Anda di halaman 1dari 7

NAMA : Bayu Muhharam

NIM : 044767014

PRODI : ILMU KOMUNIKASI

TUGAS 3 SISTEM HUKUM INDONESIA

Soal 1

Kasus Posisi

Andi merasa terganggu akan sikap Barbie selingkuhannya yang meminta untuk dinikahi
sebagai istri sah, sedangkan Andi telah memiliki istri sah. Oleh karena itu, Andi meminta
Surya untuk membius Barbie dan memasukkannya ke dalam koper besar, sehingga Barbie
dapat diteror agar tidak menganggu Andi dikemudian hari. Andi memberikan dana sebesar
Rp.100 juta kepada Surya.

Kemudian Surya meminta bantuan kepada beberapa temannya, yaitu Pekgo dan Goceng
dalam melakukan permintaan Andi. Lalu mereka membeli obat bius dan koper besar.

Pada tanggal 30 Desember 2020, Andi mengirimkan pesan singkat melalui Whatsapp kepada
Surya, bahwa Barbie akan pergi ke Parapat dan akan kembali ke kediamannya di Kota Medan
pada tanggal 1 Januari 2021. Atas informasi tersebut, Surya menghubungi Pekgo dan Goceng
untuk standby pada tanggal itu. Pada Tanggal 1 Januari 2021, Andi mengirimkan pesan
singkat melalui Whatsapp kepada Surya yang menginformasikan, bahwa korban akan pulang
dari Parapat kira-kira jam 18.00 WIB. Sekitar pukul 22.30 WIB, Surya mendapatkan kabar
dari Pekgo, jika Barbie sudah masuk ke kompleks perumahannya. Dengan adanya kabar itu,
Surya dan Goceng menunggu Barbie di depan rumahnya. Setelah Barbie telah sampai di
rumahnya dan turun dari mobil, Goceng langsung membekap Barbie dari belakang yang
menyebabkan Barbie terjatuh pingsan. Goceng lalu membawa korban masuk ke dalam mobil
yang dikemudikan oleh Surya. Surya dan Goceng lalu menjemput Pekgo dan mereka menuju
ke kawasan perkebunan sawit yang sepi. Lalu memasukkan tubuh Barbie yang dalam
keadaan pingsan ke dalam koper besar yang telah dipersiapkan dan membuangkan ke sungai.
Beberapa hari kemudian masyarakat digemarkan dengan penemuan mayat dalam koper.

Pertanyaan :
1. Perbuatan yang dilakukan terhadap Barbie termasuk tindak pidana yang
melanggar Pasal 355 ayat (2) KUHP. Silakan dianalisis unsur subjektif dan unsur
objektif dari tindak pidana yang telah dilakukan oleh para pelaku.

Jawab:

Pasal 355 ayat (2) KUHP dalam hukum Indonesia mengatur tentang penganiayaan yang
mengakibatkan luka-luka berat atau meninggal dunia. Berdasarkan deskripsi situasi, tindakan
yang dilakukan terhadap Barbie melibatkan pembiusan, penganiayaan dengan menyebabkan
pingsan, dan akhirnya pembuangan mayat dalam koper ke sungai.

• Secara umum, unsur subjektif dalam Pasal 355 ayat (2) KUHP melibatkan niat atau
kesengajaan untuk melakukan tindakan penganiayaan yang mengakibatkan luka-luka berat
atau kematian. Dalam kasus ini, Andi, Surya, Pekgo, dan Goceng memiliki niat yang jelas
untuk menganiaya Barbie dengan cara membiuskannya, membekapnya hingga ia pingsan,
dan akhirnya memasukkan tubuhnya ke dalam koper dan membuangnya ke sungai. Unsur
subjektif ini dapat menjadi faktor penting dalam menentukan kesalahan para pelaku.

• Unsur objektif dalam Pasal 355 ayat (2) KUHP adalah adanya Tindakan penganiayaan yang
mengakibatkan luka-luka berat atau kematian. Dalam kasus ini, tindakan pembiusan,
penganiayaan fisik yang menyebabkan pingsan, dan pembuangan mayat dapat dikategorikan
sebagai tindakan yang mengakibatkan luka-luka berat atau kematian terhadap Barbie.

2. Tindak Pidana yang dilakukan merupakan tindak pidana dengan unsur yang
memberatkan. Silakan dianalisis unsur yang memberatkan dalam tindak pidana
tersebut.

