Anda di halaman 1dari 4

PENCABUTAN HAK PILIH ASN

Aarin Indrayana
indrayanaaarin@gmail.com
THESIS
Tulisan ini membahas tentang pemikiran penulis mengenai Aparatur Sipil Negara
(ASN), yang Dimana menjustifikasi keprofesionalan ASN dan Netralitas dari ASN dalam
pemilu. ASN merupakan penggerak birokrasi yang berperan penting dalam kemajuan
demokrasi, perkembangan dan pengaruh global dalam peningkatan profesionalitas birokrasi
membuat subjek utama dalam reformasi birokrasi adalah ASN, menjalankan tugas yang tidak
hanya bersal dari perintah atasan, namun juga berorientasi untuk pemenuhan kebutuhan
Masyarakat yang demokratsi (Hamis Tome, 2012).1 Keberhasilan dalam reformasi birokrasi
yang merupakan salah satu tanda dari meningkatnya profesionalitas ASN dalam menjalankan
tugas dan fungsi terutama aspek pemenuhan pelayanan atas Masyarakat yang merupakan
tanggung jawab dari Negara. Sebagai ASN yang berperan dalam kebijakan pelayanan public
yang merupakan kunci keberhasilan dari perkembangan Pembangunan. Sistem
Pembangunan di Indonesia.

Netralitas adalah asas yang penting untuk di impelmentasikan dalam Upaya


mewujudkan keprofesionalan dari ASN. Sebagai seorang pegawai ASN haruslah memiliki
sifat yang adil, dan bebas dari pengaruh apapun. Hubungan kuasa yang terjadi pada struktur
birokrasi antara pejabat politik seperti Bupati atau kepala daerah dengan seorang ASN yang
merupakan bawahan dari bupati tersebut. Seperti dalam kasus pilkada yang yang ditetapkan
regulasi masa jabatan yang memiliki batas maksimal 2 periode masa jabatan, sehingga
membuat kepala daerah yang berkeingan maju dan menggunakan kewenangan nya dalam
membinas kepegawaian untuk mengajak ASN untuk terlibat dalam proses pemilihan.
Kondisi ini tentu saja sangat menyalahi dan melanggar kode etik yang telah ditetapkan.

1
Hamid Tome, A. (2012). Reformasi Birokrasi Dalam Rangka Mewujudkan Good Governance Ditinjau Dari
Peraturan Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara Dan Reformasi Birokrasi Nomor 20 Tahun 2010. Law
Journal Sam Ratulangi University, XX(3), 132–147. Retrieved from
http://repo.unsrat.ac.id/cgi/search/simple?q=abdul+hamid+tome&_actio
n_search=Search&_action_search=Search&_order=bytitle&basic_srcht ype=ALL&_satisfyall=ALL.
Kondisi ini membuat kandidat politik dan ASN yang telah melanggar kode etik demi untuk
memperoleh kemenangan sebagai kandidat kepala daerah. Kandidat politik akan terus
berupaya mengajak dan mempengaruhi ASN. Selain itu, banyak nya kejadian ASN yang ikut
berkampanye dan menyebarkan informasi palsu yang dapat mempengaruhi mansyarakat di
luar sana.

Maka dalam Upaya menanggulangi hal tersebut dapat dilakukan pencabutan hak pilih
ASN, yang sebagaimana untuk menstabilkan Netralisasi di ruang lingkup politik,. Konsep
Netralisai ASN yang awalnya dilakukan untuk mendukungan konsep manajemen ASN
menuju ASN kelas dunia mengacu pada tuntutan reformasi birokrasi di tubuh pemerintahan.
Dalam Undang-Undang Nomor 5 tahun 2014 yang memuat keeweangan Peajabat
Pembinan Kepegawaian atau yang disebut juga denga PPK yang diberikan kepada kepala
daerah dan mentri. Dalam penempatan masa jabatan seringkali dalam penempatannya ASN
tidak menggunakan system merit atau menggunakan kebijakan ASN sesuai dengan
kualifikasi, kompetensi, dan kinerja yang adil dan wajar . dalam masalah ini terntusaja sangat
mencederai Etika yang ada. Seperti pada teori Kholberg yang mempunyai 3 (Tiga) tahap
utama yaitu:

1. Preconventional
2. Conventional
3. Postconventional

Dalam Tingkat perkembangan moral, terdapat dua tahap. Dimana kohberg tidak
mempercayai bahwa semua orang dapat maju ke tahap tertinggi perkembangan moral dan
percaya bahwa hanya Sebagian orang yang pernah ke tahap pasca-konvesional. Mengacu
pada pendapat Kohlberg mengenai konidis netralitas ASN dalam pemilu di negara Indonesia
bisa dikategorikan masuk kedalam tahap Preconventional, Dimana dalam tahapan ini
merupakan tahapan perilaku moral yang di dasrkan pada perilaku otoritas eksternal. Dalam
kondisi Ketika suatu keadaan dalam organisasi birokrasi Dimana yang memiliki jabatan
tertinggi pada struktur kekuasaan melalui mekanisme politik, potensi yang dihasilkan
terhadap penggaran etis sangatlah tinggi.
Sebagai penanggulangan terhadap tidak netral nya ASN, maka terciptanya hukum
positif Dimana hubungan kuasa antara pejabat politik dan ASN tidak terdistorsi menjadi
hubungan politis. Perilaku ASN diarahkan agar terhindar dari hukuman dari atasan atau suatu
hal yang berkaitan dengan posisi jabatan ASN. Maka dari itu perlu nya pencabutan hak pilih
ASN guna menghindari hal yang tidak diinginkan seperti hal nya isu-isu yang telah beredar
di Tengah Masyarakat seperti ujaran kebecian yang mengakibatkan masa dan ujaran
kebencian, sehingga menggangu kedamainan dalam bermasyarakat.

ANTI-THESIS

Dalam pencabutan hak pilih ASN. Yang dinilai mencederai sebagai negara yang
Demokratis yang matang. Sebagai ASN yang tak perlu mengungkapnkan ekspresi dukungan
guna mejaga Marwah sebagai alat negara. Dimana pemerintah hanya perlu nemmperketat
aturan terhadap Netralitas ASN. Pelanggaran tersebut timbul akibat dari lemah nya sanksi
yang diterapkan, sehingga mengakibatkan banyak nya ASN yang tidak memiliki asas
netralitas. Dan juga apabila hak untuk memilih oleh ASN di cabut makan hal tesebut sangat
mentolak belakangi HAM atau Hak Asasi Manusia, Dimana hal tersebut dinilai telah
membatasi hak kebebasan dalam memilih oleh setiap individu dikarenakan suatu hal yang,
sehingga melanggar Hak Asasi Manusia yang dimilik oleh setiap individu.

Didalam perundang-undangan sediri telah diatur peraturan mengenai hak kebebasan


untuk memilih dan berpendapat, yang tercantum dalam Undang-Undang Dasar Negara
Indonesia Tahun 1945 dimana setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan
mengeluarkan pendapat.2 Tercantum juga pada Pasal 43 Ayat (1) dan (2) Undang-Undang
Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (HAM) yang dinyatakan bahwa setiap
warga negara berhak untuk dipilih dan memilih dalam pemelihan umum berdasrkan
persamaan hak melalui pemungutan suara yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan
adi.3

2
Undang-Undang Dasar Negara Indonesia Tahun 1945.
3
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999.
SYNTHESIS

Sudah saat nya pemerintah mempertimbangankan sumberdaya manusia yang


berpedoamna terhadap Merit seacar konsisten nya dalam membentuk setiap kebijakan ASN.
Dalam setiap jabatan ASN haruslah dilakukan pembersihan dari hal yang mentolak belakangi
Merit, sehingga tidak menggangu kinerja-kinerja pegawai yang benar-benar jujur.
Perlindungan ASN dari segala bentuk Tindakan di dalam politik harusnya dapat menciptakan
keseimbangan terhadapa kewenangan pejabat politik dalam melakukan pengangkatan,
pemindahan, dan pemberhentian pegawai. Pemerintah harus membatasi keterluibatan PNS
dalam politik praktis terutama dalam melaksanakan pemilihan umum. Pemerintah wajib
melakukajn perubahan system birokrasi secara besar-besaran dan teliti, agar hal yang
merugikan dan dianggap tidak adil dapat teratasi. Perubahan harsu di damping dengan pola
piker dan budaya ASN yang belum memiliki budaya sebagai pemberi layanan. Di
perlukannya Kerjasama yang kuat antara pemerintah dan Masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA

Hamid Tome, A. (2012). Reformasi Birokrasi Dalam Rangka Mewujudkan Good


Governance Ditinjau Dari Peraturan Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara Dan
Reformasi Birokrasi Nomor 20 Tahun 2010. Law Journal Sam Ratulangi University,
XX(3), 132–147. Retrieved from
http://repo.unsrat.ac.id/cgi/search/simple?q=abdul+hamid+tome&_actio
n_search=Search&_action_search=Search&_order=bytitle&basic_srcht
ype=ALL&_satisfyall=ALL.
Kohlberg, L. (1981). Essays on moral development, vol. 1: The philosophy of moral
development. Moral stages and the idea of justice. In Essays on Moral Development
(Vol. 1).
Sudrajat, T., & Mulya Karsona, A. (2016). Menyoal Makna Netralitas Pegawai Negeri Sipil
dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara. Jurnal
Media Hukum, 23(1), 87–94. https://doi.org/10.18196/jmh.2015.0070.87-94
Undang-undang
Undang-Undang Dasar Negara Indonesia Tahun 1945.
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999.
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014

Anda mungkin juga menyukai