Oleh :
Dian Purnama
032024253028
KP B
FAKULTAS HUKUM
2021
BAB I
PENDAHULUAN
Manusia sebagai makhluk hidup yang selalu mmebutuhkan bantuan orang lain
juga membutuhkan benda. Tidak ada kegiatan yang dapat dilakukan manusia tanpa
adanya bantuan benda sehingga dapat dilihat bahwa benda ini merupakan suatu alat
benda guna meningkatkan kesejahteraan hidupnya. Karena manusia merasa tidak mudah
dirasa benda yang dimilikinya henda dirampas maka akan melakukan berbagai cara
untuk melindungi benda miliknya. Ketika kita melihat benda-benda yang berada
disekeliling kita maka dapat terlihat bahwa ditemukan benda yang tak terhitung
jumlahnya dan benda yang beraneka ragam jenisnya. Karena begitu banyak jumlah
benda dan beragam pula jenis bendanya maka pembentuk Burgerlijk Wetbook (BW)
merasa bahwa diperlukan norma hukum yang jelas guna untuk memberikan kejelasan
dan kepastian akan benda2 yang berada di sekitar manusia serta membaginya ke dalam
5. Benda yang dapat dibagi-benda yang tidak dapat dibagi (Pasal 1163 BW)
7. Benda yang dapat diganti-benda yang tidak dapat diganti (Pasal 1694 BW)
Melihat penggolongan diatas ini maka dapat dilihat bahwa penggolongan dalam BW
sebegitu rinci dan jelas, apabila dibandingkan dengan penggolongan benda dalam
hukum adat yang hanya mengenal benda berupa tanah dan benda bukan tanah
Hak milik atas suatu benda ini merupakan salah satu jenis hak kebendaan
atribut hak milik atas suatu benda dikarenakan dapat menggunakan benda secara
bebas sebagaimana diatur dalam pasal 570 BW yang menyatakan bahwa hak milik
adalah hak untuk menikmati suatu benda dengan penuh dan bebas sepanjang tidak
melanggar hak orang lain dan UU, namun hak ini tidak menutup kemungkinan
dicabut demi kepentingan umum dan akan mendapatkan ganti rugi atas pencabutan
tersebut. Ciri-ciri yang dimiliki hak milik jika dibandingkan dengan hak
keperdataan lainnya :
1. Hak milik dapat menjadi induk dari hak keperdataan lainnya dimana
apabila diatas hak milik lahir hak keperdataan lain maka ini tidak
2. Hak milik sebagia hak yang kwantitatif dimana dia lebih kuat dan lengkap
lain.
waktu. Andai pemegang hak milik meninggal dunia maka akan digantikan
BERGERAK
dalam pasal 511 bw. Disini penguasa menentukan apa saja yang dapat
Para pihak tidak diperkenankan menentukan klasifikasi benda apa saja yang
termasuk benda bergerak karena pengaturan benda dalam buku II BW ini bersifat
tertutup. Dalam buku II BW ini menegaskan bahwa untuk benda bergerak siapa
yang menguasai secara nyata dianggap sebagai pemilik. Sedangkan untuk benda
a. Benda tidak bergerak karena sifatnya, dimana jenis benda ini berdasar ciri
benda tidak bergerak (Pasal 507 BW). Kualifikasi sebagai benda bergerak
tidak bergerak yang dilekatinya, ini merupakan salah satu wujud konkrit
berlaku asas yang ada dalam pasal 1977 BW dimana ditetapkan bahwa
ini tidak berlaku bagi benda yang tidak bergerak dimana kalau dicermati
b. Dalam bidang levering dalam levering ini memiliki tujuan final yaitu
beralihnya hak milik suatu benda dari satu tangan ke tangan lainnya.
