Nim : 411417030
Kelas : E. Pendidikan
Uji t sample berpasangan sering kali disebut sebagai paired-sampel t test. Uji t untuk
data sampel berpasangan membandingkan rata-rata dua variabel untuk suatu grup
sampel tunggal. Uji ini menghitung selisih antara nilai dua variabel untuk tiap kasus
dan menguji apakah selisih rata-rata tersebut bernilai nol.
• Data untuk tiap pasang yang diuji dalam skala interval atau rasio.
• Data berdistribusi normal.
• Nilai variannya dapat sama ataupun tidak.
Uji t berpasangan (paired t-test) umumnya menguji perbedaan antara dua pengamatan.
Uji seperti ini dilakukan pada Subjek yang diuji untuk situasi sebelum dan sesudah
proses, atau subjek yang berpasangan ataupun serupa (sejenis). Misalnya ketika kita
akan menguji banyaknya gigitan nyamuk sebelum diberi lotion anti nyamuk merk
tertentu maupun sesudahnya.
Sebuah penelitian memiliki tujuan ingin mengetahui apakah terdapat perbedaan waktu
yang dibutuhkan perawat untuk memasang infuse sebelum dan sesudah mengikuti
pelatihan. Karena itu peneliti mengambil sampel acak terhadap 10 orang perawat.
Berikut adalah waktu yang dibutuhkan seorang perawat saat memasang sebelum dan
sesudah mengikuti pelatihan, data berikut dihitung dalam menit.
Perawat 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Sebelum 6 8 7 10 9 7 6 7 9 8
Sesudah 5 6 7 8 8 7 5 7 9 7
Jawaban :
• Ho: µ1 = µ2
Ha: µ1 ≠ µ2
• Titik kritis uji - nilai t tabel pada α = 0,05 dan df = 9à = 2.26
• Selisih Waktu sebelum dan sesudah
Sebelum 6 8 7 10 9 7 6 7 9 8
Sesudah 5 6 7 8 8 7 5 7 9 7
Selisih 1 2 0 2 1 0 1 0 0 1
• d = 8/10
d = 0,8
t-hitung = d / (s/√n)
t-hitung = 0,8 / (3,33/√10) t-hitung = 0,76
• Nilai t-hitung = 0,76 < 2,26 (t-tabel) àHo diterima
• Kesimpulan:
Tidak ada perbedaan waktu yang dibutuhkan perawat untuk memasang infuse
sebelum mengikuti pelatihan dan sesudah mengikuti pelatihan.
Y1 − Y2
t0 =
s12 s 22 s s
+ − 2r 1 2
n1 n2 n n
1 2
Dimana:
H0 : 2 1
H1 : 2 1
Kriteria pengujian:
Tolak H0 jika t0 = thitung tdaftar = ttabel pada taraf signifikansi yang dipilih dengan
derajat bebas n1 + n2 – 2, pada keadaan lain terima H 0.
Contoh:
Seorang peneliti ingin mengetahui apakah metode diskusi yang diterapkan dalam
pembelajaran memberikan hasil belajar yang berbeda. Untuk itu dipilih satu kelas yang
diberi perlakuan metode diskusi. Sebelum pembelajaran dilaksanakan, para siswa
diberikan tes awal (pretes) dan sesudah perlakuan metode diskusi diberikan tes akhir
(postes) untuk mengetahui rata-rata penguasaan siswa terhadap materi logaritma. Data
hasil pretes dan postes seperti pada Tabel 6.1. Buatlah:
1. Hipotesis penelitian
2. Hipotesis statistic
3. Lakukan pengujian terhadap hipotesis penelitian dan simpulkan
Tabel 5.1 Data Hasil Pretes dan Postes Siswa
1 55 85 11 70 90
2 60 85 12 50 75
3 40 75 13 65 85
4 70 95 14 55 65
5 45 65 15 65 85
6 50 75 16 70 90
7 60 80 17 65 80
8 40 55 18 55 80
9 65 85 19 40 60
10 75 90 20 65 80
Penyelesaian:
3. Analisis data:
Dari informasi pada Tabel 5.2 diperoleh:
Maka:
Yi 58,00 79,00
n Y1Y2 − Y1 Y2
rY1Y2 =
n Y 1
2 2
− ( Y1 ) n Y22 − ( Y2 )
2
20(93550)- (1160)(1580)
=
20(69550)- (1160) 20(127000)- (1580)
2 2
38200
= = 0,8586
44490,8979
Y1 − Y2
Maka: t 0 =
s12 s 22 s s
+ − 2r 1 2
n1 n2 n n
1 2
58 − 79
=
119,4736 114,7362 10,9304 10,7115
+ − 2(0,8586)
20 20 20 20
58 − 79
=
119,4736 114,7362 10,9304 10,7115
+ − 2(0,8586)
20 20 20 20
21
= = 16,3094
1.65781
4. Interpretasi
Nilai t0 = thitung = 16,31. Nilai tdaftar = ttabel pada taraf signifikansi = 0,05 dengan
derjata bebas 38 adalah 1,67. Karena nilai thitung = 16,31 ttabel = 1,67 maka tolak H0.
