusi yang kreatif, menggabungkan
berbagai pengetahuan dari berbagai disiplin ilmu, dan mendorong perubahan di berbagai
aspek kehidupan (Robinson dalam Athena Barus dkk, 2023). Kemampuan untuk
berinovasi dan menghadirkan ide-ide baru menjadi kunci dalam mengatasi tantangan
yang kompleks dan berperan dalam membangun masyarakat yang lebih maju secara
intelektual dan sosial dalam era abad ke-21.
4. Kemampuan kolaborasi
Siswa tidak hanya belajar secara individu tetapi juga didorong untuk bekerja sama
dalam tim. Kolaborasi menjadi suatu kebutuhan esensial dalam berbagai aspek
kehidupan, terutama dalam lingkungan kerja modern yang seringkali mengharuskan
individu untuk bekerja bersama dengan orang lain dalam tim multidisiplin (Johnson
dalam Athena Barus dkk, 2023). Siswa abad ke-21 dilatih untuk menghargai peran
individu dalam tim, mendengarkan pandangan orang lain, dan belajar dari pengalaman
bersama. Hal ini membantu siswa untuk mengembangkan keterampilan interpersonal
yang kuat dan kemampuan berkomunikasi yang efektif. Siswa diajarkan untuk memahami
bahwa kerja sama bukan hanya tentang menyelesaikan tugas bersama, tetapi juga tentang
membangun kerjasama yang harmonis dan menghormati keragaman pendapat dan latar
belakang individu (Dillenbourg dalam Athena Barus dkk, 2023). Pemahaman ini
membentuk dasar bagi siswa untuk menjadi anggota masyarakat yang terlibat dan
berkontribusi secara positif dalam berbagai tingkatan, baik di dalam maupun di luar ruang
kelas. Dengan demikian, kemampuan berkolaborasi tidak hanya menjadi ciri pribadi,
tetapi juga menjadi landasan penting dalam membentuk warga negara yang efektif dan
berempati di abad ke-21.
5. Literasi informasi
Dalam era di mana akses terhadap informasi sangat melimpah, siswa harus dilengkapi
dengan kemampuan untuk mengidentifikasi, mengevaluasi, dan menggunakan informasi
yang mereka peroleh dari berbagai sumber. Ini mencakup kemampuan kritis untuk
membedakan sumber informasi yang dapat dipercaya dan tidak dapat dipercaya, serta
kemampuan untuk menghindari penyebaran berita palsu atau hoaks yang dapat merugikan
masyarakat secara luas. Literasi informasi juga mencakup pemahaman etika informasi,
yang melibatkan tanggung jawab dalam mengutip sumber, menghormati hak cipta, dan
menghormati privasi individu dalam lingkungan digital yang cukup kompleks.
Literasi informasi menjadi hal yang sangat penting untuk dicapai karena informasi
adalah kekuatan dalam masyarakat modern. Siswa yang mampu mengelola informasi
dengan bijaksana dapat membuat keputusan yang lebih baik, berkontribusi dalam
komunikasi publik, dan berpartisipasi dalam dunia yang semakin terkoneksi dengan lebih
baik. Oleh karena itu, literasi informasi adalah satu karakteristik kunci yang harus
ditanamkan dalam pendidikan siswa abad ke-21 untuk memastikan bahwa siswa menjadi
konsumen dan produsen informasi yang bertanggung jawab.
6. Generasi z menyukai kebebasan dalam belajar (self directed learning) mulai dari
mendiagnosa kebutuhan belajar, menentukan tujuan belajar, mengidentifikasi sumber
belajar, memilih strategi belajar, dan mengevaluasi hasil belajarnya sendiri.
7. Generasi z suka mempelajari hal-hal baru yang praktis sehingga mudah beralih fokus
belajarnya meskipun memiliki kecukupan waktu untuk mempelajarinya.
8. Merasa nyaman dengan lingkungan yang terhubung dengan jaringan internet karena
memenuhi hasrat berselancar, berkreasi, berkolaborasi, dan membantu berbagi
informasi sebagai bentuk partisipasi.
9. Generasi z lebih suka berkomunikasi dengan gambar images, ikon, dan simbol-simbol
daripada teks. Generasi z tidak betah berlama-lama untuk mendengarkan ceramah
guru, sehingga lebih tertarik bereksplorasi daripada mendengarkan penjelasan guru.
10. Generasi z lebih suka membangun eksistensi di media sosial daripada di lingkungan
nyata dan cenderung memilih menggunakan aplikasi seperti Snapchat, Secret dan
Whisper daripada whatsapp
DAFTAR PUSTAKA
Athena Barus, C.S. dkk. (2023). Karakteristik Peserta Didik Abad 21. Padang: Get Pres
Indonesia
Umayah, U., & Riwanto, M. A. (2020). Transformasi sekolah dasar abad 21 new digital
literacy untuk membangun karakter siswa di era global. JURNAL PANCAR (Pendidik Anak
Cerdas dan Pintar), 4(1).