Anda di halaman 1dari 4

SOAL

1. 1. Perbuatan yang dilakukan terhadap Barbie termasuk tindak pidana yang melanggar
Pasal 355 ayat (2) KUHP Silakan dianalisis unsur subjektif dan unsur objektif dari tindak
pidana yang telah dilakukan oleh para pelaku
2. Tindak Pidana yang dilakukan merupakan tindak pidana dengan unsur yang
memberatkan. Silakan dianalisis unsur yang memberatkan dalam tindak pidana tersebut
2. 1. Silakan dibuktikan berdasarkan Pasal 263 ayat (1) KUHAP bahwa PK yang diajukan
oleh Baiq. Nuril telah memenuhi syarat formal untuk meminta PK atas putusan hakim
yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.
2. Silakan dianalisis bahwa syarat materiil yang diajukan oleh Baiq Nuril dalam
permohonan PK nya. telah sesuai dengan ketentuan Pasal 263 ayat (2) KUHAP
3. Asas Primat Hukum internasional, artinya derajat Hukum Internasional lebih tinggi dari
Hukum Nasional
Contoh: Jerman dan dalam sistem hukum Jerman tidak dipersoalkan transformasi
perjanjian internasional ke dalam hukum nasional. Pengesahan perjanjian dan
pengumuman resmi sudah mencukupi syarat suatu perjanjian internasional merupakan
bagian dari hukum nasional perjanjian internasional). Namun, Indonesia menghendaki
adanya proses transformasi bagi hukum internasional (dalam hal ini perjanjian
internasional) untuk dapat menjadi hukum nasional.
Pertanyaan:
Silakan dianalisis bahwa bagi Negara Indonesia agar perjanjian internasional dapat
menjadi hukum nasional dibutuhkan adanya proses transformasi!

JAWAB

1. 1. Pasal 355 ayat 2 yang berbunyi, "Jika perbuatan itu mengakibatkan kematian. yang
bersalah diancam dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun". Analisis unsur
subjektif dan unsur objektif dari tindak pidana yang dilakukan oleh para pelaku, yakni:
a. Unsur Subjektif : Pelaku (Andi, Surya, Pekgo, dan Goceng) mempunyai niat jahat
atau kesengajaan dalam melaksanakan perbuatan tersebut. Mereka secara sadar dan
dengan sengaja melakukan serangkaian tindakan yang mengarah pada pembiusan,
penculikan, dan pembuangan mayat. Mereka memiliki ilmu pengetahuan mengenai sifat
obat bius dan dampaknya terhadap korban. Mereka dengan sengaja menggunakan obat
bius untuk membius Barbie, menunjukkan adanya pengetahuan tentang konsekuensi dari
tindakan tersebut.
b. Unsur Objektif : Para pelaku melakukan tindakan pembiusan terhadap Barbie
dengan memberikan obat bius. Hal ini dibuktikan dari aksi Goceng yang membekap
Barbie dari belakang, yang menyebabkan Barbie pingsan. Mereka mengambil tindakan
penculikan terhadap Barbie dengan memasukkan tubuhnya yang dalam keadaan pingsan
ke dalam koper besar. Pelaku melakukan tindakan pembuangan mayat dengan membuang
koper yang berisi tubuh Barbie ke sungai. Dengan mempertimbangkan poin-poin unsur
subjektif dan unsur objektif tersebut, perbuatan para pelaku termasuk dalam tindak pidana
yang melanggar Pasal 355 ayat (2) KUHP yang berbunyi: "Barang siapa dengan sengaja
menghilangkan nyawa orang lain, diancam dengan pidana penjara seumur hidup atau
pidana penjara sementara paling lama dua puluh tahun."

