Anda di halaman 1dari 5

Kajian film merupakan salah satu kajian yang menarik untuk dikulik sebab

film menyajikan cerita-cerita yang mencerminkan berbagai aspek kehidupan


manusia. Dalam konteks perfilman, konflik menjadi unsur vital yang menciptakan
dinamika penceritaan. Kajian film bukan hanya sebatas mengamati adegan-
adegan visual, tetapi juga merunut keberagaman konflik yang dihadirkan seperti
konflik ideologi, konflik moral, atau bahkan konflik internal tokoh. Keberadaan
konflik dalam sebuah film membuka pintu untuk menggali makna-makna yang
lebih dalam dan mengajak penonton merenung tentang dinamika hubungan
manusia, perjuangan, dan perubahan. Drama ataupun film merupakan salah satu
contoh dari bentuk karya sastra yang bercerita melalui percakapan dan adegan
tokoh-tokohnya (Yona et al., 2023). Noor (2009) mengungkapkan film yang
memiliki sifat rekaan ini, tetap mengacu kepada realitas dalam kehidupan dunia
nyata.
Analisis konflik dalam sebuah film dapat membawa kita dalam memahami
bagaimana elemen-elemen yang memberikan dimensi dramatik dan menggugah
emosi penonton. Film termasuk dalam sebuah karya sastra seperti yang
diungkapkan oleh Hetilaniar dan Wardiah (2021) “karya sastra adalah bentuk dari
karya seni yang mencoba menggambarkan peristiwa kehidupan manusia yang
memiliki nilai keindahan dan kebermanfaatan yang mencerminkan suatu peristiwa
kehidupan masyarakat tertentu. Seperti karya sastra lainnya, film memiliki
struktur naratif yang melibatkan konflik sebagai unsur yang memberikan
dinamika pada cerita. Penelitian terhadap konflik dalam film menjadi relevan
dalam memahami bagaimana sutradara dan penulis skenario menggunakan
keahlian artistik mereka untuk menghadirkan realitas manusia dalam bentuk yang
estetis dan bermakna.
Dengan perkembangan teknologi saat ini, seorang pengarang tidak hanya
dapat menyampaikan pikirannya lewat bahasa lisan, langsung maupun tulis.
Seseorang dapat menyampaikan pikiran, ide, gagasan maupun sebuah karya
melalui media visual (film) (Prihastiwi et al., 2022). Film menjadi sarana ekspresi
yang semakin relevan dalam era ini. Dengan bantuan visual dan audio, seorang
pengarang bisa lebih bebas mengekspresikan emosi, atmosfer, dan kompleksitas
ide-ide yang ingin disampaikan. Seiring dengan itu, teknologi juga
memungkinkan eksplorasi beragam jenis konflik, mulai dari konflik internal
karakter hingga konflik sosial yang kompleks. Dengan menggunakan medium
visual, pengarang dapat menggambarkan konflik dengan lebih detail dan
mengeksplorasi nuansa yang sulit dicapai melalui kata-kata. Oleh karena itu,
hubungan antara perkembangan teknologi, media visual seperti film, dan
representasi konflik menjadi semakin erat, menciptakan pengalaman sinematik
yang lebih mendalam dan memikat bagi penonton.
Umumnya konflik dalam film dapat dibagi menjadi dua jenis utama
konflik internal dan eksternal. Konflik internal terjadi di dalam diri karakter
utama, di mana dia berhadapan dengan konflik psikologis, moral, atau emosional.
Contohnya, pertentangan antara keinginan dan tanggung jawab atau perjuangan
dengan perasaan internal yang kompleks. Di sisi lain, konflik eksternal melibatkan
karakter utama dengan kekuatan atau elemen di luar dirinya. Ini bisa berupa
konflik dengan karakter lain, lingkungan, atau keadaan sosial. Contohnya,
pertarungan fisik, perang, atau konflik dengan antagonis dalam cerita. Kombinasi
kedua jenis konflik ini menciptakan lapisan dramatis yang kompleks dalam naratif
film. Konflik internal mengeksplorasi dimensi karakter, sementara konflik
eksternal memberikan ketegangan dan hambatan yang memotivasi perkembangan
cerita. Dengan memahami dan menyelidiki kedua aspek ini, penonton dapat lebih
mendalam dalam menghayati pengalaman film dan perjalanan karakternya.
Pada penelitian yang dilakukan oleh Yanti et al (2023) ditemukan hasil
bahwa Konflik internal dapat diketahui dari sifat tokoh utama. Konflik sendiri
dapat diartikan sebagai perselisihan, percekcokan, pertentangan maupun saling
mengalahkan. Konflik sosial merupakan suatu proses sosial antara dua orang
manusia atau lebih, yang mana salah satu pihaknya berusaha untuk
menyingkirkan atau mengalahkan pihak lain (Yona et al., 2023). Teori konflik
Lewis memberikan pemahaman yang lebih rinci tentang jenis-jenis konflik dalam
konteks hubungan sosial:
1. Konflik Realistis
Konflik realistis muncul dari rasa kekecewaan individu atau kelompok terhadap
tuntutan tertentu dalam interaksi sosial. Konflik ini memiliki dasar yang konkret
dan nyata, terkait dengan ketidakpuasan terhadap situasi atau tuntutan tertentu.
Misalnya, konflik antara karakter dalam film bisa muncul ketika satu karakter
merasa tidak puas dengan perlakuan atau ekspektasi dari karakter lainnya,
menciptakan ketegangan yang mendasar pada pengalaman sosial.
2. Konflik Non Realistis
Konflik non realistis timbul karena salah satu pihak memiliki tujuan tertentu dan
mencari kambing hitam untuk menyalahkan, bahkan jika orang tersebut tidak
bersalah. Konflik ini bersifat lebih manipulatif dan bisa melibatkan pembentukan
persepsi yang keliru atau pencarian pembenaran untuk mencapai tujuan. Contoh,
dalam sebuah film, karakter mungkin menciptakan konflik non realistis dengan
menyalahkan orang lain untuk menyembunyikan ambisi pribadinya, menciptakan
dinamika rumit yang membingungkan.
Karya sastra yang diciptakan oleh pengarang sering menggambarkan
konflik-konflik yang dialami oleh masyarakat. Beragamnya jenis konflik dalam
karya sastra atau film sangat tergantung pada bagaimana pengarang atau sutradara
membangun isi naratifnya. Isi karya sastra menjadi kunci dalam menentukan jenis
konflik yang akan muncul. Jenis konflik seperti interindividu, konflik
antarindividu, dan konflik antarkelompok sosial muncul sebagai hasil dari alur
cerita yang dibentuk oleh si pengarang (Armet, 2019). Konflik interindividu
misalnya dapat terjadi ketika dua karakter memiliki perbedaan pandangan atau
tujuan. Sementara itu, konflik antarkelompok sosial dapat berkembang karena
adanya dinamika kompleks di dalam masyarakat yang digambarkan dalam karya
tersebut.
Adapun jenis konflik "man vs himself" dalam film dapat terjadi karena
konflik internal yang dialami oleh karakter dengan dirinya sendiri. Dalam situasi
ini, karakter utama berjuang melawan konflik psikologis atau emosional yang
muncul dari dalam dirinya. Konflik semacam ini dapat terjadi dengan berbagai
cara dan memiliki penyebab yang beragam.Salah satu contoh konflik "man vs
himself" dalam film bisa muncul ketika seorang karakter berhadapan dengan
pertentangan antara keinginan dan ketakutan pribadi. Mungkin karakter tersebut
harus mengatasi trauma masa lalu atau menghadapi keputusan sulit yang
mempengaruhi kehidupannya. Misalnya dalam film seorang tokoh mungkin
mengalami konflik batin ketika dia harus memilih antara menjalani impian pribadi
atau mengutamakan tanggung jawab sosialnya.
Penyebab konflik internal semacam ini bisa sangat kompleks dan
melibatkan faktor-faktor seperti perasaan bersalah, rasa takut, atau ketidakpastian.
Konflik "man vs himself" menciptakan ketegangan emosional yang kuat dalam
naratif film, dan sering kali perjalanan karakter untuk mengatasi konflik ini
menjadi fokus utama cerita. Selain itu, penyebab konflik internal "man vs
himself" juga dapat muncul dari pertentangan antara norma sosial dan nilai-nilai
pribadi, menghasilkan dilema moral yang menekan karakter. Misalnya, seorang
tokoh film mungkin dihadapkan pada keputusan yang menantang antara
kewajiban sosial dan keinginan pribadi, menciptakan pertentangan batin yang
mendalam.
Konflik semacam ini juga sering dipicu oleh perkembangan karakter yang
kompleks dan evolusi emosionalnya sepanjang cerita. Proses ini dapat melibatkan
konfrontasi dengan masa lalu, perubahan nilai, atau pertumbuhan pribadi yang
memaksa karakter untuk memeriksa dan mengatasi aspek-aspek internalnya yang
bertentangan. Perjalanan karakter untuk mengatasi konflik internal tidak hanya
menjadi pusat cerita, tetapi juga menciptakan ruang untuk perkembangan karakter
yang mendalam dan mungkin menginspirasi perubahan positif. Maka dari itu,
konflik "man vs himself" tidak hanya memberikan dimensi dramatis pada film,
tetapi juga menyajikan naratif yang meresapi penonton dengan pengalaman
emosional yang mendalam dan relevan.

