memenuhi paling tidak tiga persyaratan, yaitu: (1) dapat melayani anak didik (bukan hanya
sebagai anak didik); (2) semua anak didik mendapatkan pengalaman belajar yang semaksimal
mungkin; dan (3) walaupun semua anak didik mendapatkan pengalaman maksimal, tetapi
prosesnya sangat bervariasi tergantung pada tingkat kemampuan dan krakteristik anak didik yang
bersangkutan.1 Dengan demikian, dalam proses pembelajaran efektif, peserta didik perlu
dilibatkan secara aktif, karena mereka adalah pusat dari kegiatan pembelajaran dan pembentukan
kompetensi.
Oleh karena itu, pembelajaran perlu dikelola dengan baik agar dapat mencapai hasil yang
optimal. Untuk mencapai hal tersebut, keunggulan pembelajaran merupakan kunci keberhasilan
menuju pembelajaran yang bermutu. Untuk meningkatkan mutu pembelajaran diperlukan strategi
pengembangan sistem pembelajaran yang bervariasi dengan berbagai inovasi, baik dalam
pengelolaan kelas, model pembelajaran, dan isi pembelajaran. Kaitannya dengan permasalahan
ini, para praktisi pembelajaran dan ahli pendidikan/psikologi belajar, telah merekomendasikan
beberapa model dan strategi pembelajaran yang dapat digunakan untuk meningkatkan mutu dan
keunggulan atau efektivitas pembelajaran, diantaranya: (1) Web Based Learning (WBL); (2)
Contextual Teaching and Learning (CTL); (3) Quantum Teaching and Learning (QTL); (4)
Accelerated Learning (AL); (5) Student Centered Learning (SCL); (6) Joyful Learning (JL); (7)
Active Learning (AL); (8) Cooperative Learning (CL); (9) Multiple Intelligences Based
Teaching and Learning (MIBTL); (10) Problem Solving Based Learning (PSBL); (11) Inquiry
Based Learning (IBL).2
Dalam hal menerapkan strategi pembelajaran yang beraneka ragam tersebut, satu prinsip
yang harus diingat oleh guru adalah bahwa tidak semua strategi pembelajaran cocok digunakan
untuk mencapai semua tujuan dan semua keadaan. Setiap strategi memliki kekhasan sendiri-
sendiri. Hal ini seperti dikemukakan oleh Killen (1998), seperti dikutip oleh Wina Sanjaya, yaitu:
”No teaching strategy is better than others in all circumtances, so you have to be able to
use a variety of teching strategies, and make retional decisions about when each of the teaching
is likely to most effective.”3
Jadi, tidak ada satu pun strategi yang terbaik, masing-masing memiliki kekurangan dan
juga kelebihan. Selain itu, untuk menciptakan proses pembelajaran yang efektif, guru harus
memperhatikan beberapa hal yang mendasar, antara lain: (1) pengelolaan tempat belajar; (2)
pengelolaan anak didik; (3) pengelolaan isi atau materi pembelajaran; (4) pengelolaan kegiatan
pembelajaran; dan (5) pengelolaan sumber belajar.4
1
Bafadal, Manajemen Peningkatan Mutu Sekolah Dasar, Dari Sentralisasi Menuju Desentralisasi, Jakarta:
Bumi Aksara, 2006), hlm. 31
2
Lebih detail tentang strategi-strategi pembelajaran, baca: Isjoni, Firdaus (Ed. ), Pembelajaran Terkini
(Yogyakarta: Pustaka Belajar, 2007); Thomas Amstrong, Sekolah Para Juara, menerapkan Multiplle Intellegences
di Dunia Pendidikan (Multiplle Intellegences In The Clasroom), Terj Yudi Murtanto, (Bandung: Kaifa, 2002); Wina
Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, (Jakarta: Kencana, 2009); Nana Sudjana,
Cara Belajar Siswa Aktif, (Bandung: Sinar Baru, 1989).
3
Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar proses Pendidikan, (Jakarta: Kencana, 2009),
hlm. 131.
4
Abdurrahman Salleh (Ed.), Panduan Pembelajaran, (Jakarta: MP3A, 2005), hlm. 24-34.
Yang perlu digarisbawahi, kaitannya dengan masalah pembelajaran yaitu bahwa tujuan
utama dari sebuah proses pembelajaran yaitu bahwa tujuan utama dari sebuah proses
pembelajaran adalah membelajarkan anak didik, oleh karenanya keberhasilan proses
pembelajaran tidak diukur dari sejauh mana anak didik telah menguasai materi pelajaran, akan
tetapi diukur dari sejauh mana siswa telah melakukan proses belajar, untuk mengubah tingkah
laku anak didik sesuai dengan tujuan yang akan dicapai. Maka, kualitas sebuah lembaga
pendidikan, termasuk madrasah, sangat ditentukan oleh kualitas pembelajaran yang ada di
dalamnya.
9
Al-Toumy al-Syaibany, Falsafah…, hlm. 480
10
Hasan Langgulung, Manusia…, hlm. 145.
11
Hasan Langgulung, Manusia…, hlm. 145-146; lihat pula: Hasan Langgulung, Pendidikan Islam
Menghadapi Abad ke-21, (Jakarta: Pustaka Belajar al-Husna, 1988), hlm. 180; bandingkan dengan Nasution,
Kurikulum dan Pengajaran, (Jakarta: Bina Aksara, 1989), hlm. 5; bandingkan pula dengan Hilda Taba.
Curriculum…, hlm. 10.
Berkaitan dengan empat komponen kurikulum di atas, terdapat empat permasalahan yang
harus dijawab oleh para pakar pendidikan Islam. Pertama, bagaimana pendapat Islam tentang
tujuan pendidikan? Sebab adalah sia-sia kita mengislamkan mata pelajaran kalau tujuan
pendidikan Islam itu sendiri bukan Islam. Barangkali Islam di Indonesia dan juga di Negara-
negara Islam lainnya semenjak awal menjadi bukri dari pernyataan di atas. Kedua, bagaimana
pula pendapat Islam tentang pengetahuan (knowledge), yang dikenal mata pelajaran? Adakah
pengetahuan menurut falsafah Islam berbeda ataukah sama saja dengan pengetahuan dalam
filsafah lainnya? Ketiga, adakah metodologi pendidikan menurut pandangan Islam berbeda
ataukah sama saja dengan metodologi dalam falsafah lainnya. Keempat, apakah penilaian
menurut pandangan Islam berbeda dengan pandangan falsafah-falsafah lain.102