Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM

APLIKASI INDERAJA

Oleh:
Kelompok 1

Enriqe Ferugas S. 26030120120015


Ahmad Luthfi Rizkyawan 26030120130032
Anisa Verlin A. 26030120130048
Evi Sis Maya 26030120140077
Seviyatrisari Jumahtika S. 26030120140092

PROGRAM STUDI PERIKANAN TANGKAP


FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2023
HALAMAN PENGESAHAN

Judul : Laporan Resmi Praktikum Aplikasi Inderaja


Kelompok : 1
Departemen : Perikanan Tangkap

Laporan Resmi Praktikum Aplikasi Inderaja ini telah disetujui dan


disahkan pada:

Hari :
Tanggal :
Tempat :

Mengesahkan

Asisten Pendamping Koordinator Asisten

Dita Juni Kurnia (Nama Koas)


NIM. NIM.
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Penginderaan jauh adalah ilmu dan seni untuk mendapatkan informasi
tentang objek tanpa melakukan kontak langsung dengan objek tersebut (Paul et
al., 2016; Belkin, 2021). Banyak negara, terutama yang bergerak dalam industri
perikanan tuna seperti USA, Jepang, Taiwan, China, dan Perancis, telah
memanfaatkan teknologi ini. Penginderaan jauh digunakan untuk meramalkan
daerah penangkapan ikan berdasarkan hubungan antara faktor lingkungan dan
ikan (Kawamoto dan Baba, 2020). Parameter lingkungan yang paling
berhubungan dengan keberadaan ikan meliputi suhu perairan, klorofil-a, dan arus
laut. Fitur-fitur spesifik di perairan yang diyakini berhubungan dengan
peningkatan kesuburan perairan dan kehadiran ikan termasuk area umbalan,
konvergen dan divergen arus, thermal front, eddies, filament, dan river plume
(Chassot et al., 2011; Klemas, 2012). Keuntungan menggunakan teknologi ini
adalah penghematan biaya operasional, bahan bakar, dan waktu penangkapan
ikan. Selain itu, teknologi tinggi ini telah dimanfaatkan oleh pemerintah
Indonesia, terutama untuk menyediakan informasi tentang Daerah Potensial
Penangkapan Ikan (DPPI) kepada nelayan Indonesia (Pattinaja dan Waas, 2023).
Data mengenai kondisi perairan digunakan sebagai dasar untuk
memperkirakan daerah potensial penangkapan ikan. Hubungan antara parameter
oseanografi dengan keberadaan ikan menjadi kriteria untuk memodelkan peta
spasial daerah penangkapan ikan. Salah satu metode pemodelan spasial yang
digunakan untuk memprediksi daerah penangkapan ikan adalah model Maximum
Entropy (MaxEnt) (Akita dan Amri, 2022). Model ini memperkirakan distribusi
probabilitas entropi secara maksimum dengan memanfaatkan data yang tersebar,
seragam, dan terdekat (Pratama et al., 2023)
Model MaxEnt telah banyak digunakan oleh peneliti dalam bidang
perikanan. Misalnya, Mugo et al. (2014) melakukan penelitian tentang hubungan
antara parameter oseanografi seperti suhu permukaan laut (SPL) dan klorofil-a
dengan habitat ikan cakalang di Perairan Barat Utara Samudra Pasifik, Syah et al.
(2016) mempelajari hubungan antara SPL dan klorofil-a dengan habitat ikan sauri
Pasifik di bagian utara Samudra Pasifik, dan Siregar et al. (2019) melakukan
penelitian tentang prediksi daerah penangkapan ikan tuna sirip kuning (Tunnus
albacares) menggunakan model MaxEnt di perairan Provinsi Aceh. Hasil-hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa pemodelan MaxEnt dapat memberikan prediksi
yang cukup akurat mengenai daerah penangkapan ikan.
Model Maximum Entropy (MaxEnt) digunakan untuk memprediksi
distribusi dan habitat spesies ikan berdasarkan hubungan antara parameter
lingkungan dan keberadaan spesies ikan tersebut (Mubarok et al., 2022). Model
ini didasarkan pada prinsip bahwa distribusi spesies ikan akan cenderung
mencapai tingkat entropi maksimum dalam lingkungan yang memungkinkan.
Pemodelan habitat ikan, MaxEnt menggabungkan data lingkungan seperti suhu
perairan, klorofil-a, arus laut, dan faktor-faktor lain yang relevan (Ariawan et al.,
2022). Model ini kemudian menghasilkan peta prediksi yang menunjukkan
probabilitas keberadaan spesies ikan di berbagai lokasi. Penggunaan data
observasi tentang kehadiran spesies ikan di sejumlah lokasi yang diketahui,
MaxEnt mempelajari pola dan hubungan antara parameter lingkungan dan
keberadaan spesies ikan. Model ini kemudian digunakan untuk memprediksi
distribusi spesies ikan di area yang belum diamati. Melalui analisis korelasi antara
parameter lingkungan dan kehadiran spesies ikan dalam data pelatihan, MaxEnt
dapat mengidentifikasi variabel lingkungan yang paling berpengaruh terhadap
habitat spesies ikan tersebut. Model ini memperkirakan distribusi probabilitas
entropi maksimum yang sesuai dengan data observasi yang ada.

