Anda di halaman 1dari 14

HUBUNGAN PENGETAHUAN DENGAN KEPATUHAN PADA

PASIEN BPJS DIABETES MELLITUS TIPE 2 DALAM


PENGGUNAAN INSULIN DI RS

Khofifah Arinur Maisyaroh


202005048

PROGRAM STUDI S-1 FARMASI


INSTITUT TEKNOLOGI KESEHATAN
CENDEKIA UTAMA KUDUS
Kudus, November 2023

i
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Setiap orang mempunyai hak tingkat hidup yang memadai untuk kesehatan
dan kesejahteraan diri dan keluarga merupakan hak asasi manusia dan diakui oleh
segenap bangsa-bangsa di dunia, termasuk Indonesia. Di Indonesia, falsafah dan
dasar negara Pancasila terutama sila ke-5 juga mengakui hak asasi warga atas
kesehatan (Semaun and Juneda 2018). Berdasarkan Dalam Undang-Undang Nomor
36 Tahun 2009 tentang Kesehatan ditegaskan bahwa setiap orang mempunyai hak
yang sama dalam memperoleh akses atas sumber daya di bidang kesehatan dalam
memperoleh pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, dan terjangkau. Sebaliknya,
setiap orang juga mempunyai kewajiban turut serta dalam program jaminan kesehatan
social (Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 )

Pemerintah Indonesia bertanggung jawab atas pelaksanaan jaminan kesehatan


masyarakat melalui Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) (Semaun and Juneda 2018).
Dengan dikeluarkannya Undang Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem
Jaminan Sosial Nasional (SJSN) yang mengamanatkan bahwa jaminan sosial wajib
bagi seluruh penduduk termasuk Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) melalui suatu
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) (Sekretaris Negara RI 2004). Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) adalah badan hukum yang dibentuk dengan
Undang-Undang untuk menyelenggarakan program jaminan social (Kementrian
Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat Republik Indonesia 2014)

Pada pasal 22 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 tahun 2004 tentang Sistem
Jaminan Sosial Nasional (SJSN) menyebutkan manfaat dari program Jaminan
Kesehatan Nasional (JKN) mencakup pelayanan kesehatan perseorangan yang

ii
bersifat promotif dan preventif Manfaat jaminan kesehatan bersifat pelayanan
perseorangan berupa pelayanan kesehatan yang mencakup pelayanan promotif,
preventif, kuratif dan rehabilitatif, termasuk obat dan bahan medis habis pakai yang
diperlukan (Undang Undang Nomor 40 Tahun 2004). Manfaatnya mencakup skrining
kesehatan yang diberikan secara selektif untuk mendeteksi risiko penyakit dan
mencegah dampak lanjutan dari risiko penyakit tertentu. Penyakit yang dimaksud
salah satunya adalah diabetes mellitus (DM) tipe 2 (Idris 2014).

DM termasuk diagnosa yang menghabiskan porsi biaya pelayanan kesehatan


yang cukup signifikan. Selain itu DM juga memiliki risiko komplikasi ke penyakit
lain seperti jantung, gagal ginjal, kecacatan luka gangren yang diamputasi, kebutaan,
serta gangguan organ lainnya (Fahmi, 2014). Tingginya risiko-risiko tersebut
membuat PT Askes (Persero) meluncurkan program pengelolaan penyakit kronis
Diabetes Mellitus Tipe 2 (PPDM Tipe 2) yang bertujuan untuk menurunkan risiko
komplikasi dan mencapai kualitas hidup yang baik dengan pemanfaatan biaya yang
efektif dan rasional. Program PPDM Tipe 2 adalah suatu sistem tata laksana
pelayanan kesehatan dan edukasi kesehatan bagi peserta Askes Sosial yang menderita
penyakit DM tipe 2 agar mencapai kualitas hidup yang optimal secara mandiri
(Semaun and Juneda 2018).

