Anda di halaman 1dari 16

ANALISIS IMPLEMENTASI PEMBERDAYAAN USAHA

MIKRO (Studi pada Lembaga Zakat Infaq dan Shadaqah


Muhammadiyah(LAZISMU) Kabupaten Malang)

JURNAL ILMIAH

Disusun oleh :

Ririn Wijayanti
115020501111007

PROGRAM STUDI EKONOMI ISLAM


JURUSAN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2015

1
LEMBAR PENGESAHAN PENULISAN ARTIKEL JURNAL

Artikel Jurnal dengan judul :

ANALISIS IMPLEMENTASI PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO (Studi pada

Lembaga Zakat Infaq dan Shadaqah Muhammadiyah (LAZISMU) Kabupaten Malang

Yang disusun oleh :


Nama : Ririn Wijayanti
NIM : 115020501111007
Fakultas : Ekonomi dan Bisnis
Jurusan : S1 Ilmu Ekonomi

Bahwa artikel Jurnal tersebut dibuat sebagai persyaratan ujian skripsi yang dipertahankan di
depan Dewan Penguji pada tanggal 3 Februari 2015

Malang, 3 Februari 2015


Dosen Pembimbing,

Dr. Nurul Badriyah. SE., ME


NIP. 19740302 200501 2 001

2
Analisis Implementasi Pemberdayaan Usaha Mikro
(Studi Pada Lembaga Zakat Infaq dan Shadaqah Muhammadiyah (LAZISMU) Kabupaten Malang)
Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Brawijaya
Email: ririn_wijayanti93@ymail.com

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi pola pemberdayaan dan manajemen Lembaga Zakat
Infaq dan Shadaqah Muhammadiyah (LAZISMU) Kabupaten Malang dalam melakukan langkah strategis untuk
melakukan pemberdayaan serta pengembangan usaha mikro. Dalam permasalahan UMKM, masalah utama
kerap pada sumber permodalan dan model manajemen yang diterapkan sehingga akan berpengaruh pada
pengembangan usaha itu sendiri. Dengan didukung oleh peran LAZISMU, maka akan mampu berperan sebagai
lembaga intermediasi antara masyarakat lapisan atas dan lapisan bawah demi menciptakan pertumbuhan
usaha produktif. Metode penelitian ini merupakan penelitian kualitatif deskriptif. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa LAZISMU mampu dalam melakukan pemberdayaan UMKM dalam pola pembiayaan yang
menggunakan prinsip-prinsip syariah. Namun, dengan terbatasnya kuantitas SDM lembaga menyebabkan
pengawasan dan pendampingan untuk usaha mikro menjadi kurang maksimal yang akan menghambat dalam
pertumbuhan dan pengembangan UMKM itu sendiri. Namun pada akhirnya LAZISMU mampu bertransformasi
dalam sistem kontroling terhadap UMKM yang telah diberikan modal.

Kata kunci: Pemberdayaan, UMKM, LAZISMU, Manajemen.

A. PENDAHULUAN

Indonesia merupakan Negara yang sedang berkembang, namun masih kekurangan wirausaha. Peran
wirausaha di Indonesia dapat dilihat pada kontribusi Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) terhadap
perekonomian nasional. UMKM merupakan salah satu pelaku kunci proses pembangunan nasional yang telah
terbukti mampu hidup dan berkembang di masa krisis melanda Indonesia. Sektor ini juga mampu memberi
peluang bagi UMKM untuk berkembang dan bersaing dengan perusahaan yang lebih cenderung menggunakan
modal besar. Akumulasi dari berbagai dampak krisis ekonomi masih terlihat dengan tingginya tingkat
kemiskinan dan pengangguran di Indonesia. Pemberdayaan dan Pengembangan UMKM merupakan salah satu
prioritas dalam menangani masalah tersebut. Pemberdayaan UMKM dianggap sebagai satu alternatif penting
yang mampu mengurangi beban berat yang dihadapi perekonomian nasional dan daerah. Kartasasmita (1996),
menyatakan bahwa UMKM menjadi elemen penting dalam pengembangan dan perencanaan konsep
industrialisasi di negara berkembang karena karateristik teknologi. UMKM yang bersifat padat karya menjadi
faktor penting dalam penyerapan tenaga kerja. Banyak negara-negara berkembang mulai menempatkan industri
kecil dan menengah sebagai titik sentral pembangunan. Pengembangan UMKM sesungguhnya memiliki nilai
strategis. Hal ini setidaknya dapat didasari atas beberapa alasan yaitu: (1) pelaku UMKM telah mempunyai
kegiatan ekonomi produktif sehingga kebutuhannya adalah pengembangan dan peningkatan kapasitas bukan
penumbuhan, sehingga lebih mudah dan pasti; (2) Apabila kelompok UMKM diberdayakan secara tepat, mereka
akan secara mudah berpindah menjadi sektor usaha kecil; (3) Pengembangan UMKM secara efektif dapat
mengurangi kemiskinan yang diderita oleh pelakunya sendiri, bahkan dapat membantu pemberdayaan rakyat
kategori fakir miskin, serta usaha lanjut dan muda (Siregar 2006).
Masalah umum yang dihadapi UMKM adalah adanya keterbatasan sumber permodalan financial serta
sumber daya manusia (SDM). Hal ini dikarenakan UMKM di Indonesia sebagian besar tumbuh secara
tradisional dan merupakan usaha yang turun menurun. Keterbatasan tersebut juga mencangkup pendidikan
formal maupun pengetahuan dan keterampilan, sehingga manajemen pengelolaan UMKM sangat praktis dan
sederhana yang pada akhirnya akan sulit untuk berkembang dengan optimal. Melihat kenyataan yang ada, letak
peran pemerintah sangat penting untuk meletakkan posisi. Hal tersebut juga harus didukung dengan kebijakan-
kebijakan pembangunan yang diperlukan untuk merealisasikan tujuan-tujuan pembangunan itu sendiri.
Komponen-kompeonen kelembagaan masyarakat juga akan dapat menunjang pelaksanaan kebijakan
pembangunan dari struktur kekuasaan yang responsive dan accountable terhadap rakyat yaitu lembaga kontrol
sosial yang bebas dan bertanggung jawab terhadap kepentingan rakyat banyak seperti pers, organisasi
kemasyarakatan,dan yang lainnya. Maka, pemerintah disini memiliki posisi amat tepat yaitu menjadi fungsi
intermediasi. Fungsi ini berarti menjadi bridge (jembatan) bagi usaha mikro yang hendak melakukan ekspansi
usahanya dengan cara memberikan pinjaman modal, pemberian training usaha dan pembukuan.
Fungsi intermediasi dapat diperankan melalui wadah seperti instrumen ekonomi dalam Islam, agar para
pelaku usaha mikro tidak terjebak pada rente. Dengan memandang urgensi dan kontribusi UMKM terhadap

1
pembangunan ekonomi bangsa, maka sudah sewajarnya lembaga syariah melakukan reorientasi ke sektor riil
dengan memfokuskan pemberdayaan kepada pengusaha UMKM yang salah satunya yaitu melalui lembaga
Zakat Infaq dan Shadaqah (LAZIS). Infaq merupakan jalan serta jembatan bagi kaum miskin demi terciptanya
pembangunan berkeadilan. Lembaga Zakat Infaq dan Shadaqah (LAZIS) Lembaga pengelola zakat dituntut
mampu untuk menjamin transparansi dan akuntabilitas organisasi. Hal itu terkait mulai diberlakukannya
Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik (UUKIP), sejak tanggal 1 Mei 2010 lalu. Undang-undang ini
menjamin hak masyarakat untuk memperoleh informasi publik, sekaligus memberi tanggung jawab pada
lembaga publik untuk menyediakannya bagi masyarakat. Organisasi pengelola zakat, baik LAZ maupun BAZ,
sendiri termasuk ke dalam kategori lembaga publik, karena sebagian atau seluruh dananya bersumber dari
sumbangan masyarakat, yang berupa zakat, infaq, shodaqoh, wakaf.
Selaras dengan fungsi dan keberadaannya, setelah disinggung pada pembahasan sebelumnya mengenai
peran organisasi masyarakat bagi pembangunan ekonomi, maka disini ORMAS keagamaan menempati posisi
penting dan strategis. Muhammadiyah dalam perkembangan amal usahanya khususnya dalam bidang
kemasyarakatan, membentuk kesatuan-kesatuan kerja bidang kemasyarakatan yang berkedudukan sebagai
badan pembantu persyarikatan, memandang bahwa banyak permasalahan yang terjadi di dalam masyarakat,
Muhammadiyah memiliki wadah dalam menjawab persoalan tersebut dengan mendirikan Lembaga Zakat Infaq
dan Shadaqah Muhammadiyah (LAZISMU) dimana dalam fungsinya yaitu mengumpulkan zakat,
mendistribusikan dan mendayagunakan secara optimal dan professional dengan memberikan kemudahan bagi
pemberi dana ZIS (muzzaki) dalam melaksanakan kewajiban agama islam serta membantu penerima dana ZIS
(mustahiq) untuk meningkatkan kesejahteraan hidupnya. sehingga menjadi penyangga kekuatan gerakan
pemberdayaan ekonomi rakyat. Serta dalam hal ini Muhammadiyah berupaya dalam mengembangkan
pemikiran-pemikiran dan konsep-konsep pengembangan ekonomi yang berorientasi kerakyatan keislaman.
(Sukrianto, 2000). Dengan spirit kreatifitas dan inovasi, LAZISMU senantiasa memproduksi program-program
pendayagunaan yang mampu menjawab tantangan perubahan dan problem sosial masyarakat yang berkembang.
Dalam operasional programnya, LAZISMU didukung oleh Jaringan Multi Lini, sebuah jaringan konsolidasi
lembaga zakat yang tersebar di seluruh propinsi (berbasis kabupaten/kota) yang menjadikan program-program
pendayagunaan LAZISMU mampu menjangkau seluruh wilayah Indonesia secara cepat, terfokus dan tepat
sasaran. Salah satunya adalah Kabupaten Malang. Jika melihat lokasi Kabupaten Malang sendiri, telah menjadi
pusat penelitian karena berdasarkan data RPJMD Kabupaten Malang tahun 2009-2013, kondisi perekonomian
disana cenderung mengalami penurunan pasca memasuki krisis ekonomi, bahkan sampai 6,64%, hal tersebut
disebabkan karena kontribusi sektor ekonomi Kabupaten Malang kurang, Dengan berdirinya LAZISMU di
Kabupaten Malang dimaksudkan sebagai institusi pengelola zakat dengan manajemen modern yang dapat
menghantarkan zakat menjadi bagian dari penyelesai masalah (problem solver) sosial masyarakat yang terus
berkembang. Melalui program pemberdayaan ekonomi, maka diharapkan pada akhirnya berpengaruh pada
pertumbuhan usaha dengan perluasan pada sektor perdagangan kecil, peternakan, perikanan serta pertanian yang
menjadi sektor mata pecaharian di sebagian Kabupaten Malang. Dengan melihat dari sistem pembiayaan,
mengingat bahwa pembiyaan terhadap modal usaha bagi UMKM besar potensinya bagi pemberdayaan ekonomi.
Dengan sistem syariah, maka diharapkan masyarakat akan terus melakukan perubahan dalam perbaikan
ekonomi. Maka disini peneliti tertarik untuk mengkaji dan menganalisis pola pembiayaan yang diterapkan
dengan prinsip syariah, yang dalam sistemnya dapat menghindarkan dari transaksi haram yaitu riba, tidak adaya
penetapan bunga di depan serta sifat pembiayaan uang lebih adil.
Namun, dengan memberdayakan ekonomi masyarakat tidak cukup dengan memberikan akses kemudahan
dalam hal pembiyaan, tanpa didukung dengan adanya suatu pengembangan usaha. Pengembangan usaha pun
juga tidak terlepas dari pola manajemen lembaga zakat dalam mengatur sistem manajemen yang ada di dalam
lembaga zakat itu sendiri. Maka, dengan melihat potensi Kabupaten Malang yang memiliki peluang besar,
peneliti akan menganalisis kemampuan Lembaga Zakat dalam mengelola dana dan sistem manajemen
pemberdayaan ekonomi yang diterapkan demi tercipta pembangunan ekonomi yang produktif dan berkembang.