1.2. Tujuan
Tujuan Praktikum Aplikasi Inderaja 2023 adalah sebagai berikut:
1. Mahasiswa dapat memahami mengenai penggunaan aplikasi pemodelan spasial
dan temporal berbasis cloud computing; dan
2. Mahasiswa dapat memahami mengenai pemodelan Maximum Entropy dengan
menggunakan metode Species Distribution Modeling.
2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Daerah Penangkapan Ikan


Daerah penangkapan ikan merupakan area perairan yang memiliki potensi
perikanan dan terbagi menjadi WPPNRI dan Laut Lepas. DPI merupakan faktor
penting dalam kegiatan perikanan karena tidak semua perairan memiliki potensi
perikanan. Daerah penangkapan ikan yang potensial adalah suatu area perairan
yang memiliki potensi sumberdaya ikan melimpah secara kuantitas dan kualitas
biologis. Nelayan tradisional umumnya menentukan daerah penangkapan ikan
berdasarkan pengalaman melaut tanpa menggunakan alat bantu. Penentuan daerah
penangkapan ikan yang akurat membantu nelayan dalam menangkap ikan dan
menimalisir biaya operasional (Wulandari et al.,2018).
Daerah penangkapan ikan (fishing ground) memiliki beberapa parameter
oseanografi seperti suhu, klorofil-a, arus, dan gelombang. Parameter oseanografi
tersebut mempengaruhi berbagai aktivitas ikan dan keberadaan ikan. Salah satu
aktivitas ikan adalah mencari makan sehingga kesuburan perairan menjadi salah
satu tanda keberadaan ikan. Tingkat kesuburan perairan ditunjukkan dengan
konsentrasi klorofil-a yang terdapat di suatu perairan sehingga menjadi daya tarik
bagi ikan-ikan pelagis yang bersifat plankton feeder. Ketersediaan makanan
berhubungan dengan rantai makanan (food chains) dimulai dari plankton
tumbuhan (phytoplankton) melalui proses fotosintesis dapat memproduksi bahan
organik (produsen primer) sehingga dapat dilakukan persiapan yang lebih baik
dan penangkapan yang terarah (Jufri et al.,2014).

2.2. Kesesuaian Habitat


Pengetahuan mengenai penyebaran sangat penting untuk mengetahui
tingkat pengelompokan dari individu yang memberikan pengaruh terhadap
populasi dari rata-rata per unit area dan menjelaskan faktor-faktor yang
bertanggung jawab dalam suatu kasus. Beberapa alasan lain untuk mengetahui
pola-pola tersebut adalah membantu dalam mengambil keputusan tentang metode
yang digunakan untuk mengestimasi kepadatan atau kelimpahan suatu populasi.
Studi empiris sebaran spasial sangat menunjang penelitian untuk keperluan
konservasi sebagai mekanisme praktis untuk desain rencana pengelolaan dan
konservasi hidupan liar. Berdasarkan data yang diperoleh perlu dilakukan analisis
yang berkaitan dengan faktor-faktor yang mempengaruhi sebaran spasial.
Informasi mengenai kepadatan populasi dirasakan belum cukup untuk memberi
gambaran yang lengkap mengenai keadaan suatu populasi yang terdapat dalam
suatu habitat. (Suwarto dan Kartono, 2016)
Model kesesuaian habitat bertujuan untuk menilai kualitas habitat suatu
spesies dengan menggunakan parameter lingkungan yang berhubungan dengan
tingkah laku spesies tersebut. Kesesuaian habitat dapat diterapkan pada spesies
liar dan habitat yang luas sehingga memudahkan proses identifikasi. Variasi
parameter oseanografi yang sesuai dengan karakteristik ikan mampu membentuk
habitat yang optimal bagi kehidupan ikan. Semakin tinggi kesesuaian habitat ikan
terhadap karakteristik ikan maka tingkat persebaran dan keberadaan ikan di dalam
habitat tersebut juga akan semakin tinggi. Beberapa data yang diambil adalah data
kehadiran ikan dan data parameter oseanografi seperti suhu permukaan laut,
salinitas, arus, dan batimetri. (Pratama et al.,2023)

