Anda di halaman 1dari 7

TUGAS TUTON III

SISTEM HUKUM INDONESIA “ISI4P131”


Soal 1
Kasus Posisi
Andi merasa terganggu akan sikap Barbie selingkuhannya yang meminta untuk
dinikahi sebagai istri sah, sedangkan Andi telah memiliki istri sah. Oleh karena
itu, Andi meminta Surya untuk membius Barbie dan memasukkannya ke dalam
koper besar, sehingga Barbie dapat diteror agar tidak menganggu Andi
dikemudian hari. Andi memberikan dana sebesar Rp.100 juta kepada Surya.

Kemudian Surya meminta bantuan kepada beberapa temannya, yaitu Pekgo dan
Goceng dalam melakukan permintaan Andi. Lalu mereka membeli obat bius dan
koper besar.

Pada tanggal 30 Desember 2020, Andi mengirimkan pesan singkat melalui


Whatsapp kepada Surya, bahwa Barbie akan pergi ke Parapat dan akan kembali
ke kediamannya di Kota Medan pada tanggal 1 Januari 2021. Atas informasi
tersebut, Surya menghubungi Pekgo dan Goceng untuk standby pada tanggal itu.
Pada Tanggal 1 Januari 2021, Andi mengirimkan pesan singkat melalui
Whatsapp kepada Surya yang menginformasikan, bahwa korban akan pulang dari
Parapat kira-kira jam 18.00 WIB. Sekitar pukul 22.30 WIB, Surya mendapatkan
kabar dari Pekgo, jika Barbie sudah masuk ke kompleks perumahannya. Dengan
adanya kabar itu, Surya dan Goceng menunggu Barbie di depan rumahnya.
Setelah Barbie telah sampai di rumahnya dan turun dari mobil, Goceng langsung
membekap Barbie dari belakang yang menyebabkan Barbie terjatuh pingsan.
Goceng lalu membawa korban masuk ke dalam mobil yang dikemudikan oleh
Surya. Surya dan Goceng lalu menjemput Pekgo dan mereka menuju ke kawasan
perkebunan sawit yang sepi. Lalu memasukkan tubuh Barbie yang dalam
keadaan pingsan ke dalam koper besar yang telah dipersiapkan dan
membuangkan ke sungai. Beberapa hari kemudian masyarakat digemarkan
dengan penemuan mayat dalam koper.
Pertanyaan :
1. Perbuatan yang dilakukan terhadap Barbie termasuk tindak pidana yang
melanggar Pasal 355 ayat (2) KUHP. Silakan dianalisis unsur subjektif dan
unsur objektif dari tindak pidana yang telah dilakukan oleh para pelaku.
Jawaban :
Perbuatan yang dilakukan terhadap Barbie termasuk tindak pidana yang
melanggar Pasal 355 ayat (2) KUHP. Untuk menganalisis unsur subjektif dan
objektif dari tindak pidana tersebut, berikut adalah penjelasannya:
A. Unsur Subjektif:
 Niat jahat :
Para pelaku, yaitu Andi, Surya, Pekgo, dan Goceng, memiliki niat jahat
untuk melukai atau menghilangkan nyawa Barbie dengan
membiuskannya dan memasukkannya ke dalam koper besar.
 Kesengajaan :
Para pelaku dengan sengaja melakukan tindakan tersebut tanpa adanya
alasan yang sah.
B. Unsur Objektif :
 Perbuatan melukai atau menghilangkan nyawa :
Para pelaku telah melukai dan menghilangkan nyawa Barbie dengan
membekapnya dan memasukkan tubuhnya yang dalam keadaan pingsan
ke dalam koper besar.
 Penggunaan obat bius :
Para pelaku menggunakan obat bius untuk membius Barbie agar ia tidak
dapat melawan atau menghindar dari tindakan mereka.
 Pemasukan ke dalam koper besar :
Barbie dimasukkan ke dalam koper besar secara paksa dan dibuang ke
sungai.

