Anda di halaman 1dari 7

Tinjauan Pustaka

________________________________________________________________________________________________________________________

Terapi Controller pada Asma


Alexander Kam1, Fauzar2, Roza Kurniati2, Zulkarnain Arsyad2
1
Subbagian Endokrin Metabolik dan Diabetes, Bagian Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran Universitas Andalas/ RSUP Dr. M.
Djamil Padang, Indonesia
2
Subbagian Pulmonologi, Bagian Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran Universitas Andalas/ RSUP Dr. M. Djamil Padang,
Indonesia

A B S T R A C T
Asma, menurut National Heart Lung and Blood Institute Apa yang sudah diketahui tentang topik ini?
(NHBLI) pada tahun 2002, adalah kelainan inflamasi kronik
Terapi asma dibagi menjadi pengobatan kontrol jangka
pada saluran nafas yang melibatkan peran banyak sel dan
panjang atau controller dan pengobatan kerja cepat atau
komponen seluler. Tujuan jangka panjang tatalaksana asma
reliever berdasarkan farmakodinamik dan efek klinisnya.
adalah untuk mencapai kontrol gejala yang baik dan
mempertahankan aktivitas hidup yang normal serta untuk
meminimalisir risiko eksaserbasi, penghambatan jalan nafas,
dan efek samping. Obat-obatan yang tersedia untuk terapi Apa yang ditambahkan pada studi ini?
asma dibagi menjadi pengobatan kontrol jangka panjang atau Terdapat beberapa pilihan obat controller asma yang
controller dan pengobatan kerja cepat atau reliever memiliki keuntungan dan kekurangan masing-masing.
berdasarkan farmakodinamik dan efek klinisnya. Controller Pemilihan controller yang tepat akan memberikan kontrol
adalah terapi yang diberikan untuk menurunkan inflamasi asma yang baik.
saluran nafas kronik, kontrol gejala, dan menurunkan risiko
eksaserbasi dan penurunan fungsi paru. Terdapat beberapa CORRESPONDING AUTHOR
pilihan obat controller asma yang memiliki keuntungan dan Phone: 081378583746
E-mail: alexander_kam@yahoo.com
kekurangan masing-masing. Pemilihan controller yang tepat
akan memberikan kontrol asma yang baik. ARTICLE INFORMATION
Kata kunci: Asma, terapi, controller Received: April 24th, 2021
Revised: May 4th, 2021
Asthma, according to the National Heart Lung and Blood Available online: May 27th, 2021
Institute (NHBLI) in 2002, is a chronic inflammatory disorder of
the airways that involves the role of many cells and cellular
components. The long-term goals of asthma management are
to achieve good symptom control and maintain normal living
activities and to minimize the risk of exacerbations, airway
obstruction, and side effects. The drugs available for asthma
therapy are divided into long-term control or controller
medication and rapid-acting or reliever medication based on
their pharmacodynamics and clinical effects. Controller is a
therapy given to reduce chronic airway inflammation, control
symptoms, and reduce the risk of exacerbations and decreased
lung function. There are several asthma controller drug options
that have their respective advantages and disadvantages.
Selection of the right controller will provide good asthma
control.
Keyword: Ashtma, therapy, controller

http://jikesi.fk.unand.ac.id 438
ALEXANDER KAM / JURNAL ILMU KESEHATAN INDONESIA- VOL. 1 NO. 3 (2020)