2.3. Hubungan Remote Sensing dengan Sistem Informasi Geografis


Remote sensing memiliki hubungan yang erat dalam Sistem Informasi
Geografis (SIG) saling berkaitan erat dan sering digunakan dalam anaisis
pemetaan data geospasial. Remote sensing merupakan sebuah teknologi untuk
menggumpulkan data tentang bumi jarak jauh dengan menggunakan sensor pada
satelit, pesawat, udara atau peralatan lainnya. Data yang dihasilkan merupakan
data yang berbentuk gambar dan foto. Teknologi SIG (Sistem Informasi
Geografis) atau disebut pula Georaphic Information System (GIS) yaitu suatu
teknologi yang mampu menangani masalah di bidang geografis dengan
menggunakan teknologi sistem informasi. Teknologi tersebut memiliki
kemampuan dalam memvisualisasikan suatu data spasial. Atribut-atribut teknologi
tersebut diantaranya seperti memodifikasi bentuk, warna, ukuran serta symbol.
SIG memiliki manfaat memberikan informasi yang mendekati kondisi dunia
nyata, memprediksi suatu hasil dan perencanaan strategis (Donya et al., 2020).
Hubungan kedua teknologi ini memiliki ketrkaitan dalam melengkapi dan
memperkaya satu sama lain. Data yang diperoleh pada Remoting sensing
selanjutnya dimasukan kedalam Sistem Informasi Geografis untuk membuat peta
atau analisis spasial yang lebih terinci dan akurat. Selanjutnya Sistem Informasi
Geografis membantu menginterpretasi data yang diperoleh dari remote sensing
dengan cara memvisualisasikan data tersebut dalam konteks geografis yang lebih
luas. Informasi dalam mengenai kondisi permukataan sangat dibutuhkan dalam
bentuk data numerik maupun data spasial. Informasi spasial fisiografis wilayah
dapat digunakan dalam mendeskripsikan kondisi permukaan sebagai langkah
dalam merencanakan serta merekomendasikan pembangunan daerah dalam bidang
sumberdaya air. Kondisi karakteristik fisik lahan suatu daerah sangat menentukan
kemampuan aliran permukaan sehingga sangat berpengaruh pada jaringan-
jaringan sungai yang terbentuk. Kemampuan fisik lahan dalam merespon air hujan
sebagai masukan menjadikan bentukan riil-riil aliran sungai yang merupakan
tempat pengaliran air hujan yang berlebih (Raharjo, 2015).

2.4. Aplikasi QGIS


Quantum Geographic Infromation System (QGIS) merupakan sebuah
platform perangkat lunak bebas (open source) desktop pada sistem informasi
geografis. Aplikasi ini dapat menyediakan data, melihat, mengedit, dan
menganalisis data yang bersifat geospasial. QGIS merupakan perangkat lunak
yang dapat diakses bebas oleh semua kalangan pengguna, dalam QGIS data
spasial dapat direpresentasikan dalam bentuk peta, gambar satelit, atau informasi
lain mengenai titik koordinat geografis dalam pembuatan peta menggunkaan
aplikasi QGIS baik menggunakan data spasial maupun data vektor atau raster
dapat secara akurat. QGIS sangat fleksibel dan dapat digunakan untuk berbagai
keperluan dalam bidang geografi, termasuk pemetaan, pengambilan keputusan,
perencanaan tata ruang, pemantauan lingkungan, analisis risiko bencana, dan
banyak lagi. QGIS juga mendukung banyak format data spasial, seperti shapefile,
GeoTIFF, PostGIS, dan banyak lagi (Kurniati et al., 2022).
Perkembangan teknologi pada masa kini berkaitan tentang sistem
informasi geografis banyak membantu dalam melakukan penyimpanan data
artibut spasial serta dapat memanipulasi data adala sistem informasi geografis.
Fungsi dan fitur yang terdapat pada QGIS sistem informasi geografis yaitu
pembuatan peta. Pengeditan data spasial seperti menambahkan, mengurangi,
menghapus, memodifikasi entitas spasial. Anaisis spasial menyediakan banyak
alat spasial seperti analisis jarak, analisis overlay, analisis stastik. Integrasi data
dapat mengintergrasikam data dari berbagai sumber termasuk data dari database
spasial, google maps atau OpenStreetMap. Visualisasi data memungkinkan
pengguna untuk membuat model spasial dalam berbagai bentuk, seperti peta,
grafik atau diagram (Thamsil et al., 2021).