Dalam levering terdapat 2 unsur yaitu penyerahan nyata dan penyerahan
hipotek.
dilakukan terhadap benda bergerak, apabila dirasa tidak cukup maka baru
dapat melakukan sita terhadap benda tidak bergerak (Pasal 197 HIR)
BAB III
hubungan hukum antara dua pihak atau lebih dalam lapangan harta kekayaan,
dimana satu pihak berkewajiban untuk memenuhi prestasi (debitor) dan pihak lain
sedangkan Kreditor merupakan pihak yang berhak atas suatu prestasi sehingga dari
sini terlihat bahwa objek perikatan adalah prestasi. Dalam pasal 1234 BW
berhak menerima prestasi tersebut, namun apabila ternyata prestasi tersebut tidak
terpenuhi maka ini akan menimbulkan kerugian bagi pihak kreditor. Kreditor yang
melalui ke pengadilan maka bisa juga gunakan pasal 1131 BW yakni dengan jalan
mengeksekusi harta pihak yang cidera janji di hadapan umum dan hasil eksekusi
tersebut dibagikan kepada pihak yang menderita rugi. Inilah salah satu manfaat
hukum saat dijadikan bingkai bagi kegiatan bisnis sehingga hak berupa keuntungan
Hubungan hukum antara para pihak ada dalam ruang lingkup harta kekayaam,
berarti prestasi sebagai objek perikatan yang memiliki nilai ekonomis. Oleh sebab
itulah perikatan selalu berorientasi pada profit dimana mengingat dengan perikatan
tersebut para pihak berupaya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya yang sudah
Prestasi yang kental dengan nilai ekonomis merupakan corak utama dalam
perikatan yang diatur oleh Buku III BW, sehingga pasal-pasal yang ada
ketentuannya fleksibel atau luwes. Bahkan ada kalanya suatu asaspun harus
dibuatkan kekecualiannya suapa ekonomi biaya tinggi dapat dihindari, dan ini
yang berupaya keras agar selalu mampu dijadikan bingkai kegiatan bisnis.
Ketentuan hukum yang kaku akan menghasilkan ekonomi dengan biaya tinggi yang
tentunya tidak akan sejalan dengan tuntutan pasar. Fleksibilitas ini harus dapat
disimpangi oleh para pihak dimana para pihak diberikan kebebasan untuk
mengaturnya sendiri. Mengingat buku III BW yang bersifat terbuka ini maka
dimungkinkan juga untuk ketentuannya dapat bersifat luwes karena hadirnya asas
umum, tetapi ternyata hal ini masih menimbulkan resiko yang dimana belum tentu
dapat dihindari dengan berbagai cara sekalipun dengan menuangkan dalam klausul
didalam perjanjian.
berarti hukum selalu mampu menghalau risiko-risiko yang timbul terlebih lagi
kalau pelakunya kurang cermat dalam berhitung dan bersikap. Hukum hanya
sebuah sarana untuk menangkal risiko secara optimal, namun perjalanan bisnis
yang tak lain merupakan suatu proses dapat terjadi saat dalam tahap-tahap
pelaksanaannya timbul kendala yang tidak mungkin ditepis. Risiko ini yang
dimaksud tak sekedar menghilangkan keuntungan yang akan diperoleh namun bisa
tidak mungkin sempurna, sehingga kerugian yang tidak diharapkan itu bisa saja
muncul tanpa diduga. Risiko dalam bisnis adalah tantangan oleh sebab itu harus
hukum sebagai benteng. Kalau benteng yang disediakan hukum ternyata juga roboh
Prestasi wajib dipenuhi oleh Debitor agar hak Kreditor dapat terwujud dan itu
pundaknya setelah timbul perikatan di antara para pihak. Sering ditemukan ada
kerugian. Bilamana hal seperti ini terjadi dan kreditor berusaha memulihkan
kerugian tersebut dengan menggugat debitor ke pengadilan maka jelas proses gugat
menggugat ini memerlukan waktu yang cukup lama dan biaya yang banyak. Proses
yang berkepanjangan ini merupakan risiko juga yang harus diterima oleh kreditor
Umur dari seseorang memang tidak dapat diduga bahkan tidak dapat diramal
oleh siapapun demikian juga para pelaku usaha yang sedang mengadakan perikatan
dengan pihak lain maka mereka tidak dapat memprediksi umur dari kawan