B. KAJIAN PUSTAKA

Pemberdayaan UMKM Sebagai Penunjang Pembangunan Ekonomi

Bryant, Coralie dan White Louise G (1989) dalam bukunya Manajemen Pembangunan mengemukakan
bahwa pembangunan merupakan suatu peningkatan kapasitas untuk mempengaruhi masa depan. Hal tersebut
mempunyai beberapa implikasi tertentu yaitu pertama, memberikan perhatian terhadap kapasitas, yang
diperlukan untuk mengembangkan kemampuan dan tenaga guna membuat perubahan tersebut, kedua
pembangunan harus mencakup keadilan, perhatian yang berat sebelah kepada kelompok tertentu akan memecah
belah masyarakat dan mengurangi kapasitasnya. Ketiga, penumbuhan kuasa dan wewenang dalam pengertian
bahwa hanya jika masyarakat mempunyai kuasa dan wewenang tertentu maka mereka akan menerima manfaat
pembangunan. Dan akhirnya pembangunan berarti perhatian yang bersungguh-sungguh terhadap saling

2
ketergantungan di dunia serta perlunya menjamin bahwa masa depan dapat ditunjang kelangsungannya.Dari
uraian di atas maka secara umum dapat dikatakan bahwa pembangunan selalu dilihat sebagai fenomena
ekonomi yang diukur dengan peningkatan pertumbuhan ekonomi.
Kartasasmita (1996), mengemukakan pemberdayaan merupakan satu istilah yang diterjemahkan dari istilah
empowerment yang merupakan sebuah konsep yang lahir sebagai bagian dari perkembangan alam pemikiran
dan kebudayaan masyarakat. Pemberdayaan memiliki dua kecenderungan yaitu kecenderungan primer dan
kecenderungan sekunder. Kecenderungan primer merupakan pemberdayaan yang menekankan pada proses
memberikan atau mengalihkan sebagian kekuasaan, kekuatan atau kemampuan kepada masyarakat agar individu
menjadi lebih berdaya, kecenderungan sekunder, merupakan pemberdayaan yang menekankan pada proses
menstimulasi, mendorong atau memotivasi individu agar mempunyai kemampuan atau keberdayaan untuk
menentukan apa yang menjadi pilihan mereka. UMKM merupakan jalan untuk dapat menerapkan inovasi-
inovasi yang dimiliki oleh masyarakat dalam menunjang kehidupan perekonomiannya. UMKM terlihat sangat
jelas kaitannya dalam memudahkan masyarakat dalam mengakses permodalan usaha pada lembaga-lembaga
yang berkaitan. Dengan dilandasi dengan asas kekeluargaan, upaya untuk memberdayakan UMKM merupakan
bagian dari perekonomian nasional yang diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip
kebersamaan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, keseimbangan kemajuan, dan kesatuan
ekonomi nasional untuk kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia. Asas Kebersamaan adalah asas yang
mendorong peran seluruh UMKM dan Dunia Usaha secara bersama-sama dalam kegiatannya untuk
mewujudkan kesejahteraan rakyat. Asas Efisiensi adalah asas yang mendasari pelaksanaan pemberdayaan
UMKM dengan mengedepankan efisiensi berkeadilan dalam usaha untuk mewujudkan iklim usaha yang adil,
kondusif, dan berdayasaing. Asas Berkelanjutan adalah asas yang secara terencana mengupayakan berjalannya
proses pembangunan melalui pemberdayaan UMKM yang dilakukan secara berkesinambungan sehingga
terbentuk perekonomian yang tangguh dan mandiri. Asas Berwawasan Lingkungan adalah asas pemberdayaan
UMKM yang dilakukan dengan tetap memperhatikan dan mengutamakan perlindungan dan pemeliharaan
lingkungan hidup. Asas Kemandirian adalah usaha pemberdayaan UMKM yang dilakukan dengan tetap
menjaga dan mengedepankan potensi, kemampuan, dan kemandirian UMKM (UU No. 20/2008).

Prinsip Pembiayaan dalam Meningkatkan Kesejahteraan Ekonomi Rumah Tangga

Istilah pembiayaan pada dasarnya lahir dari pengertian I believe, I trust, yaitu „saya percaya‟ atau „saya
menaruh kepercayaan‟. Perkataan pembiayaan yang artinya kepercayaan (trust) yang berarti bank menaruh
kepercayaan kepada seseorang untuk melaksanakan amanah yang diberikan oleh pemberi modal selaku
Shahibul Maal. Dana tersebut harus digunakan dengan benar, adil, dan harus disertai dengan ikatan dan syarat-
syarat yang jelas serta saling menguntungkan bagi kedua belah pihak. Karim (2004) menjelaskan, pembiayaan
adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau
kesepakatan pinjam meminjam antara bank dan/atau lembaga keuangan lainnya dengan pihak lain yang
mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan bagi hasil.
Pembiayaan sering digunakan untuk menunjukkan aktivitas utama BMT, karena berhubungan dengan rencana
memperoleh pendapatan. Berdasarkan UU No. 7 Tahun 1992, yang dimaksud pembiayaan merupakan
penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu berdasarkan tujuan atau kesepakatan pinjam
meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi hutangnya setelah
jangka waktu tertentu ditambah dengan sejumlah bunga, imbalan atau pembagian hasil. Sedangkan menurut PP
No. 9 tahun 1995, tentang pelaksanaan simpan pinjam oleh koperasi, pengertian pinjaman adalah Penyediaan
uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan tujuan atau kesepakatan pinjam meminjam
antara koperasi dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka
waktu tertentu dengan disertai pembayaran sejumlah imbalan.
Orientasi dari pembiayaan tersebut untuk mengembangkan dan atau meningkatkan usaha dan pendapatan
dari para pengusaha kecil menengah, yang mana sasaran pembiayaan adalah semua faktor ekonomi yang
memungkinkan untuk dibiayai seperti pertanian, industri rumah tangga (home industri), perdagangan dan jasa.
Dengan harapan produk pembiayaan memberikan manfaat di dalam meningkatkan kesejahteraan ekonomi
rumah tangga anggotanya. Pembiayaan memberikan hasil yang paling besar di antara penyaluran dana lainnya
yang dilakukan oleh bank syariah. Sebelum menyalurkan dana melalui pembiayaan, bank syariah perlu
melakukan analisis pembiayaan yang mendalam. Sifat pembiayaan bukan merupakan utang piutang, tetapi
merupakan investasi yang diberikan bank kepada nasabah dalam melakukan usaha. Fungsi pembiayaan :
a. Pembiayaan dapat meningkatkan arus tukar-menukar barang dan jasa.
b. Pembiayaan merupakan alat yang dipakai untuk memanfaatkan idle fund
c. Pembiayaan sebagai alat pengendali harga
d. Pembiayaan dapat mengaktifkan manfaat ekonomi yang ada
Siregar (2006), menjelaskan bahwa pembiyaan merupakan penyaluran Dana BMT kepada pihak ketiga
berdasarkan kesepakatan pembiayaan antara BMT dengan pihak lain dengan jangka waktu tertentu dan nisbah

