Anda di halaman 1dari 8

Rencana Tata Ruang yang Tepat bagi Kawasan

Metropolitan
Ditulis oleh : Vladimir Augustian Simbolon

LATAR BELAKANG

Pernahkah anda melihat gambar di atas ? Belum lama ini, Vox dan berbagai media
asing termasuk beberapa media Indonesia menyoroti struktur bangunan di kota Barcelona,
Spanyol. Struktur tersebut berupa persegi yang tersusun secara rapi, dan terdiri dari ratusan
blok. Diketahui bahwa struktur tersebut merupakan bangunan rancang untuk apartemen,
pertokoan, pusat bisnis, dan perkantoran. Lalu, apa yang menciptakan struktur bangunan –
bangunan tersebut rapi ? Tata ruang adalah jawabannya.
Tata Ruang atau dikenal di Indonesia sebagai Rencana Tata Ruang Wilayah atau
RTRW adalah cara bagaimana suatu instansi, lembaga atau pemerintahan menata dan
menyusun serta membagi Kawasan – Kawasan menjadi Kawasan yang spesifik dan teratur.
Contohnya, di Kota Bandar Lampung, Kawasan Teluk-betung dijadikan Kawasan
pemerintahan, kantor lembaga, kantor dinas, dsb. Tanjungkarang dijadikan Kawasan ekonomi,
pusat perbelanjaan, dsb. Pahoman dijadikan Kawasan perumahan, Panjang dijadikan kawasan
industri dan pelabuhan, dan sebagainya. Itu hanya sebagian contoh dari pengklasifikasian
kawasan menjadi kawasan yang spesifik.
Tetapi, apakah hanya hal – hal tersebut yang dilakukan selama menata ruang suatu
wilayah ? Tentu tidak. Lebih dari itu, Tata ruang mendesain bagaimana suatu wilayah akan
berkembang, dan memastikan bahwa pembangunan tersebut akan tetap relevan, sesuai
perkembangan zaman. Melihat hal tersebut, apakah Indonesia sudah berhasil melakukan Tata
ruang yang baik ? Lalu bagaimana seharusnya sebuah wilayah atau kawasan ditata agar
menjadi rapi ? Apa saja yang dibutuhkan suatu kota untuk menjadi kota yang baik dan teratur ?
Berikut pembahasan dalam esai ini.