Jawab:

Dalam kasus ini, terdapat beberapa unsur yang dapat dianggap memberatkan dalam tindak
pidana yang dilakukan oleh para pelaku. Berikut adalah beberapa unsur yang mungkin
termasuk dalam kategori tersebut:

1. Pra-rencana yang matang: Para pelaku secara rinci merencanakan tindakan yang
akan mereka lakukan, termasuk membeli obat bius dan koper besar sebelumnya.
Mereka juga berkomunikasi secara teratur melalui pesan singkat untuk
mengoordinasikan aksi mereka. Keberadaan pra-rencana yang matang menunjukkan
adanya kesengajaan dan pemikiran yang mendalam dalam melakukan tindakan ilegal.
2. Kejahatan berencana: Para pelaku telah menyusun rencana dengan tujuan khusus
untuk menculik, membius, menganiaya, dan membuang mayat Barbie. Kejahatan
semacam itu yang melibatkan tindakan berencana biasanya dianggap lebih serius dan
dapat dikenakan sanksi yang lebih berat dalam sistem hukum.
3. Kejahatan berkelompok: Tindakan yang dilakukan melibatkan beberapa pelaku,
yaitu Andi, Surya, Pekgo, dan Goceng, yang saling bekerja sama untuk melaksanakan
rencana tersebut. Kejahatan berkelompok sering kali dianggap lebih serius karena
melibatkan koordinasi dan partisipasi aktif dari beberapa orang dalam melakukan
tindakan ilegal.
4. Kejahatan kekerasan: Tindakan penganiayaan yang dilakukan terhadap Barbie,
termasuk pembiusan dan penggunaan kekerasan fisik yang menyebabkan pingsan,
dapat dianggap sebagai unsur yang memberatkan. Penggunaan kekerasan dalam
melakukan kejahatan sering kali dianggap sebagai faktor yang meningkatkan
keberbahayaan dan keseriusan tindakan tersebut.
5. Pembuangan mayat: Setelah menganiaya Barbie hingga pingsan, para pelaku
memasukkan tubuhnya ke dalam koper besar yang telah dipersiapkan dan
membuangnya ke sungai. Tindakan ini melibatkan penghilangan mayat dengan cara
yang kasar dan tidak manusiawi, yang dapat dianggap sebagai unsur yang
memberatkan dalam tindak pidana tersebut.

Soal 2

Nuril mengajukan Permohonan PK terhadap putusan Mahkamah Agung (MA) Nomor


574K/PID.SUS/2018 tanggal 26 September 2018, Jo putusan Pengadilan Negeri Mataram
Nomor 265/Pos.Sus/2017/PN Mtr tanggal 26 Juli 2017

(sumber : https://www.kai.or.id/berita/14055/melalui-kuasa-hukum-baiq-nuril-resmi-ajukan-
pk-putusan-ma.html).

Terhadap keputusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dapat diminta
kembali peninjauan kembali oleh Mahkamah Agung dengan syarat-syarat tertentu yaitu
syarat formal dan syarat materiil.
Pertanyaan :

1. Silakan dibuktikan berdasarkan Pasal 263 ayat (1) KUHAP bahwa PK yang
diajukan oleh Baiq Nuril telah memenuhi syarat formal untuk meminta PK atas
putusan hakim yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.

Jawab:

Dalam konteks Peninjauan Kembali, informasi umum mengenai PK berdasarkan Pasal 263
ayat (1) KUHAP. Pasal ini menyatakan bahwa PK dapat diajukan terhadap putusan
pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dengan syarat-syarat tertentu.syarat
formal biasanya melibatkan prosedur pengajuan yang harus diikuti. Dalam beberapa kasus
umum, Beberapa syarat formal yang umumnya harus dipenuhi untuk mengajukan PK antara
lain:

1. Waktu pengajuan: Terdapat batas waktu tertentu yang ditetapkan untuk mengajukan
PK setelah putusan hakim mempunyai kekuatan hukum tetap. Batas waktu ini berbeda
tergantung pada jenis kasus dan jenis keputusan yang diajukan PK-nya.
2. Pengajuan secara tertulis: Permohonan PK harus diajukan secara tertulis sesuai
dengan ketentuan yang berlaku. Permohonan ini biasanya harus mencantumkan
alasan-alasan yang membenarkan adanya Peninjauan Kembali.
3. Alasan Peninjauan Kembali: Permohonan PK harus memenuhi alasan-alasan yang
diatur dalam undang-undang, seperti adanya bukti baru yang relevan yang tidak
diketahui atau tidak dapat dihadirkan pada saat persidangan sebelumnya, atau adanya
kesalahan hukum dalam putusan yang berdampak signifikan.
4. Identitas pihak yang berwenang: PK harus diajukan oleh pihak yang memiliki
kepentingan hukum dalam perkara tersebut, biasanya oleh pihak yang merasa
dirugikan oleh putusan tersebut atau kuasanya. Identitas dan kualifikasi pihak yang
berwenang untuk mengajukan PK dapat diatur dalam peraturan perundang-undangan
yang berlaku.

2. Silakan dianalisis bahwa syarat materiil yang diajukan oleh Baiq Nuril dalam
permohonan PK nya telah sesuai dengan ketentuan Pasal 263 ayat (2) KUHAP.

Jawab:
Berikut Informasi umum mengenai syarat materiil yang umumnya diperlukan untuk
mengajukan Peninjauan Kembali (PK) berdasarkan Pasal 263 ayat (2) KUHAP. Pasal ini
menyatakan bahwa PK dapat diajukan jika terdapat keadaan-keadaan yang memenuhi syarat
materiil tertentu, antara lain:

1. Terdapat alat bukti baru yang belum pernah diajukan sebelumnya dalam persidangan
dan alat bukti tersebut dapat mempengaruhi putusan perkara.
2. Terdapat alat bukti yang telah diajukan dalam persidangan, tetapi pada saat itu alat
bukti tersebut dikuasai oleh pihak lain atau belum dapat ditemukan, dan kemudian
alat bukti tersebut ditemukan atau dapat dikuasai oleh pemohon PK.
3. Terdapat putusan baru yang dikeluarkan oleh lembaga peradilan yang berwenang,
baik dalam negeri maupun luar negeri, yang berkekuatan hukum tetap dan
mempengaruhi putusan perkara yang diajukan untuk PK.
4. PK harus didasarkan pada alasan yang kuat dan relevan, seperti adanya fakta baru
yang penting yang tidak diketahui pada saat persidangan sebelumnya atau adanya
kekeliruan dalam putusan yang berpotensi mempengaruhi keadilan.
5. PK harus diajukan dalam batas waktu yang ditentukan oleh hukum, yang umumnya
memiliki batasan waktu tertentu setelah putusan hakim memperoleh kekuatan hukum
tetap.

Soal 3

Asas Primat Hukum Internasional, artinya derajat Hukum Internasional lebih tinggi dari
Hukum Nasional. Contoh : Jerman dan dalam sistem hukum Jerman tidak dipersoalkan
transformasi perjanjian internasional ke dalam hukum nasional. Pengesahan perjanjian dan
pengumuman resmi sudah mencukupi syarat suatu perjanjian internasional merupakan bagian
dari hukum nasional.

Namun, Indonesia menghendaki adanya proses transformasi bagi hukum internasional (dalam
hal ini perjanjian internasional) untuk dapat menjadi hukum nasional.

Pertanyaan :

Silakan dianalisis bahwa bagi Negara Indonesia agar perjanjian internasional dapat
menjadi hukum nasional dibutuhkan adanya proses transformasi!.

Jawab:
Benar, dalam konteks hukum internasional, terdapat perbedaan pendekatan antara asas primat
hukum internasional (monism) dan asas primat hukum nasional (dualism) dalam memandang
hubungan antara hukum internasional dan hukum nasional. Dalam asas primat hukum
internasional, hukum internasional dianggap memiliki derajat yang lebih tinggi dibandingkan
hukum nasional. Dalam konteks ini, perjanjian internasional yang telah diratifikasi oleh
negara menjadi bagian dari hukum nasional secara langsung tanpa memerlukan proses
transformasi atau pengadopsian dalam peraturan nasional. Dengan kata lain, perjanjian
internasional yang telah diratifikasi akan memiliki kekuatan hukum yang sama dengan
peraturan-peraturan nasional di negara tersebut. Contoh yang Anda berikan mengenai system
hukum Jerman adalah salah satu contoh pendekatan monism dalam mengintegrasikan
perjanjian internasional ke dalam hukum nasional.

Namun, Indonesia menganut pendekatan dualisme dalam hubungan antara hukum


internasional dan hukum nasional. Dalam dualisme, perjanjian internasional tidak secara
otomatis menjadi bagian dari hukum nasional tanpa melalui proses transformasi dalam
bentuk pengesahan atau adopsi ke dalam peraturan-peraturan nasional. Dalam konteks ini,
perjanjian internasional harus mengikuti prosedur tertentu yang ditetapkan oleh hukum
nasional Indonesia untuk dapat diakui dan diterapkan sebagai bagian dari hukum nasional.
Jadi, untuk menjadikan perjanjian internasional sebagai hukum nasional di Indonesia,
diperlukan proses transformasi yang melibatkan pengesahan atau adopsi ke dalam peraturan-
peraturan nasional sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Hal ini merupakan prinsip dasar
yang diikuti oleh sistem hukum Indonesia dalam mengintegrasikan hukum internasional ke
dalam hukum nasionalnya.

Penting untuk dicatat bahwa pilihan antara asas primat hukum internasional (monism) dan
asas primat hukum nasional (dualism) merupakan kebijakan negara dan dapat berbeda antara
satu negara dengan negara lainnya.

Sumber Referensi :
BMP/ ISIP4131/ Sistem Hukum Indonesia

https://hukumonline.com/klinik/a/perbuatan-perbuatan-yang-termasuk-
penganiayaanlt515867216deba/

https://mh.uma.ac.id/pahami-teori-monisme-dualisme-dalam-hukum-internasional/

Anda mungkin juga menyukai