Simpulan: rata-rata hasil belajar siswa setelah dibelajarkan dengan metode diskusi
lebih tinggi dari sebelum dibelajarkan dengan metode diskusi teruji kebenarannya.
Nim : 411417030
Kelas : E. Pendidikan
Uji t sample berpasangan sering kali disebut sebagai paired-sampel t test. Uji t untuk
data sampel berpasangan membandingkan rata-rata dua variabel untuk suatu grup
sampel tunggal. Uji ini menghitung selisih antara nilai dua variabel untuk tiap kasus
dan menguji apakah selisih rata-rata tersebut bernilai nol.
Kriteria data untuk uji t sampel berpasangan :
• Data untuk tiap pasang yang diuji dalam skala interval atau rasio.
Uji t berpasangan (paired t-test) umumnya menguji perbedaan antara dua pengamatan.
Uji seperti ini dilakukan pada Subjek yang diuji untuk situasi sebelum dan sesudah
proses, atau subjek yang berpasangan ataupun serupa (sejenis). Misalnya ketika kita
akan menguji banyaknya gigitan nyamuk sebelum diberi lotion anti nyamuk merk
tertentu maupun sesudahnya.
Sebuah penelitian memiliki tujuan ingin mengetahui apakah terdapat perbedaan waktu
yang dibutuhkan perawat untuk memasang infuse sebelum dan sesudah mengikuti
pelatihan. Karena itu peneliti mengambil sampel acak terhadap 10 orang perawat.
Berikut adalah waktu yang dibutuhkan seorang perawat saat memasang sebelum dan
sesudah mengikuti pelatihan, data berikut dihitung dalam menit.
Perawat 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Sebelum 6 8 7 10 9 7 6 7 9 8
Sesudah 5 6 7 8 8 7 5 7 9 7
Jawaban :
• Ho: µ1 = µ2
Ha: µ1 ≠ µ2
Sesudah 5 6 7 8 8 7 5 7 9 7
Selisih 1 2 0 2 1 0 1 0 0 1
• d = 8/10
d = 0,8
Sd = 3,33
t-hitung = d / (s/√n)
• Kesimpulan:
Tidak ada perbedaan waktu yang dibutuhkan perawat untuk memasang infuse sebelum
mengikuti pelatihan dan sesudah mengikuti pelatihan.
H0 : 2 1
H1 : 2 1
Kriteria pengujian:
Tolak H0 jika t0 = thitung tdaftar = ttabel pada taraf signifikansi yang dipilih
dengan derajat bebas n1 + n2 – 2, pada keadaan lain terima H0.
Contoh:
Seorang peneliti ingin mengetahui apakah metode diskusi yang diterapkan dalam
pembelajaran memberikan hasil belajar yang berbeda. Untuk itu dipilih satu kelas yang
diberi perlakuan metode diskusi. Sebelum pembelajaran dilaksanakan, para siswa
diberikan tes awal (pretes) dan sesudah perlakuan metode diskusi diberikan tes akhir
(postes) untuk mengetahui rata-rata penguasaan siswa terhadap materi logaritma. Data
hasil pretes dan postes seperti pada Tabel 6.1. Buatlah:
1. Hipotesis penelitian
2. Hipotesis statistic
1 55 85 11 70 90
2 60 85 12 50 75
3 40 75 13 65 85
4 70 95 14 55 65
5 45 65 15 65 85
6 50 75 16 70 90
7 60 80 17 65 80
8 40 55 18 55 80
9 65 85 19 40 60
10 75 90 20 65 80
Penyelesaian:
H0 : 2 1 H1 : 2 1
3. Analisis data:
Maka:
= = = 10,9304
= = = 10,7115
(Y1) Postes
58,00 79,00
= 0,8586
Maka:
= 16,3094
4. Interpretasi
Nilai t0 = thitung = 16,31. Nilai tdaftar = ttabel pada taraf signifikansi = 0,05
dengan derjata bebas 38 adalah 1,67. Karena nilai thitung = 16,31 ttabel = 1,67 maka
tolak H0. Simpulan: rata-rata hasil belajar siswa setelah dibelajarkan dengan metode
diskusi lebih tinggi dari sebelum dibelajarkan dengan metode diskusi teruji
kebenarannya.