2.5. Parameter Oseanografi


Parameter oseanografi mempunyai peran sangat penting dalam
mempelajari distribusi dan kelimpahan sumberdaya ikan. Naik turunnya nilai dari
parameter ini sangat mempengaruhi kehadiran ikan di dalam suatu perairan.
Parameter oseanografi yang berkaitan erat dengan distribusi ikan antara lain
kelimpahan plankton, suhu, kecepatan arus, salinitas, dan lainnya. Faktor ini
sangat bermanfaat untuk pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya ikan, terutama
dalam usaha penangkapan. Dinamika faktor oseanografi yang cenderung berubah
mengikuti ruang dan waktu dapat menyebabkan perubahan adaptasi dan tingkah
laku ikan target, dimana setiap jenis ikan memiliki kemampuan adaptasi yang
berbeda terhadap kondisi oseanografi untuk kelangsungan hidupnya. Adanya
sebaran klorofil-a, suhu dan perubahannya serta pola arus yang terjadi akan
mempengaruhi ikan dalam beraktivitas terutama dalam mencari makan, bertelur,
melakukan ruaya dan migrasi. Daerah penangkapan ikan dapat diketahui dengan
memperhatikan parameter-parameter oseanografi, seperti suhu, kecepatan arus,
dan salinitas. Hal ini disebabkan karena setiap spesies ikan memiliki kisaran suhu
tertentu sesuai kebiasaan hidupnya yang ditoleransi oleh tubuhnya sehingga dapat
mempengaruhi penyebaran ikan disuatu perairan (Karuwal, 2019).
Faktor penentu keberhasilan dalam usaha penangkapan ikan adalah
ketepatan dalam menentukan daerah penangkapan ikan (DPI). Usaha untuk
memprediksi daerah penangkapan ikan dapat dilakukan melalui pendekatan
kondisi fisika dan biologi perairan dengan mengetahui parameter oseanografi
terutama SPL dan klorofil-a. Parameter oseanografi tersebut diduga berhubungan
dengan keberadaan ikan. Berdasarkan hubungan parameter oseanografi terhadap
keberadaan ikan, maka dapat diperkirakan zona potensial penangkapan ikan yang
dibuat dalam bentuk peta daerah penangkapan ikan. SPL merupakan salah satu
faktor oseanografi yang mempengaruhi kehidupan organisme air dan hewan
lainnya diperairan. Klorofil-a merupakan parameter yang sangat menentukan
produktifitas primer lautan. Sebaran dan tinggi rendahnya konsentrasi klorofil-a
berkaitan dengan kondisi oseanografi perairan. Penentuan daerah penangkapan
ikan lebih efektif, yaitu memanfaatkan sistem informasi penginderaan jauh yang
merupakan alternatif yang bagus untuk menentukan suatu lokasi diperairan
(Harahap et al., 2019).