Pendahuluan muscle (ASM) terlibat. Penebalan dinding jalan


Asma, menurut National Heart Lung and nafas akibat remodeling berhubungan dengan
Blood Institute (NHBLI) pada tahun 2002, adalah peningkatan AHR.1,6,7
kelainan inflamasi kronik pada saluran nafas yang
melibatkan peran banyak sel dan komponen Pilihan obat controller pada asma
seluler. Gambaran utama dari asma adalah Panduan klinis terbaru mengklasifikasikan
inflamasi saluran nafas, obstruksi aliran udara asma berdasarkan tingkat keparahan dengan
yang reversibel, airway hyperresponsiveness menggunakan gejala, fungsi paru, dan penggunaan
(AHR), dan remodeling jaringan.1,2,3 obat sebagai variabel. Obat-obatan yang tersedia
Asma, menurut Global Initiative for Asthma untuk terapi asma dibagi menjadi pengobatan
(GINA), mengenai sekitar 300 juta penduduk di kontrol jangka panjang atau controller dan
seluruh dunia. Di Indonesia, prevalensi asma pengobatan kerja cepat atau reliever berdasarkan
berkisar antara 5 – 7%. Prevalensi asma farmakodinamik dan efek klinisnya. Controller
dipengaruhi oleh banyak faktor, antara lain jenis adalah terapi yang diberikan untuk menurunkan
kelamin, status atopi, faktor keturunan, dan faktor inflamasi saluran nafas kronik, kontrol gejala, dan
lingkungan.1,2,3 menurunkan risiko eksaserbasi dan penurunan
Hingga saat ini, terapi asma tetap fungsi paru. Reliever adalah terapi yang diberikan
berdasarkan protokol pengobatan yang ketika timbul perburukan gejala.3,4
diterbitkan oleh GINA. Terapi asma tersebut Terapi controller adalah terapi untuk mencapai
terdiri dari reliever dan controller.1,4 Tujuan kontrol gejala asma yang baik, mempertahankan
jangka panjang tatalaksana asma adalah untuk aktivitas normal, dan meminimalisir terjadinya
mencapai kontrol gejala yang baik dan eksaserbasi. Terapi ini digunakan secara reguler.
mempertahankan aktivitas hidup yang normal Obat controller ini terdiri dari kortikosteroid
serta untuk meminimalisir risiko eksaserbasi, inhalasi, long-acting β2 agonist (LABA),
penghambatan jalan nafas, dan efek samping.4 leukotriene receptor antagonist (LTRA),
Melalui tinjauan kepustakaan ini, Penulis mencoba methylxanthin, long-acting muscarinic antagonist
mengulas terapi controller pada asma. (LAMA), dan anti-IgE.8,9

Patogenesis Kortikosteroid inhalasi


Asma dianggap timbul dari mekanisme yang Kortikosteroid digunakan sebagai terapi pada
kompleks dari kerentanan genetik dan pengaruh beberapa kelainan inflamasi pada paru.
lingkungan, seperti waktu dan dosis alergen serta Kortikosteroid oral pertama kali diperkenalkan
paparan terhadap infeksi. Walaupun tidak ada gen sebagai terapi asma pada tahun 1950an dan masih
spesifik atau faktor lingkungan yang khusus menjadi terapi controller yang paling efektif pada
menyebabkan asma, predisposisi genetik yang asma. Namun, beberapa efek samping muncul
merangsang respon imunoglobulin E (IgE) sehingga beberapa penelitian mulai mencari
mukosa lokal, yang dinamakan atopi, menjadi pengobatan yang menggunakan aksi yang
salah satu faktor risiko paling kuat untuk bermanfaat pada jalan nafas tanpa adanya efek
terjadinya asma.1,5 samping. Pengenalan kortikosteroid inhalasi
Secara klinis, asma muncul sebagai disfungsi merevolusi penatalaksanaan pada asma. Karena
fisiologis paru yang ditandai dengan sesak nafas, asma merupakan kelainan inflamasi yang kronis,
mengi, dan obstruksi jalan nafas yang bervariasi. kortikosteroid inhalasi dipertimbangkan sebagai
Hal ini menjelaskan peningkatan respon jalan terapi lini pertama pada asma.3,10
nafas yang disebut dengan airway hyper- Farmakokinetik kortikosteroid inhalasi/
responsiveness (AHR). Hal tersebut merupakan inhaled corticosteroid (ICS) penting dalam
kelainan fundamental pada asma, walaupun hubungannya dengan efek sistemik. Fraksi steroid
belum ada hubungan yang jelas antara gambaran yang diinhalasi ke paru beraksi secara lokal pada
imunologi dan struktural serta peningkatan mukosa jalan nafas dan diabsorbsi di permukaan
respon jalan nafas. Kontriksi bronkiolus yang jalan nafas dan alveoli. Dengan demikian, sebagian
cepat dan kembali dengan bronkodilator kecil dosis inhalasi masuk ke sirkulasi.4,10,11
memberikan pemikiran bahwa airway smooth
https://doi.org/10.25077/ jikesi.v1i3.467 Alexander Kam 439
ALEXANDER KAM / JURNAL ILMU KESEHATAN INDONESIA- VOL. 1 NO. 3 (2020)