2. Tindak Pidana yang dilakukan merupakan tindak pidana dengan unsur yang
memberatkan. Silakan dianalisis unsur yang memberatkan dalam tindak
pidana tersebut.
Jawaban :
Tindak pidana yang dilakukan merupakan tindak pidana dengan unsur yang
memberatkan. Beberapa unsur yang memberatkan dalam tindak pidana
tersebut dapat dianalisis sebagai berikut:
 Pra-rancangan :
Para pelaku secara terencana merencanakan tindakan tersebut dengan
melibatkan beberapa orang dan membeli obat bius serta koper besar.
 Kekejaman :
Para pelaku melakukan tindakan yang kejam dengan membekap dan
memasukkan Barbie ke dalam koper besar, yang akhirnya mengakibatkan
kematiannya.
 Penghilangan jejak :
Para pelaku membuang tubuh Barbie ke sungai dengan maksud untuk
menghilangkan jejak dan menghindari tanggung jawab hukum.
 Kerugian yang ditimbulkan :
Tindakan tersebut mengakibatkan hilangnya nyawa Barbie, yang
merupakan kerugian yang sangat berat bagi korban dan keluarganya.

Soal 2
Nuril mengajukan Permohonan PK terhadap putusan Mahkamah Agung (MA)
Nomor 574K/PID.SUS/2018 tanggal 26 September 2018, Jo putusan Pengadilan
Negeri Mataram Nomor 265/Pos.Sus/2017/PN Mtr tanggal 26 Juli 2017 (sumber
: https://www.kai.or.id/berita/14055/melalui-kuasa-hukum-baiq-nuril-resmi-
ajukan-pk-putusan-ma.html).
Terhadap keputusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap
dapat diminta kembali peninjauan kembali oleh Mahkamah Agung dengan
syarat-syarat tertentu yaitu syarat formal dan syarat materiil.
Pertanyaan :
1. Silakan dibuktikan berdasarkan Pasal 263 ayat (1) KUHAP bahwa PK yang
diajukan oleh Baiq Nuril telah memenuhi syarat formal untuk meminta PK
atas putusan hakim yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.
Jawaban :
Untuk membuktikan bahwa Permohonan Peninjauan Kembali (PK) yang
diajukan oleh Baiq Nuril telah memenuhi syarat formal berdasarkan Pasal 263
ayat (1) KUHAP, perlu diperhatikan ketentuan-ketentuan sebagai berikut:
Pasal 263 ayat (1) KUHAP menyatakan bahwa PK atas putusan yang telah
mempunyai kekuatan hukum tetap dapat diminta kembali jika terdapat alasan
yang kuat dan baru yang dapat mengarah pada kesimpulan bahwa putusan
tersebut tidak benar atau tidak adil.
Dalam kasus Baiq Nuril, dia mengajukan PK terhadap putusan Mahkamah
Agung (MA) Nomor 574K/PID.SUS/2018 tanggal 26 September 2018, Jo
putusan Pengadilan Negeri Mataram Nomor 265/Pos.Sus/2017/PN Mtr
tanggal 26 Juli 2017. Baiq Nuril telah mengajukan alasan baru dan kuat dalam
permohonannya, yaitu adanya perubahan sikap korban dan keterangan baru
dari ahli yang menyatakan bahwa rekaman yang menjadi dasar putusan
tersebut bukanlah pornografi.
Dengan demikian, PK yang diajukan oleh Baiq Nuril memenuhi syarat formal
berdasarkan Pasal 263 ayat (1) KUHAP karena terdapat alasan baru dan kuat
yang dapat mengarah pada kesimpulan bahwa putusan tersebut tidak benar
atau tidak adil.

