IX T
Perubahan – perubahan BJ. Habibie membuat banyak pihak terkejut dan banyak yang belum
dapat menerimanya. Dampaknya BJ. Habibie menjadi sosok yang tidak populis dalam hal sosial
politik. Namun, secara umum penegakan kebenaran berdampak besar bagi intelektual dan sosial
kala itu.
Bidang ekonomi
Indonesia sempat mengalami krisis moneter 1997-1998, yang masih meninggalkan sisa pada
masa Reformasi. Untuk mengatasi masalah ini, Gus Dur membentuk Dewan Ekonomi Nasional
(DEN) yang bertugas untuk memperbaiki perekonomian Indonesia. DEN diketuai oleh Prof. Dr.
Emil Salim dengan wakilnya Subiyakto Tjakrawerdaya. Kebijakan ekonomi pada masa
pemerintahan Abdurrahman Wahid ini membuat kondisi ekonomi Indonesia lebih stabil. Nilai
tukar rupiah berada di kisaran Rp 6.700 dan indeks harga saham (IHSG) berada di tingkat 700.
Rendahnya nilai tukar rupiah mengakibatkan naiknya ekspor komoditas pertanian dan elektronik.
Selain itu, naiknya harga minyak dan gas bumi juga menjadi faktor penting dalam pemasukan
uang negara. Selama Gus Dur berkuasa, International Monetary Fund (IMF) tidak pernah
mencairkan pinjamannya. Gus Dur berusaha memperlihatkan pada dunia bahwa Indonesia akan
baik-baik saja tanpa bantuan dana dari IMF.
Bidang militer
Kebijakan Abdurrahmah Wahid dalam bidang militer adalah menciptakan supremasi sipil dengan
memilih Menteri Pertahanan dari kalangan sipil, yaitu Juwono Sudarsono. Di tengah masa
pemerintahan Abdurrahman Wahid, terjadi Gerakan Aceh Merdeka (GAM), yaitu gerakan
separatisme yang bertujuan agar Aceh terlepas dari NKRI. GAM melibatkan dua pihak, yaitu
pemerintah RI dan GAM itu sendiri. Sejak 1976 hingga masa kepemimpinan Gus Dur, GAM telah
menewaskan ribuan jiwa. Kebijakan Abdurrahman Wahid mengatasi GAM adalah melakukan
pendekatan kebudayaan yang memungkinkan GAM melakukan dialog secara terbuka. Pada 1999,
Gus Dur mengeluarkan Keppres No. 88 mengenai Komisi Independen Pengusutan Tindak
Kekerasan di Aceh. Langkah ini menjadi awal baru bagi masyarakat Aceh, sehingga Gus Dur
dikenal sebagai presiden yang kaya akan kebudayaan dan humanis. Lewat cara ini, masalah GAM
di Aceh berhasil diselesaikan. Bidang hukum Abdurrahman Wahid merealisasikan pemisahan TNI-
Polri dan menempatkan lembaga TNI dan Polri di bawah kuasa kepresidenan langsung. Dalam
hal ini, Abdurrahman Wahid sudah berhasil menindaklanjuti cita-cita reformasi yang sebelumnya
dibuat oleh Habibie.
Kebijakan Megawati
Politik
Megawati Soekarnoputri berusaha membangun tatanan politik yang baru dengan
memberlakukan amendemen UUD 1945. Setelah itu, disusun juga peraturan perundangan yang
belum ada di Indonesia, agar amanat konstitusi dapat dilaksanakan dengan baik. Beberapa
penerapan tatanan baru dalam kebijakan politik pada masa pemerintahan Megawati adalah
sebagai berikut. Sistem partai baru Sistem pemilu baru Pemilihan presiden dan wakil presiden
dilakukan secara langsung Penerapan mekanisme Pergantian Antarwaktu atau Recall (hak partai
memberhentikan anggotanya dari Dewan Perwakilan Rakyat atau DPR). Salah satu kebijakan
ekonomi pada masa pemerintahan Megawati adalah melakukan langkah stabilisasi fiskal,
memulihkan fungsi intermediasi perbankan, dan perbaikan ekonomi makro. Selain itu, Megawati
juga menerapkan kebijakan moneter yang dipraktikkan oleh Bank Indonesia untuk mengatasi
inflasi dengan mengendalikan jumlah uang yang beredar. Kemudian, pada 2003, Megawati
mengakhiri hubungan kerja sama dengan program reformasi, International Monetary Fund (IMF).
Di bidang pendidikan, Megawati mengalokasikan dana untuk sektor pendidikan dan pendidikan
luar sekolah.
Hukum
Hakim dan petugas pengadilan pada masa kepemimpinan Megawati acap kali tidak bekerja
maksimal dan tidak sedikit yang korup. Oleh sebab itu, Megawati menerapkan beberapa
kebijakan hukum di Indonesia, yaitu: Merumuskan konsep reformasi hukum yang penuh
Mengkaji perundangan yang berlaku, merevisi, dan memperbarui Menerbitkan sejumlah
ketentuan perundangan baru Memperbarui ketentuan perundangan untuk mengoptimalkan
peran dan fungsi para pelaku hukum Menuntaskan masalah-masalah hukum di masa lalu
Menerbitkan ketentuan perundangan tentang HAM
Dengan 33.5 persen suara, kurang dari yang diharapkan, Yudhoyono dan Kalla menjadi
pemenang dari putaran pertama. Pada tempat kedua, dengan demikian berhak untuk bersaing di
putaran kedua, adalah pasangan Megawati-Muzadi yang menerima 26.5 persen suara. Seperti
yang diduga, putaran kedua itu dengan mudah dimenangkan oleh Yudhoyono dengan mayoritas
mutlak 60.5 persen kemudian ia dilantik sebagai presiden baru Indonesia pada tanggal 20
Oktober 2004.
Partai Demokrat (PD) terutama didirikan sebagai kendaraan politik Yudhoyono untuk menjadi
presiden Indonesia. Partai ini mengkampanyekan demokrasi, pluralisme dan profesionalisasi
tentara (Yudhoyono sendiri pensiunan jenderal TNI). Tetapi politik bukan sesuatu yang baru
untuk Yudhoyono yang menjadi kepala staf untuk urusan sosial-politik Angkatan Bersenjata
Republik Indonesia (ABRI) pada tahun 1997. Di posisi ini Yudhoyono menunjukkan sikap reformis
ketika ia mempresentasikan 'Paradigma Baru' yang menyerukan diakhirinya keterlibatan langsung
TNI dalam bidang politik (melalui penarikan bertahap dari parlemen nasional dan regional) dan
menyerukan pemisahan antara tentara dan polisi (pemisahan ini akhirnya diputuskan pada masa
kepresidenan Habibie dan berlaku efektif selama pemerintahan Wahid).
Yudhoyono kemudian menjadi Menteri Pertambangan dan Energi selama masa Presiden Wahid
dan Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan selama masa Presiden Megawati. Dalam
kedua kasus, keretakan hubungan dengan presiden menyebabkan ia diberhentikan dengan
segera. Namun, dia tetap menikmati popularitas di kalangan masyarakat Indonesia karena ide-ide
reformisnya, mediasi suksesnya di sejumlah konflik kekerasan daerah, dan catatan hidupnya yang
bersih korupsi (korupsi sebenarnya merupakan elemen penting dalam kampanyenya sebelum
pemilihan).
Sejak awal harapan untuk masa kepresidenannya yang sangat tinggi. Yudhoyono, yang dianggap
sebagai karakter yang kuat dan seimbang, memasuki Istana Presiden dengan cita-cita reformis
ambisius seperti menghancurkan korupsi dan terorisme, penguatan demokrasi dan hak asasi
manusia, dan mendorong percepatan pertumbuhan ekonomi. Tentunya ambisinya - secara
realistis - terlalu tinggi sebab Indonesia adalah negara yang sulit untuk direformasi dalam jangka
waktu beberapa tahun. Birokrasi yang lambat dan tidak efisien, kekuatan-kekuatan yang saling
berlawanan dalam masyarakat dan korupsi yang terus menyebar luas (terutama di daerah)
membuatnya susah untuk menerapkan kebijakan secara efektif. Seperti yang dijanjikan selama
periode kampanye, sekitar separoh dari menteri kabinet Yudhoyono terdiri dari profesional non-
partisan (teknokrat), terutama pada posisi yang menyangkut ekonomi, dalam rangka mendorong
profesionalisasi.
Karena kasus-kasus korupsi di PD dan fakta bahwa Susilo Bambang Yudhoyono telah mencapai
batas maksimum dua kali masa jabatan presiden (walau dukungan baginya sudah turun drastis di
tahun terakhir kepresidenannya), PD tidak memainkan peran besar dalam pemilu legislatif 2014.
Bahkan, ada pendatang baru yang jadi pusat perhatian. Joko Widodo, mantan pengusaha
(furniture dan properti), menjadi sosok yang sangat populer. Sebagai walikota Solo (Jawa
Tengah) periode 2005-2012, ia tertarik untuk menjalin hubungan dekat dengan warga kota,
sambil memperkenalkan serangkaian reformasi dan perubahan-perubahan positif lainnya.
Widodo, dikenal dengan nama Jokowi, kemudian memutuskan untuk mencalonkan diri sebagai
Gubernur DKI Jakarta, dibantu oleh calon wakil gubernur Basuki Tjahaja Purnama (dikenal dengan
nama Ahok), anggota etnis Tionghoa Kristen. Kedua pria ini mengalahkan gubernur yang
menjabat, Fauzi Bowo, dan menjadi pemimpin Ibukota Indonesia pada tahun 2012. Jokowi
melanjutkan pendekatan dan gaya yang ia tunjukkan di Solo, menjadi terkenal sebagai betul-
betul “pria merakyat".
Kemenangan atas Pilpres 2014, menghantarkan sosok Joko Widodo sebagai kepala negara
sekaligus kepala pemerintahan di Indonesia. Tak berhenti di sana, beliau kembali bertarung di
Pilpres 2019 dengan lawan politik yang sama. Lagi-lagi, kepercayaan rakyat berada di
punggungnya. Jokowi kembali menjadi Presiden Indonesia untuk periode pemerintahnnya yang
kedua.
Pada periode ini juga Indonesia turut serta dalam pelaksanaan G-7 Outreach Meeting, G-20
Summit, serta KTT ASEAN. Di tahun 2018, Indonesia diapresiasi oleh dunia dalam kesuksesannya
sebagai tuan rumah penyelenggaraan Asian Games dan Asian Para Games. Sementara itu, pada
tahun 2019, pemerintah akhirnya berhasil menguasai 51% saham freeport. Pada periode pertama
masa pemerintahannya, yakni dari tahun 2014 hingga 2019, Presiden Joko Widodo didampingi
oleh Jusuf Kalla sebagai wakil presidennya. Langkah politiknya dimulai dengan mendirikan
kabinet pemerintahan bernama "Kabinet Kerja". Janji politik yang terdiri dari sembilan agenda
diberi tajuk "Nawacita". Melalui Nawacita, pemerintahan Jokowi menjanjikan visi yang membumi
dengan memastikan negara hadir, membangun dari pinggiran dan revolusi mental. Ke-9 agenda
Nawacita terdiri dari:
Menghadirkan kembali negara untuk melindungi segenap bangsa dan memberikan rasa aman
pada seluruh warga negara.
Membuat pemerintahan tidak absen dengan membangun tata kelola pemerintahan yang bersih,
efektif, demokratis, dan terpercaya.
Membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah daerah dan desa dalam
kerangka negara kesatuan.
Menolak negara lemah dengan melakukan reformasi sistem dan penegakkan hukum yang bebas
korupsi, bermartabat, dan terpercaya.
Presiden Jokowi dalam tahun pertama kepemimpinannya berfokus pada perombakan dan
peletakkan tiga fondasi kokoh. Implemantasinya dilakukan melalui kebijakan ekonomi berbasis
produksi, subsidi tepat sasaran, dan mendorong pembangunan yang merata di luar Pulau Jawa.
Program pemerintahannya terus menggenjot percepatan pembangunan di berbagai sektor,
mulai dari infrastruktur, kesehatan, pendidikan, hingga birokrasi.
Tak hanya itu, dalam periode pertamanya, Presiden Joko Widodo tetap aktif membawa Indonesia
dalam diplomasi internasional. Salah satu langkahnya yaitu menciptakan perdamaian dunia
dengan penyelenggaraan KTT Luar Biasa ke-5 OKI yang membahas isu Palestina. Melalui
Kementrian Luar Negeri, pemerintahan periode ini juga menciptakan e-perlindungan bagi WNI
yang berada di luar Indonesia.
Namun, dari seluruh rapor merah yang ada, pemerintahan Presiden Jokowi pada periode
pertamanya tahun 2014-2019 dianggap cukup berhasil membawa Indonesia lebih maju. Rakyat
tetap mengapresiasi segala kinerja pemerintah yang telah berproses dengan sangat baik, walau
mungkin hasilnya belum sebaik yang diharapkan. Hal ini dibuktikan dengan terpilihnya kembali
Joko Widodo sebagai presiden di Pilpres 2019. Dengan lawan politik yang sama dan disertai
gonjang-ganjing permasalahan dalam negeri, Presiden Jokowi tetap berhasil mendapatkan
kepercayaan rakyat untuk memimpin negeri ini lima tahun ke depan.
Pada periode kedua masa pemerintahannya, Presiden Jokowi berduet bersama salah seorang
tokoh besar MUI yakni KH. Ma'ruf Amin sebagai wakil presiden. Kali ini Presiden Jokowi
membentuk kabinet yang diberi nama "Kabinet Indonesia Maju ". Susunan kabinet ini didominasi
oleh kalangan profesional sebanyak 53%, kemudian sisanya usulan dari parpol pengusung yang
tergabung dalam Koalisi Indonesia Kerja. Kabinet ini terdiri dari empat menteri koordinator dan
30 menteri.
Sementara itu, untuk mencapai keseimbangan, Presiden Jokowi menggaet profesional seperti
CEO Gojek Nadiem Makarim, CEO Net TV Wishnutama, dan pendiri grup bisnis raksasa Mahaka
Erick Tohir yang diharap mampu mendukung efektivitas pemerintahan dalam pembangunan
ekonomi serta untuk menghindari konflik kepentingan antar parpol. Para profesional ini juga
ditugaskan untuk mempersiapkan SDM Indonesia yang maju dengan digitalisasi di seluruh
bidang kehidupan sebagai senjata menghadapi Revolusi Industri 4.0.
Pemerintahan di periode kedua ini memiliki pekerjaan rumah yang cukup besar. Realisasi janji
kampanye hingga mengatasi permasalahan dalam negeri yang tak kunjung usai. Keberhasilan
pemerintahan periode sebelumnya tentu menjadi beban berat untuk diemban pemerintah.
Rakyat pasti berharap pemerintah bisa mendulang kesuksesan yang lebih besar dari prestasi di
periode sebelumnya. Saat ini pemerintahan Presiden Joko Widodo periode kedua baru genap
berusia satu tahun. Untuk itu, masih ada sisa empat tahun lagi bagi pemerintah agar janji
kampanye dapat terealisasikan dengan baik.
Terima Kasih