SEKELUMIT SEJARAH
PERJANJIAN LAMA
Oleh : Ivonne Sandra
Sejatinya Alkitab berasal dari Allah. Alkitab unik, berbeda dari tulisan yang lain.
Sekitar 3800 kali Alkitab menyatakan “Allah berfirman” atau “Demikianlah Firman
Allah” atau pernyataan “bahwa apa yang dikatakan adalah firman Allah atau pengajaran
dari Allah” (mis : Kel. 14:1, 20:1; Im. 4:1; Bil. 4:1; Ul. 4:2; Yes. 1:10,24; 1 Kor. 14:37;
1 Tes. 2:13; 2 Pet 1:16-21; 1 Yoh. 4:6, dst) (Moody D. Gon, n.d.). Alkitab adalah salah
satu Buku, tapi juga terdiri dari banyak buku yang ditulis banyak penulis dalam periode
sekitar 1500 tahun dan kebanyakan mereka tidak saling kenal satu dengan yang lain.
Namun Alkitab adalah satu kesatuan yang berkesinambungan, seakan-akan hanya
memiliki satu penulis dan memang demikianlah adanya bahwa Roh Kuduslah yang
menyatukan semua tulisan tersebut dan menjadi aktor dibalik penulisan Alkitab (Moody
D. Gon, n.d.).
Alkitab menarasikan perintah, ketetapan dan larangan-larangan dari Tuhan.
Pengilhaman Roh Kudus memungkinkan sekitar 40 penulis Alkitab yakni para nabi, raja,
imam, hakim, rasul, dll menuliskan kitab-kitab mereka (Marthen Mau, 2019). Allah
mengilhamkan kebenaran-Nya dalam pikiran para penulis Kitab Suci sehingga mereka
menuliskan secara baik dan tanpa salah (Mau, 2021).
Alkitab dalam bahasa Inggris disebut bible yang berasal dari istilah Yunani biblos
dan menurut Hieronimus kata ini pertama kali digunakan dalam Bahasa Latin biblia.
Istilah biblos diambil dari nama sebuah kota di Yunani yaitu Byblos karena daerah ini
terkenal sebagai penghasil papirus yang menjadi bahan menulis yang kemudian oleh
bangsa Romawi diterjemahkan dengan “buku” (Marthen Mau, 2019).
Alkitab sering juga disebut “Kitab Suci” oleh orang Kristen yang diterjemahkan
dari Bahasa Yunani graphe yang berarti tulisan. Dalam Perjanjian Baru, kata kerja grapho
muncul sekitar 90 kali untuk menunjuk pada Alkitab dan kata kerja graphe muncul sekitar
51 kali dan digunakan untuk kitab suci (Marthen Mau, 2019). Alkitab berjumlah 66 kitab
dan telah melewati proses kanonisasi, oleh sebab itu tidak bisa ditambah ataupun
dikurangi (Marthen Mau, 2019). Kitab Perjanjian Lama sebagian besar ditulis dalam
Bahasa Ibrani dan beberapa teks ditulis dalam Bahasa Aram (bnd. Dan. 2:4-7; 1:8; Ezr.
4:8-6:18; 7:12-26) (Marthen Mau, 2019).
Alkitab merupakan sekumpulan naskah yang dipandang suci dalam ajaran
Yudaisme dan kekristenan, yang merupakan hasil dari pengilhaman Ilahi dan merupakan
catatan otoritatif mengenai hubungan antara Allah dengan manusia (Marthen Mau, 2019).
Pernyataan dalam 2 Timotius 3:16, “Segala tulisan yang diilhamkan Allah” juga mengacu
pada keseluruhan Perjanjian Lama. Paulus menyebut Perjanjian Lama sebagai firman
Allah, Rm 3:2; Yohanes menyebut Perjanjian Lama sebagai hukum Taurat yang
berotoritas, Yoh. 10:34, 12:34 dan Yesuspun menyebut Kitab Suci tidak dapat dibatalkan,
Yoh. 10:35 yang merujuk pada Perjanjian Lama (Hengki Wijaya, 2011).
Empat langkah dalam pembentukan kanon Perjanjian Lama yakni :
a. Ucapan-ucapan berwibawa
Pada awalnya, orang Israel menerima hukum Taurat dengan perantaraan Musa di
gunung Sinai. Bangsa Israel berkomitmen menaatinya dan Musa mencatatnya
dalam bentuk tulisan (Kel.24:3-4) (Hengki Wijaya, 2011).
b. Tulisan-tulisan berwibawa
Ulangan 31:24-26 memberi laporan bahwa ketika Musa selesai menuliskan
perkataan hukum Taurat dalam sebuah kitab, ia kemudian memerintahkan orang-
orang Lewi untuk meletakkannya di samping tabut perjanjian agar menjadi saksi
bagi umat Israel. Dan otoritas yang mengikat itu ditegaskan kembali kepada
Yosua, “Janganlah engkau lupa memperkatakan kitab Taurat ini, tetapi
renungkanlah itu Siang dan malam . . .” (Yos 1:8) (Hengki Wijaya, 2011).