3
bagi hasil yang telah disepakati. Pembiayaan dibagi menjadi dua yaitu pembiayaan Mudharabah dan
Musyarakah. Penyaluran dalam bentuk jual beli dengan pembayaran ditangguhkan adalah penjualan barang dari
BMT kepada nasabah, dengan harga ditetapkan sebesar harga perolehan barang ditambah margin keuntungan
yang disepakati untuk keuntungan BMT. Bentuknya dapat berupa Ba’I bits’aman a’jil, yaitu pembayaran
dilakukan di akhir perjanjian. Sedangkan pembiayaan dalam perbankan adalah suatu fasilitas yang diberikan
bank syariah kepada masyarakat yang membutuhkan untuk menggunakan dana yang telah dikumpulkan oleh
bank syariah dari masyarakat yang surplus dana.
Menurut Karim (2004), dalam menyalurkan dananya pada nasabah secara garis besar produk pembiayaan
syariah terbagi ke dalam empat kategori yang dibedakan berdasarkan tujuan penggunaannya. Pembiayaan
dengan prinsip jual-beli ditujukan untuk memiliki barang, sedangkan yang menggunakan prinsip sewa ditujukan
untuk mendapatkan jasa. prinsip bagi hasil digunakan untuk kerjasama yang ditujukan guna mendapatkan
barang dan jasa sekaligus. Dari pengertiaan pembiayaan tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa pembiayaan
adalah aktivitas BMT dalam penyediaan dana, dimana dana tersebut didapat dari anggota yang kelebihan dana
dan disalurkan pada pihak yang kekurangan dana dengan kesepakatan pengembaliannya dalam jangka waktu
tertentu dan nisbah bagi hasil yang telah disepakati.
Dengan didukung dengan adanya landasan terhadap aplikasi bentuk akad-akad Investasi yang Disyariatkan.
Dengan memandang problematika dunia usaha termasuk problematika yang diperhatikan oleh ajaran Syariat
Islam yang suci. Islam menggambarkan, memberikan konsep-konsep, menciptakan struktur hukum dan
menetapkan berbagai macam jenis usaha yang berbeda-beda sehingga bisa dijadikan naungan bagi kalangan
usahawan di sepanjang perputaran masa. Dalam naungan hukum-hukum tersebut, mereka sudah biasa
memperoleh bahan demi merealisasikan segala kepentingan yang disyariatkan dan segala kebutuhan yang adil
dalam bingkai aturan bermetodologi Illahi, dan dengan tujuan serta target yang suci. Berkaitan pada transaksi
dalam bermua’malah maka dalam melakukan suatu bentuk usaha tidak akan terlepas dari bisnis bagi hasil,
dimana kajian fiqh Islam akan mengungkap bagaimana akad dan bagi hasil itu berjalan sesuai dengan syariat.
Adapun prinsip analisis pembiayaan menurut Antonio (2001), yang mengartikan prinsip merupakan sesuatu
yang dijadikan pedoman dalam melaksanakan suatu tindakan, prinsip analisis pembiayaan adalah pedoman-
pedoman yang harus diperhatikan oleh pejabat pembiayaan di bank-bank syari‟ah termasuk juga BMT pada saat
melakukan analisis pembiayaan. Secara umum prinsip analisis pembiayaan didasarkan pada rumus 5C dan 7P,
yaitu Character, Capacity Capital, Collateral, Condition. Dari 5C karakter tersebut dalam BMT biasanya
menggunakan character. Sedangkan prinsip analisis pembiayaan (kredit) yang 7P yaitu Personality, Party,
Purpose, Prospect, Payment, Profitability, Protection.

Peran Muhammadiyah dalam Pemberdayaan UMKM melalui Lembaga Zakat Infaq dan Shadaqah
Muhammadiyah (LAZISMU)

Muhammadiyah banyak dikenal sebagai organisasi Islam yang modern oleh masyarakat Indonesia dan
bahkan dunia. KH. Ahmad Dahlan. Beliau mendirikan sekolah-sekolah model Belanda, mendirikan rumah sakit
yang melibatkan tenaga medis dari kalangan Belanda. Pada bagian lain beliau juga menafsirkan Al-ma’un secara
berbeda dengan membaca kondisi masyarakatnya. Namun, sekarang terbukti bahwa ide-idenya membuahkan
kemajuan umat islam. Namun sesungguhnya hal tersebut merupakan upaya yang dilakukan Kiyai Dahlan untuk
membumikan ajaran Islam pahami
Sebagai tujuan, pemberdayaan adalah suatu keadaan yang ingin dicapai, yakni masyarakat yang memiliki
kekuatan atau kekuasaan dan keberdayaan yang mengarah pada kemandirian sesuai dengan tipe-tipe kekuasaan
yang disebutkan sebelumnya. Dengan semangat tajdid, Muhammadiyah mampu memberikan pemahaman Islam
yang tidak hanya berupa ucapan-ucapan belaka, melainkan penjabaran amaliah yang senantiasa berubah sesuai
tuntutan zaman tanpa mengubah esensi yang terkandung di dalamnya.
Muhammadiyah mampu mengambil peranan penting dalam membangun masyarakat Islam yang
berkemajuan melalui amal usaha-amal usaha yang didirikan. Muhammadiyah sebagai gerakan tajdid dakwah
amar ma’ruf nahi munkar telah berhasil menghimpun masyarakat dan menggerakkannya untuk membangun dan
menghimpun modal sosial yang berharga dalam bentuk berbagai amal usaha yang tersebar di seluruh wilayah
tanah air. Berbagai usaha tersebut merupakan refleksi dari kepercayaan yang diberikan oleh masyarakat (Hamid,
2000). Modal sosial yang merupakan amanah dan kepercayaan masyarakat sudah semestinya dijaga dan
dikembangkan bersama dalam menggapai cita-citanya. Satu hal yang perlu dikaji kedepan yang memang
memang merupakan salah satu tonggak dari konsep masyarakat madani (civil society) adalah dalam bidang
ekonomi Muhammadiyah sejauh ini telah banyak berperan dalam menyumbungkan ide-ide kreatifnya dan
tentunya dalam bentuk amal usaha yang tersebar di berbagai penjuru tanah air. Muhammadiyah telah
menemukan inovasi-inovasi terbaru untuk menjawab tantangan zakat dan selain itu juga harus ada alternatif-
alternatif lain yang bisa ditempuh dalam menciptakan solusi dalam pemecahan persoalan kontemporer sat ini,
yakni meninjau kembali apa yang telah dilakukan (ide-ide dan amal usaha), serta mereformulasikan. Upaya-
upaya yang dilakukan belum menyuruh sektor riil dalam mengembangkan perekonomian umat seperti seperti

4
digalakannya pelatihan-pelatihan dalam mengembangkan UMKM (Usaha Mikro Kecil Menengah). Pentingnya
memahami kultur budaya setempat menjadi hal yang sangat krusial untuk menentukan strategi dan orientasi
pergerakan. Sejalan dengan teori pemberdayaan, bahwa pemberdayaan dapat diartikan sebagai tujuan dan
proses.
Sebagai tujuan, pemberdayaan adalah suatu keadaan yang ingin dicapai, yakni masyarakat yang memiliki
kekuatan atau kekuasaan dan keberdayaan yang mengarah pada kemandirian sesuai dengan tipe-tipe kekuasaan
yang disebutkan sebelumnya.
Menurut Edi Suharto (1985) Pemberdayaan sebagai proses memiliki lima dimensi yaitu:
a. Enabling, adalah menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi masyarakat
berkembang secara optimal.
b. Empowering, adalah penguatan pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki masyarakat dalam
memecahkan masalah dan memenuhi kebutuhan-kebutuhannya. Pemberdayaan harus mampu
menumbuhkembangkan segenap kemampuan dan kepercayaan diri masyarakat yang menunjang
kemandirian.
c. Protecting yaitu melindungi masyarakat terutama kelompok-kelompok lemah agar tidak tertindas oleh
kelompok-kelompok kuat dan dominan, menghindari persaingan yang tidak seimbang, mencegah
terjadinya eksploitasi kelompok kuat terhadap yang lemah. Pemberdayaan harus diarahkan pada
penghapusan segala jenis diskriminasi dan dominasi yang tidak menguntungkan masyarakat kecil.
Pemberdayaan harus melindungi kelompok lemah, minoritas dan masyarakat terasing.
d. Supporting yaitu pemberian bimbingan dan dukungan kepada masyarakat lemah agar mampu
menjalankan peran dan fungsi kehidupannya. Pemberdayaan harus mampu menyokong masyarakat
agar tidak terjatuh ke dalam keadaan dan posisi yang semakin lemah dan terpinggirkan.
e. Fostering yaitu memelihara kondisi kondusif agar tetap terjadi keseimbangan distribusi kekuasaan
antara berbagai kelompok masyarakat. Pemberdayaan harus mampu menjamin keseimbangan dan
keselarasan yang memungkinkan setiap orang memperoleh kesempatan usaha.