2. Analisis unsur yang memberatkan dalam tindak pidana tersebut, yaitu :


a. Pra-rencana yang matang: Para pelaku melakukan perencanaan yang matang
dengan melibatkan beberapa orang dalam tindakan tersebut. Mereka merencanakan dan
melakukan persiapan dengan membeli obat bins dan koper besar, serta berkoordinasi
untuk melaksanakan perbuatan tersebut.
b. Kekejaman dan kebrutalan: Tindakan pelaku terhadap korban, termasuk
pembiusan, penculikan, dan pembuangan mayat, menunjukkan tingkat kekejaman dan
kebrutalan yang tinggi. Mereka menggunakan kekerasan fisik untuk mencapai tujuan
mereka.
c. Niat untuk menghilangkan nyawa: Dalam perbuatan ini, para pelaku dengan
sengaja melakukan tindakan yang mengarah pada hilangnya nyawa korban. Mereka
mengetahui bahwa tindakan mereka dapat berakibat fatal, namun tetap melakukannya.
d. Penghilangan jejak: Para pelaku mencoba untuk menghilangkan jejak dengan
membuang tubuh korban ke sungai. Hal ini menunjukkan niat mereka untuk menghindari
tanggung jawab hukum atas perbuatannya.

Dengan demikian, hal-hal tersebut menjadi pertimbangan unsur-unsur yang


memberatkan tersebut, tindak pidana yang dilakukan oleh para pelaku termasuk dalam
kategori tindak pidana dengan unsur yang memberatkan.

2. 1. Di dalam Pasal 263 ayat (1) KUHAP yang mengatur "Terhadap putusan pengadilan
yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, kecuali putusan bebas atau lepas dari
segala tuntutan hukum. Terpidana atau ahli warisnya dapat mengajukan permintaan
Peninjauan Kembali kepada Mahkamah Agung".

Pasal 263 ayat (2) KUHAP menyebutkan syarat materiil yang harus dipenuhi untuk
mengajukan permohonan Peninjauan Kembali (PK). Dalam analisis syarat materiil yang
diajukan oleh Baiq Nuril dalam permohonan PK-nya, perlu diperhatikan apakah dia telah
memenuhi ketentuan yang ada. PK yang diajukan oleh Baiq Nuril telah memenuhi salah
satu persyaratan formal sesuai dengan Pasal 263 ayat (1) KUHAP, yaitu pengajuan secara
tertulis. Baiq Nuril telah mengajukan permohonan PK melalui tim kuasa hukumnya secara
tertulis. Namun, untuk menilai secara menyeluruh apakah PK tersebut memenuhi semua
persyaratan formal sesuai dengan Pasal 263 ayat (1) KUHAP, diperlukan akses langsung
ke dokumen-dokumen hukum yang terkait dengan permohonan PK tersebut. Dokumen-
dokumen tersebut mungkin termasuk alasan-alasan yang jelas dan tertentu, surat kuasa,
serta dokumen pendukung lainnya. Untuk memastikan kepatuhan terhadap persyaratan
formal yang ditetapkan, disarankan untuk merujuk pada dokumen-dokumen hukum yang
terkait atau berkonsultasi dengan ahli hukum yang kompeten.
Dalam hal ini, Baiq Nuril maupun tim kuasa hukumnya telah melakukan langkah-
langkah yang diperlukan untuk mengajukan PK secara formal. Bagaimanapun, penetapan
keputusan terkait permohonan PK akan bergantung pada evaluasi dan pertimbangan yang
dilakukan oleh pihak erwenang. yaitu Mahkamah Agung (MA) sesuai dengan hukum yang
berlaku.

2. Analisis syarat-syarat materiil :


a. Waktu dan tempat tindak pidana dilakukan (tempus delicti dan locus delicti)
b. Perbuatan yang didakwakan harus jelas di rumuskan unsur-unsurnya c. Hal-hal
yang menyertai perbuatan-perbuatan pidana itu yang dapat menimbulkan masalah yang
memberatkan dan meringankan.