Nim : 411417050
Dimana :
1 Korelasi Sempurna
Contoh
Berikut Tabel Motivasi dan Minat belajar matematika siswa yaitu sebagai berikut :
X Y
No.
Resp
1 6 5
2 7 6
3 7 6
4 7 7
5 8 7
6 8 7
7 8 7
8 9 8
9 9 8
10 9 8
11 9 8
12 9 9
13 9 9
Jawab
H1 : terdapat hubungan antara motivasi dan minat belajar matematika siswa
H0 : tidak ada hubungan antara motivasi dan minat belajar matematika siswa
No.
X Y
Resp X^2 Y^2 XY
1 6 5 36 25 30
2 7 6 49 36 42
3 7 6 49 36 42
4 7 7 49 49 49
5 8 7 64 49 56
6 8 7 64 49 56
7 8 7 64 49 56
8 9 8 81 64 72
9 9 8 81 64 72
10 9 8 81 64 72
11 9 8 81 64 72
12 9 9 81 81 81
13 9 9 81 81 81
Jlh 105 95 861 711 781
Rerata 8,076923 7,307692
r= nΣxy – (Σx) (Σy)
. √{nΣx² – (Σx)²} {nΣy2 – (Σy)2}9
r= (10153) – (9975)
. √{11193 – 11025} {9243 – 9025}
r= 178
. 191,374
r = 0.930
kesimpulannya terdapat korelasi yang erat antara motivasi dan minta belajar
matematika siswa
Nim : 411417050
Contoh
14 80
17 75
15 90
15 75
15 85
18 80
20 80
16 95
16 75
16 85
15 78
15 90
15 90
16 85
17 75
Jawab
H0 : Tidak terdapat pengaruh antaraa motivasi dan hasil belajar matematika siswa
No Motivasi belajar Hasil belajar matematika
X Y X^2 Y^2 XY
. n(Σx²) – (Σx)²
15 (3872) – (240)²
a = 101,5333
. n(Σx²) – (Σx)²
. 15 (3872) – (240)²
b = -1,1875
Y = a + bX
Y = 101,53 – 1,19X
r= -570
. -92,93
r = 6,1356
Karena t hitung < t tabel, maka Ha diterima. Kesimpulannya, terdapat pengaruh yang
signifikan antara motivasi dan hasil belajar matematika siswa.
Nim : 411417050
dimana :
dimana,
n = jumlah observasi
3 = banyak koefisien
Rumus (2) :
Berdasarkan korelasi berganda, yang diberi notasi RY.12…..n dihitung melalui jalur
terjadinya hubungan antara beberapa variabel independent (X1, X2, ……., Xn)
dengan satu variabel dependent (Y), yakni yang berupa regresi linier berganda Y’ = a
+ b1.X1 + b2.X2 + …… + bn.Xn.
Berdasarkan adanya regresi berganda tersebut, koefisien korelasi linier berganda
tersebut dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
Berdasarkan contoh tentang hubungan antara penghasilan keluarga (X1) dan besar
keluarga (X2) dengan pengeluaran untuk bahan makanan (Y), koefisien korelasi linier
bergandanya dinyatakan dengan :
dimana,
b1 = 0,0544
b2 = 0,02304
X1Y = 16,858
X2Y = 9,96
Y2 = 3,777
Jadi koefisien korelasi berganda dari contoh tersebut adalah :
Angka tersebut menunjukkan bahwa sekitar 85% dari variasi pengeluaran untuk
bahan makanan (Y) dijelaskan oleh kombinasi dari penghasilan keluarga (X1) dan
besar keluarga (X2). Sisanya yakni 15% dijelaskan oleh variabel independent lainnya
yang tidak teramati.
Dari kasus korelasi linier berganda, peneliti dapat menghitung koefisien korelasi
parsialnya. Korelasi parsial (partial correlation) adalah korelasi antara sebuah variabel
dependent (Y) dengan sebuah variabel independent (X), sementara sejumlah variabel
independent lainnya konstan.
Apabila variabel independentnya ada dua buah yaitu X1 dan X2, maka koefisien
parsial yang ada ialah rY12 dan rY21, yang masing-masing menunjukkan koefisien
korelasi antara Y dengan X1 apabila X2 konstan dan koefisien korelasi antara Y
dengan X2 apabila X1 konstan. Seperti dalam contoh tersebut dimuka, rY12
menunjukkan korelasi antara penghasilan keluarga (X1) dengan pengeluaran untuk
bahan makanan (Y) apabila besar keluarga (X2) konstan. Dan rY21 menunjukkan
korelasi antara besar keluarga (X2) dengan pengeluaran untuk bahan makanan (Y)
apabila penghasilan keluarga (X1) konstan.
Rumus-rumusnya adalah :