2.6. Species Distribution Modeling


Model distribusi spesies (SDM) adalah alat yang umum digunakan untuk
mengidentifikasi habitat yang cocok untuk wilayah potensial. Species distribution
modeling (SDM) banyak digunakan sebagai alat untuk mengukur kesesuaian
habitat di lokasi baru untuk spesies. SDM menyesuaikan model korelatif dengan
distribusi spesies dan lingkungan dari wilayah asli dan kemudian mengidentifikasi
habitat yang paling cocok untuk wilayah tersebut. Analisis species distribution
modelling berdasarkan variabel iklim dan variabel habitat, termasuk vegetasi dan
sumber daya air, sebagai kebutuhan spesies untuk makanan, reproduksi, dan
interaksi biotik. Distribusi geografis spesies asli dengan nilai kesesuaian habitat
yang lebih tinggi menunjukkan probabilitas relatif yang lebih tinggi dari
keberadaan spesies. Ketika SDM diproyeksikan ke wilayah geografis baru,
biasanya ada iklim non analog, wilayah dimana setidaknya satu variabel iklim
memiliki nilai di luar jangkauan wilayahnya yang dapat menyebabkan
ketidakpastian prediksi model. Pembuatan prediksi konservatif dan
meminimalkan ketidakpastian seperti itu dapat dilakukan dengan pembatasan
proyeksi model ke iklim analog (Liu et al., 2019).
Penyebaran habitat ikan dapat didekati dengan metode keragaman, seperti
habitat suitability models atau species distribution modeling. Analisis
penginderaan jauh merupakan metode yang efektif dalam menyediakan informasi
oseanografi harian. IDRISI adalah salah satu perangkat lunak GIS yang
mengembangkan habitat suitability models dan species distribution modelling
(SDM). Pemetaan habitat suitability, variabel yang digunakan berkaitan dengan
parameter oseanografi tipe habitat, secara time series. Semua jenis variabel harus
merupakan variabel kontinyu, karena pemetaan habitat bersifat dinamis dan selalu
berubah. Habitat suitability models tidak hanya membutuhkan parameter
oseanografi, tetapi juga membutuhkan sampel lokasi penangkapan ikan. Data
lokasi penangkapan ikan diperoleh melalui logbook nelayan yang dikumpulkan
dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Distribusi spasial kesesuaian
habitat dapat dimodelkan jika kita memiliki data lokasi tangkapan ikan dan
beberapa parameter oseanografi seperti SST, konsentrasi klorofil-a, dan SSS
(Aryaguna, 2019).

2.7. Model Maximum Entropy


Model Maximum Entropy merupakan salah satu pemodelan spasial untuk
memprediksi daerah penangkapan ikan. Model ini memperkirakan distribusi
probabilitas entropi secara maksimum, dengan memperkirakan data (paling
menyebar, seragam, dan paling dekat). Maximum Entropy didefinisikan sebagai
rata-rata nilai informasi yang meaksimum untuk suatu himpunan kejadian X
dengan distribusi nilai probabilitas yang seragam. Pencarian distribusi yang
menghasilkan nilai entropy yang maksimum bertujuan untuk mendapatkan
distribusi probabilitas terbaik yang paling mendekati kenyataan. Model Maximum
Entropy adalah metode klasifikasi yang mampu mencari distribusi p(a|b) yang
akan memberikan nilai entropy tertinggi dengan tujuan mendapatkan distribusi
probabilitas terbaik yang paling mendekati kenyataan (Pratiwi, 2018).
Maximum Entropy adalah teknik umum yang digunakan untuk
mengestimasi probabilitas distribusi data. Teknik Maximum Entropy menyatakan
bahwa ketika pada data yang diketahui tidak terdapat informasi, maka data
tersebut diusahakan berdistribusi seragam/uniform, yaitu memiliki Maximum
Entropy. Model MaxEnt menjelaskan tentang estimasi kepekatan diwakili oleh
sebaran probability of presence di atas variabel data lingkungan. P (x | y =1)
memberikan nilai non-negative untuk setiap nilai parameter lingkungan (x) dan
jumlah nilai P (x|y =1) adalah 1. Jika diasumsikan target kelas sebagai y, maka
P(y=1|x) adalah probability of presence dengan rumus berikut:
P ( x|y=1 ) P(y=1)
P(y = 1|x) = π(x)P(y-1)|x|
P(x)