2. Silakan dianalisis bahwa syarat materiil yang diajukan oleh Baiq Nuril dalam
permohonan PK nya telah sesuai dengan ketentuan Pasal 263 ayat (2)
KUHAP.
Jawaban :
Untuk menganalisis apakah syarat materiil yang diajukan oleh Baiq Nuril
dalam permohonan PK telah sesuai dengan ketentuan Pasal 263 ayat (2)
KUHAP, perlu diperhatikan ketentuan tersebut : Pasal 263 ayat (2) KUHAP
menyebutkan bahwa dalam permohonan PK harus disebutkan alasan-alasan
baru yang kuat yang dapat membuktikan bahwa putusan tersebut tidak benar
atau tidak adil.
Dalam permohonan PK-nya, Baiq Nuril menyebutkan adanya perubahan sikap
korban dan keterangan baru dari ahli yang menyatakan bahwa rekaman yang
menjadi dasar putusan bukanlah pornografi. Alasan-alasan baru ini dianggap
kuat dan dapat membuktikan bahwa putusan tersebut tidak benar atau tidak
adil.
Dengan demikian, syarat materiil yang diajukan oleh Baiq Nuril dalam
permohonan PK telah sesuai dengan ketentuan Pasal 263 ayat (2) KUHAP
karena ia telah menyebutkan alasan-alasan baru yang kuat yang dapat
membuktikan ketidakbenaran atau ketidakadilan putusan.

Soal 3
Asas Primat Hukum Internasional, artinya derajat Hukum Internasional lebih
tinggi dari Hukum Nasional. Contoh : Jerman dan dalam sistem hukum Jerman
tidak dipersoalkan transformasi perjanjian internasional ke dalam hukum
nasional. Pengesahan perjanjian dan pengumuman resmi sudah mencukupi syarat
suatu perjanjian internasional merupakan bagian dari hukum nasional.

Namun, Indonesia menghendaki adanya proses transformasi bagi hukum


internasional (dalam hal ini perjanjian internasional) untuk dapat menjadi hukum
nasional.
Pertanyaan :
Silakan dianalisis bahwa bagi Negara Indonesia agar perjanjian internasional
dapat menjadi hukum nasional dibutuhkan adanya proses transformasi!.
Jawaban :
Indonesia menghendaki adanya proses transformasi bagi hukum internasional
(perjanjian internasional) sebelum dapat menjadi hukum nasional. Hal ini berarti
bahwa perjanjian internasional tidak langsung berlaku sebagai hukum nasional di
Indonesia, melainkan membutuhkan proses transformasi atau pengesahan khusus
dalam sistem hukum nasional.
Beberapa alasan mengapa Indonesia menerapkan proses transformasi bagi
perjanjian internasional untuk menjadi hukum nasional antara lain:
 Prinsip Kedaulatan Negara :
Indonesia menghargai prinsip kedaulatan negara, di mana negara memiliki
wewenang untuk menentukan hukum nasional yang berlaku di dalam
wilayahnya. Dengan adanya proses transformasi, negara dapat menyesuaikan
perjanjian internasional dengan kebutuhan dan kondisi domestik, serta
memastikan bahwa perjanjian tersebut sesuai dengan sistem hukum yang
berlaku di Indonesia.
 Kepastian Hukum :
Proses transformasi memungkinkan negara untuk memastikan bahwa
perjanjian internasional yang akan dijadikan hukum nasional telah melalui
mekanisme yang jelas dan terdefinisi. Dengan demikian, tercipta kepastian
hukum bagi pihak-pihak yang terlibat dalam pelaksanaan perjanjian tersebut.
 Pengaturan Lebih Rinci :
Transformasi perjanjian internasional ke dalam hukum nasional memberikan
kesempatan bagi negara untuk mengatur lebih rinci pelaksanaan dan
implementasi perjanjian tersebut. Hal ini penting mengingat bahwa setiap
negara memiliki kebutuhan, kebijakan, dan prosedur yang berbeda dalam
menerapkan perjanjian internasional di tingkat nasional.

Sumber Referensi :
1. Modul ISIP4131 Sistem Hukum Indonesia
2. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Indonesia.
3. Penjelasan mengenai Pasal 355 ayat (2) KUHP.
4. Modul ISIP4131 Sistem Hukum Indonesia
5. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana
(KUHAP) Indonesia.
6. Berita dari KAI (Komisi Advokasi Indonesia): "Melalui Kuasa Hukum, Baiq
Nuril Resmi Ajukan PK Putusan MA"
(https://www.kai.or.id/berita/14055/melalui-kuasa-hukum-baiq-nuril-resmi-
ajukan-pk-putusan-ma.html)

Anda mungkin juga menyukai