Berdasarkan ketentuan Pasal 263 ayat (2) KUHAP, terdapat beberapa syarat materiil
yang dapat diajukan dalam permohonan Peninjauan Kembali (PK). Dalam konteks kasus
Baiq Nuril, informasi yang disampaikan menyebutkan beberapa syarat materiil yang
mungkin telah diajukan dalam permohonan PK tersebut, yaitu:
a. Waktu dan tempat tindak pidana dilakukan (tempus delicti dan locus delicti);
Dalam kasus ini, kemungkinan ada penekanan pada waktu dan tempat terjadinya tindak
pidana yang menjadi dasar putusan hakim. Syarat ini berkaitan dengan kejelasan
mengenai kapan dan di mana tindak pidana dilakukan.
b. Perbuatan yang didakwakan harus jelas dirumuskan unsur-unsurnya: Dalam
permohonan PK, kemungkinan ada penekanan pada kejelasan dan rumusan unsur- unsur
perbuatan pidana yang menjadi dasar putusan. Baiq Nuril mungkin menyoroti aspek-
aspek perbuatan yang dianggap tidak jelas atau terdapat kekurangan dalam rumusan
unsur-unsurnya.
c. Hal-hal yang menyertai perbuatan-perbuatan pidana itu yang dapat menimbulkan
masalah yang memberatkan dan meringankan: Dalam permohonan PK. Baiq Nuril
mungkin mengajukan argumen atau fakta-fakta tambahan yang dapat memberikan
gambaran lebih lengkap tentang hal-hal yang menyertai perbuatan pidana yang
dituduhkan. Hal ini dapat digunakan sebagai alasan untuk memberatkan atau
meringankan hukuman yang dijatuhkan.

Jadi dapat disimpulkan, bahwa analisis ini didasarkan pada informasi yang terbatas
dan umum mengenai syarat materiil yang umumnya diajukan dalam PK Untuk
mendapatkan analisis yang lebih akurat dan tepat terkait dengan kasus Baiq Nuril perlu
dipertimbangkan informasi lebih rinci dan konsultasi dengan pengacara atau ahli hukum
yang kompeten dalam masalah ini.

3. Analisisnya yakni :
Dalam sistem hukum Indonesia, perjanjian internasional membutuhkan proses
transformasi i agar dapat menjadi bagian dari hukum nasional. Konsep ini dikenal
sebagai "prinsip transformasi" atau "prinsip dualisme" dalam hukum internasional,
Menurut prinsip transformasi, perjanjian internasional yang telah diratifikasi oleh
Indonesia tidak secara otomatis memiliki kekuatan hukum di dalam negeri. Untuk
menjadi hukum nasional, perjanjian tersebut harus melalui proses transformasi menjadi
peraturan perundang-undangan yang berlaku di dalam sistem hukum Indonesia. Proses
transformasi ini melibatkan langkah-langkah seperti pengesahan olch lembaga legislatif
(misalnya DPR), penyusunan undang-undang atau keputusan presiden yang mengatur
pelaksanaan perjanjian, dan penerbitan pengumuman resmi untuk memberitahukan
kepada masyarakat mengenai keberlakuan perjanjian tersebut. Perbedaan pendekatan ini
antara Indonesia dengan sistem hukum Jerman, yang mengakui prinsip primat hukum
internasional. mencerminkan perbedaan dalam interpretasi dan implementasi hukum
internasional di masing-masing negara. Dalam konteks Indonesia, proses transformasi
perjanjian internasional menjadi hukum nasional memiliki tujuan untuk mengintegrasikan
perjanjian tersebut ke dalam sistem hukum yang ada. serta memberikan kejelasan dan
kepastian hukum bagi masyarakat Indonesia dalam mengimplementasikan perjanjian
internasional.

Akan tetapi, penting untuk dicatat bahwa ada pengecualian tertentu di mana
perjanjian internasional dapat langsung berlaku di dalam sistem hukum Indonesia tanpa
melalui proses transformasi, seperti perjanjian yang diakui sebagai bagian dari hukum
nasional berdasarkan prinsip-prinsip konstitusional atau putusan pengadilan. Sekian
analisis mengenai proses transformasi perjanjian internasional menjadi hukum nasional di
Indonesia. Penting untuk dicatat bahwa analisis ini berdasarkan informasi yang tersedia
hingga September 2021, dan prinsip-prinsip hukum dapat mengalami perubahan atau
perkembangan dimasa mendatang.

Anda mungkin juga menyukai