Anda di halaman 1dari 7

ANALISIS FUNDAMENTAL : PENDEKATAN ANALISIS TOP DOWN DAN

BUTTOM UP
TUGAS ANALISA INVESTASI
DOSEN PENGAMPU:
Dean Subhan Saleh, SE, MM
Ali Jamaludin, M.Si

ANGGOTA:
1. TSANI NURAENI 030119111
2. NINA ANDINI 030119131
3. SOVIYALIS 030119105
4. MARIA ULFAH 030119154
5. SINTIA YULIANTI 030119094

SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI (STIE)


DR. KHEZ. MUTTAQIEN
PURWAKARTA
2022
ANALISIS FUNDAMENTAL : PENDEKATAN ANALISIS TOP
DOWN DAN BUTTOM UP

ANALISIS FUNDAMENTAL
Analisis fundamental (fundamental analysis) adalah salah satu metode
pengukuran yang digunakan para investor untuk mengetahui keamanan suatu nilai
saham. Metode ini dilakukan dengan memeriksa faktor keuangan dan kondisi
ekonomi perusahaan terkait. Indikator yang digunakan dalam analisis fundamental
adalah Return to Equity (ROE), Price to Earning Ratio (P/E), dan lainnya.
Selain faktor ekonomi dan keuangan, poin penting lainnya dalam analisis
fundamental adalah memeriksa manajemen efektivitas perusahaan dan persaingan
industri. Hal ini dinilai sebagai indikator signifikan yang juga mempengaruhi nilai
keamanan sebuah saham perusahaan.

Tujuan utama sebuah analisis fundamental adalah memperoleh pertimbangan


harga untuk dibandingkan dengan harga sekuritas saat ini. Dengan demikian,
investor dapat menilai apakah sekuritas tersebut termasuk overvalued atau
undervalued.

Analisis Fundamental pendekatan top down dan buttom up

Analisis fundamental menggunakan prospek laba dan deviden perusahaan,


harapan tingkat bunga di masa depan, dan evaluasi risiko perusahaan untuk
menentukan harga saham yang tepat. Pada akhirnya menunjukan sebuah cara
untuk menentukan nilai sekarang yang mendiskontokan seluruh pembayaran
yang akan diterima pemegang saham dari setiap saham yang dimiliki. Jika nilai
harga saham tersebut melebihi harga saham, analisis fundamental akan
merekomendsikan untuk membeli saham

 Top Down

Analisis top down melakukan analisis dari sesuatu yang umum (ekonomi
makro) ke sesuatu yang khusus (perusahaan). Investor memulai dari analisis
kondisi ekonomi suatu negara, lalu berlanjut ke sektor-sektor yang potensial dan
berakhir pada perusahaan yang akan dipilih nantinya.

Secara umum, analisis top down terdiri dari tiga tahap, yaitu:
1. Analisis Makro
Analisis mikro digunakan untuk mengetahui keadaan ekonomi negara
seperti tingkat inflasi, pertumbuhan ekonomi, investasi dan lain-lain. Ketika
ekonomi sebuah perusahaan dalam kondisi baik, itu juga akan berpengaruh
pada keuntungan yang diperoleh perusahaan. Beberapa kondisi makro yang
menjadi dasar analisis fundamental adalah inflasi, perpajakan, kebijakan fiskal
dan moneter, produk domestik bruto dan lain sebagainya . Analisis kondisi
ekonomi makro dari sebuah negara, indikator ekonomi dan pengaruh ekonomi
global terhadap negara tersebut. Contohnya adalah harga batu bara global
berpengaruh terhadap ekonomi indonesia karena Indonesia adalah salah satu
negara produsen batu bara terbesar di dunia.
Harga batu bara di pasar ICE Newcastle (Australia) tercatat naik ke level
US$ 195,30/ton pada 25 Oktober 2021. Hal ini disebabkan oleh tingginya
permintaan batu bara global terutama dari Cina seiring pembukaan aktivitas
ekonomi. Produksi batu bara Cina sedang terhambat sehingga mereka harus
meningkatkan jumlah impor batu bara.
Ketegangan antara Cina dan Australia menyebabkan Cina memutuskan
untuk menghentikan impor batu bara dari negeri kanguru tersebut sejak tahun
lalu. Kebijakan ini memberikan keuntungan kepada Indonesia. Cina akhirnya
membeli batu bara termal senilai US$ 1,5 miliar dari Indonesia pada tahun
2021.
2. Analisis Sektor dan Industri
Analisis sektoral atau analisis industri dipakai para investor untuk
mengetahui kondisi dari tiap industri yang memiliki peluang cemerlang di
masa mendatang. Setiap investor pasti menginginkan nilai keuntungan
investasi yang bertambah di masa mendatang. Misalnya di saat pandemi saat
ini, banyak perusahaan yang memiliki prospek bagus seperti kesehatan,
perbankan dan e-commerce. Sebaliknya, bisnis wisata, perhotelan, dan retail
malah mengalami penurunan dalam penjualan.
Analisis sektor mencoba menjabarkan sektor apa yang diuntungkan oleh
kondisi ekonomi makro. Sektor batu bara adalah jenis sektor yang harga
sahamnya dipengaruhi oleh harga komoditasnya. Oleh karena itu, kenaikan
harga batu bara di pasar ICE Newcastle (Australia) menjadi angin segar
bagi emiten batu bara.
Kenaikan harga batu bara acuan ini akan meningkatkan harapan investor
sehingga investor cenderung melakukan pembelian saham batu bara.
Pembelian secara massal ini akan mengerek harga saham batu bara.
3. Analisis Emiten
Analisis emiten berfungsi untuk menganalisis emiten yang mendapatkan
dampak positif dari kenaikan harga. Berhubung harga batu bara yang naik
adalah harga global maka emiten yang diuntungkan adalah emiten yang
pemasukannya didominasi oleh ekspor.
Emiten tersebut di antaranya adalah PT Adaro Energy Tbk (ADRO) dan PT
Indo Tambangraya Megah Tbk (ITMG). ADRO berhasil menjual 25,78 juta
ton batu bara pada semester I 2021. Ekspor batu bara ADRO mencapai 72% ke
berbagai negara seperti India dan Cina serta berbagai negara asia timur lainnya.
Sementara ITMG pada semester I 2021 mencatatkan penjualan batu bara
sebanyak 9 juta ton. Pasar ekspor didominasi Cina dengan penjualan 2,7 juta
ton. Lalu disusul oleh Jepang (1,4 juta ton), Filipina (700 ribu ton) dan
Thailand (700 ribu ton).
Kedua emiten ini terbukti mendapatkan sentimen positif dari kenaikan
harga batu bara acuan. Per 25 Oktober 2021, harga saham ADRO dan ITMG
masing-masing naik sebesar 16,33% dan 34,69% dalam sebulan terakhir.

 Kelebihan pendekatan top-down

1. Alokasi aset investasi menjadi lebih optimal karena mengacu kepada


kondisi pasar terkini.
2. Mampu memahami kondisi pasar sehingga bisa mengetahui
waktu entry yang tepat.
3. Diversifikasi investasi pada sektor yang unggul dan berpotensi
memberikan keuntungan ke depannya.
Kelebihan lain dari pendekatan top-down adalah diversifikasi tidak hanya
terhadap sektor-sektor unggulan, tetapi juga terhadap pasar-pasar saham di negara
lain yang berpotensi baik. Dengan diversifikasi demikian, dapat terbentuk portofolio
yang tersebar di berbagai sektor dan wilayah unggulan/layak investasi. Pola investasi
seperti ini dikenal dengan istilah "konversifikasi", yang merupakan campuran antara
konsentrasi dan diversifikasi.

 Kelemahan pendekatan top-down

1. Jika hasil analisis salah, maka ada potensi kerugian terutama jika alokasi
aset sektor yang dipilih cukup besar dibandingkan dengan keseluruhan
portofolio.
2. Banyaknya aspek yang perlu dianalisis menyebabkan ada kemungkinan
sektor dan emiten yang potensial tidak sempat dianalisis sehingga
kesempatan mendapatkan keuntungan menjadi hilang.

 Pendekatan bottom-up

Berbeda dengan pendekatan top-down, pemilihan saham dengan


pendekatan bottom-up mengesampingkan analisa ekonomi dan siklus pasar.
Pendekatan bottom-up berfokus pada analisa atas masing-masing saham. Dengan
pendekatan ini, manajer investasi tidak memfokuskan perhatiannya pada sektor
industri atau kondisi perekonomian secara keseluruhan, melainkan pada satu-
persatu emiten.

Analisis bottom up sesuai namanya mengawali analisis dari hal khusus


(kinerja perusahaan) lalu melebar ke hal umum (kondisi ekonomi makro).
Analisis ini membutuhkan waktu yang cukup lama karena investor harus
menganalisis perusahaan satu per satu, baik secara kuantitatif maupun kualitatif .
Analisis kuantitatif melibatkan berbagai angka yang mencerminkan kinerja
perusahaan seperti revenue, keuntungan bersih, total aset dan total hutang. Data-
data tersebut terdapat pada laporan keuangan perusahaan yang diterbitkan setiap
tiga bulan. Investor bisa mengakses laporan keuangan pada website Bursa Efek
Indonesia, perusahaan atau sekuritas.

Sementara analisis kualitatif berfokus kepada hal-hal yang tidak bisa dihitung
seperti manajemen perusahaan, model bisnis, dan brand image perusahaan.
Investor bisa mengakses informasi kualitatif tersebut melalui berbagai kanal berita
seperti Kontan, CNBC Indonesia dan Bisnis Indonesia.

Jika sudah menemukan perusahaan yang potensial lalu investor menganalisis


berbagai kebijakan dalam negeri ataupun global yang akan berpengaruh terhadap
perusahaan tersebut. Sinergi antara kondisi mikro dan makro ini diperlukan untuk
memitigasi risiko fluktuasi harga saham.

Berdasarkan pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa analisis bottom


up memiliki beberapa kelebihan dan kekurangan, yaitu:
Kelebihan
 Investor memiliki pemahaman yang detail mengenai emiten-emiten yang
dianalisis sehingga dapat memiliki high conviction terhadap emiten yang
dipilihnya.
 Jumlah emiten yang ada di dalam portofolio relatif sedikit sehingga
investor mudah untuk memonitor portofolionya.
Kekurangan
 Menganalisis emiten satu per satu memerlukan waktu dan kesabaran.
 Memerlukan kemampuan analisis yang baik terkait laporan keuangan dan
berbagai indikator ekonomi lainnya.
 Bisa terjadi overexposure terhadap saham saat pasar sedang bearish.
 Volatilitas tinggi karena portofolio yang kurang terdiversifikasi.
Contoh Analisis Bottom Up
Analisis bottom up diawali dengan analisis emiten yang berpotensi
memberikan keuntungan di masa depan. Analisis ini hanya contoh dan bukan
merupakan ajakan untuk membeli atau menjual. Investor diharapkan melakukan
analisis kembali sebelum mengambil keputusan investasi.
Salah satu emiten potensial adalah PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk (TLKM).
Harga saham emiten yang bergerak di bidang infrastruktur telekomunikasi ini naik
420 poin atau 11,48% dalam sebulan terakhir. Per 1 Desember 2021, saham
TLKM berada di level Rp 4.080.

Penguatan ini didukung oleh beberapa sentimen diantaranya kinerja


keuangan yang baik pada Q3 2021. TLKM berhasil mencatatkan penjualan
sebesar Rp 106,04 triliun, naik 6,1% dibandingkan dengan periode yang sama di
tahun lalu yaitu sebesar Rp 99,94 triliun.
Laba perusahaan juga naik sebesar 12,8% dari Rp 33,01 triliun pada Q3
2020 menjadi Rp 36,3 triliun pada Q3 2021. Kenaikan harga TLKM juga
didorong oleh initial public offering (IPO) anak perusahaannya, Mitratel, yang
berpotensi meningkatkan kinerja perusahaan ke depannya.

Selain itu, investasi TLKM di Gojek yang sudah membuahkan capital


gain Rp 350 miliar dalam kurun waktu kurang dari setahun juga turut andil dalam
mengerek harga sahamnya. Penguatan harga saham TLKM ini diperkirakan akan
terus berlanjut hingga akhir tahun.

Pandemi covid-19 menyebabkan mobilitas masyarakat berkurang.


Berbagai kegiatan seperti bekerja dan sekolah pindah ke rumah. Hal ini
menyebabkan permintaan internet semakin meningkat dan menjadi angin segar
bagi emiten telekomunikasi.

Permintaan internet yang meningkat didominasi oleh fixed broadband.


Indihome adalah market leader pada layanan ini dengan market share sebesar
87%. Pendapatan Indihome pada Q3 2021 sebesar Rp 19,63 triliun, tumbuh
21,84% dibanding periode yang sama pada tahun lalu yaitu Rp 16,11 triliun.

Data pendapatan Indihome ini juga menjadikan TLKM unggul jika


dibandingkan dengan kompetitornya. Pada level makro, pemerintah terus
menggaungkan ekonomi digital. Perusahaan besar maupun UMKM didorong
untuk menjadikan bisnisnya go digital.

Digitalisasi ini membutuhkan ketersediaan akses internet yang baik. Oleh


karena itu, secara jangka panjang emiten sektor telekomunikasi memiliki prospek
yang cerah ke depannya. Sekali lagi, analisis ini merupakan contoh dan segala
keputusan investasi tetap berada di tangan masing-masing investor.

Pendekatan mana yang lebih baik?

Setelah kita membahas kedua pendekatan ini, berikut adalah tabel yang
merangkum perbandingan di antara keduanya:
Tabel 3: Perbandingan antara pendekatan top-up dan bottom-down

Meski manajer investasi cenderung mengedepankan satu pendekatan, namun pada


praktiknya mereka biasanya menggabungkan keduanya. Contohnya,
pendekatan top-down mungkin digunakan untuk menemukan sektor-sektor
unggulan, kemudian untuk memilih saham-saham dalam sektor-sektor tersebut
digunakan pendekatan bottom-up agar manajer investasi dapat menemukan
saham-saham yang memiliki fundamental yang bagus dan valuasinya masih
murah.

Sebaliknya, manajer investasi juga dapat memulai proses pemilihan saham dengan
pendekatan bottom-up jika ia memang sudah memiliki sekumpulan saham yang ia
nilai berpotensi. Dalam hal ini pendekatan bottom-up memungkinkannya untuk
mencari manakah emiten yang paling atraktif - memiliki potensi terbesar untuk
meraih pertumbuhan laba yang tinggi dalam beberapa tahun ke depan. Begitu
emiten pilihan ditemukan, barulah manajer investasi mengaplikasikan
pendekatan top-down untuk menentukan apakah emiten tersebut benar-benar
diuntungkan dengan kondisi makroekonomi tertentu.

Anda mungkin juga menyukai