Kortikosteroid inhalasi direkomendasikan Long-acting β2 agonist (LABA)


sebagai terapi lini pertama untuk semua pasien Agonis β2 inhalasi merupakan pilihan
asma. George (2012) menyatakan bahwa ICS bronkodilator pada asma karena obat ini
merupakan terapi controller paling efektif untuk merupakan bronkodilator paling efektif dan
asma, bahkan aman untuk kehamilan. Terapi ini memiliki efek samping yang minimal jika
sebaiknya segera dimulai pada pasien yang digunakan dengan tepat. Pengobatan β2 selektif
membutuhkan inhaler agonis β2 untuk kontrol inhalasi memiliki durasi aksi 3-6 jam. Agonis β2
gejala. Untuk sebagian besar pasien, ICS sebaiknya agonis kerja panjang inhalasi/ long-acting β2
diberikan dua kali sehari. Dosis kortikosteroid agonist (LABA), seperti salmeterol dan formoterol,
inhalasi seharusnya merupakan dosis yang memiliki durasi kerja yang lebih panjang sehingga
minimal untuk mengontrol asma. Dosis ICS dibagi efek bronkodilatasi dan bronkoproteksi bertahan
menjadi dosis rendah, sedang, dan tinggi. Dosis lebih dari 12 jam.3,13
ICS ini dijelaskan pada tabel 1.3,10,12 Okupasi reseptor β2 oleh agonis menyebabkan
aktivasi jalur Gs-adenylyl-cyclase-cAMP-PKA,
Tabel 1. Dosis ICS4 menghasilkan relaksasi otot polos bronkus.
Obat Dosis harian (mcg) Agonis β menyebabkan bronkodilatasi dengan
Rendah Sedang Tinggi secara langsung merangsang reseptor β2 pada
Beclometasone 100-200 200-400 >400
otot polos jalan nafas. Secara in vivo, terjadi
dipropionate
Budesonide 200-400 400-800 >800 penurunan resistensi jalan nafas yang cepat.10
Ciclesonide 80-160 160-320 >320 Agonis β2 bisa menyebabkan bronkodilatasi
Fluticasone 100 - 200 secara in vivo tidak hanya melalui aksi langsung
furoate pada otot polos jalan nafas, namun juga secara
Fluticasone 100-250 250-500 >500 tidak langsung dengan menghambat pelepasan
propionate
mediator dari sel inflamasi dan neurotransmiter
Mometasone 110-220 220-440 >440
furoate bronkokonstriktor dari persarafan jalan nafas.3,4,10
Triamcinolone 400-1000 1000- >2000 Agonis β2 kerja panjang inhalasi (LABA),
acetonide 2000 seperti salmeterol, formoterol, dan arformoterol
telah terbukti memiliki efek yang baik pada asma.
Prednison dan prednisolon merupakan steroid Obat ini memiliki aksi bronkodilator lebih dari 12
oral yang sering digunakan. Perbaikan klinis jam. Pengobatan ini meningkatkan kontrol asma
dengan steroid oral membutuhkan beberapa hari. dengan pemberian dua kali sehari. Belhassen
Biasanya efek maksimal dicapai dengan dosis 30- (2016) menyatakan bahwa pemberian LABA
40 mg prednison per hari. Dosis pemeliharaan dikombinasikan dengan ICS untuk mencapai
yang sering digunakan adalah 10-15 mg per kontrol gejala asma yang baik. Dosis yang
hari.3,10,11 dianjurkan adalah fluticasone 100mcg, 250mcg,
Agonis β2 juga memperkuat aksi reseptor 500mcg/ salmeterol 50mcg atau budenoside
glukokortikoid, menyebabkan peningkatan 80mcg, 160mcg/ formoterol 4,5mcg.8,10,14,15
translokasi nuklear reseptor glukokortikoid dan Efek samping dari β2 agonis tergantung pada
memperkuat ikatan reseptor glukokortikoid pada dosis dan rangsangan reseptor β ekstrapulmoner.
DNA. Hal ini menyimpulkan bahwa agonis β2 dan Johnston (2009) menyatakan bahwa efek samping
kortikosteroid memperkuat efek satu sama lain jarang ditemukan pada pemberian dengan
dalam terapi asma.10,13 inhalasi, namun sering pada pemberian dengan
Kortikosteroid inhalasi memiliki efek samping oral atau intravena. Takikardia dan palpitasi
lokal karena deposisi steroid inhalasi pada disebabkan oleh rangsangan refleks kardiak
orofaring. Masalah yang sering ditemukan adalah sekunder terhadap vasodilatasi perifer, dari
suara serak dan disfonia akibat atrofi plika vokalis rangsangan langsung reseptor β2 atrium dan
karena deposisi steroid pada laring. Iritasi kemungkinan juga berasal dari perangsangan
kerongkongan dan batuk setelah inhalasi sering reseptor β1 miokardial. Hipokalemia, merupakan
terjadi pada pemakaian MDI.10,11 efek samping yang serius, disebabkan oleh
perangsangan reseptor β2 untuk memasukkan
kalium ke dalam otot rangka.10,14,16
440 Alexander Kam
ALEXANDER KAM / JURNAL ILMU KESEHATAN INDONESIA- VOL. 1 NO. 3 (2020)

