i
BAB I
PENDAHULUAN
Pada pasal 22 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 tahun 2004 tentang Sistem
Jaminan Sosial Nasional (SJSN) menyebutkan manfaat dari program Jaminan
Kesehatan Nasional (JKN) mencakup pelayanan kesehatan perseorangan yang
ii
bersifat promotif dan preventif Manfaat jaminan kesehatan bersifat pelayanan
perseorangan berupa pelayanan kesehatan yang mencakup pelayanan promotif,
preventif, kuratif dan rehabilitatif, termasuk obat dan bahan medis habis pakai yang
diperlukan (Undang Undang Nomor 40 Tahun 2004). Manfaatnya mencakup skrining
kesehatan yang diberikan secara selektif untuk mendeteksi risiko penyakit dan
mencegah dampak lanjutan dari risiko penyakit tertentu. Penyakit yang dimaksud
salah satunya adalah diabetes mellitus (DM) tipe 2 (Idris 2014).
iii
keadaan resistensi insulin, insulin tidak efektif dan oleh karena itu pada awalnya
mendorong peningkatan produksi insulin untuk mengurangi kenaikan glukosa tingkat
tetapi seiring berjalannya waktu keadaannya relatif tidak memadai produksi insulin
dapat berkembang (Ocha Fernandes, 2017).
Hak tingkat hidup yang memadai untuk kesehatan dan kesejahteraan diri dan
keluarga merupakan hak asasi manusia dan diakui oleh segenap bangsa-bangsa di
iv
dunia, termasuk Indonesia. Di Indonesia, falsafah dan dasar negara Pancasila
terutama sila ke-5 juga mengakui hak asasi warga atas kesehatan (Semaun and Juneda
2018). Berdasarkan Dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan ditegaskan bahwa setiap orang mempunyai hak yang sama dalam
memperoleh akses atas sumber daya di bidang kesehatan dan memperoleh pelayanan
kesehatan yang aman, bermutu, dan terjangkau. Sebaliknya, setiap orang juga
mempunyai kewajiban turut serta dalam program jaminan kesehatan social
(Muharrem EYİDOĞAN, 2009).
Pada pasal 22 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 tahun 2004 tentang Sistem
Jaminan Sosial Nasional (SJSN) menyebutkan manfaat dari program Jaminan
Kesehatan Nasional (JKN) mencakup pelayanan kesehatan perseorangan yang
bersifat promotif dan preventif (Sekretaris Negara RI 2004). Manfaatnya mencakup
skrining kesehatan yang diberikan secara selektif untuk mendeteksi risiko penyakit
dan mencegah dampak lanjutan dari risiko penyakit tertentu. Penyakit yang dimaksud
salah satunya adalah diabetes mellitus (DM) tipe 2 (Idris 2014).
v
kecacatan luka gangren yang diamputasi, kebutaan, serta gangguan organ lainnya
(Fahmi, 2014). Tingginya risiko-risiko tersebut membuat PT Askes (Persero)
meluncurkan program pengelolaan penyakit kronis Diabetes Mellitus Tipe 2 (PPDM
Tipe 2) yang bertujuan untuk menurunkan risiko komplikasi dan mencapai kualitas
hidup yang baik dengan pemanfaatan biaya yang efektif dan rasional. Program PPDM
Tipe 2 adalah suatu sistem tata laksana pelayanan kesehatan dan edukasi kesehatan
bagi peserta Askes Sosial yang menderita penyakit DM tipe 2 agar mencapai kualitas
hidup yang optimal secara mandiri (Semaun and Juneda 2018) .
vi
sebaliknya ada juga penderita yang sudah patuh namun tidak mempunyai pengetahuan karena
sikap patuhnya itu timbul karena adanya paksaan bukan berasal dari kesadaran diri sendiri
(Ejeta dkk, 2015)
Kesalahan terapi insulin cukup sering ditemukan dan menjadi masalah klinis yang
penting. Bahkan terapi insulin termasuk dalam lima besar “pengobatan beresiko tinggi (high-
risk medication)” bagi pasien di rumah sakit. Sebagian besar kesalahan tersebut terkait
dengan kondisi hiperglikemia dan sebagian lagi akibat hipoglikemia. Jenis kesalahan tersebut
antara lain disebabkan keterbatasan dalam hal keterampilan (skill-based), cara atau protokol
(rule-based) dan pengetahuan (knowledge) dalam hal penggunaan insulin (PERKENI 2019).
vii
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana tingkat pengetahuan pada pasien BPJS terhadap penyakit
DM tipe 2 di RS KSH PATI?
2. Bagaimana tingkat kepatuhan pasien BPJS tentang penyakit DM tipe
2 dalam penggunaan insulin pada pasien DM Tipe 2 Di RS KSH
PATI?
3. Apakah terdapat hubungan antara pengetahuan dengan kepatuhan pada
pasien BPJS DM tipe 2 dalam penggunaan insulin di RS KSH PATI?
viii
Dengan Kepatuhan Pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2 dalam
Penggunaan Insulin
ix
penelitian Kepatuhan
kuantitatif minum obat
dengan desain pada pasien
cross sectional diabetes
melitus tipe II
di Puskesmas
Pakisjaya
tergolong
rendah yaitu
(36,2%).hasil
hubungan
karakteristik
dengan
pengetahuan
pasien
diabetes
melitus tipe II
di Puskesmas
Pakisjaya dan
didapatkan
responden
sebanyak 282
yang
berpartisipasi
dalam
penelitian ini.
Hasil distribusi
jenis kelamin
dengan
pengetahuan
pasien
diabetes
melitus tipe II
didapatkan p-
value adalah
0,020 < 0,05.
Kesimpulannya
yaitu ada
hubungan
yang
bermakna
antara jenis
kelamin
dengan
x
pengetahuan
pasien
diabetes
melitus tipe II
di Puskesmas
Pakisjaya.
Sedangkan OR
(odds ratio) =
0,492. Odds
ratio bisa
digunakan
untuk
menunjukan
kebebasan
antar perubah
dalam tabel
kontingensi.
Berdasarkan
hasil hitungan
tabel
kontingensi
odds ratio
sama dengan
0,492
mendekati dari
nilai 1 artinya
responden
yang berjenis
kelamin
perempuan
memiliki
peluang
pengetahuan
lebih tinggi
0,492 kali
dibanding
peluang
pengetahuan
rendah.
Table 1.1 Keaslian Penelitian
xi
Lanjutan table 1.1
No Judul Nama Rancangan Variabel Hasil
Penelitian Peneliti Penelitian Penelitian Penelitian
& Tahun
xii
statistik yang pasien
digunakan penggunaan
adalah uji insulin Hasil
korelasi penelitian
Spearman. tingkat
kepatuhan
rendah 21
pasien
(40,38%),
tingkat
kepatuhan
sedang 23
pasien
(44,24%), dan
tingkat
kepatuhan
tinggi 8 pasien
(15,38%)
didapatkan
bahwa
hubungan
korelasi antara
pengetahuan
dan kepatuhan
penggunaan
insulin pada
pasien diabetes
mellitus tidak
bermakna
secara statistik
xiii
Lanjutan
t
xiv