Dengan pengaplikasian pemberdayaan kepada UMKM, dan demi mewujudkan tujuan dari pemberdayaan
UMKM tersebut, maka pemberdayaan tersebut dapat dikaitkan dengan adanya nilai-nilai mengenai Social
Entrepreneurship dimana Kewirausahaan Sosial dalam Islam,mengacu pada visi Islam dan model penguatan
lembaga-lembaga yang mendukung, dibuat dalam kejelasan bahwa strategi untuk memberdayakan UKM harus
mempertimbangkan keseimbangan ekonomi dan aspek sosial bisnis. Pada saat ini, gagasan kewirausahaan sosial
dapat diusulkan sebagai instrumen dalam mencapai tujuan tersebut. Alasan di balik pelaksanaan sosial
kewirausahaan ke dalam strategi pemberdayaan UKM banyak. Namun, minat di bidang ini terutama disebabkan
oleh sinyal penting untuk mendorong perubahan sosial, dan itu adalah bahwa potensi hasil, dengan abadi,
Manfaat transformasional bagi masyarakat, yang menentukan lapangan dan praktisi terpisah (Hoetoro, 2011).
Maka, nilai kesejahteraan yang bertumpu pada zakat, infaq dan shodaqah yang didirikan Muhammadiyah yaitu
LAZISMU. Selain sebagai sarana untuk menyucikan jiwa dan harta, juga merupakan jaminan perlindungan,
pengembangan dan pengaturan peredaran serta distribusi kekayaan. Cara memanfaatkannya didasarkan pada
fungsi sosialnya bagi kepentingan masyarakat yang menyentuh kalangan miskin maupun kaya (Qardhawi,
1995). Di dalam harta orang kaya terdapat harta orang miskin dan penekun agama (sabilillah) yang harus
dikeluarkan dalam bentuk zakat, infaq dan shodaqah dan sebagainya. Perintah menafkahkan harta guna
membantu mereka yang kurang beruntung dan tekun menegakkan syiar agama merupakan ibadah berdimensi
prinsip keadilan sosial dan pemerataan kesejahteraan. Harta kekayaan selalu beredar di tengah masyarakat.
Upaya untuk memperoleh kemajuan ekonomi secara merata bukan kejahatan dalam pandangan Islam. Bahkan
itu menjadi sebuah kebaikan bila diseimbangkan dan diniatkan mendapat kebaikan. Ibadah zakat adalah salah
satu bentuk ibadah seorang mukmin yang mempunyai komitmen tinggi dengan keimanannya, yang dapat
mengangkat derajat ekonomi umat Islam, yang mencangkup beberapa ashnaf (golongan) delapan yang
disebutkan al Quran (fakir, miskin, panitia zakat, muallaf, budak, orang yang hutang, sabilillah, ibn sabil)
mendapat bagian zakat, dengan lebih memperioritaskan golongan yang lebih memerlukan. Melalui instrument
lembaga Zakat Infaq dan Shadaqah yang oleh Muhammadiyah dinamakan LAZISMU, berkhidmat dalam
pemberdayaan masyarakat melalui pendayagunaan secara produktif dana zakat, infaq, wakaf dan dana
kedermawanan lainnya baik dari perseorangan, lembaga, perusahaan dan instansi lainnya. LAZISMU Didirikan
oleh PP. Muhammadiyah pada tahun 2002, selanjutnya dikukuhkan oleh Menteri Agama Republik Indonesia
sebagai Lembaga Amil Zakat Nasional melalui SK No. 457/21 November 2002. Berdirinya LAZISMU ini juga
didukung karena 2 faktor yaitu pertama, fakta Indonesia yang berselimut dengan kemiskinan yang masih
meluas, kebodohan dan indeks pembangunan manusia yang sangat rendah. Semuanya berakibat dan sekaligus
disebabkan tatanan keadilan sosial yang lemah. Kedua, zakat diyakini mampu bersumbangsih dalam mendorong
keadilan sosial, pembangunan manusia dan mampu mengentaskan kemiskinan. Sebagai negara berpenduduk
muslim terbesar di dunia, Indonesia memiliki potensi zakat, infaq dan wakaf yang terbilang cukup tinggi.
Namun, potensi yang ada belum dapat dikelola dan didayagunakan secara maksimal sehingga tidak memberi

5
dampak yang signifikan bagi penyelesaian persoalan yang ada. Dengan budaya kerja amanah, professional dan
transparan, LAZISMU berusaha mengembangkan diri menjadi Lembaga Zakat terpercaya. Dan seiring waktu,
kepercayaan publik semakin menguat. Dengan spirit kreatifitas dan inovasi, LAZISMU senantiasa menproduksi
program-program pendayagunaan yang mampu menjawab tantangan perubahan dan problem sosial masyarakat
yang berkembang khususnya pada pemberdayaan dan pengembangan UMKM.

C. METODE PENELITIAN

Tujuan dari penulisan ini adalah untuk mengungkapkan dan menjelaskan permasalahan mengenai
mekanisme yang digunakan oleh Lembaga Zakat Infaq dan Shadaqah (LAZISMU) Kabupaten Malang dalam
pemberdayaan ekonomi masyarakat melalui usaha mikro, maka dalam penelitian ini peneliti memperolehan
hasil penelitian dengan menggunakan jenis penelitian kualitatif karena permasalahan yang diteliti sangat
kompleks, dinamis dan penuh makna. Dalam hal ini sumber data penelitian meliputi yang pimpinan dan Staff
LAZISMU Kabupaten Malang selaku pemegang kebijakan dalam ranah pemberdayaan ekonomi rakyat serta
masyarakat binaan usaha mikro dan beberapa orang yang merupakan sumber utama dan sumber pendukung
untuk melengkapi data yang diperoleh secara langsung dalam penelitian ini. Didukung dengan data sekunder
yang meliputi laporan keuangan LAZISMU tahun 2014 serta perjanjian-perjanjian akad. Pengamatan dilakukan
melalui observasi secara langsung, mengamati gejala-gejala sosial dalam kategori yang tepat, mengamati
berkali-kali dan mencatat segera dengan memakai alat bantu seperti alat pencatat, formulir dan alat mekanik
(Mardalis, 2008). Dalam melakukan observasi peneliti menggunakan observasi terbuka dimana peneliti dalam
melakukan pengumpulan data akan menyatakan sebenarnya kepada sumber data, bahwa sedang melakukan
penelitian. Untuk menjawab dua pertanyaan penelitian yaitu mengenai pola pembiayaan yang dilakukan
LAZISMU Kabupaten Malang dalam memberikan pembiayaan kepada sektor usaha mikro serta mengenai
model manajemen pengembangan usaha mikro yang dilakukan oleh LAZISMU Kabupaten Malang dalam
pemberdayaan ekonomi, maka analisis dilakukan dengan mendasarkan pada analisis data kualitatif yaitu setelah
data diperoleh data diproses, dianalisis dan dibandingkan dengan teori-teori dan kemudian dievaluasi. Hasil
evaluasi tersebut yang akan ditarik kesimpulan untuk menjawab permasalahan yang muncul.

D. PEMBAHASAN

Hasil-hasil yang diperoleh dari lapangan dalam perjalanan penelitian ini adalah program pendayagunaan
yang ada pada LAZISMU berfokus serta berorientasi pada keproduktifan dalam upaya pembentukan
masyarakat yang mandiri yang mengarahkan pada berbagai bidang salah satunya bidang pengembangan
ekonomi masyarakat. Sebelum beranjak lebih jauh mengenai hasil keseluruhan mengenai pembiayaan dan mla
manajemen dalam mengembangkan usaha, maka perlu diketahui terlebih dahulu perolehan sumber dana untuk
permodalan usaha mikro.

Klasifikasi Perolehan dan Penyaluran Dana ZIS

LAZISMU mempunyai berbagai macam tugas yang kesemuanya berhubungan dengan masalah zakat, infaq,
dan shodaqoh yaitu soal mencatat terhadap orang-orang yang membayar zakat, infaq dan shodaqoh dan jumlah
yang dibayarkannya. Kegiatan tersebut termasuk memaksimalkan potensi zakat yang cukup besar di wilayah
Kabupaten Malang yang dapat dikumpulkan dan didayagunakan dengan sebaik-baiknya. Menurut Samiani
(2014), disamping karena kesadaran yang kurang oleh masyarakat sendiri akan pentingnya berzakat dan
berinfaq, selama ini kebanyakan masyarakat Kabupaten Malang dalam memberikan zakatnya langsung
diberikan kepada para mustahiq. Hal ini mengakibatkan pemasukan dana zakat, infaq, dan shodaqoh di
LAZISMU Kabupaten Malang menjadi sedikit, sedangkan potensi zakat dari zakat penghasilan profesi
masyarakat Kabupaten Malang cukup besar, disinilah peran amil zakat untuk dapat menyadarkan para muzakki,
bahwa mereka mempunyai kewajiban yang harus dilaksanakan yaitu mengeluarkan zakat dari harta yang wajib
dizakati, terlebih melalui lembaga-lembaga pengelola zakat di Kabupaten Malang. Berdasarkan temuan yang
ada, bahwa LAZISMU juga mempermudah para muzakki untuk membayar zakat, yaitu dengan cara langsung,
aksi jemput zakat dan melalui rekening bank. Pendapat penulis mengenai pola pengumpulan zakat di LAZISMU
ini sudah sesuai, karena sejalan dengan perintah Allah kepada Rasulallah yang kemudian Rasulallah mengutus
sahabat-sahabatnya untuk memungut zakat dan mendistribusikannya. Kemudian dalam penghimpunan dana,
LAZISMU juga bekerjasama dengan panitia pengajian-pengajian atau kegiatan-kegiatan yang diadakan oleh
majelis Tabligh Muhammadiyah Kabupaten Malang. Hal ini dimaksudkan untuk mengoptimalkan kinerja
LAZIS dalam menjaring muzakki, karena dari panitia-panitia kegiatan pengajian yang di lakukan oleh majelis
tabligh, akan lebih mudah memperoleh data siapa saja yang pantas menjadi seorang muzakki diantara para
jama‟ah.Pola pengumpulan zakat yang dilakukan oleh LAZISMU Kabupaten Malang dengan cara langsung,
aksi jemput zakat, dan melalui bank bisa untuk mempermudah muzakki dalam membayar zakatnya. Disamping