Diabetes Mellitus (DM) adalah penyakit yang ditandai dengan terjadinya


hiperglikemia dan gangguan metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein yang
dihubungkan dengan kekurangan secara absolut atau relatif dari kerja dan atau sekresi
insulin (Rahmasari and Wahyuni 2019). Gejala yang dikeluhkan pada penderita
Diabetes Mellitus yaitu polidipsia, polyuria, polifagia, penurunan berat badan, dan
kesemutan (Buraerah, 2010)
Diabetes tipe 2 adalah jenis yang paling umum diabetes, terhitung sekitar 90%
dari seluruh kasus diabetes. Pada diabetes tipe 2, hiperglikemia merupakan akibat dari
produksi yang tidak memadai insulin dan ketidakmampuan tubuh untuk merespons
sepenuhnya terhadap insulin, yang didefinisikan sebagai resistensi insulin. Selama

iii
keadaan resistensi insulin, insulin tidak efektif dan oleh karena itu pada awalnya
mendorong peningkatan produksi insulin untuk mengurangi kenaikan glukosa tingkat
tetapi seiring berjalannya waktu keadaannya relatif tidak memadai produksi insulin
dapat berkembang (Ocha Fernandes, 2017).

Ketika tidak dikenali untuk jangka waktu yang lama, komplikasinya


hiperglikemia kronis dapat terjadi. Beberapa pasien dengan diabetes tipe 2 pertama
kali didiagnosis dengan kondisi ini ketika mereka datang dengan komplikasi akibat
hiperglikemia seperti kaki maag, perubahan penglihatan, gagal ginjal atau infeksi
(Kar Ruranga, 2017). Penyebab diabetes tipe 2 belum sepenuhnya diketahui dipahami
tetapi ada hubungan yang kuat dengan kelebihan berat badan dan obesitas serta
bertambahnya usia serta dengan etnis dan sejarah keluarga. Beberapa faktor risiko
penting yang dapat dimodifikasi meliputi: kelebihan adipositas (obesitas), pola makan
dan gizi buruk, fisik ketidakaktifan, pradiabetes, atau gangguan glukosa toleransi
(IGT), merokok dan riwayat GDM masa lalu dengan paparan anak yang belum lahir
terhadap darah tinggi glukosa selama kehamilan. Di antara faktor makanan, bukti
terbaru juga menunjukkan adanya hubungan antara tingginya konsumsi gula manis
minuman dan risiko diabetes tipe 2 (Anon 2017)

Hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS, 2013) DM terdiagnosis dokter


atau gejala sebesar 2,1 persen. Prevalensi diabetes yang terdiagnosis dokter tertinggi
terdapat di DI Yogyakarta (2,6%), DKI Jakarta (2,5%), Sulawesi Utara (2,4%) dan
Kalimantan Timur (2,3%). Prevalensi diabetes yang terdiagnosis dokter atau gejala,
tertinggi terdapat di Sulawesi Tengah (3,7%), Sulawesi Utara (3,6%), Sulawesi
Selatan (3,4%) dan Nusa Tenggara Timur 3,3 persen. Prevalensi diabetes melitus
berdasarkan diagnosis dokter dan gejala meningkat sesuai dengan bertambahnya
umur, namun mulai umur ≥65 tahun cenderung menurun (Anon 2017).

Hak tingkat hidup yang memadai untuk kesehatan dan kesejahteraan diri dan
keluarga merupakan hak asasi manusia dan diakui oleh segenap bangsa-bangsa di

iv
dunia, termasuk Indonesia. Di Indonesia, falsafah dan dasar negara Pancasila
terutama sila ke-5 juga mengakui hak asasi warga atas kesehatan (Semaun and Juneda
2018). Berdasarkan Dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan ditegaskan bahwa setiap orang mempunyai hak yang sama dalam
memperoleh akses atas sumber daya di bidang kesehatan dan memperoleh pelayanan
kesehatan yang aman, bermutu, dan terjangkau. Sebaliknya, setiap orang juga
mempunyai kewajiban turut serta dalam program jaminan kesehatan social
(Muharrem EYİDOĞAN, 2009).