sesuai tujuan bisnisnya maka berdasarkan pasal 1315 jo pasal 1340 BW bahwa
perjanjian hanya berlaku dan mengikat bagi mereka yang membuat perikatan
tersebut. Darisinilah terlihat bahwa perjanjian itu bersifat tidak abadi yang artinya
(privitiy of contract). Pihak ketiga yang tidak ikut serta membuat perjanjian maka
Mengandalkan jaminan umum seperti yang termuat dalam pasal 1131 BW ini
ternyata masih belum dapat mengcover semua resiko yang menghadap para pelaku
bisnis yang telah membingkai kegiatannya dengan hukum. hamima umum yang
tersedia ini lahir dari kandungan undang-undang sehingga jaminan umum ini tiadk
perlu diperjanjikan maka akan lahir dengan sendirinya apabila terdapat pihak yang
wanprestasi. Pasal 1131 BW ini yang termuat dalam buku III BW yang posisi
pasalnya adalah regelend recht ini dapat disimpangi oleh para pihak dengan cara
istimewa. Pihak-pihak yang memiliki piutang istimewa ini antara lain adalah
privilege, pemegang hak gadai dan pemegang hak hipotek. Gadai dan hipotek ini
lahir karena adanya perjanjian jaminan gadai atau perjanjian jaminan hipotek
dikaitkan dengan pasal 1131 BW maka perjanjian jaminan yang dibuat oleh para
pihak harus melibatkan benda sebagai objeknya. Perjanjian jaminan khusus ini baru
dapat dibuat setelah adanya perjanjian awal yang telah dijamin dalam pasal 1131
BW.
dibuatnya perjanjian pokok maka hendak dibuat perjanjian accesoir agar kreditor
Perjanjian Kredit ini karena aturan khususnya dalam BW tidak diatur maka
perjanjian kredit ini tergolong sebagai perjanjian tak bernama. Dalam membuat
perjanjian tersebut berdasarkan pada asas kebebasan berkontrak, para pihak membuat
perjanjian berdasarkan kata sepakat sehingga dapat membuat aturan sesuai dengan yang
tergolong sebagai perjanjian tak bernama maka berdasarkan pada pasal 1233 BW ini
akan menimbulkan perikatan bagi para pihak sehingga berakibat masing2 pihak
memikul kewajiban yang sudah disepakati bersama. Karena perjanjian kredit ini
menimbulkan kewajiban maka jenis perjanjian ini sebagai perjanjian obligatoir. Bank
ketika membuat perjanjian kredit yang tergolong sebagai perjanjian obligatoir dan
tunduk pada buku III BW maka hak yg lahir adalah hak pribadi dan disini bank ketika
sudah membuat perjanjian kredit itu mau tidak mau berusaha keras supaya dia
mempunyai collateral / agunan yang tergolong sebagai jaminan khusus dimana dari sini
Perjanjian Jaminan disini sebagai upaya membangun perisai terhadap Pasal 1131
adanya jaminan khusus maka ini akan memberikan kemudahan bagi Kreditor untuk
memperoleh pelunasan. Jaminan khusus ini terbentuk karena adanya kesepakatan yakni
dengan membuat perjanjian tersendiri dan disini tanpa meninggalkan keberadaan pasal
Hak jaminan kebendaan ini lahir dari perjanjian jaminan kebendaan. Kalau benda bergerak yang dijadikan
obyek perjanjian jaminan kebendaan maka perjanjian yang dimaksud adalah perjanjian jaminan gadai
sehingga dari sini melahirkan hak gadai. Sedangkan apabila obyeknya merupakan benda tidak bergerak
maka wujud perjanjiannya adalah perjanjian jamiann hipotek dan lahirlah hak hipotek. Dapat dilihat juga
bahwa terdapat perbedaan antara hak jaminan kebendaan dengan hak pribadi
Hak Kebendaan :
1. Hak bersifat mutlak, artinya hak tersebut dapat ditegakkan kepada siapapun tidak hanya pada
2. Terdapat droit de suite bahwa hak akan mengikuti bendanya di tangan siapapun benda itu
3. Terdapat asas prioritas, bahwa hak kebendaan yang lahir lebih dahulu akan diutamakan
daripada yang lahir kemudian. Ciri semacam ini dalam hak pribadi tidak ada
4. Dalam hak kebendaan terdapat ciri preferensi dimana ciri dalam hak pribadi tidak ada. Ciri
preferensi merupakan hak utk memperoleh pelunasan terlebih dahulu dari kreditor lain.