Keterangan: P(x|y=1) adalah peluang menculnya suatu kejadian, P(y=1|x)


adalah probability of presence (peluang estimasi), P(x) adalah peluang
pembanding, dan P(y=1) adalah peluang kejadian sebelumnya. Kuantitas P(y=1|
x) merupakan probabilitas spesies hadir di titik x dengan kemungkinan 0 sampai 1
untuk organisme yang terbesar. Selanjutnya menggunakan teorema Gibbs
Distribution yang ditentukan oleh vektor bobot fitur:

n
exp Σ 1 =1λj f j ( x ) ❑
q(x) =

Keterangan: λj adalah bobot x pada variabel ke-j, ƒj adalah nilai x pada
variabel ke-j, zλ adalah jumlah eksponensial vektor bobot fitur himpunan x, dan
q(x) adalah estimasi P(x|y =1). Setelah didapatkan estimasi dari P(x|y=1),
selanjutnya menghitung entropi dari q(x) dengan rumus sebagai berikut:
Π
H ( x ) = Σx=1 q ( x ) In q(x )
Cara memperoleh distribusi probability of presence (peluang estimasi)
sebagai berikut:
H [ x]
ⅇ q
P(y = 1|x) = H ( x)
1+ ⅇ q
Hasil pembangunan model MaxEnt berupa kurva respons kesesuaian,
pendugaan, kontribusi parameter, evaluasi model, dan peta habitat yang sesuai
dinyatakan dengan nilai Habitat Suitability Index(HIS), Nilai HIS mendekati 1,
menunjukkan kesesuaian yang tinggi dan mendekati 0 menunjukan
ketidaksesuaian estimasi (Akita et al., 2022).
3. MATERI DAN METODE
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
5. PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA

Akita, E. A. R., Gaol, J. L., dan Amri, K. 2022. Model Maximum Entropy untuk
Prediksi Daerah Penangkapan Ikan Pelagis Kecil di Laut Jawa. Jurnal
Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, 14(3): 449-461.

Akita, E. A., J. L. Gaol., dan K. Amri. 2022. Model Maximum Entropy untuk
Prediksi Daerah Penangkapan Ikan Pelagis Kecil di Laut Jawa. Jurnal
Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, 14(3): 449 – 461.

Ariawan, I., Arifin, W. A., Rosalia, A. A., dan Tufailah, N. 2022. Klasifikasi Tiga
Genus Ikan Karang Menggunakan Convolution Neural Network. Jurnal
Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, 14(2): 205-216.

Aryaguna, P. A. 2019. Habitat Suitability Mapping of Rastrelliger Brachysoma


Using MODIS Image in WPP 711. Indonesian Journal of Geography.,
51(2): 147 - 154.

Belkin, I. M. 2021. Review Remote Sensing of Ocean Fronts in Marine


Ecology aAnd Fisheries. Remote Sensing, 13(5): 1–22.

Chassot,E., Bonhommeau, S., Reygondeau, G., Nieto, K., Polovina, J. J., Huret,
M., Dulvy, N. K., dan Demarcq, H. 2011. Satellite Remote Sensing for
An Ecosystem Approach to Fisheries Management. ICES Journal of
Marine Science, 68(4): 651–666.

Donya, M., A., C., Sasmito, B dan Nugraha, A. L. 2020. Visualisasi Peta Fasilitas
Umum Kelurahan Sumurboto Dengan Arcgis Online. Jurnal Geodesi
Undip, 9(4) : 52-58.

Harahap, M. A., V. P. Siregar, dan S. B. Agus. 2019. Pola Spasial dan Temporal
Daerah Penangkapan Ikan Pelagis Menggunakan Data Oseanografi di
Perairan Sumatera Barat. Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis.,
11(2): 297-310.

Jufri, A., M. A. Amran, dan M. Zainuddin. 2014. Karakteristik Daerah


Penangkapan Ikan Cakalang pada Musim Barat di Perairan Teluk
Bone. Jurnal IPTEKS Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, 1(1); 1-10.

Karuwal, J. 2019. Dinamika Parameter Oseanografi Terhadap Hasil Tangkapan


Ikan Teri (Stolephorus spp) Pada Bagan Perahu di Teluk Dodinga,
Kabupaten Halmahera Barat. Jurnal Sumberdaya Akuatik Indopasifik.,
3(2): 123-140.
Kawamoto, T., dan Baba, O. 2020. Comparison of financial performance
of Japanese and Australian small scale tuna longline fisheries.
Marine Policy, 115(4): 1–13.

Kurniati, N. Tampubolon, L., M. dan Christanto. 2022. Pengaruh Penggunaan


Media SIG Dengan Aplikasi QGIS Pada Hasil Pembelajaran Geografi
Terhadap Hasil Belajar Siswa., Jurnal Pendidikan Geografi. 14(2): 1-9.