6
itu, merupakan tugas LAZISMU dalam mengumpulkan zakat, yaitu sesuai dengan tata cara yang diperintahkan
Rasulallah kepada amil zakat, yaitu amil lah yang yang harus mendatangi muzakki untuk mengambil zakat,
infaq, atau shodaqoh, bukan muzakki yang diminta untuk mendatangi amil dalam memberikan zakat, infaq, atau
shodaqohnya. Dari ketiga pola pengumpulan zakat yang dilakukan oleh LAZISMU Kabupaten Malang,
sebenarnya melalui aksi jemput zakat lah yang bisa dikatakan paling berhasil, karena disini amil dituntut untuk
tidak pasif dalam mengumpulkan dana zakat, dan ini juga mempermudah seorang muzakki untuk memberikan
zakatnya. Tetapi pola pengumpulan melalui rekening bank pun tidak bisa dikesampingkan, terlihat pemasukan
dana zakat yang cukup lumayan dari muzakki melalui rekening bank yang disediakan oleh pengurus LAZISMU
Kabupaten Malang. Data pemasukan Dana ZIS dapat dilihat pada diagram berikut:
Tabel 1 Pemasukan Dana Zakat dan Infaq Tahun 2014

BULAN Perorangan Instansi


Zakat Infaq Zakat Infaq
Januari 2.730.000 14.975.000 - 445.000
Februari 6.725.000 2.383.500 - 2.825.000
Maret 2.390.000 4.391.000 - 4.855.000
April 6.170.000 1.715.000 - 3.129.700
Mei 7.550.000 7.090.000 - 8.173.000
Juni 3.584.000 7.155.000 - -
Juli 16.315.000 39.622.100 - 16.753.500
Agustus 6.300.000 1.515.000 - 2.825.000
September 4.530.000 1.855.000 - 4.545.000
Oktober 8.120.000 18.585.000 - 4.717.000
November 9.600.000 8.853.800 - 4..652.000
Total 74.014.000 102.140.300 52.920.200
Sumber: Data Lapang, 2014. Diolah

Dari data tersebut menunjukkan bahwa pemasukan yang diperoleh LAZISMU pada tahun 2014 dari bulan
Januari hingga November dalam pemasukan lebih banyak dana Infaq daripada Dana Zakat. Dana ZIS banyak
diperoleh dari donator-donatur tetap LAZISMU yang tergolong mulai perorangan/keluarga, dan berbagai
instansi dari Muhammadiyah yang terdiri dari:
1. SMKM 01 Kepanjen Malang
2. Aisyiyah – PDM Kabupaten Malang
3. Mentari Swalayan
4. LAZISMU Cabang Donomulyo dan Bululawang
5. Laba BPR-KS
6. Infaq Mata Hati
7. Dosen dan Karyawan UMM

Donator LAZISMU yang mendominasi adalah warga Muhammadiyah, hal tersebut telah terjaring data-data
donator melalui sosialisasi kesadaran berzakat dan berinfaq oleh LAZISMU ke pengajian-pengajian yang
diadakan oleh majelis tabligh muhammadiyah dan juga melalui kegiatan-kegiatan Muhammadiyah yang
lainnya, hal tersebut tidak lain adalah untuk memaksimalkan fungsi LAZISMU sebagai lembaga zakat yang
mampu dalam melakukan pengumpulan dana untuk disalurkan pada kaum dhuafa’. Terkait dalam hal tersebut
pengeluaran untuk program yang di jalankan oleh LAZISMU dengan melihat tabel berikut:
Gambar 1 : Penyaluran Dana Zakat dan Infaq Tahun 2014

Penyaluran Dana ZIS


Infaq Non pemberdayaan Infaq pemberdayaan ekonomi zakat

36%

61%
3%
Sumber: Data Lapang, 2014. Diolah

7
Dari sumber data tersebut didapatkan perolehan bahwa dengan pemasukan jumlah dana Infaq yang
mendominasi, juga diikuti oleh jumlah pengeluaran yang besar pula. Dimana hasil dana infaq untuk
pemberdayaan ekonomi hanya 3% dari total keseluruhan dana infaq yang ada dengan sisah penggunaan dana
untuk program pendidikan, kesehatan, pengembangan amal usaha, dakwah dan program bencana. Berikut
merupakan tujuan dari penyaluran dana ZIS:
1. Dana Zakat:
a. Santunan Fakir dan Miskin
b. Peduli Mu‟alaf
c. Fisabilillah (Program Beasiswa)
d. Peduli Yatim
2. Dana Infaq
a. Pemberdayaan Ekonomi
b. Save Our School (SOS)
c. Pengembangan Amal Usaha
d. Program Peduli Kesehatan Umat
e. Program Dakwah
f. Indonesia Siaga Bencana

Dari hasil pengeluaran yang diperoleh, pendistribusian dana kepada pemberdayaan ekonomi masih sangat
kurang apabila di LAZISMU ini berfokus pada program pemberdayaan usaha. Perolehan sumber permodalan
tidak sesuai dengan penyaluran untuk pemberdayaan usaha, karena LAZISMU lebih banyak menyalurkan pada
bidang kesehatan, pendidikan, pengembangan amal usaha Muhammadiyah serta program Dakwah dan Bencana.
Hal ini tentu merupakan suatu evaluasi tersendiri, dengan melihat peluang dengan pemberdayaan usaha yang
cukup baik dalam membantu masyarakat dalam ketergantungan meminta juga melatih untuk hidup mandiri dan
berwirausaha dalam meningkatkan perekonomian. Namun, tidak terlepas dari usaha amil dalam tugasnya untuk
mengumpulkan dana yang lebih. Hal tersebut dapat diterapkan pola manajerial LAZISMU Kabupaten Malang
dalam menerapkan pola pengumpulan zakat yang lebih mempermudah muzakki, sehingga calon muzakki
merasa yakin dan percaya untuk meyalurkan zakatnya melalui LAZISMU Kabupaten Malang. Tugas dari
LAZISMU adalah mengelola harta zakat dari pengumpulan sampai penyaluran kepada mustahik. Tetapi melihat
kenyataannya yang terjadi dalam masyarakat, masih banyaknya masyarakat yang memenuhi nishab, tapi rendah
kesadarannya untuk berzakat serta berinfaq. Selain rendahnya kesadaran masyarakat, kendala yang menghambat
dalam pengumpulan zakat adalah kurangnya sosialisasi kepada aghniya‟ dan belum sepenuhnya wajib zakat
mau membayar zakatnya di LAZISMU Kabupaten Malang. Cara mengatasi kendala-kendala tersebut adalah
dari pihak LAZISMU berusaha mengoptimalkan sosialisasi kepada masyarakat dengan menjelaskan pentingnya
zakat dan keberadaan LAZISMU Kabupaten Malang, untuk lebih menarik para muzakki.

Operasional Pembiayaan Modal Usaha melalui optimalisasi penggunaan Dana Infaq untuk
Pemberdayaan Ekonomi Dhuafa’

Penilaian kelayakan pemberian modal usaha juga didasarkan pada “trust” yang dijalin oleh pihak
LAZISMU terhadap internal warga Muhammadiyah itu sendiri,melalui UPZ Cabang LAZISMU di beberapa
daerah di Kabupaten Malang. Pengamatan yang mendalam menjadikan dasar utama dengan
mempertimbangkan beberapa kriteria dalam teori diatas bahwa UPZ mempertimbangkan kondisi ekonominya,
usaha perseorangan dan ukuran rencana usaha yang akan di jalankan. Dan dalam kategori calon penerima usaha
juga telah dipaparkan oleh ketua LAZISMU Kabupaten Malang :
“Ada di surat perjanjiannya mbak.. sebelumnya kita survey dulu dan lalu dapat rekomendasi dari
Pimpinan Cabang Muhammadiyah (PCM) Daerah Kabupaten Malang. Jadi kita melihat dari kategori
dhuafa‟ tapi mau kerja keras.. kita utamakan warga Muhammadiyah terdahulu trus semua kategori ekonomi
lemah di sektor informal seperti peternakan.”
Kaitannya dalam hal modal usaha, sumber dana yang didapatkan LAZISMU untuk pemberdayaan ekonomi
adalah berasal dari dana infaq. Pembagian dana infaq tersebut di kategorikan pada beberapa klasifikasi khusus
yaitu pada bidang pendidikan, kesehatan dan pemberdayaan ekonomi. Fokus pada pemberdayaan ekonomi,
maka LAZISMU telah menganggarkan khusus dengan jumlah Rp 10.000.000 untuk beberapa usaha, tergantung
pada jenis usaha. Jumlah dana yang digulirkan oleh masing-masing UKM tergantung dari proses survey yang
dilakukan oleh pihak LAZISMU dengan pertimbangan syarat-syarat yang diajukan.
Dana Infaq tersebut digulirkan dalam bentuk perjanjian pembiayaan tanpa imbalan dengan kewajiban pihak
peminjam mengembalikan pokok pinjaman secara sekaligus atau cicilan dalam jangka waktu tertentu.
Pendistribusian dana infaq tersebut kepada UKM dengan tanpa membebankan imbalan atau bunga, akan tetapi
untuk biaya administrasi dan pembukaan tabungan pokok sebesar Rp. 15.000 per bulan dibebankan kepada para