Hak Pribadi :
1. Muncul dari perjanjian kredit yang bertumpu pada privity of contract dimana perjanjian kredit
PIUTANG ISTIMEWA
Utang sebagai suatu kewajiban yang bertengger di punggung Debitor, selalu berendeng
eksistensinya dengan piutang selaku hak yang menjadi milik Kreditor. Dari sini terlihat bahwa
hak dan kewajiban ini tidak dapat dipisahkan sebagai kesatuan wujud hukum. Utang ini sebagai
wujud prestasi yang wajib dibayar oleh Debitor. Kalau prestasi suatu utang tak dibayar atau
tidak dilaksanakan oleh Debitor, otomatis hak Kreditor yang disebut sebagai piutang tidak
terbayarkan. Utang memiliki 2 macam makna yakni utang dalam arti luas dan utang dalam arti
sempit. Utang dalam arti luas ini adalah segala jenis prestasi dari perjanjian obligatoir,
sedangkan utang dalam arti sempit adalah berkaitan dengan urusan perjanjian pinjam
meminjam dana atau perjanjian pinjam meminjam uang seperti yang dilakukan oleh bank.
Perjanjian kredit yang dibuat oleh Bank dengan nasabah akan melahirkan hak tagih atau
piutang bagi bank selaku Kreditor dan pihak Debitor dibebani utang yang tentunya wajib
dibayar.
dimana ini dimiliki oleh K preferen. Ketika ketiga actor K preferen yaitu K pemegang hak
gadai, pemegang hak hipotek dan pemegang privilege ini didalam kehidupan nyata bisa saja
berbenturan dan hal seperti ini layak krena mengingat mereka berkeliaran di dunia bisnis.
Privilege adalah actor ciptaan penguasa, sedangkan gadai dan hipotek ini actor ciptaan rakyat
jelata. Penciptaan privilege ini dengan sangat berhati-hati yakni privilege ini ada 2 macam :
1. Privilege umum
2. Privilege khusus
Apabila privilege berbenturan dengan gadai / hipotek maka bisa saja privilege yang
didahulukan mengingat dalam terdapat pengecualian dalam pasal 1134 ayat (2). Dalam situasi2
tertentu privilege didahulukan ini tidak lepas dari dalil2 dalam dunia bisnis. Pengecualian itu
dapat lihat pasal 1150 BW dimana pasal ini ketentuan yang mengatur ttg gadai, didalamnya
mengatur hak gadai dapat berbenturan dengan biaya penyelematan benda gadai maka
berdasarkan pasal 1150 BW ini biaya penyelamatan harus didahulukan (ini salah satu jenis
privilege yaitu biaya penyelamatan benda gadaii ini didasarkan pada keadilan yang harus
muncul dalam dunia bisnis dan ini sesuai dengan prinsip dalam dunia bisnis sebab andaikata
ada suatu pihak yang berusaha menyelamatkan benda gadai yang terancam musnah seperti
banjir, longsor, dll tetapi ada pihak ke-3 menyelamatkan benda gadai dari bencana ternyata
harus mengeluarkan biaya dan biaya diambil dari pribadi maka pihak ke-3 mempunyai piutang
istimewa berupa privilege yaitu biaya penyelamatan benda gadai dan ini akan membentur
Hak gadai disini harus minggir sebab apabila objek gadai tidak diselamatkan hingga
musnah maka perjanjian accesoir berakhir tetapi ini tidak menghapus perjanjian pokok
sehingga kalau objek gadai musnah maka K tidak punya hak kebendaan melainkan hanya
punya hak pribadi maka akhirnya dengan musnahnya benda tersebut posisi K turun menjadi K
konkuren.