Lemas, V. 2012. Remote Sensing of Environmental Indicators of Potential


Fish Aggregation: An Overview. Baltica, 25(2): 99–112.

Liu, X., T. M. Blackburn, T. Song, X. Li, C. Huang, dan Y. Li. 2019. Risks of
Biological Invasion on the Belt and Road. Current Biology., 29: 499-505.

Mubarok, Z., Hidayat, R. A., Ahyuni, A., Prayogo, L. M., dan Saputra, H.
Pemodelan Sebaran Habitat Dugong Dugon Kawasan Pesisir Pulau
Bintan Kepulauan Riau, Indonesia. EL-JUGHRAFIYAH, 2(1): 39-49.

Mugo, R.M., S.I. Saitoh, F. Takahashi, A. Nihira, dan T. Kuroyama. 2014.


Evaluating The Role Of Fronts in Habitat Overlaps Between Cold and
Warm Water Species in The Western North Pacific: A Proof Of Concept.
Deep Sea Res Part II Top Stud Oceanograph, 107: 29–39.

Paul, T. T., Dennis, A., dan George, G. 2016. A review of Remote Sensing
Techniques for The Visualization of Mangroves, Reefs, Fishing
Grounds, and Molluscan Settling Areas in Tropical Waters.
Coastal Research Library, 13: 105–123.

Pratama, G. B., Nurani, T. W., Mustaruddin, M., dan Herdiyeni, Y. 2023.


Pemodelan Kesesuaian Habitat Ikan Pelagis Berbasis Kondisi
Oseanografi di Perairan Palabuhanratu. BAWAL Widya Riset Perikanan
Tangkap, 14(3): 161-171.

Pratama, G. B., T. W. Nurani, M. Mustaruddin, dan Y. Herdiyeni. 2023.


Pemodelan Kesesuaian Habitat Ikan Pelagis Berbasis Kondisi
Oseanografi di Perairan Palabuhanratu. BAWAL Widya Riset Perikanan
Tangkap, 14(3);161-171.

Pratiwi, Ditta. Y. 2018. Analisis Sentimen Online Review Pengguna E-commerce


Menggunakan Metode Support Vector Machine dan Machine Learning.
Tugas Akhir: Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta.

Raharjo, P., D. 2015. Teknik Penginderajaan Jauh dan Sistem Informasi Geografis
Untuk Identifikasi Potensi Kekeringan., Jurnal Teknologi. 14(2): 97-105.

Siregar, E.S.Y., V.P. Siregar, R. Jhonnerie, M. Alkayakni, dan B. Samsul. 2019.


Prediction of Potential Fishing Zones for Yellowfin Tuna (Thunnus
Albacares) Using Maxent Models in Aceh Province Waters. IOP Conf Ser
Earth Environ Sci, 284(1): 12029.

Sitasi: Pattinaja, E. M., dan Waas, H.J. D. 2023. Pemanfaatan Teknologi


Inderaja Satelit dan Akustik Untuk Meningkatkan Ekonomi Nelayan
Negeri Asilulu Kecamatan Leihitu Barat. Jurnal Pengabdian Magister
Pendidikan IPA, 6(1): 380 – 385.

Suwarto, P. L., dan A. P. Kartono. 2016. Kesesuaian Habitat Bekantan (Nasalis


larvatus Wurmb, 1781) di Hutan Mangrove Taman Nasional Kutai,
Kalimantan Timur. Bonorowo Wetlands, 6(1); 12-25.

Syah, A.F., S.I. Saitoh, .D. Alabia, dan T. Hirawake. 2016. Predicting Potential
Fishing Zones Ffr Pacific Saury (Cololabis Saira) with Maximum
Entropy Models and Remotely Sensed Data. Fish Bull., 114(3): 330-342.

Thamsil, A., B. Aswadi, M. Yusuf, F., N. dan Wakila, M., H. 2021. Pelatihan
Pembuatan Peta Menggunakan QGIS Bagi Siswa SMK Penerbangan
Techno Terapan Makasar., Jurnal Pengabdian Masyarakat. 2(2): 25-30.

Wulandari, U., D. Simbolon, dan R. I. Wahju. 2018. Analisis Daerah Penangkapan


Ikan Potensial di Pulau Enggano, Bengkulu Utara. Jurnal Penelitian
Perikanan Indonesia, 23(4); 253-260.
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai