Karya Siti Nur Niswati
Karya Siti Nur Niswati
Jawaban:
KD: Mampu menentukan isi teks deskripsi objek (tempat wisata, tempat bersejarah, pentas seni
daerah, kain tradisional, dll) yang didengar dan dibaca.
Konstruk: Mampu memetakan isi teks deskripsi meliputi topik dan bagian-bagiannya meliputi
kalimat utama, kalimat penjelas, ide pokok dan kata kunci.
Indikator:
Soal!
Instrumen penilaian di atas tidak valid, hal ini karena adanya ketidaksesuaian antara KD dengan
Indikator. Ketercapaian dalam menentukan isi teks deskripsi tidak bisa dilakukan dengan hanya
menyebutkan struktur teks, menjelaskan unsur sekaligus menentukan topik. Tetapi, dibutuhkan
indikator yang memang menjadi bagian dalam proses menentukan isi teks deskripsi. Kesalahan
atau ketidaksesuaian dalam membuat indikator ini menyebabkan pembuatan soal juga menjadi
salah. Indikator haruslah bisa mencerminkan konstruk yang sudah dibuat sebelumnya.
Instrumen Valid
KD: Mampu menentukan isi teks deskripsi objek (tempat wisata, tempat bersejarah, pentas seni
daerah, kain tradisional, dll) yang didengar dan dibaca.
Konstruk: Mampu memetakan isi teks deskripsi meliputi topik dan bagian-bagiannya meliputi
kalimat utama, kalimat penjelas, ide pokok dan kata kunci.
Indikator:
Tes:
Disajikan sebuah teks deskripsi, siswa dapat menentukan topik, mencari kalimat utama, kalimat
penjelas, ide pokok dan kata kunci dalam teks.
Karya 2
Reliabel
Tidak Reliabel
Valid
KD : Menentukan isi teks deskripsi objek (tempat wisata, tempat bersejarah, pentas seni daerah,
kain tradisional, dll) yang didengar dan dibaca.
Indikator:
Memetakan isi teks deskripsi (topik dan bagian-bagiannya)
Menjawab pertanyaan isi teks deskripsi
Disajikan teks deskripsi, siswa dapat memetakan isi teks deskripsi mulai dari topik dan bagian-
bagiannya.
Tidak Valid
KD: Menyimpulkan isi berita yang dibacakan dalam beberapa kalimat dengan teliti
Indikator:
Menyebutkan struktur berita
Menjelaskan unsur-unsur dalam berita
Soal:
1. Sebutkan struktur berita di bawah ini!
2. Jelaskan unsur-unsur berita yang terkandung dalam soal di atas!
Karya 3
(Membuat membuat soal menyimak berdasarkan stimulus beberapa video dari YouTube)
Karya 5
(Membuat rubrik penilaian menulis surat resmi)
RUBRIK PENILAIAN MENULIS SURAT DINAS
Aspek Deskriptor Skor
Skor 20 = Memenuhi 5
kriteria
• Kop surat
Skor 16 = Memenuhi 4
• Nomor
kriteria
Kelengkapan struktur
• Tanggal
pembuka surat Skor 12 = Memenuhi 3
• Perihal kriteria
• Tujuan Surat Skor 8 = Memenuhi 2 kriteria
Skor 4 = Memenuhi 1 kriteria
Skor 30 = Memenuhi 3
•Salam pembuka kriteria
• Pembuka Skor 20 = Memenuhi 2
Kelengkapan struktur isi surat • Isi kriteria
Skor 20 = Memenuhi 4
kriteria
• Jabatan Skor 15 = Memenuhi 3
Kelengkapan struktur kriteria
• Tanda tangan
penutup surat
• Nama jelas Skor 10 = Memenuhi 2
kriteria
Skor 5 = Memenuhi 1 kriteria
Skor 30 = Memenuhi 3
kriteria
• Tanda baca
Skor 20 = Memenuhi 2
Penggunaan Bahasa • Kebakuan bahasa
kriteria
• Penggunaan huruf kapital
Skor 10 = Memenuhi 1
kriteria
Skor maksimal 100
1. Buatlah soal menyimak 4 buah berdasarkan yang Anda dengarkan dengan ketentuan berikut!
Jawaban: Kita harus bisa memilih dengan bijak hal-hal yang ingin kita lakukan mulai
dari sekarang, supaya kita bisa menggapai masa depan atau impian yang kita cita-citakan.
Jawaban: Sebagai seorang pelajar saat ini, saya ingin mengubah kebiasaan malas saya
dengan kebiasaan belajar segiat mungkin agar bisa mendapat nilai bagus sehingga
memudahkan jalan saya untuk meraih masa depan cerah yang saya inginkan.
2. Buatlah soal membaca 4 buah berdasarkan 3 teks yang Anda baca dengan ketentuan
berikut!
Anjing
Dua anak kecil berusia 9 dan 6 tahun terlihat tengah mengais-ngais tumpukan sampah.
Mengenakan pakaian lusuh yang warnanya serupa dengan aroma busuk di hadapan mereka,
dengan pipi cemong sesuai raut wajah yang nelangsa. Kadang senyum mereka terkembang
saat tergapai sisa makanan: nasi dan segigit lauk yang separuhnya benyek karena basi. Tapi
tak apalah, pikir mereka. Apalah bedanya rasa gurih dan asam jika akhirnya hanya jadi
kotoran yang terbuang?
"Kak, ini namanya apa?" Bertanya sang adik setelah menggigit secuil daging yang telah
berjamur.
"Makanan orang kaya," sahut sang kakak sambil mengamati balon-balon bening yang di
dalamnya mengalir lendir.
Mereka para dewasa-bilang, lendir itu jika tidak dibiarkan tercecer akan tumbuh juga
menjadi binatang. Makanya mereka buang di sini. Bagaimana bisa? Sang kakak mengernyit.
Entahlah, dia juga tak memahami.
"Orang kaya itu apa?" Lagi, sang adik bertanya sambil mulutnya melepeh cuilan daging
karena sudah tak kuat menyantap rasa asamnya.
"Orang yang tinggal di gedung-gedung sana!" Sang kakak menunjuk kejauhan. Tempat
berlalu lalang manusia-manusia yang tinggal di dalam kotak kaca, yang tubuhnya tak
tersentuh hujan ataupun panas seperti mereka. Sementara di sekitar kepala mereka tak bulat,
lalat enggan mendekat. Hanya saja kakeknya bilang, tampak luar tak mesti sama dengan apa
yang tersimpan di dalam. Entah apa maksudnya, dia tak mengerti. Mungkin yang kakeknya
maksud di dalam adalah sepotong merah bernama hati, pikirnya. la bilang, hati mereka yang
berpakaian bersih serta beraroma wangi itu rata-rata kecil dan sedikit membusuk.
Ah, mungkin tidak sedikit, tapi hampir seluruhnya. Berbeda dengan mereka yang tinggal di
tumpukan sampah sini: punya hati berukuran lebih besar, tapi ukuran otaknya jauh lebih
kecil, cuma separuh bahkan banyak yang kerdil. Seekor lalat hinggap dan merayap masuk ke
mulut sang adik. Kesal, sang kakak mengusir lalat itu dengan sentakan tangan. Membuat
kepala sang adik sedikit terhuyung ke belakang.
"Asu!" Sang adik menyeru, lalu mereka berdua sama- sama tertawa.
Canda, itu canda.
Pukulan dan kata kasar, di sini, adalah canda. Jangan harap ada yang mendengar ayat-ayat
suci dilantunkan, atau kata-kata puitis dipuisikan. Jika ada, mereka yang mendengar hanya
akan menggelengkan kepala. Basa-basi, katanya. Sang kakak kemudian menarik setengah
menyeret kerah belakang kaos penuh lubang yang dikenakan adiknya. Mengajaknya
berlarian di sepanjang sisi tumpukan sampah. Telah didapatnya beberapa benda usang yang
masih bisa dipakai, lagi pula sang adik pun telah kenyang.
"Aduh!" Sang kakak terhenti. Menyadari tubuh kecilnya telah beradu dengan sosok seorang
berperawakan tinggi besar berpakaian hitam mengilap berwajah tampan. Sementara, di
belakang pria itu, berdiri seorang wanita yang kulitnya seputih susu beraroma wangi.
Hal yang sangat jarang terjadi, ada orang gedung membiarkan sepatu mereka terkena tanah
becek di sini. Pria itu mengernyit, sementara wanitanya menangkupkan telapak tangan di
depan hidung.
"Apa nanti ada bayarannya?" Balas bertanya sang kakak. la terbiasa melihat fenomena yang
terjadi di tempat tinggalnya: orang-orang berdasi datang, bertanya, dan memberi janji di
depan nyala kamera, lalu pergi setelah membagi lembar uang berbau aneh.
Kakek bilang, itu karena uang mereka baru saja dicetak dari pabrik tapi sebagian
mengatakan, itu bau yang berasal dari hasil keringat orang buangan.
"Ya, nanti akan ada uang jika kau jawab pertanyaanku dengan benar."
Sang kakak menarik lengan adiknya yang ingin melenggang pergi. Agar anak itu
menemaninya menghadapi lelaki yang terlihat layaknya pohon uang kini.
"Apa kau tinggal bersama ibu dan ayahmu?" Dia mulai bertanya.
"Ya."
"Kakek bilang, yang namanya saudara itu mereka yang terlahir dari tempat yang sama!"
"Tempat yang sama? Maksudnya ibu yang sama?"
"Ya."
"Di sini!"
"Aku tak melihat seorang pun di sini kecuali kalian berdua!" Lelaki itu mengernyit heran.
"Itu ibuku!" Sang kakak menunjuk ke arah tumpukan sampah di depan sana.
"Bagaimana bisa kau bercanda sedangkal itu? Kenapa menyebut sampah kotor itu sebagai
ibu?" Rasa geram terlihat jelas di mata wanita itu, merasa kaumnya sedang direndahkan oleh
sepasang anak pinggiran. Tak berpendidikan!
"Karena di sana tempat pertama kali kami ditemukan. Bukankah dia yang melahirkanmu
disebut sebagai ibu? Aku lahir dari sana!"
Kini, dua mulut dewasa itu terkunci. Saliva mereka tertelan bersama rasa yang entah saat
menyadari, kebenaran tengah ditunjukkan dalam rupa kepolosan.
"Anjing!"
"Apa?"
"Kenapa menyebut ayahmu dengan sebutan anjing?" "Karena Kakek bilang, malam itu saat
dia menemukanku di atas tumpukan sampah itu, aku sedang dijilati oleh anjing!"
Gemetar tangan lelaki itu saat menyentuh wajahnya. la mengusap raut dengan hidung
berlapis ingus mengering itu dengan penuh kasih sayang. Di balik kulit kusam menghitam
akibat sengat matahari itu, masih dapat terlihat olehnya gurat yang sama. Mereka tampak
serupa. Berkaca-kaca matanya mengingat kejadian bertahun- tahun lalu, saat bulan pucat di
atas sana menarik napas, demi melihat seorang gadis belia berwajah sendu melemparkan
plastik hitam serupa sampah, diiringi tangis tersengal-sengal dari seorang bocah. Tangis
pedih karena telah terbanting di atas tumpukan sampah.
Sementara di atas ranjang empuk yang hangat, seorang pemuda bergerak liar bersama wanita
jalang.
Waktu mengalir bersama karma. Mereka kembali dipertemukan dalam pemikiran yang lebih
dewasa, dalam keadaan sama-sama tercela. Lalu bersatu dalam ikatan. bersumpah untuk
menghabiskan hidup di ranjang yang sempat ditinggalkan.
Siapa yang dapat melawan saat dihadapkan oleh hukum Tuhan? Mereka hanya bisa pasrah
menerima keadaan saat mendengar vonis dokter yang menyerupai kutukan: tak akan bisa
memiliki keturunan untuk seumur hidup. Tersebab penyakit yang sama-sama mereka derita.
Karena itu, mereka datang ke sini. Mengais sampah yang pernah mereka buang.
Karena nyatanya, yang dulu mereka anggap sampah itu, kini sangat berharga layaknya
sebuah berlian.
"Nak, aku... ayahmu!" Lelaki itu mengharu dalam suara bergetar. Berharap anak kecil di
hadapannya akan tersenyum hangat dan memberi peluk kerinduan. Tapi....
"Jadi kau anjingnya?" Terdengar tanya polos, tapi layaknya sebuah hunjaman pisau tajam.
"Kau boleh menganggapku anjing sekarang. Tapi, Nak... maukah kau ikut pulang dan tinggal
bersama kami?"
Anak kecil itu meraih tubuh sang adik pergi, "Kakek bilang, manusia tidak boleh tinggal
bersama anjing," ucapnya tegas. "Haram!"
2. Membuat soal PG dan essai apresiasi sastra
Karya 9
Baca ATP - buat indikator dan soalnya. Kemudian buat panduan skor/ panduan penilaian- beri
contoh penyekoran.
Jawaban!
HASIL PENGOLAHAN HASIL BELAJAR (TUGAS INDIVIDU)
Elemen Menulis (D)
n D.2 Menggunakan dan mengembangkan kosakata baru yang
memiliki makna denotatif, konotatif, dan kiasan dalam menulis
D.5 Menyajikan fakta, pengalaman, dan imajinasi secara indah,
menarik, dan kreatif dalam bentuk prosa secara tertulis.
Indikator 1. Mampu mengkreasikan diksi dalam cerpen yang ditulis
2. Mampu menuliskan cerpen secara kreatif dengan
memperhatikan struktur pembangun cerpen
Soal
Tontonlah video di bawah ini dengan cermat!
https://youtu.be/oCBlY0XBs4w?si=XoCdGjc35N-p640e
Setelah menonton video di atas, buatlah sebuah cerita pendek yang mengisahkan keseluruhan
lukisan pasir. Tulislah dengan minimal 1000 kata dan berikan judul menarik!
Rubrik Penilaian Menulis Cerpen
Aspek Deskriptor Skor Skor
Maksimal
Kesesuaian isi cerpen Cerpen yang ditulis isinya sesuai Skor 20
dengan rangsang video dengan tema yang terdapat pada video
yang sudah disediakan “Vina Candrawati Melukis dengan
Pasir”
20
Cerpen yang ditulis isinya tidak sesuai Skor 10
dengan tema yang terdapat pada video
“Vina Candrawati Melukis dengan
Pasir”
Kelengkapan Aspek Memuat: Skor 20=
Formal Cerpen Judul Memenuhi 4
Nama pengarang kriteria
Dialog Skor 15 =
Narasi Memenuhi 3
kirteria
Skor 13 = 20
Memenuhi 2
kriteria
Skor 10 =
Memenuhi 1
kriteria
Anggap saja aku tak waras, Ras. Tapi, orang bodoh ini masih ingat betul bagaimana dirimu
tersenyum bahagia ketika baru saja aku menjanjikan tawa yang akhirnya berujung luka. Kita
sama-sama sepakat untuk tersesat di labirin yang menjerumuskan hati untuk perlahan merasakan
mati. Usiamu masih 16 tahun, Ras. Cukup rentan untuk terkena janji manis yang membuat hati
menangis tragis. Kau memilin ujung seragam, sedang kepala bersurai hitam legam itu menatapku
penasaran.
Suaramu mengalun merdu, begitu lancang menawan hati yang sedari awal sudah menaruh
harapan. Binar matamu kala itu tidak bisa berbohong, Ras. Kau menginginkan hal yang sama.
Dan aku mengangguk, membuatmu menggigit bibir ranum untuk menyembunyikan buncahan
bahagia. Lalu, dengan mantap kepalamu mengangguk berulang kali, Ras. Seakan-akan tak
memikirkan lagi seperti apa akhir yang akan kutawarkan ketika nanti hati tak lagi tertawan oleh
senyummu yang menawan.
"Apa coba?" Aku hanya ingin melihat semburat merah di pipimu, Ras. Begitu ingin hingga
rasanya aku akan benar-benar jadi orang tak waras.
Kau terlihat malu-malu, karena sadar jika aku baru saja menggodamu. "Laras mau jadi pacar
Kak Arjuna."
Kala itu, kita hanyut dalam hangatnya dekapan. Tubuh mungilmu terasa begitu pas tenggelam di
antara kedua lengan gagah ini. Lalu perlahan menuntun nafsu untuk menuntut lebih. Aku
menginginkan dirimu lebih dari berpelukan, Ras. Gairah sebagai pemuda 18 tahun begitu
menggebu dalam diriku. Setiap hari yang kita lalui dengan tawa membuatku terlena, Ras.
Semakin dalam dirimu tenggelam dalam dekapan ini, bertambah pula inginku untuk mencicipi
madu yang sudah kau tawarkan dengan gamblang di awal menjalin hubungan. Aku laki-laki
normal, Ras. Ingin mencecap mawar merah yang masih merekah indah. Dan ketika belum
terpenuhi hasrat ini, aku akan terus mencari. Berusaha, walaupun yang kutemui nanti antara tetap
hidup atau mati. Karena otakku sudah lumpuh ketika memilih untuk menjalin hubungan
denganmu.
Seperti saat aku menyuruhmu untuk bertemu di taman kota malam itu. Hanya ada kita berdua,
Ras. Duduk berdampingan di taman kota, mendengarkan lalu lalang kendaraan yang enggan
terjaga. Keheningan di antara kita hanya membuatku gugup, Ras. Tak tahu harus memulai dari
mana. Ada rasa bersalah yang berusaha mencuat ke permukaan, namun begitu, buncahan dalam
diri ini tidak bisa berbohong. Akhirnya, tangan ini terangkat. Menyentuh tanganmu yang berada
di atas paha berselimut dress selutut. Kau tahu, Ras? Keelokan pada dirimu membuatku tak lagi
bisa berpikir jernih. Akal sehat ini roboh, tak bersisa.
Terlebih, ketika tanganmu menyambut. Kita saling melontar senyum, entah itu pertanda bahagia
atau sekedar bukti kepuasanku atas sikap ramahmu.
Pancuan rasa dalam diriku semakin menggebu ketika kau tersenyum, Ras. Aku kehilangan
kendali. Lalu, tangan yang masih menganggur ini berhasil menangkup pipi selembut sutra
milikmu. Ketidaksabaran menuntunku untuk mendekat, merasakan hembusan napasmu yang
mengundang birahi. Semakin memupuk hasrat bejat yang selama ini berusaha disimpan. Seperti
tahu niatku, kau memejamkan mata. Menyuguhkan bibir tipis nan ranum bak surgawi itu. Lantas
yang terjadi adalah bagaimana aku dan dirimu berusaha menunjukkan siapa yang berhak
memimpin permainan sepanjang malam.
Rumah kosong dekat taman kota adalah saksi bisu tentang kita, Ras. Tentang tetesan keringat
penuh kebejatan yang menetes, membasahi lantai kotor tak terawat. Kegelapan menjadi selimut
yang semakin membuat napsu kalut. Dalam keheningan kita saling berebut napas. Mengabaikan
tentang bagaimana hari-hari selanjutnya akan berjalan.
Kalimat itu menjadi awal dari sebuah tragedi pilu yang akan membuatmu menangis sendu, Ras.
Namun begitu, kau tetap pada pendirian untuk membersamaiku hingga pagi menyadarkan kita
dengan tatapan semu. Tapi, rasanya kita benar-benar tak puas. Lalu, menjadikan setiap
pertemuan sebagai waktu untuk mengadu napas, melepaskan hasrat. Hingga aku sadar, jika akal
sehat kita tak lagi berfungsi dengan baik.
Sampai suatu ketika, dirimu datang dengan tangis tragis. Menyuguhkan sebuah test pack yang
memperlihatkan dua garis merah. Ini adalah luka yang kumaksud, Ras.
Aku juga takut, Ras. Kita sama-sama pengecut untuk tersesat di dalam labirin yang perlahan
akan membawa kita pada pahitnya kenyataan. Berbagai prediksi terburuk tentang hari esok
menghantuiku. Juga tentang dirimu yang menangis tersedu, menuntut sebuah
pertanggungjawaban. Jika aku memilihmu, lantas bagaimana dengan cita-citaku, Ras?
Ternyata, janjiku untuk memintamu menunggu tak cukup mampu menghalangi kedua
orangtuamu datang ke rumah. Meluapkan semua beban sekaligus ancaman, mereka juga tak lupa
untuk memberi tamparan keras di pipi ini. Rasanya sakit, Ras, tapi tidaklah sesakit ketika aku
membayangkan bagaimana kehidupan kita berdua dengan sebuah aib.
Akhirnya, aku mengalah pada ego. Sabtu, 23 Agustus aku mengahalalkanmu. Kenyataan yang
membuat diri ini merasa begitu bajingan adalah ketika hanya ada tangisan di wajahmu. Bahkan,
genggaman tanganku tak mampu membuat air mata itu berhenti meluap. Inilah awal yang aku
takutkan, Ras. Melupakan mimpi untuk menjadi dokter, dan menghadapi hidup hanya sebagai
karyawan di tempat foto copy. Bukan ini alur cerita yang aku impikan, Ras. Dan lagi-lagi,
kenyataan jika ada dirimu di rumah yang harus kunafkahi membuat nanar menghampiri.
Hari-hari selalu berotasi dengan sebuah penyesalan. Di tempat kerja tak disapa, lalu di rumah
disambut oleh tangismu. Setiap malam, hanya sebuah aduan yang kudengar dari bibirmu.
Tentang bagaimana orang-orang mengucilkan kita. Lalu, kita sama-sama mengarungi mimpi
setelah mengusap tangis yang membasahi bantal serta baju.
Pernah sekali, kau datang ke tempat kerjaku sembari memegang perutmu buncit itu. Raut
mukamu begitu kesakitan. Dan mengundang atensi banyak orang ketika dirimu terduduk di
halaman tempat kerjaku. Teriakanmu membuatku keluar dan berusaha membantu. Namun,
sebuah gumpalan darah yang keluar dari rahimmu menginstruksi jika penderitaan kita akan
semakin lengkap. Dan itu semua disaksikan oleh banyak orang.
Aku tidak tahu harus bersikap seperti apa, Ras. Pria berjas putih dengan wajah muram seakan
membawa pertanda buruk. Dan benar, bencana itu terlontar dari bibirnya.
Pertahananku runtuh, Ras. Kenyataan kali ini terlalu menyakitkan untuk kutanggung sendiri.
Bayangmu yang tak akan lagi bisa kulihat membuat tubuh ini terduduk di lantai rumah sakit.
Raga dan jiwaku belum siap kehilanganmu. Aku masih membutuhkanmu, Ras. Lantas setelah
ini, bagaimana aku bisa bertahan sendirian? Bukankah kita sama-sama sepakat untuk terus
berjalan dan bertahan? Lalu di mana letak kesalahanku hingga kau meninggalkanku sendirian,
Ras.
Langkahku tak akan lagi bisa seringan ketika bergandengan denganmu, Ras. Senyumku tak akan
lagi bisa setulus ketika bersamamu, Ras. Namun kini, dirimu melengkapi kepingan luka yang
entah sampai kapan akan menggerogoti kesempatanku untuk berbahagia.
Lihatlah, Ras! Senja di ujung sana menertawakan kita, dua remaja yang memilih untuk terluka
di usia belia.
1. Temukanlah salah satu dari kalimat yang ada di bawah ini dengan penggunaan kata yang tidak
baku, kecuali.....
a) Dokter Ani membuka praktik di Jakarta Utara
b) Harga deterjen akhir-akhir ini semakin mahal
c) Kota Saranjana dikenal sebagai kota ghaib
d) Pemerintah memberikan dana sebesar 100 milyar rupiah untuk pembangunan setiap daerah.
Kunci jawaban (A)
a) kata 'praktik' yang digunakan adalah bentuk baku dari kata 'praktek)
b) bentuk baku dari 'deterjen' adalah 'detergen' sehingga pilihan b salah karena memuat kata tidak
baku
c) bentuk baku dari 'ghaib' adalah 'gaib' sehingga pilihan c salah karena memuat kata tidak baku
d) bentuk baku dari 'milyar' adalah 'miliar' sehingga pilihan d salah karena memuat kata tidak
baku
Soal kpts
INDIKATOR
Disajikan empat kalimat, siswa dapat menentukan penggunaan peleburan k, p, t, s yang benar.
1. Temukanlah salah satu dari kalimat di bawah ini dengan peleburan kata tidak tepat, kecuali....
a) Meningkatkan minat literasi siswa memperlukan peran dari banyak pihak
b) Pemrograman aplikasi membutuhkan waktu cukup lama
c) Mahasiswa Sastra Indonesia sedang mengaji tentang dialek Bojonegoro
d) Sebagai anak penjabat, Sassa sering mengtraktrir teman sekelasnya.
Kunci jawaban (b)
a) Kata memperlukan berasal dari bentu dasar 'perlu'. Kata yang diawali dengan huruf k, p, s, t
akan melebur jika huruf keduanya berupa hurup vokal. Peleburan yang benar adalah memerlukan
bukan memperlukan.
b) Kata dasar berawalan huruf k, p,s, dan t dengan huruf kedua berupa huruf konsonan
bisa melebur hanha jika mendapat awalan pe-. Maka, kata pemrogaman di sini adalah betul.
c) Kata mengkaji tidak dileburkan agar dapat dibedakan dengan kata mengaji. Jadi, kata
mengkaji tidak bisa dileburkan menjadi mengaji.
d) Kata dasar berawalan huruf k, p,s, dan t dengan huruf kedua berupa huruf konsonan
tidak akan melebur. Peleburan kata 'traktir' yang benar adalah mentraktir.
Soal Paragraf
INDIKATOR
Disajikan satu paragraf yang salah, siswa dapat menentukan kalimat sumbang (mengganggu
kepaduan paragraf)