Alasan memenangkan privilege berupa biaya penyelamatan benda gadai ini jelas prinsip
yang dapat diterima dalam dunia bisnis sebab kalau objek gadai musnah maka ini berpengaruh
a) Pasal 1150 BW membicarakan mengenai definisi gadai dimana pemegang Hak gadai
d) Apabila dalam perjanjian gadai tidak memenuhi unsur esensialia maka perjanjian
e) Beschikkings bevoegdheid
Merupakan suatu dalil yang diturunkan dari adagium hukum bahwa yang mengasingkan
benda adalah pemilik. Dalam rangka mengasingkan tsb umumnya berupa perjanjian jual
beli sehingga singkat yang menang menjual sebuah benda adalah pemilik. Kalau ini di
breakdown lagi pada aturan gadai maka secara khusus bisa disimpulkan yang
berwenang menggadaikan adalah pemilik, tetapi karena jaminan gadai itu objeknya
benda bergerak maka seperti yang sudah dikatakan menyangkut benda bergerak maka
prinsip yang ada pada pasal 1977 BW itu sangat menentukan sehingga pasal 1977 BW
dimana didalamnya terkandung barang siapa yang menguasai benda bergerak dianggap
sebagai pemilik itu juga mempengaruhi ketentuan gadai sehingga ujung2nya dalam
ketentuan gadai muncul pasal 1152 ayat (4) BW dimana apabila D yang tidak
dipertanggungjawabkan kepada K. makna pasal 1152 ayat (4) ini polanya tidak jauh
berbeda dgn relativering hak kebendaan sebab pada saat membahas relativering bahwa
Dapat disimpulkan beschikking bevoegheid dalam gadai tidak dapat diterapkan serta
melemah dan luntur karena laju mobilitas benda bergerak itu sangat tinggi sehingga
Bukti normatifnya dgn lihat pasal 1151 BW dimana dalam pasal tsb dinyatakan “Alat2
bukti utk perjanjian pokok dapat pula dipergunakan untuk membuktikan perjanjian
jaminan gadai”. dalam pasal ini bisa diambil kesimpulan bahwa perjanjian jaminan
gadai itu merupakan perjanjian accesoir sebab dalam pasal 1151 mengatakan bahwa
semua alat bukti utk perjanjian pokok dapat dipergunakan utk membuktikan jaminan
gadai
Lihat pasal 1152 ayat (1) BW dimana dimungkinkan dilakukan gadai ulang dari kata2
“objek gadai harus ditarik dari kekuasaan nyata D utk kemudian ditaruh dalam
h. Larangan memiliki objek gadai secara otomatis apabila D wanprestasi (Pasal 1154 BW)
Apabila D wanprestasi maka K tidak boleh secara otomatis memiliki sendiri objek
gadai, diperjanjikan sejak awalpun akan batal demi hukum. Lihat pasal 1154 BW
dikatakan “Apabila D wanprestasi maka K tidak boleh secara otomatis memiliki sendiri
objek gadai, kendati diperjanjikan diawalpun batal demi hukum”. Kalimat “secara
otomatis” artinya begitu D wanprestasi lalu K gadai mengatakan bahwa objek gadai
dimilikinya sendiri maka itu tidak boleh. Kalimat “diperjanjikan diawalpun batal demi