Leukotriene receptor antagonist (LTRA) Methylxanthin


Terdapat bukti bahwa cysteinyl-leukotriene Methylxanthin, seperti teofilin, sudah
(LT) diproduksi pada asma dan memiliki efek digunakan untuk terapi asma sejak tahun 1930.
yang poten terhadap fungsi jalan nafas, termasuk Teofilin hingga saat ini masih digunakan secara
bronkokonstriksi, AHR, eksudasi plasma, sekresi luas di negara berkembang karena harganya yang
mukus, dan inflamasi eosinofilik. Data ini juga tidak mahal. Teofilin menjadi lebih bermanfaat
mendukung bahwa dengan menghambat jalur dengan availabilitas plasma cepat dan lepas
leukotrien dengan leukotriene modifier akan lambat. Namun, seringnya terjadi efek samping
bermanfaat pada terapi asma, menyebabkan dan efikasi yang relatif rendah dari teofilin
pembentukan 5'-lipoxygenase enzyme inhibitor menyebabkan penurunan penggunaan obat ini
dan beberapa antagonis reseptor cys-LT1, karena agonis β2 didapatkan lebih efektif sebagai
termasuk montelukast, zafirlukast, dan bronkodilator dan kortikosteroid inhalasi lebih
pranlukast. 4,10,17 efektif sebagai antiinflamasi.3,10
Leukotriene receptor antagonist (LTRA) telah Dosis yang dianjurkan adalah 10mg/kg berat
diteliti secara intensif pada beberapa studi klinis. badan/hari. Untuk terapi jangka panjang,
LTRA menghambat efek bronkokonstriksi LTD4 pemberian dua kali sehari dengan dosis
yang diinhalasi pada orang normal dan pasien 8mg/kg/kali disarankan. Penelitian terbaru
dengan asma. Terapi tersebut juga menghambat menunjukkan, pemberian satu kali teofilin oral
bronkokonstriksi yang diinduksi oleh beberapa memberikan efektivitas yang lebih baik.3,10
paparan. Hasil yang sama didapatkan pada Terdapat hubungan yang erat antara
inhibitor 5-LO zileuton. Pengobatan ini diberikan peningkatan fungsi jalan nafas dengan konsentrasi
secara oral dan bermanfaat pada pemberian teofilin serum. Di bawah 10 mg/L, efek terapeutik
jangka panjang. Dosis yang dianjurkan adalah dianggap kecil, di atas 20 mg/L kegunaan teofilin
montelukast 10mg, zafirlukast 20mg 2 kali sehari, meningkat disertai dengan peningkatan efek
dan zileuton 400mg 4 kali sehari.8,10,17 samping, sehingga dosis terapeutik dari teofilin
Pada pasien dengan asma, anti-leukotrien adalah 10-20 mg/L. Bahkan di dalam kisaran itu,
menyebabkan peningkatan yang signifikan pada toksisitas obat masih ditemukan sehingga
fungsi paru dan gejala asma, dengan penurunan membuat teofilin menjadi pengobatan yang susah
penggunaan agonis β2 kerja pendek. Papierniak digunakan. Dosis teofilin bervariasi pada pasien
(2013) menunjukkan efek bronkodilator, dengan yang berbeda karena perbedaan dalam klirens
peningkatan pada fungsi paru, yang obat.4,8,10
menyimpulkan bahwa leukotrien berkonstribusi Efek samping yang paling sering dari teofilin
pada bronkokonstriksi pada asma. Namun, anti- adalah sakit kepala, mual, dan muntah yang
leukotrien masih kurang efektif jika dibandingkan disebabkan oleh inhibisi PDE4. Pada konsentrasi
dengan kortikosteroid inhalasi dan tidak bisa yang lebih tinggi, teofilin menyebabkan aritmia
dipertimbangkan sebagai terapi lini pertama. jantung dan kejang. Penggunaan dosis rendah
Anti-leukotrien diindikasikan sebagai terapi teofilin, dengan target konsentrasi plasma 5-10
tambahan pada pasien yang tidak terkontrol mg/L, mencegah efek samping dan interaksi obat
dengan kortikosteroid inhalasi. Keuntungan serta menurunkan kepentingan untuk memeriksa
penambahannya kecil, ekivalen dengan ulang konsentrasi plasma.10
pelipatgandaan dosis kortikosteroid inhalasi, dan
kurang efektif dibandingkan dengan penambahan Long-acting muscarinic antagonist (LAMA)
dengan LABA.10,17 Agen ini bersifat antagonis kompetitif ikatan
Zileuton, zafirlukast, dan montelukast asetilkolin dengan reseptor kolinergik muskarinik.
berhubungan dengan disfungsi hati yang jarang Obat ini akan menghambat efek asetilkolin
terjadi. Oleh karena itu, enzim yang endogen pada reseptor muskarinik, termasuk efek
menggambarkan fungsi hati sebaiknya dipantau. konstriksi langsung pada otot polos bronkus.
Beberapa kasus sindrom Churg-Strauss Rangsangan pada reseptor tersebut akan
dihubungkan dengan penggunaan zafirlukast dan mengaktivasi parasimpatis yang menyebabkan
montelukast.10,17,18 bronkokonstriksi. Efek asetilkolin pada sistem
respirasi tidak hanya bronkokonstriksi, namun
https://doi.org/10.25077/ jikesi.v1i3.467 Alexander Kam 441
ALEXANDER KAM / JURNAL ILMU KESEHATAN INDONESIA- VOL. 1 NO. 3 (2020)