Pemerintah Indonesia bertanggung jawab atas pelaksanaan jaminan kesehatan


masyarakat melalui Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) (Semaun and Juneda 2018).
Dengan dikeluarkannya Undang Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem
Jaminan Sosial Nasional (SJSN) yang mengamanatkan bahwa jaminan sosial wajib
bagi seluruh penduduk termasuk Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) melalui suatu
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) (Sekretaris Negara RI 2004). Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) adalah badan hukum yang dibentuk dengan
Undang-Undang untuk menyelenggarakan program jaminan social (Kementrian
Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat Republik Indonesia 2014).

Pada pasal 22 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 tahun 2004 tentang Sistem
Jaminan Sosial Nasional (SJSN) menyebutkan manfaat dari program Jaminan
Kesehatan Nasional (JKN) mencakup pelayanan kesehatan perseorangan yang
bersifat promotif dan preventif (Sekretaris Negara RI 2004). Manfaatnya mencakup
skrining kesehatan yang diberikan secara selektif untuk mendeteksi risiko penyakit
dan mencegah dampak lanjutan dari risiko penyakit tertentu. Penyakit yang dimaksud
salah satunya adalah diabetes mellitus (DM) tipe 2 (Idris 2014).

Berdasarkan data PT Askes (Persero), DM termasuk diagnosa yang


menghabiskan porsi biaya pelayanan kesehatan yang cukup signifikan. Selain itu DM
juga memiliki risiko komplikasi ke penyakit lain seperti jantung, gagal ginjal,

v
kecacatan luka gangren yang diamputasi, kebutaan, serta gangguan organ lainnya
(Fahmi, 2014). Tingginya risiko-risiko tersebut membuat PT Askes (Persero)
meluncurkan program pengelolaan penyakit kronis Diabetes Mellitus Tipe 2 (PPDM
Tipe 2) yang bertujuan untuk menurunkan risiko komplikasi dan mencapai kualitas
hidup yang baik dengan pemanfaatan biaya yang efektif dan rasional. Program PPDM
Tipe 2 adalah suatu sistem tata laksana pelayanan kesehatan dan edukasi kesehatan
bagi peserta Askes Sosial yang menderita penyakit DM tipe 2 agar mencapai kualitas
hidup yang optimal secara mandiri (Semaun and Juneda 2018) .

Pengetahuan merupakan dasar dari kemampuan pasien untuk mengontrol gula


darah sendiri, dengan pengetahuan yang baik diharapkan gula darah terkontrol serta
dapat mengatasi rasa cemas pasien terhadap dampak DM Tipe 2 (Yuyun Setiawati
2014). Pengetahuan keluarga tentang DM merupakan sarana yang dapat membantu
penderita DM dalam menjalankan diet selama hidup. Pengetahuan datang terutama
melalui mata dan telinga.Tanpa pengetahuan, seseorang tidak memiliki dasar untuk
membuat keputusan dan mengambil tindakan untuk mengatasi masalah yang akan
datang (Yuliana, 2017). Pengetahuan dan kepatuhan bagi pasien diabetes yang
bertujuan untuk menunjang perubahan perilaku, perubahan aktifitas fisik pada
penderita DM, perubahan pola makan pada penderita DM. Pengetahuan tersebut
untuk meningkatkan pemahaman pasien akan penyakitnya yang bermanfaat mencapai
keadaan sehat, optimal dan penyesuaian keadaan psikologik serta kualitas hidup lebih
baik (Wiwin A Muhammad et al. 2022)

Adanya peningkatan penggunaan insulin ini, menyebabkan penderita diabetes


mellitus yang menggunakan terapi insulin seharusnya perlu mengetahui dan mengerti
bagaimana penggunaan insulin yang baik dan benar. Selain penderita harus mengetahuinya
yang tidak kalah penting lagi penderita harus patuh tentang hal tersebut agar tercapainya
tujuan utama terapi insulin (Ansari and Hospital 2016). Kadang penderita diabetes mellitus
yang sudah mempunyai pengetahuan dalam penggunaan insulin masih saja tidak patuh dalam
penggunaan karena adanya keluhankeluhan tertentu selama pemakaian insulin, maupun

vi
sebaliknya ada juga penderita yang sudah patuh namun tidak mempunyai pengetahuan karena
sikap patuhnya itu timbul karena adanya paksaan bukan berasal dari kesadaran diri sendiri
(Ejeta dkk, 2015)