c. Kumpulan kitab-kitab berwibawa
Alkitab Ibrani disebut Tanakh yang dibentuk dari huruf-huruf pertama Torah,
Nevi’im, Ketuvim (Marthen Mau, 2019). Secara tradisional, pembagian ini tidak
hanya menunjuk perbedaan pada isinya namun juga tahapan-tahapan dalam
pembentukan kanon. Kelima kitab Taurat (Ibr. torah), yang disebut juga “kitab-
kitab Musa” atau “Pentateukh”, mungkin sekali mencapai bentuknya yang dikenal
sekarang kira-kira pada zaman Raja Daud (sekitar 1000 sM). Diperkirakan
sejumlah kecil revisi berlangsung selama abad-abad berikutnya hingga zaman
Ezra (kira-kira 400 sM). Kitab Nabi-nabi (Ibr. nevi'im) biasanya dibagi dalam dua
kelompok. Kelompok pertama disebut “Nabi-nabi Terdahulu” dan merupakan
kitab-kitab sejarah, yaitu Kitab Yosua, Hakim-Hakim, Samuel dan Raja-Raja.
Kelompok kedua disebut “Nabi-nabi Kemudian” yang merupakan kitab para
pemberita firman Allah, yaitu Yesaya, Yeremia, Yehezkiel dan kedua belas nabi
kecil. Istilah “nabi kecil” dipakai karena tulisan-tulisannya singkat dan kedua
belas kitab itu acapkali ditempatkan dalam satu gulungan (Hengki Wijaya, 2011).
Persoalan dengan “Kitab-kitab” (Ibr. ketuvim) lebih rumit lagi karena sifat
kitab-kitabnya yang beraneka ragam. Kitab Mazmur, Amsal dan Ayub berisi
syair dan doa. Lima dari kitab-kitab itu, yang tertulis dalam gulungan-gulungan
tersendiri, dibacakan secara terpisah pada hari-hari raya tertentu: Kitab Kidung
Agung pada pesta Paskah; Kitab Rut pada pesta Pentakosta; Kitab Ratapan pada
tanggal Sembilan bulan Ab (hari ketika Yerusalem dihancurkan pada tahun 586
sM); Kitab Pengkhotbah pada pesta Pondok Daun; dan Kitab Ester pada hari raya
Purim. Kitab Daniel adalah satu-satunya tulisan nabi dalam bagian “Kitab-kitab”
dan bagian ini dalam Alkitab Ibrani diakhiri dengan beberapa kitab sejarah, yakni
Ezra, Nehemia dan Tawarikh (Hengki Wijaya, 2011).
d. Kanon yang baku
Dalam bahasa Ibrani dan Yunani. kanon berarti buluh atau tongkat, yang
menunjuk pada kitab-kitab yang berotoritas, sesuatu yang dijaga agar tetap lurus.
Hal ini diterapkan pada kitab-kitab dalam Alkitab sebagai aturan iman dan
mengandung praktik yang otoritatif (What Does Canon Mean?, n.d.).
Alkitab tidak mengatakan kapan kanon Alkitab PL diadakan, namun tahun 90 M,
orang Yahudi mengadakan perhimpunan dan mengakui serta mengesahkan kitab-
kitab Perjanjian Lama yang kita gunakan sekarang. Sejak saat itu, kitab-kitab PL
tidak dapat ditambah atau dikurangi isinya (Moody D. Gon, n.d.).
Hal-hal yang dapat mendukung sebuah kitab dikanonkan adalah :
1). Kepengarangan. Penulisan PL mengacu pada otoritas orang yang menulisnya,
apakah dia seorang pemberi hukum, nabi atau pemimpin di Israel?
2). Inspirasi. Apakah buku ini diilhami oleh Tuhan? Jadi, tulisan-tulisan tersebut
harus memancarkan wibawa Ilahi, harus memiliki cap tangan Tuhan di atasnya.
3). Penerimaan Universal. Apakah tulisan-tulisan tersebut diterima oleh para
pemimpin dan guru di Israel? (What Is the Biblical Canon and Why Should Christians
Know about It?, n.d.).
Menurut Philip Johnston, dkk, (Philip Johnston, editor, 2011) kisah di dalam
Alkitab Perjanjian Lama secara garis besar dapat dibagi dalam beberapa tahapan yang
ditandai oleh faktor kronologis dan geografis yakni :
a. Era Purbakala
b. Periode Bapa Leluhur
c. Kehidupan Musa
d. Menduduki Tanah Kanaan
e. Kerajaan yang Mula-mula
f. Kerajaan-kerajaan yang Terpecah
g. Pembuangan ke Babel
h. Pemulihan