1
ISI

Sesuai bahasan kita akan membahas bagaimana suatu metropolitan diatur tata-ruangnya.
Sebelumnya kita harus terlebih dahulu memahami apa itu metropolitan. Metropolitan atau
lengkapnya Area Metropolitan is a region consisting of a densely populated urban core and
its less-populated surrounding territories, sharing industry, infrastructure, and housing. Dari
pengertian tersebut kita menggarisbawahi kata densely populated yang berarti bahwa kawasan
metropolitan adalah kawasan yang padat penduduk. Lalu kedua kita menggarisbawahi kalimat
sharing industry, infrastructure, and housing yang berarti bahwa di sebuah kawasan
metropolitan harus ada kawasan industri, infrastuktur dan perumahan penduduk.
Metropolitan adalah kawasan yang besar, melebihi kota biasa. Menurut Lewis
Mumford, metropolis adalah tempat terjadinya pertemuan orang dari berbagai bangsa maupun
antar ras, berpenduduk heterogen, dimana orang – orang tersebut bertujuan untuk berdagang
dan saling menukar kebudayaan. Sementara Pemerintah Republik Indonesia
mengklasifikasikan metropolitan sebagai suatu kawasan dengan penduduk minimal satu juta
jiwa. Beberapa metropolitan di Indonesia yang terkenal adalah JABODETABEK,
PALEMBANG, SARBAGITA, MAMMINASATA, dan MEBIDANG.
Lalu, apa yang menjadi permasalahan metropolitan di dunia, termasuk Indonesia ? Tata
ruang yang buruk merupakan jawabannya. Menilik sejarah, Jakarta yang dulunya disebut
Batavia merupakan kota yang dirancang, atau para pakar tata ruang menyebutnya sebagai
Planned city. Planned city merupakan kota yang telah dirancang, benar – benar dibangun secara
lengkap dengan berbagai fasilitas, dan tertata baik. Kebanyakan kota di dunia bukanlah planned
city, melainkan kota yang tumbuh karena peradaban, seperti Shanghai yang tumbuh dari muara
sungai atau London yang berkembang pula dari sungai Thames. Jadi bisa disimpulkan
kebanyakan kota di dunia merupakan kota yang tidak terancang sejak awal, pembangunannya
bisa dikatakan mengikuti perkembangan penduduk, dan rentan terjebak dalam permasalahan.
Jakarta, atau Batavia seperti dikatakan di atas adalah sebuah Planned city. Kota yang
terencana. Namun, rancangan Batavia pada masa kolonial Belanda hanyalah relevan pada masa
itu. Belanda hanya melihat potensi kampung Batavia dapat dijadikan kota kalau dirancang
dengan baik, namun Belanda tidak memikirkan apakah desain rancangan tersebut akan tetap
relevan walau telah ratusan tahun umurnya. Perancangan itu didasarkan pada asumsi, di mana
Batavia hanya akan menjadi pusat Gubernur Jenderal, dimana pertumbuhan penduduk tidaklah
tinggi, atau stagnan, dan kegiatan ekonomi tidak dipusatkan di situ. Alhasil, Jakarta saat ini
merupakan kota yang buruk secara tata ruang, dan terlebih kawasan metropolitan
JABODETABEK merupakan kawasan yang terbilang buruk secara tata ruang.
Beberapa negara, seperti Kazakhstan, membangun ibukota baru, dengan tata ruang
yang mereka sebut – sebut tetap akan relevan dan mengikuti pekembangan zaman. Relevansi
dibutuhkan, mengingat dunia semakin berkembang, jumlah penduduk terus meningkat, dan
akan selalu dibutuhkan infrastruktur yang semakin relevan terkait perkembangan zaman.
Kazakhstan, melalui pembangunan Nursultan (dulu disebut Astana) membuktikan, bahwa
perlu adanya suatu tatanan agar sebuah kota dapat dikatakan layak huni bagi penduduknya.

2
Beberapa ilmuwan, pengamat kota telah merumuskan tata ruang yang tepat bagi suau
wilayah tertentu. Ernest W. Burgess adalah seorang sosiolog asal Amerika Serikat yang
mencoba meneliti tata ruang kota Chicago di Illinois pada 1925. Ia kemudian membagi
Chicago dalam enam kawasan, yaitu Central Business District, Wholesale light manufacturing,
low-class residential, medium-class residential, high-class residential, dan commuters’ zone.
Menurut Burgess, pola perkembang suatu kota akan mengikuti pola lingkaran atau konsentrik,
dimana suatu kota akan terdiri dari zona – zona yang konsentris dan masing – masing zona ini
sekaligus mencerminkan tipe penggunaan lahan yang berbeda.
Burgess mencoba memetakan bagaimana kota Chicago waktu itu, dan memberi teori
bahwa suatu kota akan terkonsentris pada pusat bisnis. Sementara Hommer Hoyt, dengan Teori
Sektoralnya menyatakan bahwa perkembangan kota terjadi mengarah melalui jalur-jalur sector
tertentu. Dan masih banyak teori – teori keruangan lainnya seperti Double Nuclei karya Ullman,
Consectoral karya Griffin & Ford, Tempat Sentral karya Christaller, dan Teori Von Thunen
yang dianggap merupakan pioneer perkembangan tata ruang di Eropa pada abad ke-20. Para
peneliti tersebut mencoba menyimpulkan suatu hal yang dibutuhkan suatu kota agar menjadi
kota yang layak, yaitu Manajemen Tata Ruang yang Profesional.
Tentu semua kota, termasuk Bandar Lampung bahkan Dubai sekalipun memerlukan
tata ruang yang tepat. Lantas bagaiamana seharusnya sebuah metropolitan dibangun dan ditata ?