Kepatuhan merupakan prioritas pertama yang perlu dinilai untuk mencapai


tujuan pengobatan bagi penderita diabetes melitus. Sebuah survey terhadap penderita
diabetes di Asia menunjukkan bahwa 57% pasien tidak patuh. Studi di Indonesia
sendiri menujukkan bahwa ketidakpatuhan minum obat antidiabetes berkisar antara
50 - 69,7%. Ketidakpatuhan terhadap pengobatan jangka panjang di antara pasien
yang sakit kronis di negara maju setinggi 50%. Di Negara berkembag ini bisa lebih
tinggi lagi (Akrom et al,. 2019)

Kesalahan terapi insulin cukup sering ditemukan dan menjadi masalah klinis yang
penting. Bahkan terapi insulin termasuk dalam lima besar “pengobatan beresiko tinggi (high-
risk medication)” bagi pasien di rumah sakit. Sebagian besar kesalahan tersebut terkait
dengan kondisi hiperglikemia dan sebagian lagi akibat hipoglikemia. Jenis kesalahan tersebut
antara lain disebabkan keterbatasan dalam hal keterampilan (skill-based), cara atau protokol
(rule-based) dan pengetahuan (knowledge) dalam hal penggunaan insulin (PERKENI 2019).

Ketidakpahaman dan ketidakpatuhan pasien dalam menjalankan terapi


merupakan salah satu penyebab kegagalan terapi. Hal ini sering disebabkan karena
kurangnya pengetahuan dan pemahaman pasien tentang obat dan segala sesuatu yang
berhubungan dengan penggunaan obat untuk terapinya. Akibat dari ketidakpatuhan
dan ketidaktahuan pasien terhadap terapi atau penggunaan obat yang diberikan antara
lain adalah kegagalan terapi, terjadinya resistensi antibiotika dan yang lebih
berbahaya adalah terjadinya toksisitas (Depkes, 2007)

vii
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana tingkat pengetahuan pada pasien BPJS terhadap penyakit
DM tipe 2 di RS KSH PATI?
2. Bagaimana tingkat kepatuhan pasien BPJS tentang penyakit DM tipe
2 dalam penggunaan insulin pada pasien DM Tipe 2 Di RS KSH
PATI?
3. Apakah terdapat hubungan antara pengetahuan dengan kepatuhan pada
pasien BPJS DM tipe 2 dalam penggunaan insulin di RS KSH PATI?

1.3 Tujuan Penelitian


1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui hubungan pengetahuan dengan kepatuhan penggunaan
insulin pada pasien DM Tipe 2 Di RS KSH PATI
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui tingkat pengetahuan pada pasien DM tipe 2 RS KSH
PATI.
2. Mengetahui tingkat kepatuhan responden dalam menggunakan
terapi insulin di Poli Penyakit Dalam RS KSH PATI
3. Mengetahui hubungan pengetahuan dengan kepatuhan penggunaan
insulin pada pasien DM tipe 2 di Poli Penyakit Dalam RS KSH
PATI

1.4 Manfaat Penelitian


1.4.1 Bagi Institusi
Manfaat penelitian ini bagi institusi adalah sebagai referensi dan
pembelajaran bagi mahasiswa yang akan melakukan penelitian lebih
lanjut dengan topik yang berhubungan dengan Hubungan Pengetahuan

viii
Dengan Kepatuhan Pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2 dalam
Penggunaan Insulin

1.4.2 Bagi Peneliti


Sebagai sumber pengetahuan terkait Hubungan Pengetahuan Dengan
Kepatuhan Pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2 dalam Penggunaan
Insulin

1.4.3 Bagi Masyarakat


Dapat meningkatkan pengetahuan pasien tentang pentingnya
penggunaan insulin sebagai terapi penanganan diabetes mellitus tipe 2,
serta dapat meningkatkan kepatuhan pasien dalam menjalani terapi
insulin

1.5 Keaslian Penelitian


Beberapa keaslian penelitian tentang dengan Hubungan Pengetahuan Dengan
Kepatuhan Pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2 dalam Penggunaan Insulin
dapat dilihat pada tabel 1:

No Judul Nama Rancangan Variabel Hasil


penelitian peneliti & penelitian penelitian penelitian
tahun
1 Hubungan Jaisy Ranti Penelitian ini Variabel Hasil
Pengetahuan Dani , dengan bebas : penelitian
Dengan Mally penelitian Pengetahuan didapatkan
Kepatuhan Ghinan kuantitatif Dengan yaitu tingkat
Minum Obat Sholih2 , dengan Kepatuhan pengetahuan
Pada Pasien Aliya desain cross Minum Obat pasien diabetes
Diabetes Azkia sectional Pada Pasien melitus tipe II
Mellitus tipe Zahra Diabetes di Puskesmas
II di 2023 Melitus Tipe Pakisjaya
puskesmas II tergolong
pakisjaya menggunakan tinggi yaitu
Metode (82,6%).

ix
penelitian Kepatuhan
kuantitatif minum obat
dengan desain pada pasien
cross sectional diabetes
melitus tipe II
di Puskesmas
Pakisjaya
tergolong
rendah yaitu
(36,2%).hasil
hubungan
karakteristik
dengan
pengetahuan
pasien
diabetes
melitus tipe II
di Puskesmas
Pakisjaya dan
didapatkan
responden
sebanyak 282
yang
berpartisipasi
dalam
penelitian ini.
Hasil distribusi
jenis kelamin
dengan
pengetahuan
pasien
diabetes
melitus tipe II
didapatkan p-
value adalah
0,020 < 0,05.
Kesimpulannya
yaitu ada
hubungan
yang
bermakna
antara jenis
kelamin
dengan

x
pengetahuan
pasien
diabetes
melitus tipe II
di Puskesmas
Pakisjaya.
Sedangkan OR
(odds ratio) =
0,492. Odds
ratio bisa
digunakan
untuk
menunjukan
kebebasan
antar perubah
dalam tabel
kontingensi.
Berdasarkan
hasil hitungan
tabel
kontingensi
odds ratio
sama dengan
0,492
mendekati dari
nilai 1 artinya
responden
yang berjenis
kelamin
perempuan
memiliki
peluang
pengetahuan
lebih tinggi
0,492 kali
dibanding
peluang
pengetahuan
rendah.
Table 1.1 Keaslian Penelitian

xi
Lanjutan table 1.1
No Judul Nama Rancangan Variabel Hasil
Penelitian Peneliti Penelitian Penelitian Penelitian
& Tahun

2 Hubungan Riza Penelitian ini pengetahuan Hasil penelitian


antara Alfian , menggunakan dengan menunjukkan
pengetahuan 2016 desain cross kepatuhan bahwa tingkat
dengan sectional tentang pengetahuan
kepatuhan bersifat penggunaan pasien
tentang prospektif insulin pada penggunaan
penggunaan dengan teknik pasien insulin yaitu
insulin pada pengambilan diabetes tingkat
pasien diabetes sampel secara mellitus pengetahuan
mellitus di purposive kurang 3 pasien
poliklinik sampling, (5,77%),
penyakit Pengumpulan tingkat
dalam rsud dr data pengetahuan
h moch Ansari dilakukan cukup 16
saleh dengan pasien
Banjarmasin memberikan (30,77%),
dua kuesioner tingkat
yaitu pengetahuan
kuesioner baik 33 pasien
pengetahuan (63,46%).
dan kuesioner Kategori
kepatuhan tingkat
(MMAS). Uji kepatuhan

xii
statistik yang pasien
digunakan penggunaan
adalah uji insulin Hasil
korelasi penelitian
Spearman. tingkat
kepatuhan
rendah 21
pasien
(40,38%),
tingkat
kepatuhan
sedang 23
pasien
(44,24%), dan
tingkat
kepatuhan
tinggi 8 pasien
(15,38%)
didapatkan
bahwa
hubungan
korelasi antara
pengetahuan
dan kepatuhan
penggunaan
insulin pada
pasien diabetes
mellitus tidak
bermakna
secara statistik

xiii
Lanjutan
t

Table 1.1 Keaslian Penelitian

xiv

Anda mungkin juga menyukai