Berdasarkan rasio secara umum pada Bank tersebut terlihat bahwa tingkat kesehatan bank dalam kategori kurang sehat, walaupun terdapat beberapa rasio yang terlihat baik.
a. Rasio Kecukupan Modal (Capital Adequacy Ratio - CAR)
Rasio kecukupan modal bank tersebut sepanjang tahun 2020-2022 mengalami penurunan namun masih berada di atas rasio minimum berdasarkan standar BIS (Bank for International Settlements) yaitu sebesar 8%. Hal ini artinya bank tersebut memiliki kemampuan dalam menghadapi resiko kerugian dengan kecukupan modal yang kuat dan Bank masuk dalam kategori sehat. b. Pembiayaan Bermasalah Kotor (Non Performing Financing Gross – NPF Gross) NPF Gross adalah perbandingan antara jumlah kredit yang diberikan dengan kolektibilitas 3 sampai dengan 5 (Kurang lancar, diragukan, Macet) dibandingkan dengan total kredit yang diberikan oleh Bank. Rasio Pembiayaan Bermasalah Kotor bank tersebut sepanjang tahun 2020-2022 mengalami fluktuasi namun masih masuk dalam kategori sehat, karena masih dibawah nilai maksimum sebesar 5% yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. Hal ini artinya bank tersebut memiliki pembiayaan masih dalam batas wajar. c. Pembiayaan Bermasalah Bersih (Non Performing Financing - NPF Net) NPF Net adalah perbandingan antara jumlah kredit yang diberikan dengan kolektibilitas 3 sampai dengan 5 (Kurang lancar, diragukan, Macet) dikurangi Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif (PPAP) kolektibilitas 3 sampai dengan 5 (Kurang lancar, diragukan, Macet) dibandingkan dengan total kredit yang diberikan oleh Bank. Rasio Pembiayaan Bermasalah bersih bank tersebut sepanjang tahun 2020- 2022 mengalami fluktuasi namun masih masuk dalam kategori sehat, karena masih dibawah nilai maksimum sebesar 5% yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. Hal ini artinya bank tersebut memiliki pembiayaan masih dalam batas wajar. d. Tingkat Pengembalian Aset (Return on Assets-ROA) Tingkat pengembalian aset bank tersebut sepanjang tahun 2020-2022 memperoleh nilai yang relatif kecil dan berfluktuasi. Pada tahun 2020 bank tersebut mendapatkan ROA sebesar 0,06% karena masih mendapatkan laba namun pada tahun 2021 mengalami penurunan menjadi -6,72% akibat terjadinya kerugian. Akan tetapi pada tahun 2022, Bank tersebut mampu kembali menciptakan laba dan memperoleh ROA sebesar 1,79% yang berarti bahwa terjadi perbaikan kinerja keuangan dengan memperoleh ROA di atas batas minimum ROA sebesar 1,5% yang telah ditetapkan oleh Bank Indonesia dan bank tersebut sudah dalam kondisi sehat karena mampu memanfaatkan aset untuk menciptakan laba. e. Tingkat Pengembalian Ekuitas (Return on Equity-ROE) Tingkat pengembalian ekuitas bank tersebut sepanjang tahun 2020-2022 memperoleh nilai yang relatif kecil dan berfluktuasi. Pada tahun 2020 bank tersebut mendapatkan ROE sebesar 0,01% karena masih mendapatkan laba namun pada tahun 2021 mengalami penurunan menjadi -31,76% akibat terjadinya kerugian. Akan tetapi pada tahun 2022, Bank tersebut mampu kembali menciptakan laba dan memperoleh ROE sebesar 11,51% yang berarti bahwa terjadi perbaikan kinerja keuangan. Namun nilai ini masih dibawah batas minimum yang ditetapkan Peraturan Bank Indonesia No 13/24/DPNP/2011 standar industri yang baik untuk ROE adalah sebesar 15%, hal ini berarti kinerja perusahaan diukur melalui ROE kurang sehat, kondisi ini menjelaskan bahwa perusahaan pada tahun tersebut tidak mampu memanfaatkan ekuitas dalam menghasilkan laba. f. Beban Operasional terhadap Pendapatan Operasional (BOPO) Dalam hal efisiensi, Bank ini juga terlihat tidak sehat karena rasio BOPO sepanjang tahun 2020-2021 masih berada di atas nilai BOPO