1. Membangun Planned City


Planned city atau kota terancang merupakan role model bagi kota – kota lainnya agar
dapat berbenah. Contoh Planned City yang terkenal di dunia adalah Brasilia di Brazil, Canberra
di Australia, New York City di Amerika Serikat, Nursultan di Kazakhstan, Nay Pyi Taw di
Myanmar, Barcelona di Spanyol, dan Johannesburg di Afrika Selatan. Indonesia, saat ini
tengah membangun Planned city-nya yang pertama, yaitu ibukota baru RI di Kalimantan Timur.
Secara struktur, planned city merupakan salah satu solusi kesemrawutan tata ruang
sebuah kota. Karena sebelum membangun planned city, pihak pengembang telah merancang
segala – sesuatu dan menaruhnya di tempat yang tepat. Alokasi wilayah juga diperhitungkan,
dan menggunakan jasa aktuaris untuk mengukur relevansi desain perkotaan tersebut. Planned
city menghindarkan segala sesuatu yang menjadikan sebuah kota menjadi kota gagal. Karena
planned city mempunyai great masterplan sehingga sebuah kota tidak dibangun asal-asalan,
dan sesuai proporsinya. Pembangunan kawasan metropolitan seharusnya sudah direncanakan
sejak awal, mengingat kawasan metropolitan akan berpenduduk padat, lebih dari itu, menjadi
kawasan ekonomi dan bisnis yang strategis.
Lalu bagaimana dengan kota – kota yang sudah terlanjur terbangun tanpa adanya
perencanaan sejak awal ? Bagaiaman sebuah kota membenahi dirinya sedangkan tata ruang
wilayahnya sudah dapat dikatakan buruk dan tidak relevan ? Jawabannya ada di nomor 2.