hukum” ini memberikan pertanda bahwa pasal 1154 berposisi dwingendrecht sehingga
i. K sebagai mitra dari D oleh para kodifikator juga diberikan perlindungan hukum (Pasal
1155 BW)
Apabila D wanprestasi maka K diberi wewenang utk menjual sendiri objek gadai
dihadapan umum (parate executie). Disini terdapat parate executie yg tertera dalam
pasal 1155 BW itu dikualifikasi sebagai perlindungan hukum eksternal utk K. Dgn
adanya lembaga parate executie maka begitu D wanprestasi memperoleh hak utk
mendapatkan pelunasan piutang lebih efisien karena bisa menjual objek gadai
dihadapan umum (tidak perlu gugat ke pengadilan). Parate executie ini tujuannya
perlu bersusah payah menggugat D di pengadilan. Uniknya bahwa dalam pasal 1155 ini
utk perlindungan hukumnya bisa dinikmati oleh K ataupun D. Perlindungan hukum bagi
K dari pasal 1155 ini adalah kemudahan utk memperoleh pelunasan piutangnya saat D
wanprestasi. Perlindungan hukum eksternal dalam pasal 1155 ini juga ditujukan ke D
diberikan penguasa utk menjual objek gadai yang bukan miliknya di hadapan umum ini
guna diperoleh harga sesuai patokan yang ada di pasar dan ini memberikan keuntungan
bagi D. Apabila dari penjualan di hadapan umum ada sisa maka sisa akan dikembalikan
Perjanjian hak gadai ini tergolong sebagai perjanjian accesoir, hal ini bisa dilihat dalam
pasal 1151 jo 1131 BW. Sebab perjanjian jaminan gadai menurut Prof ini merupakan
upaya utk menyimpangi pasal 1131 BW. Dengan membuat perjanjian jaminan gadai
maka lahir jaminan khusus yang dikenal dgn istilah collateral / agunan. Pasal 1131 itu
mengatur ttg jaminan umum, kalau UU melahirkan sebuah jaminan umum ternyata hal
ini bisa disimpangi dengan bisa membuat perjanjian jaminan kebendaan konkritnya
jaminan gadai utk mencipta jaminan khusus yang dalam praktek dikenal agunan /
collateral. Meskipun pasal 1131 BW ini ada dalam ruang lingkup buku II BW ttg
hukum benda dan pasal2 dalam buku II didominasi oleh pasal berposisi sbg
sebagai regelendrecht alasannya karena pasal 1131 BW ini mengatur ttg jaminan umum
dan jaminan ini lahir dari UU tanpa perlu diperjanjikan, ternyata dalam BW
dimungkinkan para pihak atas dasar sepakat menciptakan jaminan khusus wujudnya
berupa agunan. Agunan ini baru muncul apabila para pihak membuat jaminan hak
kebendaan dan konkritnya berupa jaminan gadai dan hipotek (berupa HT dan fidusia).
Ciri Hipotek :
Intinya Hipotek merupakan hak kebendaan atas benda tidak bergerak untuk
mengambil penggantian pelunasan dari suatu perikatan. Definisi ini memang tidak
mungkin lengkap sebab definisi yang diberikan kepada siapapun tidak akan
meskipun definisi begitu sederhana tetapi kalau mau diurai maka cukup panjang.