8
UKM tersebut. Dengan adanya tabungan, maka diharapkan akan mampu menimbulkan dan melatih mitra usaha
dalam menabung dan tidak bersifat pemborosan, sehingga tabungan itu bisa dijadikan sebuah jaminan bagi
pihak LAZISMU dalam mendapatkan modal pokok kembali. Selain itu, pihak LAZISMU juga menekankan
pada Jaminan Perorangan (Personal Guarantee), menurut Subekti (1989), Jaminan perorangan merupakan suatu
perjanjian antara seorang berpiutang atau kreditur dengan seorang ketiga yang menjamin dipenuhinya
kewajiban-kewajiban si berhutang atau debitur. Dengan demikian jaminan perorangan merupakan jaminan yang
menimbulkan hubungan langsung dengan orang tertentu atau pihak ketiga artinya tidak memberikan hak untuk
didahulukan pada benda-benda tertentu, karena harta kekayaan pihak ketiga tersebut hanyalah merupakan
jaminan bagi terselenggaranya suatu perikatan. Setelah dana dicairkan, mereka wajib membayar hutang dengan
cara mingguan atau bulanan tergantung pada jenis usaha. Apabila dalam waktu jatuh tempo peserta tidak bisa
melunasinya maka LAZISMU hanya akan memberikan peringatan. Tindakan yang dilakukan jika peserta tidak
membayar pada saat jatuh tempo, diantaranya adalah, (1) Diinformasikan kepada peserta melalui telpon, (2)
Petugas mendatangi kerumah peserta, (3) Diinformasikan melalui surat peringatan.
Dalam pendistribusian dana infaq, LAZISMU melakukan pengontrolan pemberian dana yang dialirkan serta
pelaksanaan survey ketika akan mendistribusikan dana infaq. Pemberdayaan UKM dengan dana infaq ini
diharapkan akan dapat memperbaiki perekonomian masyarakat, khususnya masyarakat kecil dalam mencapai
hidup yang lebih baik lewat usaha yang mereka tekuni. Mereka diharapkan agar tidak selalu tergantung atau
meminta pada orang, namun mereka diharapkan suatu saat juga akan dapat menjadi muzakki memberi kepada
orang lain dari hasil kerja kerasnya.
Sistem yang dilakukan dalam mendistribusikan dana infaq yang dilakukan oleh LAZISMU adalah tidak
terlalu memberatkan bagi peserta. Dari pihak peserta melaporkan usaha apa yang akan didirikan dengan alasan-
alasan yang bisa diterima dan data-data yang mendukung untuk peserta sehingga bisa mendapatkan dana infaq.
Dengan prosedur tertentu didahului dengan penyeleksian usaha mikro oleh LAZISMU dengan memberikan
amanah kepada PCM dengan standart tertentu seperti yang sudah di bahas sebelumnya, maka secara
keseluruhan, calon penerima modal usaha akan melakukan perjanjian dan akad di awal dengan akad
Mudharabah atau Murabahah tergantung pada usaha yang akan di tawarkan pada pihak LAZISMU. Dalam hal
ini adanya letak persamaan operasional pada Baitul Mall wa Tamwil (BMT) atau dalam Muhammadiyah biasa
disebut dengan Baitut Tamwil Muhammadiyah (BTM), dengan berbagai perjanjian mengenai pembelian barang
dari pemasok untuk memenuhi kepentingan calon/anggota dengan pembiayaan yang disediakan oleh
LAZISMU, dan kemudian selanjutnya LAZISMU menjual barang tersebut kepada anggota sebagaimana
anggota membeli dari LAZISMU, dengan harga yang telah disepakati oleh calon anggota dan LAZISMU, tidak
termasuk biaya-biaya yang timbul sehubungan dengan pelaksanaan akad. Penyerahan tersebut dilakukan
dilakukan oleh pemasok langsung kepada calon anggota dengan surat kuasa beli barang dengan persetujuan dan
sepengetahuan LAZISMU. Kemudian anggota membayar harga pokok ditambah margin keuntungan atas jual
beli kepada LAZISMU dalam jangka waktu tertentu yang disepakati oleh kedua belah pihak, sehingga
karenanya, sebelum anggota membayar lunas harga pokok dan margin keuntungan kepada LAZISMU, anggota
dikatakan berhutang pada LAZISMU.
Adapun sistem bagi hasil yang diterapkan oleh LAZISMU dalam hasil usaha yang diperoleh dari pelaku
usaha. Penetapan margin keuntungan berdasar harus dikelola secara optimal berlandaskan prinsip-prinsip
amanah, sidiq, fatonah, dan tabligh, termasuk dalam hal kebijakan penetapan marjin keuntungan dan nisbah
bagi hasil pembiayaan. Berdasar penelitian lapang, Nisbah bagi hasil yang ditentukan oleh LAZISMU dalam
akad Mudharabah ialah 60:40. Jumlah prosentase yang telah ditentukan dengan perolehan pihak LAZISMU
40% dan mitra usaha sebanyak 60%. Pembagian tersebut sudah dalam perhitungan keuntungan bersih dari
seluruh total usaha yang di hasilkan.
LAZISMU juga menerapkan sistem Tanggung Renteng, dimana didalam perbankan tanggung renteng
merupakan tanggung jawab bersama dalam satu kelompok guna memenuhi kewajiban pembayaran kredit
kepada bank dan apabila ada salah satu atau beberapa anggota kelompok yang tidak dapat memenuhi kewajiban
kredit, maka satu kelompok tersebut menutup kewajiban tersebut. Hal ini baik untuk dilakukan dalam
pengendalian usaha. Karena bermanfaat dalam pengembangan usaha. Menurut Rahayu (2010), tanggung
renteng dapat memberikan kemudahan bagi pelaku usaha kecil dalam peminjaman, mampu mengenali batas
kemampuan dalam peminjaman, adanya kerjasama dan kebersamaan dalam menanggung atau mengangsur
pinjaman, keputusan dalam memberi pinjaman kepada nggota dilakukan secara musyawarah dalam kelompok
karena anggota kelompoklah yang mengetahui kebutuhan dan kesanggupan dari masing-masing anggota
kelompok, adanya perkumpulan kelompok secara rutin sehingga anggota mendapatkan akses perkembangan
usaha dan hasil dari usaha setiap anggota, serta saling membantu dan berkerjasama dalam mengatasi resiko.

9
Jaringan Kelembagaan Muhammadiyah Dalam Menjalin Kerjasama Dalam Upaya Pemberdayaan
Ekonomi

Modal sosial menjadi perekat bagi setiap individu dalam bentuk norma, kepercayaan dan jarring kerja,
sehingga terjadi kerjasama yang saling menguntungkan untuk mencapai tujuan bersama. Modal sosial juga
dipahami sebagai pengetahuan dan pemahaman yang dimiliki bersama oleh komunitas, serta pola hubungan
yang memungkinkan sekelompok individu melakukan satu kegiatan yang produktif seperti pada model
pendayagunaan usaha yang dijalankan oleh LAZISMU. Menurut Lesser (2000), modal sosial ini sangat penting
karena dapat memberikan kemudahan dalam mengakses informasi bagi anggota komunitas, menjadikan media
pembagian kekuasaan dalam komunitas, mengembangkan solidaritas, memungkinkan mobilisasi sumber daya
komunitas memungkinkan dan berorganisasi komunitas. Hal ini merupakan suatu komitmen dari setiap individu
atau kelompok untuk bisa saling terbuka, saling percaya dan memberikan kewenangan bagi setiap
orang/kelompok yang dipilihnya untuk berperan sesuai dengan tanggungjawabnya. Sarana ini menghasilkan
rasa kebersamaan untuk berperan sesuai dengan tanggungjawabnya dan menghasilkan rasa kebersamaan,
kesetiakawanan dan sekaligus tanggungjawab akan kemajuan bersama. Untuk memberdayakan UKM di Islam
pengaturan, modal sosial Islam harus menjadi dasar strategi pemberdayaan pula. Secara internal, Islam sosial
modal mempengaruhi perilaku pengusaha Muslim dan kemudian mempengaruhi inisiatif dalam membuat
jaringan atau pengelompokan UKM. Garis patah mengitari keadaan Islam banyak didukung. Dalam hal ini,
Pengusaha Muslim akan didorong oleh double bottom baris yaitu campuran virtual pengembalian keuangan dan
sosial. Dalam Alquran Surah al-Hasyr: 7 mengatakan bahwa:
“Harta rampasan fai’ dari mereka yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya (yang berasal) dari
penduduk beberapa negeri adalah untuk Allah, Rasul, kerabat (Rasul), anak-anak yatim, orang-orang
miskin, dan untuk orang-orang yang sedang dalam perjalanan, agar harta itu jangan hanya beredar
diantara orang-orang kaya saja diantara kamu..”
Maka, untuk memberdayakan UKM di Islam pengaturan, modal sosial Islam harus menjadi dasar strategi
pemberdayaan. Secara internal, Islam sosial modal mempengaruhi perilaku pengusaha Muslim dan kemudian
mempengaruhi inisiatif dalam membuat jaringan atau pengelompokan UKM. Garis patah mengitari modal sosial
Islam menunjukkan arti penting dalam memperkuat hubungan antara UKM berdasarkan roh Islam. Setelah
mekanisme ini bekerja dengan baik, hal itu akan mempengaruhi perbaikan umat atau masyarakat pada
umumnya. untuk menyesuaikan mekanisme ini erat (Hoetoro, 2011). Penerapan modal sosial ini juga berkaitan
dengan pembiayaan yaitu mampu untuk mengaplikasikan sistem akad musyarakah dalam melakukan usaha
bisnis. Muhammadiyah merupakan salah satu organisasi masyarakat islam yang besar di Indonesia. Tetapi tidak
kemudian Muhammadiyah secara langsung melakukan berbagai realisasi program kerja hanya sendiri tanpa
adanya lembaga-lembaga atau majlis-majlis yang mendukung.
Muhammadiyah memiliki sebuah Organisasi Otonom (ORTOM) yang merupakan organisasi taua badan
yang dibentuk oleh Persyarikatan Muhammadiyah yang dengan bimbingan dan pengawasannya diberi hak dan
kewajiban untuk mengatur rumah tangga sendiri, membina warga Persyarikatan Muhammadiyah tertentu dan
dalam bidang-bidang tertentu pula dalam rangka mancapai maksud dan tujuan Persyarikatan Muhammadiyah
dengan struktur kedudukan.
Berdasarkan temuan yang ada pada penelitian ini, LAZISMU dalam melakukan proses pemberdayaan
ekonomi telah melakukan rencana dalam bekerjasama dengan salah satu ortom yang juga berperan dalam
pemberdayaan perempuan, khususnya Aisyiyah dan Nasyiatul Aisyiyah. Namun sementara ini, LAZISMU
hanya menjalin dengan Aisyiyah. Berdasar dengan rencana yang ada, penerapan kerjasama usaha masih belum
berjalan dengan lancar. Akan tetapi, adanya jalinan kerjasama dengan majelis pemberdayaan masyarakat cukup
membuat perubahan dalam melakukan pembiayaan dengan prinsip Musyarakah dengan menggunakan akad
akad Syirkah Al-Inan, dimana keduanya bertindak sebagai investor dana dan pihak ketiga yang menjalankan
usaha ini adalah pemuda-pemuda panti asuhan yang cukup memiliki skill dalam pengolahan perikanan.
Kerjasama budidaya ini dilakukan di panti karena bertujuan untuk menciptakan dan menumbuhkan wawasan
mengenai kewirausahaan. Dengan begitu LAZISMU telah melakukan suatu pendampingan terhadap budidaya
ini. Berbagai pelatihan dan training motivasi dilakukan demi melatih dan terbentuknya entrepreneur yang
professional yang hal ini sejalan dengan teori Adam Smith yang dalam pendangannya mengenai warausaha
yang berarti orang yang mampu bereaksi terhadap perubahan ekonomi, lalu menjadi agen ekonomi yang
mengubah permintaan menjadi produksi. Namun, adanya kerjasama tetap menjadi hal yang paling utama dalam
berjalannya program-program dengan baik.