Ideal menurut Bank Indonesia yang maksimal sebesar 85% Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia Nomor 15/12 /PBI/2013. Pada Tahun 2022 telah dilakukan perbaikan kinerja keuangan dimana terjadi penurunan BOPO menjadi 76,99%, berada dibawah nilai maksimum yang telah ditetapkan sehingga bank sudah mulai masuk dalam kategori sehat namun perlu terus diawasi dan dikendalikan. g. Pembiayaan terhadap Dana Pihak Ketiga (LDR) Disisi lain, dalam hal rasio LDR yaitu kinerja penyaluran kredit dibandingkan dengan simpanan dana di Bank ini tercatat cukup fluktuatif dimana Nilai LDR Bank pada tahun 2020-2021 sebesar 111,71% dan 107,56% diatas rata-rata minimal LDR yang sehat yaitu minimal 80% dan pada tahun 2022 cukup terkendali dilihat dari menurunnya nilai LDR menjadi 87,32%. Referensi LDR yang sehat menurut BI adalah 80% -100% namun kondisi LDR 100% pun perlu dihindari karena Bank terlalu berisiko (tidak memiliki cadangan dana). Secara praktek LDR ideal ada 80% s.d 95%. h. Giro Wajib Minimum (GWM) Pada tahun 2022, GWM bank ini telah mengalami peningkatan dibandingkan tahun 2020-2021. Nilai GWM sebesar 6,91% pada tahun 2022 menunjukan bahwa bank telah memenuhi kewajiban minimum GWM sesuai yang ditetapkan oleh Bank Indonesia minimal 6%. GWM merupakan ketentuan yang mewajibkan bank menyisihkan sebagian dananya untuk dipergunakan sebagai simpanan alat likuid dengan presentase tertentu. GWM difungsikan sebagai cadangan apabila bank mengalami kesulitan dalam hal likuiditas. GWM dimaksudkan agar semua kewajiban likuiditas bank dapat segera terpenuhi, kewajiban tersebut antara lain penarikan dana melalui kliring, penarikan dana pemerintah, penarikan dana kredit likuiditas Bank Indonesia (KLBI) dan kewajiban-kewajiban lainnya (Kuncoro, 2012:198). Dalam hal ini, Bank memiliki kategori sehat dan mampu memenuhi likuiditasnya. i. Persentase Pelanggaran Batas Maksimum Penyediaan Dana (BMPD) Bank tersebut tidak memiliki pelanggaran batas maksimum penyediaan dana karena rasio BMPD dari tahun 2020-2022 sebesar 0,00% berada di bawah batas maksimum pemberian kredit sebesar 10% menurut peraturan OJK. Hal ini artinya bank dalam kategori sehat.
2. Permasalahan Utama yang dihadapi Perusahaan
Permasalahan utama yang dihadapi perusahaan adalah beban operasional yang kurang efisien dibandingkan perolehan pendapatan operasional sehingga menyebabkan laba yang dihasilkan oleh perusahaan menjadi kecil pada tahun 2020 dan 2022, bahkan sempat mengalami kerugian pada tahun 2021. Hal ini tentu akan berdampak pada kinerja keuangan perusahaan dari sisi rasio Beban Operasional terhadap Pendapatan Operasional (BOPO), tingkat pengembalian aset (ROA) dan tingkat pengembalian ekuitas (ROE) sebagai pertimbangan para pihak berkepentingan dalam menilai kemampuan perusahaan dalam menciptakan keuntungan (profitabilitas). 3. Rekomendasi Finance Manager
Finance manager dapat memberi rekomendasi kepada manajemen untuk meningkatkan
kinerja keuangan bank dengan melakukan efisiensi terhadap beban operasional dan memaksimalkan pendapatan operasionalnya agar mampu memperoleh laba maksimal yang dapat meningkatkan rasio profitabilitas dari tingkat pengembalian aset (ROA) dan tingkat pengembalian ekuitas (ROE) agar mampu melampaui batas minimal yang telah ditentukan oleh Bank Indonesia, yaitu ROA dengan nilai minimal 1,5% dan ROE dengan nilai minimal 15%. Selanjutnya, perusahaan dapat meminimalisir rasio Beban Operasional terhadap Pendapatan Operasional (BOPO) agar dibawah dari batas maksimal yang telah ditentukan menurut Bank Indonesia yang maksimal sebesar 85% Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia Nomor 15/12 /PBI/2013.