juga meningkatkan sekresi trakeobronkial dan menurunkan kejadian eksaserbasi. Namun, karena
merangsang kemoreseptor pada badan karotid biayanya yang mahal, terapi ini digunakan untuk
dan aorta.10,19,20 pasien dengan asma berat yang tidak terkontrol
Pada pasien asma, obat antikolinergik kurang dengan kortikosteroid. Efek samping utam dari
efektif dalam hal bronkodilator jika dibandingkan omalizumab adalah anafilaktik, yang kejadiannya
dengan agonis β2 dan memberikan proteksi yang sangat jarang (<0,1%).8,10,21
lebih rendah terhadap rangsangan bronkus. Obat
ini lebih efektif pada pasien asma yang lebih tua Terapi controller pada asma
karena terjadi pembatasan jalan nafas yang tetap. Tujuan jangka panjang tatalaksana asma
Obat antikolinergik inhalasi efektif dalam terapi adalah untuk mencapai kontrol gejala yang baik
asma akut yang berat, namun tidak lebih efektif dan mempertahankan aktivitas hidup yang
daripada agonis β2. Namun, pada pengobatan normal serta untuk meminimalisir risiko
asma, antikolinergik memiliki efek tambahan eksaserbasi, penghambatan jalan nafas, dan efek
terhadap agonis β2 dan sebaiknya samping. Tujuan ini bisa dicapai dengan
dipertimbangkan jika kontrol asma tidak adekuat pemberian terapi controller asma yang tepat.
dengan agonis β2 saja. Antagonis muskarinik Pada tatalaksana asma berbasis kontrol,
sebaiknya dipertimbangkan ketika pengobatan tatalaksana farmakologis dan non-farmakologis
dengan teofilin memberikan efek samping yang ditetapkan dalam siklus yang terus menerus yang
hebat atau ketika agonis β2 inhalasi menyebabkan melibatkan asesmen, terapi, dan peninjauan. Asma
tremor yang mengganggu pada orang tua.10,20 diharapkan mengalami perbaikan setelah
Tiotropium bromida merupakan antikolinergik pengenalan panduan berbasis kontrol ini. Konsep
jangka panjang yang bisa diberikan dengan dosis panduan ini adalah pasien diidentifikasi untuk
18mcg satu kali sehari dengan DPI. Tiotropium pemberian dan perubahan terapi asma
berikatan dengan semua subtipe reseptor berdasarkan kontrol gejala yang jelek dengan atau
muskarinik.10,20 tanpa faktor risiko lain seperti fungsi paru yang
Antikolinergik inhalasi secara umum diterima jelek atau eksaserbasi.3,4
dengan baik. Efek samping yang signifikan adalah Untuk mendapatkan kontrol asma yang lebih
rasa tidak enak di lidah yang dapat baik, terapi controller yang reguler sebaiknya
mempengaruhi kepatuhan berobat. Tiotropium dimulai segera setelah diagnosis asma ditegakkan.
bromida menyebabkan rasa kering pada mulut Inisiasi awal kortikosteroid inhalasi pada pasien
pada 10-15% pasien, namun biasanya menghilang asma memberikan perbaikan fungsi paru yang
ketika pengobatan dilanjutkan.10,19,20 signifikan. Pasien yang tidak mendapatkan
kortikosteroid inhalasi mengalami eksaserbasi
Anti-IgE yang berat dengan penurunan fungsi paru. Respon
Peningkatan IgE spesifik merupakan gambaran pasien terhadap terapi harus di follow-up dan
fundamental pada asma alergi. Omalizumab terapi di-stepped down jika kontrol asma yang
merupakan antibodi monoklonal yang baik sudah tercapai.3,4
menghambat ikatan IgE terhadap reseptor IgE Sebelum memulai terapi controller, pencatatan
berafinitas tinggi pada sel mast dan kemudian gejala dan faktor risiko asma yang dimiliki pasien
menghambat aktivasinya oleh alergen. Terapi ini harus dilakukan. Beberapa faktor harus
juga menghambat ikatan IgE dengan reseptor IgE dipertimbangkan dalam menentukan pilihan
berafinitas rendah pada sel inflamasi yang lain, terapi. Pasien harus diajarkan cara menggunakan
seperti limfosit T dan B, makrofag, dan eosinofil, inhaler dengan baik. Selain itu, edukasi kepada
untuk menghambat inflamasi kronik. Omalizumab pasien agar pasien kontrol secara rutin diperlukan
juga menurunkan kadar IgE dalam sirkulasi.4,10,21 agar tercapai kontrol gejala asma yang baik.3,4,8
Omalizumab digunakan untuk terapi pasien Setelah memulai terapi controller, respon
dengan asma berat. Antibodi diberikan secara pasien terhadap terapi harus dinilai setelah dua
injeksi subkutan dengan dosis 150-375 mg setiap sampai tiga bulan terapi, atau lebih cepat jika
2-4 minggu, dan dosisnya ditentukan oleh kadar terjadi perburukan gejala. Step-up dan step-down
IgE sirkulasi. Omalizumab menurunkan terapi pada asma mengikuti stepwise terapi yang
kebutuhan kortikosteroid oral dan inhalasi daan dikeluarkan oleh GINA pada tahun 2021.3,4,8,9
442 Alexander Kam
ALEXANDER KAM / JURNAL ILMU KESEHATAN INDONESIA- VOL. 1 NO. 3 (2020)