Sistem Pengelolaan Sumber Daya Manusia (SDM) LAZISMU Kabupaten Malang

Hanya dengan visi dan misi maka aktivitas/kegiatan akan terarah dengan baik. Lembaga yang demikian
akan lebih leluasa untuk memberikan pertanggungjawaban kepada masyarakat donatur, dan struktur organisasi
yang disesuaikan dengan kebutuhan, sehingga organisasi akan lincah dan efisien. Hal tersebut tentu hanya ada

10
beberapa yang dapat dipenuhi oleh LAZISMU yaitu mengenai visi dan misi yang jelas. Visi dan misi kurang
didukung dengan adanya Sumber Daya Manusia (SDM). Permasalahan SDM kerap sering terjadi dalam
manajareial operasional dalam sebuah lembaga zakat, dimana berdasarkan temuan yang ada, SDM yang terlibat
hanya pada beberapa bagian divisi saja. Diantaranya adalah ketua LAZISMU, Staff Administrasi dan Staff
bagian Keuangan.
Suatu manajerial tentu tidak lepas dari pengawasan. LAZISMU memiliki sistem controlling oleh dewan
pengawas LAZISMU dimana dewan menduduki jabatan di bawah pimpinan Pusat Dakwah Muhammadiyah
yang setara kedudukannya dengan dewan pengawas lembaga lain yang terkait dengan struktur keorganisasian di
Muhammadiyah Kabupaten Malang, namun aplikasi dari fungsi pengawas itu sendiri masih belum berjalan
dengan maksimal jika melihat tim pengawas dari struktur internal. Kurang maksimalnya kinerja pengawas tidak
menutup jalan LAZISMU untuk mendapatkan setiap evaluasi dari pimpinan. Pimpinan Pusat Muhammadiyah
dimana disitu letak LAZISMU Pusat bekerja untuk mengkoordinir dan memantau jalannya operasional
LAZISMU di tiap wilayah dan daerah dengan pelaksanaan yang dilakukan selama 6 bulan sekali. Hal tersebut
tidak kemudian dapat merubah LAZISMU menjadi cepat dalam melakukan transformasi perubahan, karena
LAZISMU Kabupaten Malang sendiri merupakan Lembaga Zakat yang belum lama berdiri sehingga masih
berupaya untuk mengembangkan Lembaga. Dari minimnya kuantitas SDM yang ada, maka akibatnya
berpengaruh pada kelancaran dalam sistem pengembalian modal usaha yang menjadi resiko tersendiri. Karena
keterbatasan pendampingan usaha pada program pemberdayaan ekonomi. Dengan mengulas teori yang
dikemukakan oleh Sudewo (2012), bahwa demi kelancaran pembiayaan, maka harus berjalannya prinsip dasar
manajemen itu sendiri dengan mencangkup beberapa hal yang dirasa sangat penting dalam model pembiayaan
yaitu adanya Knowledge Management sehingga terbentuk SDM yang professional dengan didukung dengan
jumlah kuantitas yang cukup dalam menjalankan job desk dan transformasi sistem pengelolaan dengan
penambahan jaminan yang diberikan oleh pihak calon anggota. Maka jika beberapa hal tersebut dapat
dilaksanakan dengan baik, akan dapat menutupi segala resiko yang ada dan yang akan terjadi.

Transformasi Sistem Pengelolaan SDM pada Internal Lembaga dan Mikro Usaha dengan Didasarkan
pada Standart Manajemen Operasional OPZ sebagai Upaya dalam Mencapai Tujuan Pengembangan
dalam Manajemen Usaha

Menurut kaidah ekonomi, pemberdayaan masyarakat adalah proses perolehan pelaku ekonomi untuk
mendapatkan surplus value sebagai hak manusia yang terlibat dalam kegiatan produksi. Upaya ini dilakukan
melalui distribusi penguasaan faktor-faktor produksi. Penguasaan faktor produksi itu akan tidak bermakna
apabila dalam suatu manajerial tidak berjalan dengan baik tanpa adanya suatu pengetahuan yang dalam teori
manajemen dikenal dengan istilah Knowledge Management. Menurut Irawanto (2007), keuntungan utama
penerapan Knowledge Management bagi organisasi adalah adanya informasi pengetahuan yang lebih transparan,
terdapatnya proses penciptaan nilai tambah berbasis pengetahuan, meningkatkan motivasi staff, meningkatkan
daya saing, serta keamanan dan ketahanan organisasi untuk jangka panjang. Namun, berdasarkan penelitian
yang di temui bahwa dalam lembaga masih belum adanya penerapan sistem dengan aplikasi teori tersebut.
Adanya ilmu pengetahun mengenai sistem manajerial dalam lembaga zakat sangat penting dikuasai karena
berkaitan dengan hal pengembangan lembaga yang nantinya akan berdampak pada implementasi pemberdayaan
usaha mikro sendiri. Hal ini sesuai dengan produktivitas dipandang dari segi filosofis yang mengandung
pandangan hidup dan sikap mental yang selalu berusaha untuk meningkatkan mutu kehidupan. Pandangan hidup
dan sikap mental seperti ini mendorong manusia untuk tidak cepat puas dengan hasil yang telah dicapai, akan
tetapi manusia akan terus menerus mengembangkan diri dan meningkatkan kemampuan kerja melalui
peningkatan yang berkaitan dengan diri sendiri maupun peningkatan yang berkaitan dengan pekerjaan.
Produktivitas kerja merupakan masalah yang penting dalam perusahaan dan menentukan kelangsungan usaha
suatu perusahaan. Dua aspek vital dari produktivitas adalah efisiensi yang berkaitan dengan seberapa baik
berbagai masukan tersebut dikombinasikan atau bagaimana pekerjaan tersebut dilaksanaan dan efektifitas yang
berkaitan dengan suatu kenyataan apakah hasil-hasil yang diharapkan atau tingkat keluaran itu dapat tercapai.
Sehingga, produktivitas kerja sangat tergantung dari sumber daya manusia yang bekerja dan memiliki ruang
lingkup yang lebih baik. Hasil yang dicapai dari kerja yang dilakukan adalah hal yang ingin dicapai melalui
produktivitas kerja karyawan. Berbicara mengenai hasil maka tidak akan lepas dari kemampuan kerja karyawan.
Sulit dibayangkan seseorang dapat mencapai hasil baik tanpa diiringi dengan kemampuan yang dimiliki
seseorang tersebut. Menurut Terry dan Rue (1992) “Produktivitas kerja karyawan diartikan sebagai
perbandingan antara hasil yang dicapai dengan peran serta karyawan perusahaan per satuan waktu”. Dalam
pengertian tersebut menunjukkan bahwa terdapat kaitan antara hasil kerja dan waktu yang dibutuhkan untuk
menghasilkan produk dari seorang tenaga kerja. Berdasarkan pendapat-pendapat diatas dapat disimpulkan
bahwa produktivitas kerja karyawan adalah perbandingan antara hasil yang dicapai dengan peran serta karyawan
untuk mengerahkan segala tenaga dan kemampuan yang dimiliki dalam menghasilkan barang dan jasa per

11
satuan waktu. Dengan kemampuan yang baik membentuk karyawan yang berkualitas sehingga mampu
melaksanakan tugas yang diberikan kepada karyawan dengan benar.
Sistem pengembangan lembaga juga dipengaruhi oleh sistem manajerial, dimana menurut Sudewo (2012),
dengan melihat konsep manajemen dan konsep zakat secara integral akan nampak sebuah paradigma tentang
manajemen zakat komprehensif. Zakat tidak mungkin dikelola secara main-main dan tidak serius. Di Indonesia
sendiri, pengelolaan zakat lebih didominasi institusi. Tiap anggota organisasi manjalankan kegiatan dengan
persepsi masing-masing.