Definisi dibentuk ini agar dapat mendukung konsistensi dan apabila terwujud maka
Objek hipotek itu berfokus pada tanah (Pasal 506 – 508). Buktinya bisa dilihat dari
definisi pasal 1162 dan 1167 BW (Pasal 1167 BW perlu didefinisikan secara a
contrario karena dalam pasal tsb menyatakan benda bergerak tidak dapat dibebani
dgn hipotek sehingga apabila ditafsirkan maka yang dapat dibebani hipotek adalah
Hipotek adalah hak kebendaan atas benda tidak bergerak untuk mengambil
penggantian pelunasan dari suatu perikatan. Ini jelas mengatakan bahwa hak
Dalam 2 pasal tsb terselip ciri droit de suite dan ciri tsb hanya dimiliki hak
droit de suite)
Pasal 1198 dinyatakan bahwa K dapat menuntut hak hipoteknya atas benda tidak
bergerak ditangan siapapun benda itu berada (ini menunjukkan ciri droit de
suite)
Selain 4 asas yang telah disebutkan namun ada asas lainnya yaitu asas
kalimat “obyek hipotek yang dimaksud dikenal rumah dan tanah yang terletak di
jalan ... dimana sebelah utara jalan raya, sebelah selatan berbatasan dgn sungai,
disebelah barat berbatasan, ...”. asas ini penting karena ketika D wanprestasi dan
objek di jual lelang maka jangan sampai keliru dgn tanah yang lain, oleh sebab
itulah utk menghindari kekeliruan dalam proses pelelangan maka asas spesialitas
itu harus diperhatikan, apakah benar rumah tsb berbatasan dgn .... dan apabila
Ketika para pihak sudah membuat perjanjian hipotek yang dituang dalam akta
otentik dan dibuat oleh notaris (Pasal 1171) maka setelah dibuat perjanjian tsb
pendaftaran dalam register umum itulah realisasi dari asas publisitas. Akibatnya
apabila sudah didaftarkan dalam register umum maka perjanjian jaminan hipotek
tidak hanya mengikat pihak semata tetapi juga mengikat pihak ketiga (pihak
Ini berbeda dgn perjanjian obligatoir (perjanijan kredit) yang bertumpu pada
dalam pasal 1181 BW Ini kalau ada hak hipotek yang didaftarkan lebih dahulu
sudah tentu harus lebih diprioritaskan. Dari konteks pasal 1181 BW ini kita bisa
tahu bahwa sesuatu benda bisa dijaminkan ulang sebab didalamnya menyatakan
berulang-ulang maka tentunya ada K pemegang hipotek pertama dan kedua, dst.
bisa diletakkan oleh pemilik saja. Darisini memberikan suatu sinyal bahwa
hanya pemilik saja yang diberikan wewenang utk menjaminkan sebuah benda
dengan gadai. Kalau dalam gadai yg berobjek pada benda bergerak terkait
dengan pasal 1977 BW yang mengakibatkan munculnya pasal 1152 ayat (4)
sehingga bisa saja seseorang yang berposisi sebagai peminjam benda bergerak
karena selalu memakai benda tsb dikira sebagai pemilik benda. Kalau peminjam
benda bergerak menjaminkannya maka pihak K tidak bisa melakukan apa. Ini
berbeda dgn hipotek dimana objeknya benda tidak bergerak yang fokusnya pada
tanah maka sudah barang tentu pemilik tanah itu mempunyai tanda kepemilikan
yaitu sertifikat. Saat tanah dan rumah A disodorkan sebagai jaminan khusus
maka bank segera akan memeriksa dokumen tsb apakah benar A pemiliknya.
mengevaluasinya apakah benar nama A tercantum disitu, lalu hak atas tanah
tergolong hak apa, dll. Sehingga dalam situasi seperti itu Beschikkingsbevoeghd
di lingkungan dapat ditegakkan dan ini searah dgn adagium hukum jaminan
akan mengingat benda tidak bergerak yang dijadikan jaminan adalah fokusnya
tanah dimana tanah itu sudah harus ada, kalau tanah belum ada maka tidak bisa
dilihat letaknya dimana, batas2nya dimana, luasnya sehingga karena tidak dapat
dideteksi maka muncul pasal 1175 bahwa benda yang masih akan ada tidak
Sebenarnya pasal 1175 berkaitan dengan kehadiran asas spesialitas yang ada
kita tahu bahwa dengan lahirnya UUPA maka hipotek tidak lagi berobjek pada
tanah, utk saat ini hipotek yang berlaku di indonesia utk mengikat kapal laut
Utang tertentu itu harus secara tegas disebutkan didalam perjanjian jaminan
hipotek dan perjanjian tsb dibawa ke kantor pertanahan utk didaftarkan hak
tahu bahwa benda tsb sedang dijaminkan dgn hipotek dan sudah ditetapkan
hipotek tsb utk menjamin sejumlah utang tertentu. Sebab masyarakat ketika
penting karena misal apabila ada pihak yang sanggup memberikan pinjaman
tambahan maka calon K harus melihat dalam register umum seberapa besar
Ketika A berutang pada bank dan diminta utk menyodorkan salah satu benda
miliknya ternyata benda milik A berupa benda tidak bergerak yaitu tanah kosong
memberikan pinjaman 500 juta. A disini akan melunasi hutangnya 23 Juni 2023.