Begitu terapi asma dimulai, pengambilan pendapat mengenai waktu yang tepat dan pilihan
keputusan terapi didasarkan pada siklus asesmen, penurunan terapi yang tepat pada step-down
perubahan terapi, dan peninjauan respon. terapi asma. Jika terapi terlalu cepat di-stepdown,
Pengobatan controller disesuaikan dengan risiko eksaserbasi akan meningkat walaupun
pendekatan stepwise untuk mencapai kontrol gejala masih terkontrol. Penghentian terapi ICS
gejala yang baik dan meminimalisir risiko berhubungan dengan risiko terjadinya
eksaserbasi, keterbatasan jalan nafas, dan efek eksaserbasi yang signifikan. Pengurangan dosis
samping pengobatan. Setelah kontrol asma yang ICS yang aman pada banyak pasien adalah 25-
baik dicapai dan dipertahankan selama 2-3 bulan, 50% dengan interval tiga bulan terapi. Prediktor
terapi bisa diturunkan untuk mendapatkan dosis kontrol yang jelek saat pengurangan dosis adalah
terapi paling minimal untuk pasien.3,4 airway hyperresponsiveness dan eosinofilia
Jika pasien masih mengalami tingkat sputum, namun pemeriksaan ini banyak tidak
keparahan gejala yang sama dan/ atau tersedia pada pusat kesehatan.3,4,8,9
eksaserbasi dalam 2-3 bulan pengobatan dengan
controller, nilai dan koreksi beberapa masalah Simpulan
yang sering dialami sebelum merubah terapi. Terdapat beberapa pilihan obat controller
Masalah tersebut adalah teknik menggunakan asma yang memiliki keuntungan dan kekurangan
inhaler yang tidak tepat, kepatuhan yang jelek, masing-masing. Terapi controller pada asma yang
paparan yang persisten terhadap agen pencetus direkomendasikan adalah kortikosteroid inhalasi
asma, komorbiditas yang memperburuk gejala (ICS) dan kombinasi ICS dengan LABA. Terapi
pernafasan, dan diagnosis yang salah. Jika tidak controller pada asma harus di follow-up dan
ada masalah tersebut pada pasien, dilakukan step- ditentukan apakah diperlukan step-up atau step-
up terapi.3,4,8 down terapi mengikuti stepwise terapi yang
Step-up terapi bisa dilakukan berupa sustained direkomendasikan oleh GINA 20210.
step up, short-term step up, dan day-to-day
adjustment. Sustained step up dilakukan jika Daftar Pustaka
1. Mathur SK, Busse WW. The Biology oh Asthma. In
pasien gagal mencapai kontrol asma yang adekuat Fishman's Pulmonary Diseases and Disorders fourth
dalam dua hingga tiga bulan terapi. Step-up terapi edition.: McGraw-Hill; 2008.
dilakukan setelah dipastikan tidak ada kesalahan 2. Orihara K, Dil N, Anaparti V, Moqbel R. What's new in