3
2. Pembenahan Kota dan Manajemen Tata Ruang
Kota yang sudah terlanjur dibangun seperti Bandung pernah mengalami masalah tata
ruang yang pelik. Kawasan industri yang tidak teratur, pemukiman warga yang tidak rapi dan
acak-acakan, bahkan muncul kawasan kumuh atau slum area menjadi permasalahan yang
pernah dialami di Bandung. Namun, pemerintah kota Bandung melakukan pembenahan.
Melalui manajemen tata ruang. Dalam pembenahan ini, pemerintah akan memetakan wilayah
suatu kota, melihat permasalahannya, dan kemudian mulai menata setiap sisi kota.
Caranya ? Dengan penggusuran. Hal ini terkadang tidak disukai warga, namun
merupakan salah satu cara paling efektif dalam menata kota. Wilayah yang tidak sesuai
peruntukkannya akan digusur dan dijadikan suatu kawasan yang baru. Kawasan pemukiman
kumuh digusur dan djiadikan Ruang Terbuka Hijau. Sementara itu, pemerintah juga harus
menyediakan pemukiman bagi warga yang tergusur. Itu merupakan kewajiban dan
tanggungjawab pemerintah, sebagai konpensasi dari penggusuran hunian penduduk tersebut.
Kota yang terbebas dari hunian kumuh akan terlihat rapi dan juga kesehatan penduduk akan
lebih terjamin.
Lalu bagimana dengan kawasan industri dan manufaktur ? Memiliki kawasan indutri
dan maufaktur merupakan hal yang lazim di perkotaan. Namun akan menjadi masalah apabila
tidak ditata dengan baik. Industri yang tersebar di seluruh perkotaan menjadikan kualitas udara
perkotaan semakin buruk. Maka rencana yang terbaik adalah menyediakan lahan di pinggir
kota dan meletakkan seluruh kegiatan industri dan manufaktur disitu. Tetapi, hal ini harus
diimbangi dengan pembangunan akses transportasi yang baik pula, antar industri ke pusat kota,
atau pemerintah dapat membuat pasar pertama atau pengepul yang dekat di kawasan industri,
agar harga barang produksi tidak melambung tinggi.
Lalu bagaimana dengan kawasan bisnis ? Biasanya disebuah kota, terdapat sebuah
kawasan bisnis yang sudah terbilang terkonsentris di suatu tempat. Ambil contoh, kawasan
bisnis Manhattan di New York, CBD Sudirman di Jakarta atau kawasan Shinjuku di Jepang.
Pemerintah hanya perlu menata dan merapikan kawasan bisnis, dan membangun sarana
penunjangnya. Kawasan bisnis bersifat unipolar disuatu metropolitan, maka pemerintah akan
lebih mudah membuat kebijaksanaan dan regulasi mengenai kawasan bisinis di suatu tempat.
Bagaimana dengan pemukiman penduduk ? Ini merupakan masalah yang sangat- sangat
kompleks dalam menata sebuah kawasan metropolitan. Maka kita bagi menjadi tig akelas
permukiman : low class, middle class, dan high class. Kawasan high class merupakan kawasan
paling tertata rapi, seperti perumahan, estate atau kawasan khusus sepertu suburb di Amerika
Serikat. Contohnya kawasan permukiman high class paling terkenal adalah Beverly Hills di
Los Angeles, California. Yang menjadi masalah adalah menata kawasan middle class dan
terlebih low class. Kawasan penduduk low class seringkali tidak teratur, bersifat sporadis, dan
kumuh. Maka pemerintah harus memetakan kawasan penduduk low class, dengan cara
menggusur atau hanya dengan menata saja, memperbaiki jalan, melakukan pelebaran jalan,
perbaikan sanitasi, penyediaan layanan kesehatan, membangun sekolah, dan lebih penting
membangun kawasan ramah anak, ramah lingkungan, dan kawasan yang aman. Hal ini juga
berlaku untuk kawasan middle class residential.

4
Kawasan Ruang Terbuka Hijau (RTH) sangat dibutuhkan mengingat kondisi global
saat ini, dimana dunia sedang mengalami pemanasan global, peningkatan suhu bumi akibat
reaksi gas rumah kaca, dan adanya perubahan iklim. Lihatlah pada gambar di atas. Gambar di
atas adalah gambar Central Park yang terdapat di New York City. Pemerintah New York
menyediakan sebuah ruang terbuka hijau seluas 843 hektar untuk masyarakatnya. Selain ramah
lingkungan, kawasan ini juga menjadi kawasan relaksasi warga, hiburan, dan terlebih menjadi
destinasi wisatawan mancanegara. Bahkan dengan luas 843 hektar tersebut, Central Park masih
menjadi taman terluas ke-lima di New York, sementara Pelham Bay Park adalah kawasan hijau
terluas di New York dengan luas mencapai 2.765 hektar.
Kawasan Ruang Terbuka Hijau merupakan kebutuhan yang esensial saat ini.
Pemerintah Indonesia melalui UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang
mengamanatkan perlunya penyediaan dan pemanfaatan ruang terbuka hijau, yang proporsi
luasannya ditetapkan paling sedikit 30% dari luas wilayah kota. 30% tersebut terdiri dari 20%
RTH publik dan 10% RTH privat. RTH haruslah diisi dengan tumbuhan dan tanaman guna
mendukung manfaat ekologi, sosial, budaya, ekonomi dan estetika. Pembangunan median jalan
dengan tanaman di tengahnya, juga termasuk upaya pewujudan undang-undang ini.