E. KESIMPULAN DAN SARAN


Kesimpulan
Hasil penelitian yang diperoleh sesuai dengan tujuan yang ditetapkan dalam studi ini, membawa beberapa
kesimpulan, bahwa pola pembiayaan modal usaha mikro yang ada pada LAZISMU adalah bahwa melalui
pemanfaatan dana infaq dengan pemasukan yang minimal, LAZISMU mampu dalam menerapkan pembiayaan
berdasar pada prinsip-prinsip syariah dengan menggunakan beberapa prinsip yaitu Mudharabah, Musyarakah
dan Qardh Hasan, namun kurangnya SDM di dalam lembaga menjadikan manajemen operasional kurang
maksimal sehingga berdampak pada program pemberdayaan usaha mikro yang belum mencapai dari tujuan
pemberdayaan UMKM itu sendiri yaitu asas efisiensi dimana asas tersebut yang mendasari pelaksanaan
pemberdayaan UMKM dengan mengedepankan efisiensi berkeadilan dalam usaha untuk mewujudkan iklim
usaha yang adil, kondusif, dan berdayasaing. Selain itu penerapan analisis kelayakan usaha didasarkan atas
kondisi perekonomian usaha dan kepercayaan, sehingga tidak cukup untuk memenuhi kriteria kelayakan usaha
menurut Antonio (2001) bahwa kriteria pembiayaan, yaitu 1) Prinsip Kepercayaan, 2) Prinsip Kehati-hatian, 3)
Prinsip 5C yang meliputi Character (Kepribadian), Capacity (Kemampuan), Capital (Modal), Conditions of
Economy (Kondisi Ekonomi), Collateral (Agunan), kemudian 4) Prinsip 7P yang meliputi Personality, Party,
Purpose, Prospect, Payment, Profitability, dan Protection. Kurangnya control internal pada lembaga juga
menjadi masalah yang berpengaruh dalam mewujudukan visi dan misi dari LAZISMU Kabupaten Malang
dimana dalam tata kelola lembaga zakat, sebuah manajerial akan baik bila dilaksanakan sesuai dengan teori
yang ada dalam Undang-Undang. Tentu dengan pengawasan yang baik pula dari pihak yang professional dalam
pengawasan sehingga akan terwujud Lembaga Zakat yang lebih maju dan profesional.

Saran
Mendasarkan pada realita yang ditangkap di lapangan dan diskusi teori yang dilakukan, maka studi ini
memberikan beberapa rekomendasi mengenai analisis penelitian ini bahwa kaitannya dalam pembiayaan yang
diterapkan oleh LAZISMU kepada usaha mikro bahwa dalam sistem tanggung renteng yang diterapkan dapat
ditingkatkan demi terciptanya kedisiplinan dalam pengembalian pinjaman modal usaha. Fokus pengembangan
UMKM juga bukan hanya dari sisi penguatan modal kredit kepada UMKM, namun juga melakukan
pengembangan lembaga dari sisi SDM (Pelatihan, Capacity Building), memperluas jangkauan pelayanan,
pendampingan serta keberlanjutan keuangan lembaga. Dan juga pentingnya pemberdayaan awal untuk para
pedagang informal, karena upaya dalam peningkatan dibidang itu sangat penting. Konsep tersebut memusatkan
perhatian pada usaha yang menekankan pada kebijakan yang merangsang pada pertumbuhan ekonomi. Dan juga
dukungan untuk perluasan sektor pertanian dan tidak hanya pada sektor perdagangan kecil dan perikanan. Hal
tersebut juga bisa didukung dengan adanya program kelompok usaha bersama dengan memaksimalkan
kerjasama yang ada pada internal lembaga, seperti jallinan kerja sama dalam usaha bersama dengan salah satu
Organisasi Otonom Muhammadiyah atau majelis-majelis Muhammadiyah yang berkaitan dengan pemberdayaan
ekonomi dengan membuat kerajinan khusus pada pemberdayaan perempuan untuk dapat mendukung
perekonomian rumah tangga.
Terkait dalam peningkatan mutu dan kualitas SDM Organisasi di lembaga, maka perlu melakukan
penataan dan pemantapan kelembagaan baik secara vertikal maupun horizontal. Penataan kelembagaan
penunjangnya akan mempermudah pembentukan jaringan usaha dan distribusi sehingga akan tercapai efisiensi.
Disamping itu perlunya untuk terus meningkatkan kualitas dan pengelolaan manajemen secara professional
sesuai dengan standart Pengelolaan Lembaga Zakat, baik pada aspek manajemen SDM maupun manajemen
pengelolaan dana ZIS. Serta upaya dalam menumbuh kembangkan kesadaran masyarakat untuk berzakat, agar
meningkat dari waktu kewaktu, melalui kampanye gerakan sadar zakat secara terus-menerus, dari segenap
lapisan unsur masyarakat seperti mencontohkan perilaku membayar zakat, baik melalui media elektronik,
seperti film, sinetron, dan iklan-iklan layanan masyarakat, melalui media massa, seperti surat kabar, majalah,
tabloid, dan buletin, maupun melalui khutbah Jumat, pengajian rutin, dan majelis taklim harus dapat
dimanfaatkan secara optimal dalam sosialisasi zakat.

12
DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, M,A dan Hoetoro, A. 2011. Social Entrepreneurship as an Instrument to Empowering Small and
Medium Enterprises: An Islamic Perspective. Journal of Department of Economics, Kulliyyah of
Economics and Management Sciences, International Islamic University, Kuala Lumpur, Malaysia. Int. J.
Manag. Bus. Res., 1 (1), 35-46

Antonio, Muhammad Syafi‟i. 2001. Bank Syariah dari Teori ke Praktik. Jakarta: Gema Insan Press

Bachtiar, Rifa‟i. 2013. Efektivitas Pemberdayaan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) Krupuk Ikan
dalam Program Pengembangan Labsite Pemberdayaan Masyarakat Desa Kedung Rejo Kecamatan Jabon
Kabupaten Sidoarjo. Jurnal Kebijakan Manajemen Publik. Vol.1, (No.1)

Bappekab. 2013. RPJMD Kabupaten Malang tahun 2009-2013. Bappekab.malangkab.go.id/html Diakses pada
tanggal 5 Desember 2014

Bryant, Coralie dan White Louise G.. 1989. Manajemen Pembangunan Untuk Negara Berkembang
(terjemahan).Jakarta: LP3ES

Chapra, M. Umer & Habib Ahmed. 2008. Corporate Governance Lembaga Keuangan Syariah. Jakarta: Bumi
Aksara

Dasima Raimon, John Milton, Freeman. 1980. Prinsip Ekologi untuk membangun Ekonomi. Jakarta: Gramedia

Fahrudin, Sukarno. 2010. Etika Produksi Perspektif Ekonomi Islam. Jurnal Ekonomi Islam Al-Infaq. Vol 1,
(No.1)

Hamid, Suwandi Edy., M.Darson Hamid dan Sjafri Sairin. 2000. Muhammadiyah Meretas Masa Depan,
Rekonstruksi Gerakan Muhammadiyah pada Era Multi Peradaban. Yogyakarta: UII Press

Hendar dan Kusnadi. 2002. Ekonomi Koperasi. Jakarta: Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia

Irawanto, Dodi Wirawan. 2007. Strategi Pengembangan Kapasitas SDM melalui Knowledge Management.
Jurnal Kebijakan Manajemen Publik. Vol 5, (No 3)

Karim, Adiwarman Aswar. 2008. Fikih Ekonomi Keuangan Islam. Jakarta: Darul Haq.

Karim, Adiwarman Aswar. 2004. Bank Islam Analisis Fiqh dan Keuangan. Jakarta: PT Raja Grafindo

Kartasasmita.G. 1996. Pembangunan Untuk Rakyat: Memadukan Pertumbuhan dan Pemerataan. Jakarta:
CIDES

Kholiq, Abdul. 2012. Pendayagunaan Zakat, Infak dan Sedekah untuk Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat
Miskin di Kota Semarang.Jurnal Riptek Vol.6, (No.1)

Mardalis. 2008 Metode Penelitian Suatu Pendekatan Proposal. Jakarta: PT Bumi Aksara.

Maslow. 1997. Motivation and Personality (N.Y: Harper, 1954) bab 12, dikutip dalam buku Dr.Abdul Hamid
Mursi. SDM yang Produktif. Jakarta: Gema Insani Press.

Todaro, Michael P dan Smith, Stephen C. 2006. Pembangunan Ekonomi Ed.11, jilid 1. Jakarta: Penerbit
Erlangga

Moleong, J. Lexy. 2005. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya

Rahayu, Sri Yayuk. 2010. “Penerapan Sistem Tanggung Renteng Pada Koperasi Serba Usaha Setia Budi
Wanita Malang “ Jurnal Iqtishoduna Volume 5, no.2

Ravianto. 1985. Produktivitas dan Manajemen Produktivitas. Jakarta: Lembaga Sarana dan Informasi

13
Saleh, Yopi dan Yayat, Hidayat. 2011. Strategi Pengembangan Lembaga Keuangan Mikro Mendukung
Pengentasan Kemiskinan di Pedesaan. Jurnal Ilmu Pertanian.

Samiani. 2014. Laporan Keuangan LAZISMU Kabupaten Malang tahun 2014. Malang. LAZISMU

Siregar, Hermanto. 2006. Meletakkan Kembali Dasar-Dasar Pembangunan Ekonomi yang Kokoh. Kongres XVI
Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI). Manado

Sudewo, Eri. 2012. Manajemen Zakat, Infaq, Sedekah. Ciputat: IMZ

Sugiyono. 2004. Metode Penelitian Bisnis. Bandung: CV Alfabeta

Sukrianto. 2000. Organisasi Otonom Muhammadiyah. http://www.Muhammadiyah.or.id/content-48-organisasi-


otonom.html, diakses pada tanggal 15 Januari 2015

Syauqi, irfan. 2011. Indonesia Zakat dan Development Report: Kajian Empiris Peran Zakat dalam Pengentasan
Kemiskinan.Ciputat: IMZ.

14

Anda mungkin juga menyukai