asthma pathophysiology and immunopathology?
dalam penggunaan alat, kepatuhan berobat masih Expert Rev Resp Med. 2010; 4(5).
baik, dan tidak ada faktor risiko seperti merokok. 3. Sundaru H, Sukamto. Asma Bronkial. In Buku Ajar
Short-term step up dilakukan dengan Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: FKUI; 20146.
4. Global Initiative for Asthma. Global Strategy for
meningkatkan dosis ICS sementara selama satu Asthma Management and Prevention, 2021. Tersedia
hingga dua minggu. Hal ini dilakukan jika pasien di www.ginasthma.org
mengalami infeksi virus atau terpapar alergen 5. Kim YM, Kim YS, Jeon SG, Kim YK.
Immunopathogenesis of allergic asthma: more than
musiman. Day-to-day adjustment diberikan pada the Th2 hypothesis. Allergy Asthma Immunol Res.
pasien yang mendapatkan kombinasi budesonid/ 2013; 5(4).
formoterol atau beklometason/ formoterol 6. Buc M, Dzurilla M, Vrlik M, Bucova M.
Immunopathogenesis of bronchial asthma. Arch
sebagai terapi controller dan reliever. Pasien Immunol Ther Exp. 2009; 57.
mengatur dosis ICS/ formoterol dari hari ke hari 7. Pynn MC, Thornton CA, Davies GA. Asthma
tergantung beratnya gejala asmanya.3,4,8 pathogenesis. Pulmao RJ. 2012; 21(2).
8. Papadakis M, McPhee S. Current Medical Diagnosis &
Jika kontrol asma yang baik sudah tercapai dan Treatment USA: McGraw-Hill; 2016.
dipertahankan selama tiga bulan, terapi bisa di- 9. Boon N, Colledge N, Walker B. Davidson's Principles
stepdown tanpa kehilangan kontrol gejala asma. & Practice of Medicine. 20th ed. Edinburgh: Elsevier;
2006.
Tujuan step-down terapi adalah untuk 10. Barnes PJ. Pulmonary Pharmacology. In Goodman
mendapatkan terapi efektif yang minimal dan and Gilman's The Pharmacological Basis of
untuk mendorong pasien agar melanjutkan terapi Therapeutics twelfth edition.: McGraw-Hill; 2011.
11. Sobande P, Kercsmar C. Inhaled corticosteroids in
controller yang reguler. Step-down terapi berbeda asthma management. Respiratory Care. 2008; 53(5).
pada beberapa pasien tergantung terapi yang saat 12. George J, Abramson M, Walker S. Asthma in
ini sedang dijalani dan faktor risiko yang dimiliki pregnancy: are inhaled corticosteroids safe?
American Journal of Respiratory and Critical Care
oleh pasien. Terdapat beberapa perbedaan Medicine. 2012; 185.
https://doi.org/10.25077/ jikesi.v1i3.467 Alexander Kam 443
ALEXANDER KAM / JURNAL ILMU KESEHATAN INDONESIA- VOL. 1 NO. 3 (2020)