5
Maka, setiap kota seharusnya mempunyai tata ruang dengan proporsi 30% kawasan
hijau dan selebihnya digunakan untuk berbagai kepentingan. Setidaknya di sebuah kota,
kawasan industri mencapai 10 – 15% dari total area, dan diletakkan dengan pinggiran kota,
agar polusi yang dihasilkan tidak terlalu berefek pada kesehatan masyarakat. Kawasan
pemukiman memang sulit untuk diatur, namun, pemerintah harus setidaknya memberikan
fasilitas yang dibutuhkan oleh setiap masyarakat, seperti pusat perbelanjaan, kawasan ekonomi,
akses transportasi, sekolah, rumah sakit, rumah ibadah, dan pusat layanan masyarakat.
Permukiman warga harus ditata sebaik mungkin, walau kemungkinan untuk memindahkan
penduduk dari kawasan tersebut ke kawasan baru sungguhlah sulit.
Sebuah kota juga harus menyediakan lahan untuk pemerintahan seperti kantor walikota,
atau bupati, kantor – kantor dinas, kantor – kantor lembaga, organisasi dan kawasan penelitian.
Hal ini juga krusial, karena birokrasi merupakan cerminan sebuah kota. Birokrasi yang tertib
dan rapi mencerminkan sebuah kota yang tertib dan rapi pula. Oleh karena itu, alokasi kantor
– kantor tersebut juga harus proporsional, dan diletakkan pada suatu kawasan yang berdekatan,
agar urusan birokrasi dapat berjalan lebih cepat.
Pembangunan kawasan wisata juga diperlukan, apabila suatu kota memiliki potensi
pariwisata. Jika sebuah metropolis terletak di pinggir pantai, maka industri pariwisata pantai &
pesisir adalah hal yang cocok dibangun disana. Penataan yang rapi, penyediaan tempat
menginap, restoran, resort, kapal – kapal dan hiburan – hiburan lainnya juga dibutuhkan untuk
menunjang kawasan pantai & pesisir. Pembanguna kawasan pariwisata sangat bergantung
pada letak geografis sebuah kota. Bisa jadi terletak di tepi pantai, tepi sungai besar, di dataran
tinggi, dataran rendah, di tengah – tengah benua, dan sebagainya. Kawasan wisata tidak selalu
terdapat pada sebuah kawasan metropolitan. Oleh karena itu, pembangunan ini bisa dikatakan
bonus, dan menjadi salah satu sumber pemasukan suatu daerah.

3. Protokol pembangunan ulang kota


Jika suatu kota sudah dianggap terlalu semerawut dan penuh dengan masalah, maka ada
solusinya. Pertama, pemerintah dapat mengosongkan terlebih dahulu seisi kota, meratakannya
dengan tanah, dan memulai lagi pembangunan kota tersebut, dengan masterplan tata ruang
yang sudah terencana. Namun hal ini tidak pernah dilakukan, karena mengingat biaya yang
sungguh besar hanya untuk mengevakuasi seluruh penduduk, dan meratakan semua bangunan.
Kedua, pengosongan kota. Pengosongan kota terjadi jika sebuah kawasan kota atau metropolis
sudah menjadi Tyranopolis, maka penduduk lama kelamaan akan berpindahan dan tidak mau
lagi tinggal di kota tersebut. Hal seperti ini pernah terjadi di Tiongkok dan Italia.
Pembangunan ulang kota sangat menelan biaya yang besar, dan membutuhkan waktu
yang lama. Setidaknya, butuh puluhan tahun agar kota tersebut dapat dihuni kembali, dalam
hal ini, tidak ada jaminan sama sekali, bahwa penduduk asal kota tersebut akan kembali dan
bermukim lagi di sana seperti sedia kala. Jikalau sebuah kota sudah ditinggalkan, dan tidak ada
lagi tanda-tanda penduduk kota tersebut akan kembali bermukim disitu, pemerintah dapat
memanfaatkan kota yang terbengkelai tersebut dengan menjadikannya kawasan cagar alam
atau konservasi tertentu. Sementara penduduk yang sudah pindah ke kota lain, akan menjadi
beban baru bagi kota tersebut. Maka pemerintah kota tersebut harus kembali menata ulang
permukiman penduduk, dan menyediakan lahan untuk pendatang baru.