DAFTAR PUSTAKA
Armet, A., Bahardur, I., & Hartati, Y. S. (2019). Multikonflik dalam novel
Lampuki karya Arafat Nur. Magistra Andalusia: Jurnal Ilmu Sastra, 1(1).
Noor, Redyanto. 2009. Pengantar Ilmu Sastra. Semarang: Fashido.
Prihastiwi, A., Murniviyanti, L., & Hetilaniar, H. (2022). Analisis Konflik Batin
Tokoh Utama Dalam Film Liam Dan Laila Karya Arief Malinmudo
Pendekatan Psikologi Sastra. Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra
Indonesia, 1(1), 1-12.
Yanti, N., Neni, S., & Yanti, L. (2023). Konflik Tokoh Utama dalam Novel
“Bulan Nararya” Karya Sinta Yudisia. Jurnal Pendidikan Tambusai, 7(3),
25203-25214.
Yona, K. Y., Andriyani, A. A. A. D., & Aritonang, B. D. (2023). KONFLIK
SOSIAL TOKOH DALAM FILM BEYOND OUTRAGE KARYA
KITANO TAKESHI (KAJIAN SOSIOLOGI SASTRA). Jurnal Daruma:
Linguistik, Sastra dan Budaya Jepang, 3(5).

Anda mungkin juga menyukai