13. Salpeter S, Wall A, Buckley N. Long-acting beta-


agonists with and without inhaled corticosteroids
and catastrophic asthma events. The American
Journal of Medicine. 2010; 123(4).
14. Xia Y, Kelton C, Xue L, Guo J, Bian B, Wigle P. Safety of
long-acting beta agonists and inhaled corticosteroids
in children and adolescent with asthma. Therapeutic
Advances in Drug Safety. 2013; 4(6).
15. Belhassen M, Langlois C, Laforest L, Dima A, Ginoux
M, Sadatsafavi M, et al. Level of asthma controller
therapy before admission to the hospital. J Allergy
Clin Immunol. 2016.
16. Johnston S, Edwards M. Mechanisms of adverse
effects of beta agonists in asthma. Thorax. 2009;
64(9).
17. Papierniak E, Lowenthal D, Harman E. Novel
therapies in asthma: leukotriene antagonists, biologic
agents, and beyond. American Journal of
Therapuetics. 2013; 20.
18. Montuschi P. Role of leukotrienes and leukotriene
modifiers in asthma. Pharmaceuticals. 2010; 3.
19. Smith L. Anticholinergics for patients with asthma? N
Engl J Med. 2010; 363(18).
20. Novelli F, Malagrino L, Dente F, Paggiaro P. Efficacy of
anticholinergic drugs in asthma. Expert Rev Respir
Med. 2012; 6(3).
21. Samitas K, Delimpoura V, Zervas E. Anti-IgE
treatment, airway inflammation and remodelling in
severe allergic asthma: current knowledge and future
prespectives. Eur Respir Rev. 2015; 24.

444 Alexander Kam

Anda mungkin juga menyukai