6
PENUTUP

Semua kawasan metropolitan, mulai dari Bandar Lampung, hingga Tokyo (Kawasan
metropolitan terbesar di dunia) membutuhkan tata ruang yang tegas. Kawasan metropolitan
yang rapi dan teratur tentu menjadi dambaan dan impian seluruh penduduk metropolitan di
berbagai penjuru dunia. Tokyo, London, Barcelona, dan Sydney adalah contoh kawasan
metropolitan yang sudah tertata rapi, dengan tingkat pemenuhan fasilitas yang berimbang
tinggi. Sementara Bandar Lampung, Kalkuta, Lagos, dan Mogadishu merupakan contoh
metropolitan yang belum sukses dalam menata ruang wilayahnya.
Dalam hal ini, pemerintahlah yang harus berperan aktif dalam menata wilayahnya.
Melalui regulasi dan undang – undang yang dikeluarkannya, pemerintah harus menciptakan
suatu wilayah yang ramah lingkungan, teratur, dan manusiawi. Kesehatan dan pendidikan juga
harus diperhatikan dan dipenuhi, mengingat kedua hal tersebut merupakan hal yang vital bagi
masyarakat. Kawasan industri haruslah diawasi agar tidak melanggar undang-undang, dan juga
tidak menghasilkan polusi yang berlebih. Metropolitan yang sukses, adalah metropolitan yang
tetap memperhatikan kebutuhan warganya, memberi warganya hunian, menyediakan ruang
terbuka hijau, dan juga ramah industri.
Memang, metropolitan merupakan kawasan dengan ribuan masalah. Jutaan penduduk
mendiami kawasan tersebut, dan setiap penduduk memiliki kepentingannya masing- masing,
oleh karena itu, pemerintah harus tegas dan transparan dalam menegakkan undang – undang
tata ruang. Jika pemerintah mudah disogok hanya karena proyek pembangunan industri yang
tidak sesuai tempatnya, maka sebuah kota akan sulit berkembang dan bobrok. Hal ini juga akan
berimplikasi pada munculnya kecemburuan sosial, ketidakstabilan ekonomi, transparansi
pemerintah yang perlu dipertanyakan, hingga kualitas lingkungan hidup yang rendah.
Menjadi tugas kita semua untuk berupaya menciptakan lingkungna yang baik. Dengan
kontribusi 10% RTH privat, kita sudah menunjukkan kepedulian kita untuk menjadikan kota
kita semakin hijau, sehingga sebuah kota memiliki nilai estetis dan ekologis. Menjadi tugas
kita pula untuk selalu memantau kinerja pemerintah, memberi saran, dan kritik, serta
menyalurkan ide – ide dan inovasi – inovasi guna menciptakan suatu tatanan metropolis yang
harmonis dan teratur. Dengan adanya sinergi yang baik antara masyarakat dan pemerintah
dalam menata suatu kawasan metropolitan, maka pembangunan akan semakin cepat
dilaksanakan, pembenahan akan lancar, dan hasil dari penataan tersebut dapat dirasakan oleh
seluruh penduduk kota tersebut.

7
DAFTAR PUSTAKA

Huda, Sumantri, Deri, Faiz. 2016. Suplemen Sumber Belajar Olimpiade Geografi 2.
Bina Prestasi Insani : Jakarta

Syanur, Asthina Novita. 2017. Sukses Menuju Olimpiade Sains Nasional Geografi SMA
Jilid 1. Pelatihan-osn : Depok

Hodder, Rupert. 2000. Rethinking Development Geography. Rotledge : London

SUMBER INTERNET

https://en.wikipedia.org/wiki/Central_Park

https://en.wikipedia.org/wiki/Metropolitan_area

http://getlost.id/2018/10/10/10-kota-yang-ditinggalkan-penduduknya/

Anda mungkin juga menyukai