sebulan setelah A menerima pinjaman 500 juta dari bank ternyata A membangun
sebuah rumah diatas tanah kosong maka berdasarkan pasal 1165 BW rumah
yang baru dibangun ikut terbebani hipotek (Pasal 1165 menyatakan bahwa
hipotek meliputi segala macam tambahan / perbaikan objek hipotek). hal ini
berkaitan dengan prinsip dalam BW yakni asas aksesi, bukankah bahan2 dari
rumah merupakan benda bergerak (kayu, genteng, jendela, batu bata, dll) tetapi
karena benda2 tsb dilekatkan pada benda tidak bergerak oleh pemiliknya secara
bergerak mengikuti nasib benda yang dilekatinya yaitu berubah menjadi benda
tidak bergerak, hal ini bisa dilihat dalam pasal 507 BW yang merupakan
cerminan asas aksesi. Asas semacam ini diperhatikan dalam mengatur hipotek
mengangsur utang ke bank dan akhirnya lunas berarti perjanjian pokok berakhir
turut berakhir. Novasi disini bisa saja mengkait pasal 1209 BW ttg perjanjian
accesoir sebab dalam novasi marwah novasi adalah perikatan lama menjadi
hapus sehingga muncul perikatan baru. Kalau perikatan lama hapus padahal
perikatan lama ini dilekati perjanjian accesoir sehingga disini kalau pokoknya
hapus maka accesoirnya turut hapus dan ini menimbulkan problem bagi Kreditor
baru dimana mestinya masih berposisi sebagai preferen karena marwah novasi
perikatan lama hapus dimana perikatan tsb dilekati perjanjian accesoir dan
perikatan lama hapus muncul perikatan baru. Sehingga utk menghindari K baru
tidak rugi maka bisa mendayagunakan pasal 1421 BW dimana dengan tegas
dinyatakan perjanjian accesoir tidak turut hapus meskipun perikatan lama turut
hapus.
Piutang2 yang didahulukan adalah privilege, gadai dan hipotek sehingga piutang
lain dan ternyata dalam pasal 1133 disebut hipotek. Disinilah pertanda bahwa K
preferen.
wewenang utk menjual hipotek di hadapan umum atas dasar kuasa K. Lembaga
antara parate executie dalam hipotek dgn parate executie dalam gadai yaitu utk
gadai parate executienya lahir dari UU (Pasal 1155) sedangkan utk hipotek lahir
Yang dimaksud parate executie lahir dari perjanjian adalah harus ada perjanjian
pemberian kuasa dari D kepada K utk menjual sendiri objek jaminan. Lembaga
parate executie menurut analisis Prof embrionya ada / bersumber dalam buku III
wewenang untuk melaksanakan sendiri prestasi yang diinginkan atas dasar kuasa
Parate executie dalam hipotek itu harus diperjanjikan secara rinci karena
executie dalam pasal 1178 maka eksekusi itu dipermudah dan D tidak boleh
lelang. Bank dalam menjual objek lelang maka akan membawa kuasa menjual
dari K dan ini disodorkan ke kantor lelang. Disini D boleh menjual tanpa
Pemegang hak hipotek hanya berhak utk mengambil pelunasan bukan untuk
memiliki secara otomatis objek hipotek, diperjanjikan sejak awal batal demi
hukum.
Perjanjian hipotek harus dituangkan dalam akta otentik dan akta otentik dalam
BW adalah dibuat oleh notaris sesuai dgn pasal 1868. apabila tidak dituangkan
dalam hipotek maka dgn sendirinya perjanjian hipotek batal demi hukum karena
PPAT. Utk perjanjian kreditnya kalau dituangkan dalam akta otentik maka
PPAT A.